DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................
iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................
iv
BAB 1 : PENDAHULUAN ...................................................................................
1
BAB 2 :TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
2
2.1. Definisi .............................................................................................
2
2.2. Eidemiologi ......................................................................................
3
2.2. Etiologi .............................................................................................
4
2.4. Patofisiologi ......................................................................................
4
2.5. Manifestasi Klinis .............................................................................
6
2.6. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................
7
2.7. Diagnosis .......................................................................................... 12 2.8. Diagnosis Banding ............................................................................ 13 2.9. Tatalaksana ....................................................................................... 14 2.10. Pencegahan ..................................................................................... 20 2.11. Komplikasi...................................................................................... 21 2.12. Prognosis ........................................................................................ 21 BAB 3 : KESIMPULAN ....................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terdapat beberapa penyebab gangguan nafas pada bayi baru lahir, salah satu diantaranya adalah sindrom aspirasi mekonium. Mekonium adalah kotoran intestinal yang berbentuk cairan kental berwarna hijau gelap yang terdiri dari sel epitel usus, lanugo, lendir dan sekresi usus (misalnya: cairan empedu) yang dikeluarkan pertama kali oleh bayi baru lahir. Sekresi usus, sel mukosa, dan elemen padat dari cairan amnion yang tertelan merupakan 3 elemen padat utama mekonium. Air merupakan elemen cair utama terdiri dari 85-95% dari mekonium. 1
Mekonium steril dan tidak mengandung bakteri merupakan faktor utama yang membedakannya dengan tinja. Distress intrauterin dapat menyebabkan mekonium keluar ke cairan amnion. Faktor yang mendorong keluarnya mekonium intrauterin adalah insufisiensi plasenta, hipertensi maternal, preeklamsia, oligohidramnion, dan penggunaan obat-obatan pada masa kehamilan terutama tembakau dan kokain.1 Hipoksia akut maupun kronik dapat mengakibatkan keluarnya mekonium intrauterin. Sindrom aspirasi mekonium (meconium aspiration syndrome, SAM) disebabkan aspirasi cairan amnion yang mengandung mekonium. Derajat keparahan SAM berkaitan dengan derajat asfiksia dan jumlah mekonium yang teraspirasi. Mekonium yang teraspirasi juga menyebabkan obstruksi jalan napas akut, peningkatan resistensi jalan napas, atelektasis, dan hiperekspansi yang disebabkan oleh mekanisme ball-valve. Fase obstruksi diikuti dengan fase inflamasi 12-24 jam sesudahnya yang mengakibatkan kerusakan lebih lanjut. Aspirasi cairan lain (misalnya darah atau cairan amnion) mengakibatkan kerusakan yang sama tetapi lebih ringan.2 Aspirasi mekonium pada cairan amnion dapat terjadi sebelum atau selama persalinan. Karena mekonium jarang ditemukan pada cairan amnion sebelum 34 minggu, aspirasi mekonium terutama terjadi pada bayi aterm dan posterm.
Pada negara berkembang, dimana perawatan prenatal masih kurang dan kelahiran di rumah masih umum terjadi, insidensi sindrom aspirasi mekonium lebih tinggi dibanding negara maju dan berhubungan dengan tingkat kematian yang tinggi.1 Oleh karena itu penting bagi para tenaga medis untuk mengetahui mengenai diagnosis, penatalaksanaan dan pencegahan untuk penyakit ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Mekonium adalah kotoran intestinal yang berbentuk cairan kental berwarna hijau gelap yang terdiri dari sel epitel usus, lanugo, lendir dan sekresi usus (misalnya: cairan empedu) yang dikeluarkan pertama kali oleh bayi baru lahir.1 Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan nafas pada bayi baru lahir melalui cairan amnion bercampur mekonium dengan gambaran radiologis yang khas dan gejalanya tidak dapat dijelaskan.3 Gangguan nafas adalah suatu keadaan meningkatnya kerja pernafasan yang ditandai dengan 4: 1. Takipnea 2. Retraksi interkosta dan atau substernal 3. Nafas cuping hidung 4. Merintih atau grunting 5. Sianosis 6. Apneu atau henti nafas 7. Dalam beberapa jam sesudah lahir didapatkan gejala distress respirasi (takipnea, retraksi, nafas cuping hidung, dan grunting) 8. Bila takipneu, retraksi, pernafasan cuping hidung, dan grunting menetap beberapa jam setelah lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan nafas yang harus dilakukan tindakan segera.
2.2 Epidemiologi Amerika Serikat Pada dunia industri, mekonium dalam cairan amnion dapat dideteksi pada 8-25% kelahiran setelah kehamilan 34 minggu. Dulu, sekitar 10% bayi baru lahir dengan mekonium dalam cairan amnion megalami sindrom aspirasi mekonium. Perubahan dalam praktek obstetrik dan neonatus nampaknya menurunkan insidensi sindrom aspirasi mekonium.5 Internasional Pada negara berkembang dimana perawatan prenatal masih kurang dan kelahiran dirumah masih umum, insidensi sindrom aspirasi mekonium lebih tinggi dan berhubungan dengan tingkat kematian yang tinggi. Mortalitas/Morbiditas Tingkat mortalitas untuk sindrom aspirasi mekonium yang dihasilkan dari penyakit parenkim paru berat dan hipertensi pulmonal adalah setinggi 20%. Komplikasi lain termasuk air block syndrome (misalnya: pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumoperikardium) dan emfisema interstisial paru, yang terjadi pada 10-30% bayi dengan sindrom aspirasi mekonium. Ras Tidak terdapat predileksi ras yang diketahui Sex Sindrom aspirasi mekonium terjadi sama pada kedua jenis kelamin. Umur Sindrom aspirasi mekonium merupakan penyakit pada bayi baru lahir, khususnya pada bayi yang lahir sesuai tanggal taksiran atau lebih.6
2.3 Etiologi Faktor yang mendorong pengeluaran mekonium intrauterin adalah sebagai berikut1: -
kehamilan post-term
-
Insufusiensi plasenta
-
Hipertensi maternal
-
Preeklampsia, eklampsia
-
Oligohidramnion
-
Penggunaan obat-obatan semasa kehamilan, terutama tembakau dan kokain
-
Infeksi maternal / korioamnionitis
-
Hipoksia fetus
-
Diabetes mellitus pada ibu
-
Bayi kecil masa kehamilan (KMK)
Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar (intrauterin) bila terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran udara di paruparu. Selain itu, mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.1 2.4 Patofisiologi1 Dalam rahim pengeluaran mekonium dihasilkan dari rangsangan saraf dari saluran gastrointestinal yang telah matang dan biasanya akibat dari stress hipoksia fetus. Begitu fetus mencapai aterm, traktus gastrointestinal menjadi matang, dan stimulasi vagus dari kompresi kepala atau saraf tulang belakang dapat menyebabkan peristaltik dan relaksasi sfingter anus menyebabkan keluarnya mekonium.
Mekonium mengubah cairan amnion secara langsung, menurunkan aktivitas anti bakteri dan selanjutnya meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Mekonium juga mengiritasi kulit fetus, karena itu meningkatkan insidensi eritema toksikum. Namun, komplikasi paling berat dari pengeluaran mekonium intrauterin adalah aspirasi sebelum, selama, dan sesudah kelahiran. Aspirasi menyebabkan hipoksia melalui 4 efek mayor: obstruksi jalan nafas, disfungsi surfaktan, pneumonitis kimia, dan hipertensi pulmonal. a. Obstruksi Jalan Nafas Obstruksi jalan nafas total oleh mekonium menyebabkan atelektasis. Obstruksi parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli, umumnya dikenal dengan istilah ball-valve effect. Hiperdistensi alveoli terjadi dari ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps jalan nafas sekitar mekonium yang mengeras pada jalan nafas, menyebabkan tahanan meningkat selama ekspirasi. Udara yang terperangkap (paru hiperinflasi) dapat pecah ke pleura (pneumotoraks),
mediastinum
(pneumomediastinum),
atau
perikardium
(pneumoperikardium). b. Disfungsi Surfaktan Mekonium mendeaktivasi surfaktan dan dapat menghambat sintesis surfaktan. Beberapa komponen mekonium, terutama asam lemak bebas (misalnya : palmatic, stearic, oleic), memiliki tekanan permukaan yang lebih minimal dibanding surfaktan dan menyebabkan atelektasis luas. c. Pneumonitis Kimia Enzim, asam empedu, dan lemak pada mekonium mengiritasi saluran nafas dan parenkim, menyebabkan pelepasan sitokin (termasuk TNF, IL-6, IL-8, IL-13, IL-1AY) dan menyebabkan pneumonitis luas yang dapat dimulai dalam beberapa jam setelah aspirasi. Semua efek pulmonari ini dapat menghasilkan ventilation-perfusion (V/Q) mismatch.
d. Hipertensi Pulmonal Persisten pada Bayi Baru Lahir (PPHN) Banyak bayi dengan sindrom aspirasi mekonium memiliki hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir (PPHN) sebagai akibat dari stress intrauterin kronik dan penebalan pembuluh darah pulmonal. PPHN kemudian menyebabkan hipoksemia yang disebabkan oleh sindrom aspirasi mekonium. Walaupun mekonium steril, kehadirannya pada saluran nafas dapat menjadi predisposisi terjadinya infeksi pulmonal pada bayi.
Gambar 1. Patofisiologi pengeluaran mekonium dan sindrom aspirasi mekonium.7
2.5 Manifestasi Klinis Adanya mekonium dalam air ketuban menyebabkan sindrom aspirasi mekonium, tapi tidak semua neonatus dengan air ketuban bercampur mekonium mengalami sindrom aspirasi mekonium.1 Pembersihan mekonium dari saluran nafas yang tidak adekuat sebelum nafas pertama dan penggunaan ventilasi tekanan positif sebelum membersihkan jalan nafas dari mekonium meningkatkan kecenderungan neonatus mengalami sindrom aspirasi mekonium.1 Urin berwarna hijau dapat terjadi pada bayi baru lahir dengan sindrom aspirasi mekonium kurang dari 24 jam setelah kelahiran. Pigmen mekonium dapat diserap oleh paru dan dieksresikan melalui urin.1 Manifestasi klinis dari sindrom aspirasi mekonium adalah sebagai berikut: - Bayi dengan SAM sering menunjukkan tanda postmaturitas, yaitu kecil masa kehamilan, kuku panjang, kulit terkelupas, dan pewarnaan kuninghijau pada kulit, tali pusar, dan kuku jari tangan. - Adanya mekonium pada cairan ketuban. Konsistensi mekonium bervariasi. Walaupun SAM dapat terjadi pada mekonium yang hanya sedikit, sebagian besar bayi dengan SAM memiliki riwayat mekonium kental seperti lumpur. - Obstruksi jalan napas. SAM dini akan bermanifestasi sebagai obstruksi saluran napas. Gasping, apneu, dan sianosis dapat terjadi akibat mekonium kental yang menyumbat saluran napas besar. - Distres pernapasan. Mekonium yang teraspirasi sampai ke saluran napas distal tetapi tidak menyebabkan obstruksi total akan bermanifestasi sebagai distres pernapasan, berupa takipneu, napas cuping hidung, retraksi interkostal, peningkatan diameter anteroposterior dada (barrel chest), end expiratory grunting, dan sianosis.1,2
2.6 Pemeriksaan Penunjang1,2 a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan berikut diindikasikan pada suspek sindrom aspirasi mekonium : 1. Status Asam Basa Ventilation-perfusion (V/Q) mismatch dan stress perinatal umum terjadi dan penilaian status asam basa sangat penting. Asidosis metabolik dari stress perinatal dapat dikomplikasikan dengan asidosis respiratorik dari penyakit parenkim dan hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir. Analisa gas darah yaitu pengukuran pH, tekanan parsial karbon dioksida (pCO2), tekanan parsial oksigen (pO2), dan pengukuran oksigen kontinu dengan pulse oximetry penting untuk tatalaksana yang sesuai.
Analisis
gas
darah
dapat
menunjukkan
hipoksemia.
Hiperventilasi mengakibatkan alkalosis respiratorik pada kasus ringan, tetapi pada kasus berat akan mengakibatkan asidosis respiratorik. 2. Elektrolit1 Konsentrasi sodium, potasium, dan kalsium dalam 24 jam kehidupan pada bayi dengan sindrom aspirasi mekonium penting untuk didapatkan, karena syndrome of inappropriate secretion of antidiuetic hormone (SIADH) dan gagal ginjal akut merupakan komplikasi yang sering pada stress perinatal. 3. Darah Lengkap1,2 Pemeriksaan darah perifer lengkap dan septic work-up untuk menyingkirkan infeksi. Kehilangan darah intrauterin atau perinatal, dan juga infeksi berperan pada stress postnatal. Kadar hemoglobin dan hematokrit harus cukup untuk memastikan kapasitas pembawa hemoglobin
adekuat.
Trombositopenia
meningkatkan
resiko
perdarahan pada neonatus. Neutropenia atau neutrofilia dengan
pergeseran ke kiri pada hitung jenis dapat mengindikasikan infeksi bakteri perinatal. Polisitemia dapat hadir sekunder terhadap hipoksia fetus akut atau kronik. Polisitemia berhubungan dengan penurunan aliran darah paru dan dapat memperburuk hipoksia berhubungan dengan sindrom aspirasi mekonium dan hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir. b. Pencitraan Foto toraks penting untuk : -
Menegakkan diagnosis sindrom aspirasi mekonium dan menentukan perluasan patologi intratoraks (lihat gambar dibawah)
-
Menentukan daerah atelektasis dan air block syndrome (lihat gambar di bawah)
-
Memastikan posisi pipa endotrakeal dan kateter umbilical. MRI,
CT
pemeriksaan
scan, fisik
cranial neurologi
ultrasonography) abnormal.
diindikasikan,
Gambaran
x-ray
jika toraks
dikarakteristikkan dengan infiltrat, garis kasar pada kedua lapang paru, peningkatan diameter anteroposterior, dan pendataran diafragma. X-ray toraks yang normal pada bayi dengan hipoksia berat dan tidak ada malformasi jantung mengarah pada diagnosis hipertensi pulmonal.7
Radiografi Dada Bayi dengan SAM
Gambar 2. Radiografi dada SAM. A). Infiltrat linear sedang, menandakan aspirasi mekonium encer dalam jumlah kecil. B). Infiltrat linear bilateral dan tidak merata, menandakan aspirasi mekonium encer dalam jumlah sedang. C). Infiltrasi menyeluruh pada lapang paru yang tersebar tidak merata, menandakan aspirasi mekonium encer dalam jumlah yang lebih besar. D). Atelektasis sebagian lobus kiri atas dengan hiperaerasi paru kanan, menandakan aspirasi mekonium
partikel besar dan kental. Bayi sering mengalami kegagalan perkembangan pernapasan dan membutuhkan terapi pernapasan yang luas.8
Gambar 3. Udara terperangkap dan hiperekspansi dari obstruksi jalan nafas.
Gambar 4. Atelektasis Akut
Gambar 5. Pneumomediastinum dari gas yang terperangkap dan udara yang bocor.
Gambar 6. Pneumotoraks kiri dengan depresi diafragma dan pergeseran mediastinum minimal karena paru yang tidak mengembang.
Gambar 7. Pneumonitis kimia luas dari komponen mekonium. c. Pemeriksaan lain1 Ekokardiografi penting untuk memastikan struktur jantung normal dan untuk menilai fungsi jantung, dan juga menentukan keparahan hipertensi pulmonal dan right to left shunt. Ekokardiografi diperlukan bila diduga terjadi persistent pulmonary hypertension of the newborn (PPHN). 2.7 Diagnosis Penting untuk memonitor bayi yang lahir melalui cairan amnion bercampur mekonium terhadap adanya distress pernafasan selama 24 jam. Diagnosis sindrom aspirasi mekonium didasarkan oleh adanya distress pernafasan pada bayi baru lahir melalui cairan amnion bercampur mekonium, tanpa adanya penyebab distress pernafasan lainnya. X-ray toraks dan analisa gas darah sebaiknya dilakukan jika dibutuhkan. Temuan radiologi klasik pada sindrom mekonium aspirasi adalah overekspansi paru dengan infiltrat kasar yang luas. Namun, keparahan pola x-ray tidak selalu berhubungan dengan gambarang klinis. Hubungan yang kurang antara keparahan klinis dan radiografik memberi kesan bahwa sindrom aspirasi mekonium kurang bergantung pada jumlah obstruksi mekonium dan kerusakan parenkim dibanding aspek lain dari sindrom aspirasi mekonium, seperti adanya hipertensi pulmonal pada bayi baru lahir.3
2.8 Diagnosis Banding1 a) Transient tachypnea of the newborn (TTN) – Gambaran radiografi sering menunjukkan patchy opacities yang disebabkan oleh cairan pada paru yang dalam proses resorpsi. Foto radiografi kontrol akan menunjukkan infiltrate yang menghilang, berbeda dengan sindrom aspirasi mekonium atau pneumonia. b) Pneumonia neonatus – Terdapat patchy opacities yang berupa konsolidasi dan efusi pleura yang ditemukan pada 2/3 kasus. Volume paru normal namun lapangan paru mungkin dapat terjadi hyperinflated. c) Respiratory distress syndrome – Pada gambaran radiologis, ditemukan gambaran radioopaque yang seragam, ground-glass dan penurunan volume paru karena terjadi kolaps alveolus. Gambaran air bronchogram juga dapat dilihat namun efusi pleura jarang terjadi. Sindrom ini biasanya terjadi pada bayi preterm yang berbeda dengan sindroma aspirasi mekonium.
Untuk membedakan antara gambaran TTN, RDS, dan SAM, dapat dilihat pada tabel dibawah: Tabel 1. Perbedaan TTN, SDR, dan SAM1 Pembeda
TTN
Etiologi
Cairan
RDS
SAM
paru Defisiensi surfaktan
persisten
Paru
Iritasi
dan
belum obstruksi paru
berkembang sempurna Waktu
Kapan saja
Preterm
persalinan Faktor resiko
Aterm atau postterm
Section
caesarean, jenis kelamin laki- Cairan
makrosomia, kelamin asma
jenis laki, diabetes pada mekonial,
laki-laki, ibu, pada
amnion
ibu, preterm
diabetes pada ibu
kelahiran kelahiran post-term
Gambaran
Takipneu,
sering Takipneu, hypoxia, Takipneu, hipoxia
klinis
kali tanpa hipoksia sianosis maupun sianosis
Temuan
infiltrat
pada infiltrat homogenus, Patchy atelectasis,
radiologis
parenkim,
toraks
basah” di sekeliling penurunan
”siluet air
jantung,
bronchogram, konsolidasi volume
paru,
penumpukan cairan intralobar Terapi
Suportif,
oksigen Resusitasi, oksigen, Resusitasi,
jika terjadi hipoksia
ventilasi, surfaktan
oksigen, ventilasi, surfaktan
Pencegahan
Kortikosteroid prenatal
Kortikosteroid
sebelum prenatal
operasi sesar jika resiko usia kehamilan 37- preterm 39 minggu
kehamilan
jika
Jangan
menunda
ada suctioning setelah
kelahiran kelahiran, (usia amnioinfusi
tidak
24-34 bermanfaat
minggu) Keterangan : TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn = TTN); SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress syndrome); SAM = sindroma aspirasi mekonium (MAS = meconium aspiration syndrome)
2.9 Tatalaksana a. Tata laksana bayi dengan cairan amnion bercampur mekonium di ruang persalinan2 1. Nilai konsistensi mekonium. Kejadian SAM meningkat seiring dengan peningkatan konsistensi mekonium. 2. Rekomendasi bahwa dokter kebidanan harus membersihkan hidung dan orofaring bayi sebelum melahirkan bahu atau dada, tidak dianjurkan
lagi. Jika ditemukan mekonium pada cairan ketuban, bayi harus segera diserahkan kepada dokter anak untuk dibersihkan. 3. Pada penilaian awal sebuah persalinan dengan ketuban bercampur mekonium, dokter anak harus menentukan apakah bayi bugar atau tidak. Bayi dikatakan bugar bila frekuensi denyut jantung >100 kali/menit, bernapas spontan, dan tonus baik (bergerak spontan atau fleksi ekstremitas). a. Bila bayi bugar, berikan perawatan rutin tanpa memandang konsistensi mekonium. b. Bila terdapat distres pernapasan, lakukan laringoskopi direk dan pengisapan intratrakeal (menggunakan aspirator mekonium). 4. Bayi yang dilahirkan dengan ketuban bercampur mekonium, sebanyak 20-30% akan mengalami depresi pernapasan saat melalui perineum. Pada kasus ini, intubasi menggunakan laringoskop sebaiknya dilakukan sebelum usaha napas dimulai. Setelah intubasi, pipa endotrakeal dihubungkan dengan mesin pengisap. Prosedur ini diulangi sampai trakea bersih atau bila resusitasi harus dimulai. Visualisasi pita suara tanpa melakukan pengisapan tidak dianjurkan karena mekonium masih mungkin berada di bawah pita suara. Ventilasi tekanan positif sebisa mungkin dihindari sampai pengisapan trakea selesai. Kondisi umum bayi tidak boleh diabaikan selama melakukan pengisapan trakea. Pengisapan trakea harus dilakukan dengan cepat dan ventilasi harus segera dimulai sebelum terjadi bradikardi. b. Tatalaksana SAM Walaupun telah dilakukan penghisapan trakea, bayi yang mengalami distres intrapartum masih berisiko mengalami SAM dan harus dipantau secara ketat. 1. Perawatan rutin. Distres sering mengakibatkan abnormalitas metabolik seperti hipoksia, asidosis, hipoglikemia, dan hipokalsemia.
Koreksi abnormalitas metabolik bila diperlukan. Cairan harus direstriksi untuk mencegah edema serebri dan paru. 2. Pemantauan saturasi oksigen. Pulse oxymetri dapat dijadikan pemeriksaan awal untuk mendeteksi PPHN dengan membandingkan saturasi oksigen pada lengan kanan dengan saturasi oksigen pada ekstremitas bawah. 3. Obstruksi. Pada bayi dengan aspirasi mekonium berat, dapat terjadi obstruksi mekanik saluran napas dan pneumonitis kimia. Atelektasis dan inflamasi yang terus berjalan serta terbentuknya pirau ekstrapulmonar akan memperburuk mismatch ventilasi-perfusi dan mengakibatkan hipoksemia berat. 4. Hipoksemia. Tata laksana hipoksemia adalah meningkatkan konsentrasi oksigen inspirasi dengan pemantauan analisis gas darah dan pH. Bayi harus mendapat oksigen yang adekuat karena hipoksia berulang mengakibatkan vasokonstriksi paru dan selanjutnya dapat menyebabkan PPHN. 5. Ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik terindikasi bila PaCO>60 mmHg atau terdapat hipoksemia persisten (PaO<50 mmHg). Pada kasus berat, seringkali dibutuhkan inspiratory pressure yang lebih tinggi dibandingkan kasus sindrom gawat napas. Waktu ekspirasi yang cukup harus diberikan untuk mencegah air trapping akibat obstruksi parsial saluran napas. Bayi dengan SAM berat yang tidak berespons dengan ventilator konvensional dan yang mengalami air leak syndrome mungkin membutuhkan high frequency oscillatory ventilator. 6. Medikamentosa. a. Antibiotik. Seringkali sulit untuk membedakan antara pneumonia bakterial dan SAM hanya berdasarkan temuan klinis dan foto toraks. Walaupun beberapa bayi dengan SAM juga mengalami
infeksi, penggunaan antibiotik spektrum luas terindikasi hanya pada kasus dengan infiltrat pada foto toraks. Kultur darah darus dilakukan untuk mengidentifikasi etiologi dan mengevaluasi keberhasilan terapi antibiotik. b. Surfaktan. Mekonium menghambat aktivitas surfaktan endogen. Terapi surfaktan dapat meningkatkan oksigenasi, menurunkan komplikasi pulmonal, dan menurunkan kebutuhan ECMO (extracorporeal membrane oxygenation). Surfaktan tidak rutin diberikan untuk kasus SAM, tetapi dapat dipertimbangkan untuk kasus yang berat dan tidak berespons terhadap terapi standar. c. Kortikosteroid. Penggunaan kortikosteroid pada SAM tidak dianjurkan.
The American Academy of Pediatrics Neonatal Resuscitation Program Steering Committee and the American Heart Association telah mengembangkan pedoman tatalaksana bayi yang terpapar dengan mekonium. Pedoman tersebut sedang terus direvisi. Pedoman saat ini adalah sebagai berikut: -
Jika bayi tidak bertenaga (upaya bernafas kurang, tonus otot yang lemah, dan/ atau detak jantung <100x/menit) Gunakan laringoskopi langsung, intubasi, dan segera sedot trakea setelah kelahiran. Penyedotan tidak lebih dari 5 detik. Jika mekonium diambil dan tidak terdapat bradikardi, intubasi ulang dan sedot. Jika detak jantung lemah, berikan ventilasi tekanan positif dan pertimbangkan penyedotan ulang.
-
Jika bayi bertenaga (upaya bernafas normal, tonus otot normal, dan detak jantung >100x/menit) Jangan melakukan intubasi. Bersihkan sekret dan mekonium dari mulut dan hidung dengan bulb syringe atau large bore suction catheter.
-
Pada kedua kasus, setelah resusitasi awal hal yang perlu dilakukan berikutnya adalah mengeringkan, merangsang, memposisikan, dan memberikan oksigen.
Gambar 8. Algoritma penatalaksanaan bayi yang lahir dengan cairan amnion bercampur mekonium.
Perawatan selanjutnya dilakukan di ICU (NICU).
Pertahankan suhu ruang yang optimal untuk meminimalkan konsumsi oksigen.
Diperlukan penanganan minimal karena bayi-bayi ini mudah mengalami agitasi. Agitasi meningkatkan right to left shunt, sehingga dapat menyebabkan hipoksia dan asidosis.
Sedasi seringkali dibutuhkan untuk menurunkan agitasi
Kateter arteri umbilikalis harus dipasang untuk memantau gas darah tanpa mengagitasi bayi.
Perawatan pernafasan kontinu. Terapi oksigen dengan hood atau tekanan positif penting dalam mempertahankan oksigenasi arteri yang adekuat. Ventilasi mekanik dibutuhkan pada sekitar 30% bayi dengan sindrom aspirasi mekonium. Hal ini meminimalkan tekanan rata-rata jalan nafas dan menggunakan waktu inspirasi sependek mungkin. Saturasi oksigen harus dipertahankan pada 90-95%.
Terapi surfaktan telah umum digunakan untuk menggantikan surfaktan yang tidak aktif dan sebagai deterjen untuk menghilangkan mekonium. Walaupun penggunaan surfaktan nampaknya tidak mempengaruhi tingkat kematian, tetapi dapat menurunkan keparahan penyakit (penggunaan oksigenasi membran ekstrakorporeal), dan menurunkan lama rawat inap.
Tabel 2. Dosis yang direkomendasikan untuk penggunaan surfaktan eksogen Produk
Dosis
Calfactant
3mL/kg
Dosis Tambahan BB
lahir Mungkin dapat diulangi
diberikan dalam 2 aliquot
setiap 12 jam sampai dosis 3 kali berturut-turut dengan interval 12 jam bila ada indikasi
Beractant
4mL/kg
BB
lahir Mungkin dapat diulang
diberikan dalam 4 dosis
minimal setelah 6 jam, sampai jumlah total 4 dosis dalam waktu 48 jam setelah lahir
Colfosceril
5mL/kgBB
lahir Mungkin dapat diulangi
diberikan dalam waktu 4 setelah 12 jam dan 24 menit Porcine
jam bila ada indikasi
2.5mL/kgBB diberikan aliquots
lahir Dua dosis berturutan 1.25 dalam
2 mL/kg, dosis diberikan dengan interval 12 jam bila ada indikasi
Walaupun ventilasi konvensional umumnya digunakan, oscillation ventilation dan jet ventilation merupakan terapi alternatif yang efektif. Hipervetilasi untuk menginduksi hipokapnea dan mengkompensasi
metabolik asidosis sudah bukan merupakan terapi utama untuk hipertensi pulmonal karena hipokarbia dapat menurunkan perfusi otak (PaCO2 < 30 mmHg). Alkalosis berkepanjangan menyebabkan kerusakan saraf, sehingga alkalosis harus dihindari pada pasien ini.
Terapi ventilator dengan tekanan rata-rata jalan nafas dan volum tidal yang minimal harus digunakan jika terdapat emfisema interstisial pulmonal atau pneumotoraks.
Pada hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir (PPHN), nitrit oksida inhalasi merupakan vasodilator paru pilihan. Oksigen juga merupakan vasodilator yang poten. Penghambat fosfodiesterase, termasuk sildenafil dan milirinone, digunakan sebagai terapi tambahan untuk PPHN.
Perhatikan tekanan volum darah sistemik dan tekanan darah sistemik. Ekspansi volum, terapi transfusi, dan vasopresor sistemik penting dalam mempertahankan tekanan darah sistemik lebih tinggi dari tekanan darah paru, karena itu menurunkan right-to-left shunt pada pasien dengan Patent Ductus Arteriosus (PDA).
Pastikan kapasitas pembawa oksigen adekuat dengan mempertahankan hemoglobin > 13g/dL.
Kortikosteroid tidak direkomendasikan. Tidak cukup bukti yang mendukung penggunaan steroid pada sindrom aspirasi mekonium.
Tidak terdapat studi yang menunjukkan bahwa profilaksis antibiotik menurunkan insidensi sepsis pada neonatus yang lahir melalui cairan amnion yng bercampur dengan mekonium. Karena itu penggunaan antibiotik diberikan hanya pada pasien yang mengalami atau diduga mengalami infeksi.
Walaupun oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO) efektif dalam penanganan sindrom aspirasi mekonium, ECMO berhubungan dengan hasil keadaan neurologis yang buruk.
Evaluasi oleh ahli jantung anak juga penting untuk penilaian ekokardiografi untuk menilai struktur jantung dan keparahan hipertensi pulmonal,
dan right-to-left shunt. Evaluasi ahli neurologi juga penting apabila terdapat kasus ensealopati neonatorum atau kejang. Distress perinatal dan distress pernafasan berat menghalangi pemberian makan. Terapi cairan intravena dimulai dengan infus dekstrosa yang adekuat untuk mencegah hipoglikemia. Cairan intravena harus sedikit dibatasi (60-70 mL/kg/hari). Secara bertahap tambahkan elektrolit, protein, lemak, dan vitamin untuk memastikan kebutuhan nutrisi adekuat dan mencegah defisiensi asam amino dan asam lemak esensial. Terapi surfaktan seringkali digunakan. Ekstrak paru alami diberikan untuk menggantikan surfaktan yang telah hilang. Surfaktan juga bekerja sebagai deterjen untuk memecah mekonium yang tersisa, sehingga menurunkan keparahan penyakit paru. Surfaktan digunakan pada pasien dengan sindrom aspirasi mekonium, namun, keefektifan, dosis, dan produk yang paling efektif belum ditentukan.
2.10 Pencegahan Upaya pencegahan SAM pada tahap pranatal adalah: 1. Identifikasi kehamilan risiko tinggi yang dapat menyebabkan insufisiensi uteroplasenta dan hipoksia janin, yaitu: - Ibu dengan preeklampsia atau hipertensi - Ibu dengan penyakit respiratorik atau kardiovaskular kronik - Ibu yang memiliki janin dengan pertumbuhan terhambat - Kehamilan post-matur - Perokok berat 2. Pemantauan janin secara ketat. Tanda distres janin, yaitu ketuban bercampur mekonium dengan ruptur membran, takikardi janin, atau deselerasi harus ditindaklanjuti segera. 3. Amnioinfusion. Ahli kandungan harus memonitor status fetus dengan ketat untuk menidentifikasi adanya stress fetus. Ketika mekonium dideteksi, amnioinfusion dengan larutan salin normal steril dan hangat dimasukkan ke dalam rahim lewat serviks pada ibu bermanfaat untuk
mengencerkan mekonium pada cairan amnion, karena itu meminimalkan keparahan aspirasi. Namun, temuan saat ini tidak mendukung amnioinfusion untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Suatu studi menunjukkan bahwa amnioinfusion tidak menurunkan resiko sindrom aspirasi mekonium sedang atau berat atau sindrom aspirasi mekonium yang berhubungan dengan kematian.1,2 2.11 Komplikasi2 1. Air leak. Pneumotoraks atau pneumomediastinum terjadi pada 10-20% pasien dengan SAM. Air leak terjadi lebih sering pada bayi yang mendapat ventilasi mekanik. Bila terjadi pneumotoraks, maka harus ditata laksana segera. 2. Hipertensi pulmonal. Sebanyak 35% kasus PPHN berhubungan dengan SAM. Ekokadiografi harus dilakukan untuk menentukan derajat keterlibatan pirau kanan ke kiri terhadap hipoksemia dan mengeksklusi penyakit jantung bawaan. Pada kasus SAM yang disertai PPHN, dapat dipertimbangkan pemberian inhalasi nitrit oksida atau vasodilator sistemik seperti magnesium sulfat dengan bantuan inotropik untuk mencegah hipotensi. 2.12 Prognosis2 Tingkat
kematian
pada
bayi
dengan
mekonium
lebih
tinggi
dibandingkan dengan bayi tanpa mekonium. Aspirasi mekonium cukup terhitung dalam proporsi yang signifikan terhadap kematian bayi. Masalah paru residu jarang terjadi, namun batuk, mengi, dan hiperinflasi persisten dapat terjadi sampai 5-10 tahun. Bayi dengan penyakit yang berat memiliki resiko sebesar 50% mengalami penyakit jalan nafas pada 6 bulan pertama kehidupan.1 Prognosis bergantung pada kerusakan susunan saraf pusat akibat asfiksia dan adanya masalah yang berhubungan seperti hipertensi pulmonal. Kejadian prenatal dan intrapartum yang merangsang pengeluaran mekonium
dapat menyebabkan bayi mengalami defisit neurologis jangka panjang, termasuk kerusakan sistem saraf pusat, retardasi mental dan serebral palsi.1 Dengan kemajuan terapi seperti pemberian surfaktan, high frequency ventilation, inhalasi nitrit oksida, dan ECMO, angka mortalitas dapat dikurangi sampai <5%. Bronchopulmonary displasia dan penyakit paru kronik merupakan sekuele akibat ventilasi mekanik jangka panjang. Sekuele neurologik sering terjadi pada kasus asfiksia berat.2
BAB III KESIMPULAN
Mekonium adalah kotoran intestinal yang berbentuk cairan kental berwarna hijau gelap yang terdiri dari sel epitel usus, lanugo, lendir dan sekresi usus (misalnya: cairan empedu) yang dikeluarkan pertama kali oleh bayi baru lahir. Sekresi usus, sel mukosa, dan elemen padat dari cairan amnion yang tertelan merupakan 3 elemen padat utama mekonium. Pada negara berkembang, dimana perawatan prenatal masih kurang dan kelahiran di rumah masih umum terjadi, insidensi sindrom aspirasi mekonium lebih tinggi dibanding negara maju dan berhubungan dengan tingkat kematian yang tinggi Sindrom aspirasi mekonium (meconium aspiration syndrome, SAM) disebabkan aspirasi cairan amnion yang mengandung mekonium. Derajat keparahan SAM berkaitan dengan derajat asfiksia dan jumlah mekonium yang teraspirasi. Mekonium yang teraspirasi juga menyebabkan obstruksi jalan napas akut, peningkatan resistensi jalan napas, atelektasis, dan hiperekspansi yang disebabkan oleh mekanisme ball-valve. Fase obstruksi diikuti dengan fase inflamasi 12-24 jam sesudahnya yang mengakibatkan kerusakan lebih lanjut. Tatalaksana yang dapat diberikan pada bayi dengan aspirasi mekonium harus memperhatikan beberapa hal yaitu perawatan rutin, pemantauan saturasi oksigen, obstruksi, hipoksemia, dan dapat diberikan ventilasi mekanik serta medikamentosa seperti antbiotik dan surfaktan. Kortikosteroid tidak dianjurkan dalam tatalaksana SAM Upaya pencegahan SAM pada tahap pranatal dapat berupa identifikasi kehamilan risiko tinggi yang dapat menyebabkan insufisiensi uteroplasenta dan hipoksia janin, pemantauan janin secara ketat, tanda distres janin, yaitu ketuban bercampur mekonium dengan ruptur membran, takikardi janin, atau deselerasi yang harus ditindaklanjuti segera, dan amnioinfusion, yaitu larutan salin normal
dimasukkan ke dalam rahim lewat serviks pada ibu dengan cairan ketuban bercampur mekonium dan deselerasi laju jantung bayi, tetapi dalam beberapa studi mengatakan bahwa penggunaan amnioinfusion tidak menurunkan resiko sindrom aspirasi mekonium sedang atau berat atau sindrom aspirasi mekonium yang berhubungan dengan kematian.
DAFTAR PUSTAKA 1. Clark MB. Meconium Aspiration Syndrome. [Internet]. 2014.Available from: http://emedicine.medscape.com/article/974110-overview 2. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011; 14-7. 3. Swarnam K, Soarisham AS, Sivanandan S. Advances in the Management of Meconium Aspiration Syndrome. International Journal of Pediatrics 2012; 2012:7 4. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008; 126, 143. 5. Yoder BA, Kirsch EA, Barth WH, Gordon MC. Changing obstetric practices associated with decreasing incidence of meconium aspiration syndrome. Obstetrics & Gynecology. May 2002;99(5 Pt 1):731-9. 6. Singh BS, Clark RH, Powers RJ, Spitzer AR. Meconium aspiration syndrome remains a significant problem in the NICU: outcomes and treatment patterns in term neonates admitted for intensive care during a ten-year period. Journal of Perinatology. Jul 2009;29(7):497-503. 7. Behrman RE, Geme JW, Kliegman RM, Schor NF, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. USA: Elsevier Saunders; 2011:590-2. 8. Yeh, TF. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome: Pathogenesis and Current Management. NeoReviews. Sept 2010;11(9):e503-10.