Laporan_praktikum_pembesaran_ikan_laut_b.docx

  • Uploaded by: fatchul
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan_praktikum_pembesaran_ikan_laut_b.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,185
  • Pages: 26
Indonesia memiliki potensi besar dalam usaha budidaya di laut. Potensi ini di dukung oleh tersediannya persyaratan lingkungan yang baik, serta kondisi musim yang menguntungkan untuk berbagai jenis komoditas laut yang akan dibudidayakan. Salah satu potensi laut dari non ikan yang dapat di budidayakan adalah tiram mutiara (Pinctada maxima) sedangkan untuk kerang air tawar yang digunakan

adalah

(Anadontawoodiana)yang

spesies pada

(Margaritiferamargaritifera) intinya

akan

menghasilkan

dan mutiara

Menururt(Dahuri, 2000). Salah satu usaha budidaya yang semakin meningkat diIndonesia adalah budidaya kerang mutiara dari jenis Pintcada maxima. Jenis hewan ini senang hidup dan terkonsentrasi pada perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang, pecahan karang yang berpasir dan tersebar pada kedalaman 20m. Potensi lahan untuk pengembangan budidaya laut, khususnya kerang mutiara dan abalone di Indonesia sebesar 62.040 Ha (Hamzah, 2007). Mutiara merupakan salah satu komoditas ekspor penting bagi Indonesia dengan nilai potensi ekonomi sebesar 120 juta US$ per tahun

Budidaya

kerang

mutiara

sudah

cukup

lama

berkembang

di

Indonesia.Bahkan sampai pada saat ini ada lebih 65 perusahan, baik dalam bentuk modal asing maupun dalam bentuk modal dalam negeri.Tuntutan utama dalam budidaya mutiara adalah tersedianya kerang mutiara ukuran stabil dalam jumlah yang cukup, tepat waktu, dan berkesinambungan. Keuntungan penyediaan tiram tidak hanya mengandalkan hasil penyelaman di alam, apalagi hasil penyelaman di alam sangat fluktuatif, tergantung musim, dan ukurannya tidak seragam.Mutiara yang ukurannya di bawah standar harus dipelihara sampai besar sehingga diperlukan waktu dan tambahan biaya yang tidak sedilit menurut (Winanto, 2004). Dewasa ini, telah terdapat sekitar 65 perusahaan mutiara yang menyebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 10% yang mempunyai unit pembenihan dan pembesaran sendiri, sisanya masih tergantung dari hasil tangkapan di alam. Penyediaan kerang mutiara yang semula bisa tercukupi dari hasil penangkapan, sekarang tidak lagi dapat terpenuhi karena jumlah kebutuhan

atau permintaan kerang melebihi dari sumberdaya alam yang ada, sehingga adanya usaha budidaya dapat memberikan harapan baru terhadap produksi mutiara sehingga masalah overfishing dapat diatasi

Menghadapi situasi yang demikian sangat perlu diusahakan kegiatan yang mengarah pada kegiatan penyediaan benih melalui pembenihan buatan sehingga dapat menjadi suatu unit budidaya tiram yang akan menghasilkan produksi mutiara yang jauh lebih besar. Akibat dari keterbatasan ini maka dalam usaha budidaya kerang mutiara, perlu melakukan kegiatan untuk mempelajari sifat dan kebiasan hidup kerang mutiara, baik dari persyaratan lingkungan pemeliharaan, metode atau cara pemeliharaan dan peralatan yang digunakan untuk memproduksi mutiara yang berkualitas. Mengingat lokasi budidaya di lautdan tawar yang dipengaruhi oleh alam dan sekitarnya, sehingga membudidayakan tiram mutiara haruslah menyesuaikan dengan kondisi alam atau perairan sekitarnya sebagai tempat hidupnya dengan kehidupan biologis dan fisiologis dari tiram mutiara yang dipelihara, dengan tujuan agar tiram hidup dengan baik. Menurut (Raharjo, 2003 dalam Winanto, 2004). Dalam membangun sebuah usaha budidaya kerang mutiara, penentuan lokasi budidaya memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan produksi mutiara. Penentuan lokasi potensial budidaya kerang mutiara harus sesuai dengan karakteristik perairan sebagai syarat tumbuhnya. Suhu dan salinitas merupakan parameter yang memiliki pengaruh dominan bagi keberadaan sumber daya hayati kelautan dan dinamikanya . Kerang mutiara merupakan salah satu biota laut yang hampir semua bagian dari tubuhnya mempunyai nilai jual, baik mutiara, cangkang, daging dan organisme kerang itu sendiri (benih maupun induk). Jenis-jenis kerang mutiara yang ada di Indonesia adalah Pinctada maxima, P. margaritifera, P. chimnitzii, P. fucata dan Pteria penguin. Dari kelima spesies tersebut yang dikenal sebagai penghasil mutiara terpenting yaitu P. maxima, P. margaritifera dan Pteria penguin. Perairan Indonesia sendiri memiliki potensi Kerang mutiara (Pinctada maxima) yang begitu besar di wilayah Indonesia bagian timur seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut Arafuru. Di beberapa daerah tersebut, usaha penyelaman kerang mutiara merupakan mata pencaharian bagi penduduk setempat. Gairah para penyelam semakin kuat setelah berdirinya beberapa perusahaan mutiara, karena jalur pemasaran kerang mutiara hasil menyelam

cukup baik mengingat perusahaan tersebut masih membeli kerang dari para penyelam (Tarwiyah, 2001).

I.

TINJAUAN PUSTAKA

Pernahkah anda makan kerang atau remis?Kerang yang hidup di laut dan remis yang hidup di air tawar adalah contoh kelas Bivalvia.Hewan Bivalvia bisa hidup di air tawar, dasar laut, danau, kolam, atau sungai yang lainnya banyak mengandung zat kapur.Zat kapur ini digunakan untuk membuat cangkoknya.

Gambar 1. Struktur luar kerang air tawar Hewan ini memiliki dua kutub (bi = dua, valve = kutub) yang dihubungkan oleh semacam engsel, sehingga disebut Bivalvia. Kelas ini mempunyai dua cangkok yang dapat membuka dan menutup dengan menggunakan otot aduktor dalam tubuhnya.Cangkok ini berfungsi untuk melindungi tubuh.Cangkok di bagian dorsal tebal dan di bagian ventral tipis.Kepalanya tidak nampak dan kakinya berotot.Fungsi kaki untuk merayap dan menggali lumpur atau pasir. Cangkok ini terdiri dari tiga lapisan, yaitu :  Periostrakum adalah lapisan terluar dari zat kitin yang berfungsi sebagai pelindung.  Lapisan prismatik, tersusun dari kristal-kristal kapur yang berbentuk prisma.  Lapisan nakreas atau sering disebut lapisan induk mutiara, tersusun dari lapisan kalsit (karbonat) yang tipis dan paralel. Untuk lebih memahami kelas Bivalvia atau Pelecypoda, di bawah ini adalah gambar bagian-bagian tubuh kerang yang dipotong secara melintang. Perhatikan gambar penampang melintang cangkok dan mantel berikut ini!.

Gambar 2. (A) Penampang melintang tubuh Pelecypoda; (B) Penampang melintang cangkok dan mantel Jika Anda memperhatikan kerang yang masih hidup, kaki hewan ini berbentuk seperti kapak pipih yang dapat dijulurkan ke luar. Hal ini sesuai dengan arti Pelecypoda (pelekis = kapak kecil; podos = kaki). Kerang bernafas dengan dua buah insang dan bagian mantel.Insang ini berbentuk lembaran-lembaran (lamela) yang banyak mengandung batang insang.Sementara itu antara tubuh dan mantel terdapat rongga mantel.Rongga ini merupakan jalan masuk keluarnya air. Sistem pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan, lambung, usus dan akhirnya bermuara pada anus. Anus ini terdapat di saluran yang sama dengan saluran untuk keluarnya air. Sedangkan makanan golongan hewan kerang ini adalah hewan-hewan kecil yang terdapat dalam perairan berupa protozoa diatom, dll.Makanan ini dicerna di lambung dengan bantuan getah pencernaan dan hati.Sisa-sisa makanan dikeluarkan melalui anus. Perhatikan baik-baik, struktur dalam kerang air tawar pada gambar berikut!

Gambar 3. Struktur dalam kerang air tawar Hewan seperti kerang air tawar ini memiliki kelamin terpisah atau berumah dua.Umumnya pembuahan dilakukan secara eksternal.Untuk memudahkan memahami daur hidup Bivalvia dapat digambarkan melalui contoh daur hidup kerang air tawar pada gambar 31.

Gambar 4. Diagram daur hidup kerang air tawar Dalam kerang air tawar, sel telur yang telah matang akan dikeluarkan dari ovarium. Kemudian masuk ke dalam ruangan suprabranchial.Di sini terjadi pembuahan oleh sperma yang dilepaskan oleh hewan jantan.Telur yang telah dibuahi berkembang menjadi larva glochidium.Larva ini pada beberapa jenis ada yang memiliki alat kait dan ada pula yang tidak. Selanjutnya larva akan keluar dari induknya dan menempel pada ikan sebagai parasit, lalu menjadi kista. Setelah beberapa hari kista tadi akan membuka dan keluarlah Mollusca muda. Akhirnya Mollusca ini hidup bebas di alam. Jenis - jenis kerang air tawar yang digunakan pada praktikum adalah a. Margaritifera adalah genus dari kerang air tawar , airkerangmoluska dalam keluarga Margaritiferidae , air tawar mutiara kerang. Kingdom Filum Kelas Order Keluarga Genus Spesies

Klasifikasi Animalia Kerang-kerangan Bivalvia Unionoida Margaritiferidae Margaritifera Margaritifera margaritifera (Linnaeus , 1758)

Gambar 5 Margaritifera margaritifera)

b. Anadonta woodiana Lea tergolong hewan Pelecypoda yang hidup di perairan tawar. Beberapa hewan merayap atau membenamkan diri di lumpur dan beberapa melekat pada batu atau benda padat lainnya. Cangkang berwarna kebiru-biruan atau kecoklat-coklatan dengan bercak putih (Sugiri 1989 diacu dalam Hartono 2007). Menurut Parker dan Haswell (1962) diacu dalam Hartono (2007) Klasifikasi kijing Taiwan sebagai berikut: Kingdom

: Animalia

Subkingdom : Metazoa Filum

: Mollusca

Kelas

: Pelecypoda

Ordo

: Eulamellibranchiata

Subordo

: Integripalliata

Famili

: Umionidae

Genus

: Anadonta

Spesies

: Anadonta woodiana Lea.

Gambar 6 (Anadonta woodiana)

Menurut Effendi (2000), beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup kerang air tawar, diantaranya kualitas air, pakan, dan kondisi fisiologis organisme. Batasan faktor ekologi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi lokasi budidaya adalah : 1) Lokasi

Lokasi usaha untuk budidaya kerang air tawar ini berada di perairan yang tenang.Pemilihan lokasi pembenihan maupun budidaya terlindung dari pengaruh angin musim dan tidak terdapat gelombang besar. Lokasi dengan arus tenang dan gelombang kecil dibutuhkan untuk menghindari kekeruhan air dan stress fisiologis yang akan mengganggu kerang air tawar, terutama induk. 2) Dasar Dasar perairan sebaiknya dipilih yang berkarang dan berpasir.Lokasi yang terdapat pecahan-pecahan karang juga merupakan alternatif tempat yang sesuai untuk melakukan budidaya kerang air tawar. 3) Suhu Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram di dalam air.Suhu yang baik untuk kelangsungan hidup kerang mutiara adalah berkisar 25-30 0C.Suhu air pada kisaran 27 – 31 0C juga dianggap layak untuk kerang mutiara. 4) Kecerahan Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan struktur invertebrata dalam air. Lama penyinaran akan berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan cangkang (Winanto, et. al. 1988). Cangkang tiram akan terbuka sedikit apabila ada cahaya dan terbuka lebar apabila keadaan gelap. Menurut Sutaman (1993), untuk pemeliharaan kerang mutiara sebaiknya kecerahan air antara 4,5-6,5 meter. Jika kisaran melebihi batas tersebut, maka proses pemeliharaan akan sulit dilakukan. Untuk kenyamanan, induk kerang harus dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan yang ada. 5) pH Derajat keasaman air yang layak untuk kehidupan untuk kerang air tawar yang

digunakan

adalah

spesies

(Margaritiferamargaritifera)

dan

(Anadontawoodiana)berkisar antara 7,8- 8,6 pH agar kerang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada prinsipnya, habitat kerang mutiara di perairan adalah dengan pH lebih tinggi dari 6,75. Kerang tidak akan dapat berproduksi lagi apabila pH melebihi 9,00. Aktivitas kerang meningkat pada pH 6,75 – pH 7,00 dan menurun pada pH 4,0-6,5. 6) Oksigen

Oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas kelangsungan hidup dan perkembangannya.Kerang mutiara akan dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut berkisar 5,2-6,6 ppm. (Margaritiferamargaritifera) dan (Anadontawoodiana)untuk ukuran 40-50 mm mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,339 l/l, ukuran 50–60 mm mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,650 l/l, untuk ukuran 60–70 mm mengkonsumsi sebanyak 1,810 l/l.

II. II.1

MATERI DAN METODE

Materi

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah shell holder, shell opener, gunting, blester carier, inti blester, spatula,pinset, baji, gergaji, tang , keranjang poked dan pisau. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Kerang mutiara air tawar(Margaritiferamargaritifera) dan (Anadontawoodiana), kapas, kayu, bambu dan lem alteko.

II.2

Metode

A. Pembuatan blester carier 1. Bahan disiapkan terlebih dahulu yaitu kawat stenlis dengan panjang 15 cm, dan bambu dengan diameter lubang yang kecil sebagai gagang blaster carier. 2. Kawat di bengkokkan dengan tang hingga memiliki diameter yang lebih besar dari inti mutiara 3. Dan bagian bulatan dengan tangkainya dibuat sudut dengan 15o. B. Pembuatan Baji 1. Kayu dengan ukuran tertentu dipotong dengan gergaji 2. Kemudian ujung kayu di buat meruncing segitiga dan dihaluskan C. Pemasangan Inti Blester 1. Kerang diambil dari bak 2. Kerang ditempatkan pada shell holder.

3. Kerang dibuka dengan menggunakan shell opener, lalu ditahan dengan baji. 4. Mantel kerang dipisahkan dari cangkang dengan spatula dan dibersihkan dengan menggunakan kapas sampai bersih dari lendir. 5. Inti blester yang telah dihaluskan kemudian dipasang pada bagian cangkan dengan cara memberi lem alteko pada bagian yang telah diberi karet. 6. Inti sebanyak 3 buah dipasang dengan menggunakan blaster carier hinggu tepat pada cangkang dengan jarak tertentu. 7. Kemudian kerang dikembalikan lagi ke dalam bak. II.3 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 26 April 2014, dan pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali pada tanggal 3, 10, 17 dan 21 Mei 2014, di Heatchery Perikanan, Jurusan Perikanan dan Kelautan, Universitas Jenderal Soedirman.

III. III.1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 4.1.1 Hasil pengamatan

No

Waktu pengamatan

1

Minggu ke- 1

Hasil pengamatan - Tidak ada yang mati - Kondisi baik - Dilakukan penambahan inti blaster pada kerang - Kerang 4 buah mati dan kerang yang hidup 2 buah - Kerang yang mati terdapat cacing di

2

Minggu ke- 2

dalamnya, dan isi kerang keluar dari cangkang - Inti blaster keluar dari kerang - Pada ujung cangkang kerang ada yang pecah - Kerang yang hidup 1 dan yang mati 1 - Kerang yang mati terdapat cacing di

3

Minggu ke-3

dalamnya, dan isi kerang keluar dari cangkang - Inti blaster keluar dari kerang

Gambar 4.1.1kerang yang telah dipasang inti blaster

III.2

Pembahasan

4.2.1. Teknik Budidaya Kerang Mutiara (Margaritiferamargaritifera) dan (Anadontawoodiana) Pada prinsipnya, untuk dalam keberhasilan pemeliharaan tiram mutiara untuk menghasilkan mutiara bulat baik kualitas maupun kuantitas sangat ditentukan oleh proses penanganan kerang sebelum operasi pemasangan inti, saat pelaksanaan operasi, pasca operasi dan ketrampilan dari teknisi serta sarana pembenihan tiram yang memadai.

Pada umumnya kerang mutiara yang akan dioperasi inti mutiara bundar berasal dari hasil penangkapan dialam yang dikumpulkan dari kolektor dan nelayan. Namun ukuran cangkang mutiara terdiri dari macam-macam ukuran yang nantinya disortir menurut ukuran besarnya mutiara, hal inilah yang menjadi penyebab sehingga tidak dapat melaksanakan operasi dalam jumlah yang banyak.Sedangkan hasil pembenihan dari hatchery dapat diperoleh ukuran yang relatif seragam ukurannya sehingga dapat dilakukan operasi pemasangan inti mutiara dalam jumlah yang banyak.Namun produksi benih belum dapat dikembangkan secara masal. Pemeliharaan spat tiram disesuaikan dengan kondisi perairan disekitarnya. Pemeliharaan benih (spat) yang masih kecil berukuran dibawah 5 cm dipelihara pada kedalaman 2-3 cm sedangkan spat dengan ukuran di atas 5 cm dipelihara pada kedalaman lebih dari 4 cm (Sutaman, 1993). A. Penanganan Kerang Sebelum Operasi Pemasangan Inti Mutiara Dengan demikian kalau kita tinjau mengenai terjadinya mutiara, untuk saat ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:  Mutiara asli yang terdiri dari mutiara alam (natural pearl) dan mutiara pemeliharaan (cultured pearl).  Mutiara tiruan/imitasi (imitation pearl) (Dwiponggo, 1976). Mutiara pemeliharaan Sebelum

proses

penanganan

kerang

mutiara

air

tawar

(Margaritiferamargaritifera) dan (Anadontawoodiana)untuk pemasangan inti mutiara, harus dilakukan beberapa proses yaitu sebagai berikut: 1) Seleksi bibit Benih kerang mutiara dari hasil penyelaman (natural) maupun dari hasil pembenihan (breeding) diseleksi untuk mencari tiram yang telah siap untuk dioperasi pemasangan inti. Menurut Sutaman (1993), bahwa benih siap operasi adalah tiram yang kondisinya sehat, tidak cacat, telah berumur 2-3 tahun jika benih itu di dapat dari usaha budidaya dan berukuran diatas 15 cm jika benih tersebut didapat dari hasil penangkapan. Benih kerang mutiara yang telah terkumpul dari hasil seleksi untuk dioperasi harus dipelihara dalam rakit pemeliharaan khusus supaya memudahkan dalam penanganan saat operasi akan berlangsung.

2) Ovulasi buatan Ovulasi buatan bertujuan agar pada saat operasi kerang mutiara tidak sedang dalam keadaan matang telur, karena tiram yang matang telur jaringan tubuhnya sangat peka terhadap rangsangan dari luar, sehingga inti yang di pasang akan dimuntahkan kembali. Ovulasi buatan ini merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan untuk memaksa kerang mutiara agar mengeluarkan telur atau spermanya. Menurut Mulyanto (1987), bahwa cara ovulasi buatan yaitu dengan menaik turunkan keranjang pemeiharaan kedalam air dengan cepat sampai telur atau sperma keluar dari kerang. Selain dari perlakuan menaik turunkan keranjang pemeliharaan tiram, kegiatan lain yang dilakukan yaitu masa pelemasan kerang (yukuesey) dimana kerang mutiara yang siap operasi di kurangi jatah pakannya dan membatasi ruang geraknya sehingga tiram menjadi lemah dan kepekaannnya menjadi berkurang pada saat inti dimasukkan (Mulyanto, 1987). 3) Pembukaan cangkang Setelah kerang mutiara air tawar diistrahatkan selama 1 hari setelah proses ovulasi buatan selanjutnya dilakukan proses pembukaan cangkang kerang mutiara. Dalam kegiatan ini ada 3 cara yang sering digunakan untuk memaksa kerang secara alami membuka cangkangnya yaitu dengan merendamnya dalam air dengan kepadatan yang tinggi, sirkulasi air dan cara yang terakhir yaitu pengeringan (Winanto, et. al. 1988). Setelah cangkang terbuka akibat dari perlakuan ini, cangkang tersebut segera ditahan dengan forsep dan di pasang baji pada mulut tiram supaya cangkang selalu dalam keadaan terbuka. Selanjutnya 1 jam sebelum operasi, tiram-tiram tersebut diletakkan didalam dulang dengan bagian engsel atau dorsal disebelah bawah (Sutaman, 1993). B. Operasi Pemasangan Inti Mutiara Bulat Untuk menghasilkan mutiara pada kerang ada dua cara yang umum di lakukan dalam operasi pemasangan inti mutiara yaitu: a. Pemasangan inti mutiara bulat b. Pemasangan inti mutiara setengah bulat (blister).

Operasi pemasangan inti mutiara bulat merupakan bagian terpenting dalam menentukan keberhasilan pembuatan mutiara bulat. Ada beberapa cara yang perlu dilakukan dalam operasi pemasangan inti mutiara bulat adalah sebagai berikut: 1) Sebelum pemasangan inti, kerang siap operasi di kumpulkan diatas meja operasi. 2) Membuat potongan mantel dengan pengambilan mantel dari kerang donor dan mengguntingnya sekitar lebar 5 mm dan panjang 4 cm. kemudian mantel dipotong membentuk bujur sangkar dengan sisi-sisi 4 mm (Sutaman, 1993). Menurut Tun dan Winanto (1988), mantel yang diambil hendaknya dipilih kerang yang mudah dan aktif. 3) Pemasangan inti mutiara bulat. Dalam pemasangan inti perlu diperhatikan ukuran inti yang akan dipasang. Umumnya ukuran inti mutiara yang dimasukkan kedalam gonad kerang mutiara jenis (Margaritiferamargaritifera) dan (Anadontawoodiana)yaitu berkisar antara 3,03-9,09 mm (Mulyanto, 1987). C. Penanganan Tiram Pasca Operasi Menurut Mulyanto (1987), mengemukakan bahwa pemeliharaan kerang mutiara pasca operasi sangat menentukan penyembuhan dan pembentukan mutiara yang dihasilkan. Setelah kerang dioperasi, dengan cepat dan hati-hati dimasukkan kembali kedalam air dan digantung pada rakit pemeliharaan yang letaknya paling dekat rumah operasi dan pada tempat yang pergerakan airnya paling kecil.Kerang memerlukan waktu istrahat yang cukup 1-3 bulan untuk menyembuhkan luka shock akibat dari operasi pemasangan inti. Setelah masa penyembuhan, dilakukan pemeriksaan terhadap kerang untuk mengetahui apakah inti yang telah dipasang masih dalam posisi semula atau dimuntahkan.Kerang yang akan diperiksa di tahan dengan baji lalu diletakkan pada shell holder dan diperiksa. Apabila inti masih berada didalam, maka bagian tersebut akan kelihatan sedikit menonjol (Winanto, et. al., 1988) Pemeriksaan inti mutiara yang dilakukan oleh perusahan-perusahan yang berskala besar dilakukan dengan cara menggunakan alat rontgen. Pemeriksaan dengan alat ini dilakukan sekitar 45 hari setelah masa tento terakhir atau kurang lebih 3 bulan setelah pemasangan inti.Kerang yang masih terdapat inti didalam

cangkangnya dalam posisi semula dipelihara kembali hingga waktu panen tiba. Kerang yang memuntahkan intinya dan kondisi tubuhnya masih baik dapat diulangi pemasangan inti mutiara bulat atau setengah bulat (blister) (Mulyanto, 1987). D. Panen Menurut Mulyanto (1987), bahwa setelah masa pemeliharaan 1,5-2 tahun sejak operasi pemasangan inti maka Kerang dapat dipanen dengan kecermatan dan ketepatan yang benar agar hasil mutiara dapat berkualitas baik. Menurut Tun dan Winanto (1988), di Indonesia panen akan lebih baik menguntungkan apabila dilakukan pada saat musim hujan, karena untuk mengurangi mortalitas pada waktu pemasangan inti mutiara bulat kedua. Tekanan tinggi, suhu rendah dan relatif konstan serta suasana remang-remang dapat menyebabkan sel penghasil nacre lebih aktif mensekresikan nacre, sehingga kilau dan warnanya lebih baik walaupun pelapisan nacrenya berlangsung lebih lambat. Cara pemanenan dapat dilakukan sebagai berikut :Kerang yang sudah dipanen diletakkan di atas meja operasi. Kemudian bagian mantel dan insang yang menutupi gonad disisihkan

sehingga mutiara akan kelihatan dan tampak

menonjol dengan sedikit bercahaya. Lalu dibuat sayatan pada organ tersebut seperti pada saat pemasangan inti mutiara bulat, maka mutiara dengan mudah dapat dikeluarkan dari gonad tiram. 4.2.2. Manajemen Pakan Kultur Phytoplankton Menurut Arika (2004), pakan alami untuk tiram mutiara yaitu jenis-jenis flagelata berukuran ≤ 10 µ. Beberapa jenis mikroalga yang umum di berikan untuk larva kerang mutiara yaitu :Isocrysis galbana, Pavlova lutheri, Chaetocheros. Sp, Nannoclorophysis.Sp, dan Tetraselmischuii. Pemeliharaan pakan alami ini dilakukan secara bertahap, hal ini untuk menjaga kualitas, kuantitas serta kemurnian pakan alami tersebut. Yang dilakukan dengan menggunakan media agar, setelah terbentuk koloni baru dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Secara bertahap, koleksi, isolasi dan perbanyakan meliputi kultur murni, semi masal dan masal (Winanto, 2004). Air laut yang digunakan sebagai media pemeliharaan harus melewati saringan ukuran mikro dan saringan

kapas, selanjutnya disterilisasi dengan Autoclav. Komposisi pupuk yang di gunakan adalah sebagai berikut : Tabel 2.Komposisi pupuk untuk kultur plankton. No

Jenis pupuk

Dosis (conway)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

EDTA 45 gram NaH2PO42H2O 20 gram FeCI36H2O 1,5 gram H3BO3 33,6 gram MnCI2 0,36 gram NaNO3 100 gram Na2SiO39H2O Trace Matel Solution 1 ml Vitamin 1 ml Aquades sampar 1000 ml Sumber : Ditjenkan, 2002

Dosis (guillard) 10 gram 10 gram 2,9 gram 3,6 gram 3,6 gram 100 gram 5 gram/30 ml 1 ml 1000 ml

Makanan utama larva kerang mutiara adalah jenis alga Isocrysisgalbana dan Monocrysis lutheri, sehingga pakan ini perlu disiapkan sebagai makanan awal dari larva dan harus dilakukan tiga hari sebelum larva menetas (Arika, 2004). 1. Kultur murni Kultur murni pada skala laboratorium dapat menggunakan pupuk atau media Guillard Conway.Pemeliharaan plankton pada skala laboratorium dilakukan secara bertahap.Hal ini untuk menjaga kemurnian dan kualitas stok. Untuk kultur murni dapat digunakan cawan Petri dengan media agar. Setelah berbentuk koloni, diamati dengan mikroskop untuk mengetahui apakah terjadi kontaminsi dengan jenis lain atau tidak. Jika masih terkontaminasi maka harus dilakukan pemurnian ulang sehingga didapatkan koloni satu spesies atau jenis Phytoplankton yang diinginkan selanjutnya, dilakukan pemindahan untuk di ukur dalam tabung reaksi dengan menggunakan tabung reaksi Ose(Arika, 2004). Inokulum di dalam tabung reaksi dapat diperbanyak secara bertahap sampai mencapai pertumbuhan puncak (blooming). Mulai dipelihara 100 cc, kemudian diperbanyak lagi ke 200 cc, 300 cc, 500 cc dan 1000 cc. Lama pemeliharaan tergantung pada jenis dan tingkat kepadatan inokulum. Jika tujuan kultur untuk stok dan mempertahankan kemurnian, dapat dilakukan kultur tanpa pengudaraan selama 2-3 bulan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi. Pada skala laboratorium jenis Isocrysis galbanai dan Pavlova

lutheri dapat dipelihara 5-10 hari dan Chaetoseros sp dapat dipelihara selama 512 hari.Pemeliharaan berikut masih dalam skala laboratorium pada volume 3-5 liter dengan waktu pemeliharaan 5-7 hari untuk Isocrysis galbana 4-6 hari untuk Chaetoceros sedangkan untuk Pavlova lutheri sama dengan Isocrysis galbana. Kultur skala laboratorium ini dimaksudkan untuk menyediakan inokulum untuk pembenihan skala semi-masal atau skala 30-80 liter (Arika, 2004). 2. Kultur semi masal Menurut Arika (2004), pada prinsipnya kultur semi masal dan masal sama dengan kultur dalam skala laboratorium, hanya volumenya lebih besar. Untuk kultur semi masal dan masal, air laut yang digunakan cukup disaring dengan kantong saringan 60-80 mikron. Setelah media air laut disiapkan pupuk dimasukan kemudian diaduk secara merata atau diberi pengudaraan. Setelah itu, bibit dimasukan ke dalam media. Untuk jenis Isocrysis galbana dan Pavlova luthery yang dipelihara dalam skala laboratorium dan semi masal akan capai kepadatan optimum setelah 4-6 hari. Kepadatan plankto yang baik diberikan sebagai pakan, biasanya pada fase pertumbuhan optimum, awal fase pertumbuhan tetap, atau setelah mencapai kepadatan optimum.Untuk mengetahui setiap fase pertumbuhan tersebut perlu dilakukan pengamatan setiap hari, caranya dengan pengambilan sample dan dapat dihitung kepadatannya dengan menggunakan haemocytometer. Berikut ini adalah kepadatan optimum beberapa jenis plankton : a. Isocrysis galbana

: 9-10 juta sel/cc

b. Pavlova lutheri

: 11-2 juta sel/cc

c. Tetraselmis tetrathele

: 5-8 juta sel/cc

d. Chaetoceros sp.

: 4-6 juta sel/cc

Bila kebutuhan pakan alami dalam jumlah besar maka dapat dilakukan kultur skala masal, misalnya dengan volume pemeliharaan 1-5 ton. Pada kultur skala masal, kepadatan maksimum akan dicapai setelah 5-7 hari.Menurut Isnasetyo dan Kurniastuti (1995), pemanenan phytoplankton harus dilakukan setelah pada saat puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga dapat membahayakan organisme pemangsa karena pemberian phytoplankton pada bak

pemeliharaan larva. Apabila pemanenan terlambat maka telah banyak terjadi kematian phytoplankton sehingga kualitasnya menurun. Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan 3 cara yaitu sebagai berkut : a) Penyaringan dengan plankton net. b) Pemanenan dengan memindahkan langsung bersama media kultur. c) Cara pengendapan menggunakan bahan kimia, seperti : Sodium hidroksida dan NaOH 3. Penyimpanan bibit murni Menurut phytoplankton

Mulyanto maka

perlu

(1970),guna dilakukan

untuk

kesinambungan

pemeliharaan

stok

bibit

kultur murni.

Martosudarno dan wulan (1990) berpendapat bahwa untuk menyimpan bibit phytoplankton lebih lama, dapat disimpan dalam kulkas (< 10º C) dengan syarat diperiksa setiap minggu atau bulan untuk menjaga mutu phytoplankton tersebut.Kultur tidak perlu diberi aerasi karena hanya menjadi sumber kontaminasi. Kultur phytoplankton dapat di pelihara dengan beberapa cara sebagai berikut : 1. Disimpan dalam media agar pada cawan Petri. 2. Disimpan pada media agar miring pada tabung reaksi. 3. Disimpan dalam media cair pada tabung reaksi. 4. Disimpan dalam media cair pada Erlenmeyer. Penyimpanan stok bibit murni dalam media agar dapat bertahan sampai 6 bulan.Penyimpanan stok murni dalam media cair dilakukan dalam tabung reaksi volume 10 ml, diberi pupuk dan tanpa aerasi tetapi harus dilakukan pengocokan setiap hari.Biakan stok murni ini diletakkan pada rak kulkas dengan pencahayaan lampu TL. Penyimpanan stok murni dalam kulkas dapat bertahan selama 1 bulan dan sebiknya segra digunakan dan diganti dengan stok baru.Kendala yang umum ditemukan dalam kultur phytoplankton adalah kontaminasi oleh mikroorganisme lain seperti : Protozoa, bakteri, dan jenis phytoplankton lainnya. Kontaminasi ini dapat bersumber dari medium (air laut, pupuk, udara atau aerasi, wadah kultur serta inokulum) (Winanto, 2004). 4.2.3. Manajemen Kesehatan /Hama dan Penyakit

Menurut Poto (2002), hama dan penyakit dapat menyebabkan proses budidaya menjadi gagal, pertumbuhan kerang dapat terganggu bahkan dapat mematikan tiram, untuk itu perlu dilakukan pengendalian. Hama umumnya menyerang bagian cangkang.Hama tersebut berupa jenis teritip, cracing, dan polichaeta yang mampu mengebor cangkang tiram. Hama yang lain berupa hewan predator, seperti gurita, bintang laut, rajungan, kerang hijau, teritip, golongan rumpu laut dan ikan sidat. Upaya pencegahan dengan cara membersihkan hama-hama tersebut dengan manual pada periode waktu tertentu. Penyakit kerang mutiara umumnya disebabkan parasit, bakteri, dan virus.Parasit yang sering ditemukan adalah Haplosporidium nelsoni. Bakteri yang sering menjadi masalah antara lain Pseudomonas enalia, Vibrio anguillarum, dan Achromobacter sp. Sementara itu, jenis virus yang biasanya menginfeksi tiram mutiara adalah virus herpes. Upaya untuk mengurangi serangan penyakit pada tiram mutiara antara lain a) Selalu memonitor salinitas agar dalam kisaran yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan tiram, b) Menjaga agar fluktuasi suhu air tidak terlalu tinggi, seperti pemeliharaan tiram tidak terlalu dekat kepermukaan air pada musim dingin, c) Lokasi bodi daya dipilih dengan kecerahan yang cukup bagus, dan d) Tidak memilih lokasi pada perairan dengan dasar pasir berlumpur. 4.2.4. Manajemen Kualitas Air A. Faktor Ekologi Menurut Effendi (2000), berapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup kerang, diantaranya kualitas air, pakan, dan kondisi fisiologis organisme. Batasan faktor ekologi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi lokasi budidaya adalah : 1) Lokasi Lokasi usaha untuk budidaya kerangmutiara ini berada di perairan tawar yang tenang.Pemilihan lokasi pembenihan maupun budidaya berada dekat pantai dan terlindung dari pengaruh angin musim dan tidak terdapat gelombang besar. Lokasi dengan arus tenang dan gelombang kecil dibutuhkan untuk menghindari

kekeruhan air dan stress fisiologis yang akan mengganggu kerang mutiara, terutama induk. 2) Dasar Dasar perairan sebaiknya dipilih yang berkarang dan berpasir.Lokasi yang terdapat pecahan-pecahan karang juga merupakan alternatif tempat yang sesuai untuk melakukan budidaya kerang mutiara. 3) Salinitas Dilihat dari habitatnya,kerangmutiara lebih menyukai hidup pada salinitas yang tinggi.Kerang mutiara dapat hidup pada salinitas 24 ppt dan 50 ppt untuk jangka waktu yang pendek, yaitu 2-3 hari. Pemilihan lokasi sebaiknya di perairan yang memiliki salinitas antara 32-35 ppt. Kondisi ini baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram mutiara. 4) Suhu Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram di dalam air.Suhu yang baik untuk kelangsungan hidup kerangtiram mutiara adalah berkisar 25-30 0C.Suhu air pada kisaran 27 – 31 0C juga dianggap layak untuk tiram mutiara. Pada hasil praktikum suhu perairan menunjukan suhu 28 0C. 5) Kecerahan Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan struktur invertebrata dalam air. Lama penyinaran akan berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan cangkang (Winanto, et. al. 1988). Cangkang kerangakan terbuka sedikit apabila ada cahaya dan terbuka lebar apabila keadaan gelap. Menurut Sutaman (1993), untuk pemeliharaan kerang mutiara sebaiknya kecerahan air antara 4,5-6,5 meter. Jika kisaran melebihi batas tersebut, maka proses pemeliharaan akan sulit dilakukan. Untuk kenyamanan, induk kerang harus dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan yang ada. 6) pH Derajat keasaman air yang layak untuk kehidupan kerang berkisar antara 7,8- 8,6 pH agar kerang mutiara dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada prinsipnya, habitat kerang mutiara di perairan adalah dengan pH lebih tinggi dari 6,75. Kerang tidak akan dapat berproduksi lagi apabila pH melebihi 9,00.

Aktivitas kerang akan meningkat pada pH 6,75 – pH 7,00 dan menurun pada pH 4,0-6,5. 7) Oksigen Oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas kelangsungan hidup dan perkembangannya.Kerang mutiara akan dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut berkisar 5,2-6,6 ppm. (Margaritiferamargaritifera) dan (Anadontawoodiana)untuk ukuran 40-50 mm mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,339 l/l, ukuran 50–60 mm mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,650 l/l, untuk ukuran 60–70 mm mengkonsumsi sebanyak 1,810 l/l. B. Parameter lain 1. Fosfat Kandungan fosfat yang lebih tinggi dari

batas

toleransi

akan

mengakibatkan kerang mutiara mengalami hambatan pertumbuhan. Fosfat pada kisaran 0,1001-0,1615 g/l merupakan batasan yang layak untuk normalitas hidup dan pertumbuhan organisme budidaya. Lokasi budidaya dengan fosfat berkisar antara 0,16-0,27 g/l merupakan kandungan fosfat yang baik untuk budidaya mutiara. 2. Nitrat Kisaran Nitratyang layak untuk organisme yang dibudidayakan sekitar 0,25250,6645 mg/l dan nitrit sekitar 0,5-5 mg/l. Konsentrasi nitrit 0,25 mg/l dapat mengakibatkan stres dan bahkan kematian pada organisme yang dipelihara. 3. Amoniak Batas toleransi organisme akuatik terhadap amoniak berkisar antara 0,43,1 g/l. Pada kisaran yang lebih tinggi dari angka tersebut dapat mengakibatkan gangguan pernafasan dan akhirnya mengakibatkan kematian pada organisme. Pemilihan lokasi juga harus terhindar dari polusi dan pencemaran air, misalnya pencemaran yang berasal dari limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah industri. Pencemaran air akan mengakibatkan kematian, baik spat maupun induk tiram mutiara. Selain itu kegiatan mulai dari pembenihan sampai dengan budidaya induk kerang dapat dipilih lokasi di sekitar pantai yang berdekatan dengan lokasi tempat

tinggal pengelola usaha budidaya.Hal ini untuk kemudahan dalam pengangkutan

dan

pemindahan

induk

kerang

mutiara,

sehingga

mengurangi risiko kerugian akibat kematian. Hasil dari praktikum menunjukan bahwa kerang yang hidup ada 1 buah dan yang mati ada 5 buah. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan yang menyebabkan kerang mutiara mati yaitu : 1. Saat memasukan inti,lem alteko yang digunakan terlalu banyak sehingga berpengaruh terhadap daging kerang terutama pada bagian manter yang berakibat pada kematian. 2. Pemasangan inti yang terlalu banyak hingga pada saat pembukaan cangkang berlebihan hingga menyebabkan kematian pada kerang mutiara. 3. Pemasangan baji yang terlalu dalam juga dapat merusak cangkang kerang hingga pecah.Biasanya ada metode cara membuka cangkang kerang secara alami yaitu : a. Diekspos , kerang dikeluarkan dari keranjang dan di buka cangkangnya lalu di tahan dengan baji. b. Running water, bak dialirkan dengan air yang cukup deras lalu dengan sendirinya cangkang kerang terbuka lalu ditahan dengan baji. c. Kepadatan tinggi, kerang dimasukan kedalam keranjang dengan kepadatan tinggi dan ditenggelamkan dengan kedalaman 1 m kemudian dengan sendirinya kerang akan membuka cangkangnya karena kekurangan oksigen 4. Bukaan mantel yang terlalu lebar, karena khusus pada kerang air tawar mantel yang meneempel harus dibuka selebar spatula. Kerang yang masih hidup disebabkan karena penggunaan lem alteko yang tidak terlalu bayak, cangkangnya tidak mengalami kerusakan, pemasangan inti yang benar, serta tahan terhadap kondisi perairan yang ada.

IV.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktikum ini adalah : 1. Metode

pembuatan

sarana

budidaya

kerang

mutiara

(Margaritiferamargaritifera) dan (Anadontawoodiana)seperti baji dan blaster Sarana

carier. yang

digunakan

meliputi

keranjang

shell

holder,

shell

opener,gunting, spatula, inti blaster dan lain-lain. 2. Pemasangan inti blaster pada kerang mutiara dengan cara membuka kerang dan membuka mantel kerang dengan spatula dan pemasangan inti blaster yang telah dipasang lem dengan blaster carier.

3. Kerang yang diamati dan dilakukan pemeriksaan terhadap kerang untuk mengetahui apakah inti yang telah dipasang masih dalam posisi semula atau dimuntahkan. Kerang yang akan diperiksa di tahan dengan baji lalu diletakkan pada shell holder dan diperiksa. Apabila inti masih berada didalam, maka bagian tersebut akan kelihatan sedikit menonjol dan apabila kerang yang memuntahkan intinya dan kondisi tubuhnya masih baik dapat diulangi pemasangan inti mutiara bulat atau setengah bulat (blister)

DAFTAR REFERENSI Arika, LT. 2004. “Kultur Pakan Alami pada Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima)” di LBL Lombok Setasiun Sekotong Lombok Barat (NTB).Jakarta : PSTA STP. Dwiponggo, A. 1976.“Mutiara”. Jakarta : Lembaga Penelitian Perikanan Laut. Effendi, Hefni. 2000. “Telaah Kualitas Air”. Bogor: Fak. Perikanan dan IlmuKelautan IPB. Mulyanto. 1970. “Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara” di Indonesia. Jakarta : Diklat Ahli Usaha Perikanan. Noriwari, Yohanes. 2004. “Manajemen Usaha Pembenihan Kerang Mutiara”. Jakarta : PSTA STP. Nurhijriani. 2005. “Teknik dan Manajemen Pembenihan KerangMutiara ” di LBL Lombok Setasiun Sekotong Lombok Barat (NTB). Jakarta : PSTA.

Poto, L, M,. 2002. Studi. “Teknis Budidaya dan Kajian Penanganan Inti Mutiara Bulat”pada Tiram Mutiara.Jakarta : PSTA STP. Sutaman, 1992.Teknik Budidaya Mutiara, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, Winanto.2004. “Memproduksi Benih Kerang Mutiara”. Depok.: Penebar Swadaya, ———1997. Rekayasa Teknologi Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima).Yogyakarta : Ditjen Perikanan. ———2003. Rekayasa Produksi Spat Kerang Mutiara. Lampung : Balai Budidaya Laut.

LAMPIRAN

More Documents from "fatchul"