LEMBAR PENGESAHAN
Telah Dipresentasikan Lapkas Berjudul : Eklampsia Post Partum Pada Hari Sabtu Tanggal 09 Juni 2018
Disusun Oleh : NINA ZULKA 71170891196
Presentator
( Nina Zulka )
Pembimbing
( dr. Fahmi Nasution, Sp.OG )
BAB I STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. F
Umur
: 29 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Peureulak
Pekerjaan
: IRT
Status
: Menikah
Tgl masuk RS
: 17 Mei 2018
II. ANAMNESA Keluhan utama : Kejang Telaah :
Pasien datang ke IGD RSUD Langsa dengan keluhan penurunan
kesadaran setelah kejang 30 menit sebelum masuk RS. Kejang sudah terjadi 3 kali sebelum masuk RS dengan durasi ± 5 menit. Pasien 5 hari yang lalu menjalani operasi Sectio Caesaria dengan kelahiran kembar dan riwayat PEB di RSUD Langsa. Setelah 3 hari menjalani perawatan di RSUD Langsa pasien sudah diperbolehkan pulang. Namun setelah 2 hari di rumah pasien mengalami kejang. Keluarga pasien mengaku pasien tidak pernah memiliki riwayat darah tinggi sebelum kehamilan. Nyeri kepala (+), Nyeri perut (-). Mual (-), Muntah (-).
Riwayat Menstruasi Siklus : 28 hari, 5 hari
Riwayat Menikah 1x selama 3,5 tahun
Riwayat KB Disangkal Riwayat Obstetri P1A0 No
Keadaan
Cara
Keadaan
Tanggal
Keadaan
Tempat
kehamilan
persalinan
Nifas
lahir
anak
dan penolong
1
Pre term
SC
Baik
2018
Kembar
RS
I : Hidup II : Exit
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat operasi sebelumnya
: Sectio Caesaria
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
Riwayat penyakit hipertensi
: Pre Eklamsia Berat selama kehamilan
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat jatuh dan trauma
: disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat keluhan yang sama
III. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata Keadaan Umum
: tampak lemah
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital Sign TD
: 150/100 mmHg
RR
: 24 x/menit
Nadi
: 100 x/ menit
T
: 36,5 C
Pemeriksaan Fisik Kepala
: Normochepali
Wajah
: tampak pucat
Mata
: penglihatan kabur (+)
Hidung
: Nafas cuping hidung (-)
Telinga
: Normal
Mulut
: Normal
Tenggorokan : Normal Leher
: Normal
Thorax
: Cor : BJ I > BJ II, murmur (-), gallop (-) Pulmo : vesikuler +/+, wh -/- , rh -/-
Abdomen
: Soppel (+), Peristaltik normal, Nyeri tekan (-), Nyeri bekas op (-)
Ekstremitas
: Oedem (+), Akral dingin (+)
Status Obstetri I : V/ U : tenang Perdarahan aktif (-) Lukia alba ASI (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium tanggal : 17 Mei 2018 No.
Test
Hasil
Unit
1
Hb
11, 5
9/100 ml
2
Ht
35, 6
%
3
Eritrosit
4, 56
/UIx100
4
Leukosit
9, 20
/UIx103
5
Trombosit
385
/UIx103
6
Prothrombin time
12, 3
second
7
Urium
27
mg/100 ml
8
Creatinin
0, 83
mg/100 ml
9
KGDs
89
mg/100 ml
10
Hbs Ag
(-) Non reaktif
Pemeriksaan Urine Warna
: Kuning keruh
Protein
: ++++ (Pos)
Bilirubin
: - (Neg)
Reduksi
: - (Neg)
Diagnosa : Eklampsia Post Partum Follow Up Pasien Tanggal 17 – 20 Mei 2018
: Pasien di rawat di ruang ICU
Tanggal 17 Mei 2018 S/ Kejang (+) sebanyak 3x sebelum masuk RS, 1 kali di IGD, 2 kali di ruangan OS post SC 5 hari yang lalu dengan riwayat Gemelli + PEB O/ KU : Lemah
Kes : Somnolen
TD : 220/120 mmHg
RR : 24 x/i
HR : 100 x/i
Temp : 36,5 oC
Status Obstetri Abdomen : bekas luka op tertutup (+) I : v/u tenang, perdarahn aktif (-) Lukia alba, Episiotomi (-) ASI (-) A/ P1A0 + Eklamsia post partum P/ IVFD RL + Inj. MgSO4 40% drip 25 gtt/i O2 2- 4 l/i Nifedipin 3 x 10 mg Ciprofloxacin 3 x 500 mg Metronidazole 3 x 500 mg Asam Mafenamat 3 x 500mg
Vit C 3 x 1 Rawatan ICU Tanggal 21 Mei 2018 S/ Nyeri di telapak kaki saat berdiri (+), Nyeri kepala (-), Batuk kering (+), Sariawan (+) O/ KU : Baik
Kes : CM
TD : 140 /100 mmHg
RR : 20 x/i
HR : 84 x/i
Temp : 36,9 oC
Status Obstetri I : v/u tenang, perdarahn aktif (-) Lukia alba, Episiotomi (-) ASI (-) A/ P1A0 + Eklamsia post partum P/ IVFD RL 20 gtt/i Nifedipin 3 x 10 mg Ciprofloxacin 3 x 500 mg Metronidazole 3 x 500 mg Asam Mafenamat 3 x 500mg Vit C 3 x 1 Ambroxol Syr 3 x Cth I
Tanggal 22 Mei 2018 S/ Kejang (-) Nyeri di telapak kaki saat berdiri (-), Nyeri kepala (-), Batuk kering (+), Sariawan (+) O/ KU : Baik
Kes : CM
TD : 140 /100 mmHg
RR : 22 x/i
HR : 90 x/i
Temp : 36,7 oC
Status Obstetri I : v/u tenang, perdarahn aktif (-) Lukia alba, Episiotomi (-) ASI (-)
A/ P1A0 + Eklamsia post partum P/ IVFD RL 20 gtt/i Nifedipin 3 x 10 mg Ciprofloxacin 3 x 500 mg Metronidazole 3 x 500 mg Asam Mafenamat 3 x 500mg Vit C 3 x 1 Ambroxol Syr 3 x Cth I
Tanggal 23 Mei 2018 S/ Nyeri di telapak kaki saat berdiri (-), Nyeri kepala (-), Batuk kering (+) sudah berkurang, Sariawan (-) O/ KU : Baik
Kes : CM
TD : 140 /100 mmHg
RR : 20 x/i
HR : 82 x/i
Temp : 36,6 oC
Status Obstetri I : v/u tenang, perdarahn aktif (-) Lukia alba, Episiotomi (-) ASI (-) A/ P1A0 + Eklamsia post partum P/ IVFD RL 20 gtt/i Nifedipin 3 x 10 mg Ciprofloxacin 3 x 500 mg Metronidazole 3 x 500 mg Asam Mafenamat 3 x 500mg Vit C 3 x 1 Ambroxol Syr 3 x Cth I PBJ
BAB II ANALISIS KASUS 1. Apakah diagnosa pada kasus ini sudah benar ? Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti "halilintar". Kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklampsia timbul dengan tibatiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Sekarang kita ketahui bahwa eklampsia pada umumnya timbul pada wanita hamil atau dalam nifas dengan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul serangan kejang yang diikuti oleh koma. Eklampsia lebih sering pada primigravida daripada multipara. Tergantung dari saat timbulnya eklampsia dibedakan eklampsia gravidarum
(eklampsia
antepartum),
eklampsia
parturientum
(eklampsia
intrapartum), dan eklampsia puerperale (eklampsia postpartum). Kebanyakan terjadi antepartum. Perlu dikemukakan bahwa pada eklampsia gravidarum sering kali persalinan mulai tidak lama kemudian.2 Dengan pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh preeklampsia, tampak pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk mencegah timbulnya penyakit itu.2 Eklampsia lebih sering terjadi pada :1 1) Kehamilan kembar 2) Hydramnion 3) Mola hydatidosa
GEJALA DAN TANDA Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan; terutama pada persalinan bahaya ini besar. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :2 1.
Tingkat awal atau aura (Tingkat Invasi). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.2
2.
Kemudian timbul tingkat kejangan tonik (Tingkat Kontraksi) yang berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.2
3.
Stadium ini kemudian disusul oleh tingkat kejangan klonik (Tingkat Konvulsi) yang berlangsung antara 1 – 2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke luar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tak sadar. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.2
4.
Sekarang ia memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, Kalau pasien sadar kembali maka ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi, lamanya coma dari beberapa menit sampai berjam-jam, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.2 Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat
sampai 40 derajat Celcius. Sebagai akibat serangan dapat terjadi komplikasikomplikasi seperti (1) lidah tergigit; perlukaan dan fraktura; (2) gangguan pernapasan; (3) solusio plasenta; dan (4) perdarahan otak.2 Sebab kematian eklampsia ialah : oedeme paru-paru, apoplexia dan accidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi, kerusakan hati dan gangguan faal ginjal. Kadang-kadang terjadi eklampsia tanpa kejang, gejala yang menonjol adalah koma. Eklampsia semacam ini disebut ”eclampsia sine eclampsi”, dan terjadi pada kerusakan hati yang berat. Pernafasan biasanya cepat dan berbunyi, pada eklampsia yang berat ada cyanosis.
Setelah persalinan keadaan pasien berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Juga kalau anak mati di dalam kandungan sering kita lihat bahwa beratnya penyakit akan berkurang. Proteinuri hilang dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali kira-kira 2 minggu.
DIAGNOSIS Diagnosis eklampsia umumnya tidak mengalami kesukaran. Dengan adanya tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan seperti telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan. Walaupun demikian, eklampsia harus dibedakan dari (1) epilepsi; dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil-muda dan tanda pre-eklampsia tidak ada; (2) kejang karena obat anestesia; apabila obat anestesia lokal tersuntikkan ke dalam vena, dapat timbul kejang; (3) koma karena sebab lain, seperti diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, uremia, keracunan.2
2. Apakah tatalaksana pada kasus ini sudah benar ? PENATALAKSANAAN Terapi profilaksis ialah dengan pencegahan, diagnosis dini dan terapi yang cepat dan intensif dari pre-eklampsia.2 Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.2 Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejang; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg 1M. Selain itu, penderita harus disertai seorang tenaga yang trampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang.2 Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejang mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan diuresis. Dalam pada itu,
pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas (Bersihkan mulut yang mungkin berisi bahan-bahan hasil regurgitasi dari lambung, intubasi endotrakeal), menghindarkan tergigitnya lidah (tong spatel dililit dengan kain, penyumbat mulut, dompet), pemberian oksigen, dan menjaga agara penderita tidak mengalami trauma (Kepala pasien diganjal dengan sesuatu: handuk, sweater), Baringkan pasien pada sisi kiri (posisi tredelenburg) untuk mengurangi risiko aspirasi. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejang lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya :2 1.
Sodium pentothal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resusitasi. Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 - 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.2
2.
Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuromuskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan diuresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan 40% secara intramuskulus; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, diuresis harus melebihi 600 ml per hari; selain intrarnuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% Mg S04 dalam larutan 10 ml intravena secara pelahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 g dalam 10 rnl sebagai antidotum. Bahaya sulfas magnesicus ialah dapat melumpuhkan diafragma hingga pasien berhenti bernafas, malahan kontraksi jantung berhenti. Maka untuk menjauhi bahaya tersebut di atas sebelum menyuntikkan sulfas magnesicus harus diperiksa : refleks lutut dan pernafasan tidak boleh < 16 x/menit. Sebagai antidotum selalu harus tersedia gluconas calcicus 1 gr dalam 10 cc dan bantu dengan ventilator.2
3.
Lyric cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, kiorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena. jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.2
Di sini ditekankan bahwa pemberian obat-obat tersebut disertai dengan pengawasan yang teliti dan terus-menerus. Jumlah dan waktu pemberian obat disesuaikan dengan keadaan penderita pada tiap-tiap jam demi keselamatannya dan sedapat-dapatnya juga demi keselamatan janin dalam kandungan.2 Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejang, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.2 Penderita dirawat dalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi, pernapasan dicatat tiap 30 menit pada suatu kertas grafik; suhu dicatat tiap jam secara rektal. Bila penderita belum melahirkan, dilakukan pemeriksaan obstetrik untuk mengetahui saat permulaan atau kemajuan persalinan. Untuk melancarkan pengeluaran sekret dari jalan pernapasan pada penderita dalam koma penderita dibaringkan dalam letak Trendelenburg dan selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam untuk menghindarkan dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan pernapasan, dan oksigen diberikan pada sianosis. Dower catheter dipasang untuk mengetahui diuresis dan untuk menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif. Balans cairan harus diperhatikan dengan cermat. Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis dan air yans hilang melalui kulit dan paru-paru; pada umumnya dalam 24 jam diberikan 2000 nil. Balans cairan dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam.2 Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindarkan katabolisme jaringan dan asidosis. Pada penderita koma atau kurang sadar pemberian kalori dilakukan dengan infus dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam amino, seperti
Aminofusin. Cairan Yang terakhir ini, selain mengandung kalori cukup, juga berisi asam amino yang diperlukan.2
B.I. Perawatan Aktif
Pengobatan Medisinal
1) Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang (ICU), terpasang infus Dx/RL dari IGD. 2) Total bed rest dalam posisi lateral decubitus. 3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam. 4) Antasida. 5) Anti kejang: a) Sulfas Magnesikus (MgSO4) Syarat: Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit). Reflek patella (+) kuat, Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. Cara Pemberian: Loading dose secara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja. Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4 40%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri. Penghentian SM : Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.
b) Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU. 6) Diuretika Antepartum: manitol
Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (Krelease). Indikasi: Edema paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka 7) Anti hipertensi Indikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap. Alternatif: antepartum Adrenolitik sentral: - Dopamet 3X125-500 mg. - Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari. Post partum ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg dan Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10 mg. 8) Kardiotonika , Indikasi: gagal jantung 9) Lain-lain: Antipiretika, jika suhu >38,5 °C Antibiotika jika ada indikasi Analgetika Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)(7).
Pengobatan obstetrik
1) Belum inpartu a) Amniotomi & Oxytocin drip (OD), Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx. Medisinal. b) Sectio Caesaria, Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif. 2) Sudah inpartu Kala I Fase aktif: 6 jam tidak masuk f. aktif dilakukan SC. Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin). Kala II
Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE. Untuk kehamilan < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2X24 jam untuk maturasi paru janin.
B.II. Perawatan konservatif Perawatan konservatif kehamilan preterm <37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik. Perawatan tersebut terdiri dari: SM Therapy: Loading dose: IM saja. Maintenance dose: sama seperti di atas. Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda Preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Terapi lain sama seperti di atas. Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi. Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu. Penderita pulang bila: dalam 3 hari perawatan setelah penderita menunjukkan tanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.
TINDAKAN OBSTETRIK Setelah kejang dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka direncanakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara yang aman. Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan seksio sesarea atau dengan induksi persalinan per vaginam, hal tersebut tergantung dari banyak faktor, seperti keadaan serviks, komplikasi obstetrik, paritas, adanya ahli anestesia, tidak terdapat koagulopati dan sebagainya.2 Persalinan per vaginam merupakan cara yang paling baik bila dapat dilaksanakan cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi dengan amniotomi dan infus pitosin, setelah penderita bebas dari serangan kejang selama 12 jam dan keadaan serviks mengizinkan. Tetapi, apabila serviks masih lancip dan tertutup terutama pada primigravida, kepala janin masih tinggi, atau ada persangkaan disproporsi sefalopelvik, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.2
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat partus dan bila syarat-syarat telah dipenuhi, dilakukan ekstraksi vakum atau cunam. Pilihan anestesia untuk mengakhiri persalinan pada eklampsia tergantung dari keadaan umum penderita dan macam obat sedativa yang telah dipakai. Keputusan tentang hal ini sebaiknya dilakukan oleh ahli anestesia. Anestesia lokal dapat dipakai bila sedasi sudah berat. Anestesia spinal dapat menyebabkan hipotensi yang berbahaya pada eklampsia; jadi sebaiknya jangan dipergunakan.2 Pengalaman menunjukkan bahwa penderita eklampsia tidak seberapa tahan terhadap perdarahan postpartum atau trauma obstetrik; keduanya dapat menyebabkan syok, Maka dari itu, semua tindakan obstetrik harus dilakukan seringan mungkin, dan selalu disediakan darah. Ergomettin atau metergin boleh diberikan pada perdarahan postpartum yang disebabkan oleh atonia uteri, tetapi jangan diberikan secara rutin tanpa indikasi.2 Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam Bila tekanan darah turun, maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 24 jam postpartum untuk kemudian lambat laun dihentikan. Biasanya diuresis bertambah 24 - 48 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria berkurang.2 Perawatan post partum : antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir, teruskan antihipertensi jika tekanan diastolik masih > 110 mmhg, pantau urin.2 Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam), terdapat sindrom HELLP, koma berlanjut > 24 jam sesudah kejang.2