Pengelolaan_sumberdaya_kerang_mutiara_pi.docx

  • Uploaded by: fatchul
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pengelolaan_sumberdaya_kerang_mutiara_pi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,101
  • Pages: 42
PENGELOLAAN SUMBERDAYA KERANG MUTIARA (Pinctada maxima) DI INDONESIA Oleh : Aditiyawan Ahmad1) NPM C262150051 ABSTRAK Salah satu usaha budidaya yang semakin meningkat diIndonesia adalah budidaya kerang mutiara dari jenis Pintcada maxima. Jenis hewan ini senang hidup dan terkonsentrasi pada perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang, pecahan karang yang berpasir dan tersebar pada kedalaman 20m. Potensi lahan untuk pengembangan budidaya laut, khususnya kerang mutiara dan abalone di Indonesia sebesar 62.040 Ha. Kerang mutiara merupakan salah satu biota laut yang hampir semua bagian dari tubuhnya mempunyai nilai jual, baik mutiara, cangkang, daging dan organisme kerang itu sendiri (benih maupun induk). Jenis-jenis kerang mutiara yang ada di Indonesia adalah Pinctada maxima, P. margaritifera, P. chimnitzii, P. fucata dan Pteria penguin. Dari kelima spesies tersebut yang dikenal sebagai penghasil mutiara terpenting yaitu P. maxima, P. margaritifera dan Pteria penguin. Dewasa ini, telah terdapat sekitar 65 perusahaan mutiara yang menyebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 10% yang mempunyai unit pembenihan dan pembesaran sendiri, sisanya masih tergantung dari hasil tangkapan di alam. Penyediaan kerang mutiara yang semula bisa tercukupi dari hasil penangkapan, sekarang tidak lagi dapat terpenuhi karena jumlah kebutuhan atau permintaan kerang melebihi dari sumberdaya alam yang ada, sehingga adanya usaha budidaya dapat memberikan harapan baru terhadap produksi mutiara sehingga masalah overfishing dapat diatasi. Pengembangan budidaya laut merupakan usaha meningkatkan produksi dan sekaligus merupakan langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dalam rangka mengimbangi pemanfaatan dengan cara penangkapan. Usaha budidaya merupakan salah satu bentuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perairan yang berwawasan lingkungan.

1)

Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB Bogor Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate, Maluku Utara

1

1. Pendahuluan Salah satu usaha budidaya yang semakin meningkat diIndonesia adalah budidaya kerang mutiara dari jenis Pintcada maxima. Jenis hewan ini senang hidup dan terkonsentrasi pada perairan yang memiliki ekosistem terumbu karang, pecahan karang yang berpasir dan tersebar pada kedalaman 20m. Potensi lahan untuk pengembangan budidaya laut, khususnya kerang mutiara dan abalone di Indonesia sebesar 62.040 Ha (Hamzah, 2007). Mutiara merupakan salah satu komoditas ekspor penting bagi Indonesia dengan nilai potensi ekonomi sebesar 120 juta US$ per tahun (Dahuri, 2000). Dewasa ini, telah terdapat sekitar 65 perusahaan mutiara yang menyebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 10% yang mempunyai unit pembenihan dan pembesaran sendiri, sisanya masih tergantung dari hasil tangkapan di alam. Penyediaan kerang mutiara yang semula bisa tercukupi dari hasil penangkapan, sekarang tidak lagi dapat terpenuhi karena jumlah kebutuhan atau permintaan kerang melebihi dari sumberdaya alam yang ada, sehingga adanya usaha budidaya dapat memberikan harapan baru terhadap produksi mutiara sehingga masalah overfishing dapat diatasi (Winanto, 2004). Dalam membangun sebuah usaha budidaya kerang mutiara, penentuan lokasi budidaya memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan produksi mutiara. Penentuan lokasi potensial budidaya kerang mutiara harus sesuai dengan karakteristik perairan sebagai syarat tumbuhnya. Suhu dan salinitas merupakan parameter yang memiliki pengaruh dominan bagi keberadaan sumber daya hayati kelautan dan dinamikanya (Raharjo, 2003 dalam Winanto, 2004). Salinitas dan suhu di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan. Sedangkan suhu merupakan parameter yang penting bagi kehidupan berbagai

organisme

laut

karena

dapat

mempengaruhi

metabolisme

maupun

perkembangbiakan organisme tersebut, juga sebagai indikator fenomena perubahan iklim. Pengembangan budidaya laut merupakan usaha meningkatkan produksi dan sekaligus merupakan langkah pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dalam rangka mengimbangi pemanfaatan dengan cara penangkapan. Usaha budidaya merupakan salah satu bentuk pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perairan yang berwawasan lingkungan. Mutira semula hanya diperoleh dari kerang mutiara yang hidup alami di laut. Berkat kemajuan teknologi saat ini, mutiara sudah dapat dibudidayakan, walaupun sebagian besar teknologinya masih didominasi atau dikuasai oleh bangsa lain. 1

Kerang mutiara merupakan salah satu biota laut yang hampir semua bagian dari tubuhnya mempunyai nilai jual, baik mutiara, cangkang, daging dan organisme kerang itu sendiri (benih maupun induk). Jenis-jenis kerang mutiara yang ada di Indonesia adalah Pinctada maxima, P. margaritifera, P. chimnitzii, P. fucata dan Pteria penguin. Dari kelima spesies tersebut yang dikenal sebagai penghasil mutiara terpenting yaitu P. maxima, P. margaritifera dan Pteria penguin. Perairan Indonesia sendiri memiliki potensi Kerang mutiara (Pinctada maxima) yang begitu besar di wilayah Indonesia bagian timur seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut Arafuru. Di beberapa daerah tersebut, usaha penyelaman kerang mutiara merupakan mata pencaharian bagi penduduk setempat. Gairah para penyelam semakin kuat setelah berdirinya beberapa perusahaan mutiara, karena jalur pemasaran kerang mutiara hasil menyelam cukup baik mengingat perusahaan tersebut masih membeli kerang dari para penyelam (Tarwiyah, 2001). 2. Permasalahan Pelaksanaan kegiatan budidaya kerang mutiara memiliki beberapa permasalahan mendasar, diantaranya : a) Pengetahuan masyarakat yang masih minim Pengetahuan masyarakat tentang budidaya kerang mutira masih minim sehingga menyebabkan keikutsertaan masyarakat dalam usaha budidaya kerang mutiara hanya sebagai karyawan biasa. Sehingga menyebabkan kesenjangan yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik. b) Modal usaha Banyak kegiatan budidaya kerang mutiara dilakukan oleh pengusaha besar bahkan oleh perusahaan baik dalam negeri maupun perusahan asing karena harus memiliki modal yang besar, hal ini yang menyebabkan minimnya usaha budidaya kerang mutiara skala rumah tangga karena keterbatasan modal. c) Standar kualitas dan mutu mutiara Belum jelasnya standar kualitas mutiara itu sendiri, dengan kata lain patokan standar dalam menentukan kualitas mutiara belum jelas. Masing-masing perusahaan penghasil mutiara memiliki standar kualitas yang berbeda, begitupula dengan para pembeli (konsumen). Penentuan kualitas mutiara ini tergolong sangan subjektif karma masih tergantung pada individu baik itu perusahaan penghasil maupun para pembeli. Hal ini pada akhirnya akan berpengaruh pada standar nilai jual dari mutiara itu sendiri. d) Harga Mutiara yang Fluktuatif Harga mutiara yang setara atau bahkan jauh melebihi harga jual emas ternyata selama ini belum memiliki sertifikat dan kartu tanda asal (KTA). Hal ini tentunya akan sedikit menyulitkan terutama bagi para konsumen dan kolektor yang ingin

2

memperdagangkan kembali mutiara tersebut. Maka seringkali timbul pertanyaan mengenai kemurnian, kualitas dan dari mana mutiara tersebut berasal. Padahal pertanyaan-pertanyaan tersebut akan sangat menentukan harga dari sebutir mutiara. Bahkan bila ditijau dari segi keamanan, pemilik mutiara kadang tidak memiliki bukti otentik yang menguatkan dari barang kepemilikannya ketika barang tersebut berpindah tangan atau dijual kembali. e) Aspek keamanan Indahnya Kilauan mutiara serta besarnya keuntungan yang dapat diperoleh dari usaha ini ternyata sebanding dengan resiko yang harus dihadapi oleh para pembudidaya. Harganya yang mahal dan lokasi budidayanya yang relatif terbuka mengakibatkan usaha ini sangat rentan terhadap pencurian, terlebih lagi jika sistem pengamanan yang diterapkan masih sangat sederhana. Selama ini kasus pencurian menjadi salah satu penyebab utama beberapa perusahaan mutiara mengalami kerugian. Masalah ini pula yang menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan usaha budidaya kerang mutiara, jika masalah ini tidak segera di atasi maka cepat atau lambat dipastikan usaha atau industri budidaya kerang mutiara akan musnah. f)

Aspek ekologi lingkungan Proses penangkapan ikan yang tidak bersahabat dan mencemari lingkungan perairan misalnya penggunaan bahan peledak dan beracun oleh para nelayan setempat akan mengakibatkan rusak dan tercemarnya ekosistem perairan yang pada akhirnya akan memberi pengaruh baik secara morfologi, fisiologi serta reproduksi dari kerang mutiara mutiara yang dibudidayakan di wilayah perairan tersebut. Dampaknya tentu pada kualitas dan juga kuantitas dari mutiara yang dihasilkan, bahkan lebih jauh lagi sampai pata taraf kematian masal. Selain itu perairan yang sudah tercemar tentunya tidak dapat digunakan untuk lokasi budidaya dan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk bisa pulih kembali sehingga perairan tersebut tidak dapat digunakan lagi. Masalah lain yang mungkin akan timbul adalah jika pemanfaatan bibit atau benih indukan mutiara semata-mata mengandalkan atau berasal dari alam tanpa adanya upaya pembibitan dan konservasi, maka dikhawatirkan akan terjadi penurunan stok spesies kerang mutiara mutiara (Pinctada maxima) di alam sehingga mengganggu keseimbangan ekologis biota dan ekosistem perairan.

g) Keterbatasan data mempengaruhi kebijakan pemerintah Sifat tertutup, tidak kooperatif dan tidak adanya tranparansi dari pihak pembudidaya atas hasil produksi, jumlah penjualan dan data-data lainnya kepada pemerintah setempat menambah panjang daftar permasalahan dalam upaya pengelolaan dan pengembangan usaha ini. Akibatnya pemerintah sulit melakukan kontrol, bimbingan, pengawasan dan kerjasama dengan pihak pembudidaya. Pemerintah juga sulit 3

memprediksi besarnya nilai pajak dan retrebusi yang menjadi hak atau pendapatan daerah. Selain itu pemerintah akan mengalami kesulitan dalam melakukan evaluasi terhadap tingkat keberhasilan dan maju mundurnya usaha budidaya sehingga pada akhirnya berdampak pada bentuk kebijakan yang dihasilkan yang nantinya akan berpengaruh pada aktivitas usaha budidaya tersebut. 3. Tinjauan Pustaka a) Kerang Mutiara Kerang mutiara mutiara merupakan salah satu biota yang hampir semua bagian dari tubuhnya mempunyai nilai jual, baik mutiara, cangkang, daging dan organisme kerang mutiara itu sendiri (benih maupun induk). Jenis-jenis kerang mutiara mutiara yang ada di Indonesia adalah Pinctada maxima, Pinctada margaritifera, Pinctada chemnitz, Pinctada fucata dan Pteria penguin. Dari kelima spesies tersebut yang dikenal sebagai penghasil mutiara terpenting yaitu Pinctada maxima, Pinctada margaritifera dan Pteria penguin. b) Klasifikasi Kerang Mutiara Menurut

Sutaman

(1993),

secara

rinci

jenis

kerang

mutiara

dapat

diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Invertebrata Phyllum

: Mollusca

Klass

: Pellecypoda atau Lamellibranchiata

Orda

: Anysomyaria

Famili

: Pteridae

Genus

: Pinctada

Spesies

: Pinctada maxima, P. margaritifera, P. chemnitz, P. fucata

Genus

: Pteria

Spesies

: Pteria penguin

Jenis-jenis kerang mutiara yang ada di Indonesia umumnya adalah Pinctada maxima, P. margaritifera, P. fucuta, P. chemnitz dan Pteria penguin. Tetapi penghasil mutiara yang terpenting ada tiga jenis, yaitu Pteria penguin, Pinctada maxima dan, P. margaritifera.

4

Pinctada maxima

Pinctada margaritifera

Pinctada chemnitz

Pinctada fucata

Pteria penguin Gambar 1. Jenis Kerang Mutiara (Sumber : Natural Histori Museum Rotterdam Mollusca and Bivalvia)

5

c) Morfologi dan Anatomi Kerang mutiara merupakan hewan laut yang bertubuh lunak, tidak bertulang punggung dan dilindungi oleh dua belah keping cangkang yang tidak simetris, tebal dan sangat keras. Bentuk luar kerang mutiara tampak seperti batu karang yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Sepasang cangkang pada mutiara memiliki bentuk yang tidak sama dimana cangkang sebelah kanan agak pipih sedangkan cangkang sebelah kiri lebih cembung (Harramain 2008). Cangkang kerang mutiara memiliki ketebalan berkisar antara 1-5 mm. Pada bagian luar cangkang terdapat garis-garis melingkar yang jumlahnya bervariasi antara 6-8 garis yang berwarna merah tua, coklat kemerahan dan merah kecoklatan. Warna-warna ini terlihat sangat jelas pada kerang muda, sedangkan pada kerang dewasa warna akan memudar (Harramain 2008). Menurut Sutaman (1993) cangkang pada kerang mutiara jika dipotong melintang, maka dapat kita lihat cangkang tersebut terdiri dari 3 lapisan yang tampak, yaitu : 1) Lapisan periostrakum, merupakan lapisan kulit terluar yang kasar yang tersusun dari zat organik yang menyerupai tanduk. 2) Lapisan prismatik, merupakan lapisan kedua yang tersusun dari Kristal-kristal kecil yang berbentuk prisma dari hexagonal calcite dan tersusun padat pada kerangka conchiolin (C32H48N2O11). 3) Lapisan mutiara atau nacre, ini merupakan lapisan kelit sebelah dalam

yang

tersusun dari kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh sel-sel dari ephitelium luar dalam bentuk kristal aragonite.

Gambar 2. Struktur kulit kerang mutiara (Pinctada maxima) Secara umum, organ tubuh kerang mutiara terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaki, mantel dan organ dalam. Menurut Harramain (2008) kaki pada kerang mutiara

6

berfungsi sebagai alat gerak dan berbentuk seperti lidah yang dapat memanjang dan memendek. Kaki ini tersusun dari jaringan otot yang menuju ke berbagai arah, sehingga merupakan alat gerak pada masa muda kerang mutiara sebelum kerang mutiara hidup menetap dan menempel pada substrat. Mantel merupakan jaringan yang dilindungi oleh sel-sel epithelium dan dapat membungkus organ tubuh bagian dalam. Mantel terletak diantara cangkang bagian dalam atau epithelium luar dan organ dalam atau visceral mass. Sedangkan organ dalam pada kerang mutiara letaknya tersembunyi karena terlindungi oleh mantel dan merupakan pusat aktivitas kehidupan yang terdiri dari gonad, hati, perut, kaki, inti, otot adductor, otot retractor, dan insang. 1. Gonad 2. Hati 3. Perut 4. Kaki 5. Inti 6. Mantel 7. Otot adductor 8. Otot retractor 9. Insang

Gambar 3.Anatomi kerang mutiara (Pinctada maxima) Bentuk luar kerang mutiara seperti batu karang yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Kerang mutiara mempunyai sepasang cangkang yang disatukan pada bagian punggung dengan engsel untuk melindungi bagian dalam tubuh yang lunak agar terhindar dari benturan atau serangan hewan lain. Kedua belahan cangkang tidak sama bentuknya, cangkang yang satu lebih cembung dibanding lainnya. Sisi sebelah dalam dari cangkang terdapat nacre yang dapat membentuk lapisan mutiara dengan penampilan mengkilap. d) Reproduksi Kerang mutiara (Pinctada maxima) biasanya memiliki kelamin yang terpisah, kecuali dalam beberapa kasus ada yang hermaprodit (Harramain 2008). Winanto (1992) berpendapat bahwa kerang mutiara dapat berubah kelamin, dalam hal ini Pinctada maxima bersifat protandrous hermaphrodite pada umumnya di awal kehidupannya tumbuh sebagai individu jantan dan selanjutnya kelamin betina mulai

7

keluar seiring pertumbuhannya. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan kelamin tersebut adalah jumlah makanan yang tersedia dalam tubuhnya, apabila persediaan makan cukup tinggi maka individu akan menjadi betina dan sebaliknya (Sintawati 1989 dalam Harramain 2008). Pembuahan pada kerang mutiara terjadi secara eksternal. Dalam proses pemijahan kerang mutiara, induk jantan selalu mengeluarkan sel sperma lebih dulu dan selanjutnya akan merangsang induk betina mengeluarkan sel telur, kurang lebih 45 menit kemudian (Saoruddin 2004). Telur yang dikeluarkan oleh individu betina dibuahi oleh gamet jantan di dalam air. Telur-telur ini menempel pada lipatan mantel induknya dan kemudian dibuahi oleh sperma yang ada didekatnya (Setyobudiandi 1989 dalam Harramain 2008). e) Kebiasaan Hidup Kerang mutiara jenis Pinctada sp. Banyak dijumpai di berbagai Negara seperti Filipina, Thailand, Myanmar, Australia dan perairan Indonesia yang menyukai hidup di daerah batuan karang atau dasar perairan yang berpasir dengan kedalaman 20 – 60 m. Cara makan kerang mutiara dilakukan dengan menyaring air laut dengan cara mengambil makanan dilakukan dengan menggetarkan insang yang menyebabkan air masuk ke dalam rongga mantel. Kemudian dengan menggerakkan bulu insang, plankton yang masuk akan berkumpul di sekeliling insang, selanjutnya melalui gerakan labial palp plankton akan masuk ke dalam mulut. f) Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan kerang mutiara sangat tergantung pada suhu air, salinitas, makanan yang cukup dan persentase kimia dalam air laut. Kerang mutiara dapat tumbuh dengan baik pada musim panas dimana suhu air tinggi. Kerang mutiara adalah protandrous-hermaphrodite dengan kecenderungan perbandingan jantan : betina = 1 : 1, dengan adanya peningkatan umur. Pemijahan sering terjadi akibat perubahan suhu yang ekstrem atau tejadi perubahan lingkungan yang tiba-tiba. Pemijahan kerang mutiara di perairan tropis tidak terbatas hanya satu musim, tapi bisa sepanjang tahun. P. Margaritifera mendekati matang gonad pada tahun kedua, sedangkan P. maxima jantan matang gonad setelah berukuran cangkang 110-120 mm dalam tahun pertama hidupnya. Pertumbuhan merupakan aspek biologi yang penting bagi pembudidaya terkait dengan pendugaan keberhasilan usahanya. Kerang mutiara P.margaritifera mencapai ukuran diameter cangkang 7-8 cm dalam tahun pertama, dan mendekati ukuran sekitar 11 cm pada tahun kedua. Pertumbuhan jenis lain, P. maxima, mencapai diameter cangkang 10-16 cm pada tahun kedua.

8

g) Penyebaran Kerang mutiara Mutiara di Indonesia Indonesia banyak memiliki teluk-teluk dan pulau-pulau yang terlindung dari hempasan ombak besar yang cocok untuk lokasi pengembangan budi daya laut terutama kerang mutiara mutiara. Dengan kondisi iklim yang stabil hampir sepanjang tahun dan kondisi alamnya yang tidak banyak mengalami perubahan sepanjang tahun, jenis kerang mutiara mutiara sebagai penghasil mutiara yang diproduksi di Indonesia merupakan salah satu jenis yang paling unggul dibandingkan negara lain. Beberapa daerah di Indonesia yang karakteristiknya sangat mendukung untuk pengembangan usaha budi daya kerang mutiara mutiara, yaitu di Nusa Tenggara Barat, Halmahera, Lampung, Maluku Utara, Maluku Tenggara, dan Sulawesi Tenggara (Ambarjaya 2008). Dengan prospek di bidang budi daya kerang mutiara mutiara yang cukup cerah, dahulu kegiatan ini yang awalnya hanya bergantung pada hasil alam melalui penyelaman di daerah yang banyak terdapat kerang mutiara kini dengan semakin terlihatnya prospek dalam bidang ini sehingga penyebaran industri untuk budidaya kerang mutiara mutiara semakin meluas hampir ke seluruh Indonesia dan tidak hanya terbatas pada daerah yang merupakan habitat asli kerang mutiara mutiara tersebut. 4. Aspek Budidaya Budidaya laut merupakan upaya manusia, menggunakan input tenaga kerja dan energi, untuk meningkatkan produksi organisme laut dengan cara memanipulasi pertumbuhan, mortalitas dan reproduksi atau bisa didefinisikan

sebagai upaya

pengembangan potensi dari sumber daya alam dalam area terbatas baik itu terbuka ataupun tertutup. Hal ini sama halnya dengan pelaksanaan budidaya untuk kerang mutiara. Dalam pelaksanaan kegiatan budidaya kerang mutiara dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu pertama persiapan sebelum melaksanakan budidaya kerang mutiara (pra budidaya), kedua pelaksanaan kegiatan budidaya, dan ketiga pasca budidaya kerang mutiara. a) Persiapan sebelum melaksanakan budidaya kerang mutiara (pra budidaya) Sebelum pelaksanaan kegiatan budidaya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk persiapan,diantaranya sumber daya manusia (SDM), modal, pemilihan lokasi, menghitung daya dukung lingkungan. (1) Sumber daya manusia (SDM) Pemahaman, pengetahuan, dan pengalaman seorang pelaku budidaya dalam pelaksanaan budidaya kerang mutiara sangat diperlukan serta sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan dalam menghasilkan mutiara yang berkualitas. Sehingga dalam perekrutan tenaga kerja harus diseleksi dengan baik, berdasarkan skill yang dimiliki. Perekrutan tenaga kerja menentukan baik buruknya kualitas biji mutiara yang

9

dihasilkan adalah penggunaan teknik dan cara penyuntikan nucleus (inti) dari mutiara itu sendiri. Untuk itu biasanya dalam proses penyuntikan ini dilakukan oleh tenaga professional yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus di bidang tersebut. Sampai saat ini sebagian besar tenaga penyuntikan yang ada berasal dari luar negeri biasanya Jepang dan Australia. Sedangkan untuk tenaga oprasional lapangan dan keamanan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja lokal. (2) Modal Persiapan dalam pelaksanaan budidaya kerang mutiara membutuhkan modal yang besar, oleh karena itu apabila pelaksanaan budidaya dilakukan oleh perusahaan atau pengusaha besar, maka terasa mudah dibandingkan dengan pelaksanaan usaha budidaya yang dilakukan oleh masyarakat. Oleh karena itu, persiapan modal usaha harus dipersiapkan lebih matang sehingga tidak putus di tengah jalan pada saat pelaksanaan budidaya kerang mutira. (3) Pemilihan lokasi Proses peningkatan produksi kerang mutiara dengan cara budidaya dilakukan berdasarkan kondisi perairan yang sesuai guna menunjang keberhasilan budidaya kerang mutiara. Oleh karena itu, harus secara cermat dalam menentukan lokasi budidaya, hal ini dapat dilakukan melalui survei, baik dari segi teknis, lingkungan maupun sosial. Kondisi perairan untuk mendukung kegiatan budidaya kerang mutiara baik parameter fisika, kimia, dan biologi. Analisa kesesuaian perairan dengan pembuatan matrik kesesuaian untuk setiap paramater ini didasarkan pada tingkat pengaruh dari setiap parameter terhadap daerah yang berpotensi untuk dijadikan kawasan budidaya kerang mutiara. Parameter fisika, kimia, dan biologi yang menjadi penilaian adalah kepadatan fitoplankton, kecepatan arus, kedalaman perairan, oksigen terlarut, suhu perairan, salinitas, kecerahan, substrat dasar perairan, dan fosfat. -

Kepadatan fitoplankton Plankton merupakan organisme pelagik yang mengapung atau bergerak mengikuti arus (Bal dan Rao 1984 dalam Kangkan 2006), terdiri atas dua tipe yakni fitoplankton dan zooplankton. Plankton mempunyai peranan penting dalam ekosistem laut, karena menjadi bahan makanan bagi berbaagai jenis hewat laut (Nontji 2005). Fitoplankton hanya dapat hidup di tempat yang mempunyai sinar yang cukup, sehingga fitoplankton hanya dijumpai pada lapisan permukaan air atau daerah-daerah yang kaya akan nutrien (Hutabarat dan Evans 2000). Ketersediaan fitoplankton pada suatu lokasi budidaya kerang mutiara merupakan suatu variable yang dianggap penting sebagai syarat utama, karena merupakan sumber pakan utama bagi kerang mutiara (Kangkan 2006). Kerang mutira yang 10

tergolong sebagai binatang filter feeder hanya mengandalkan makanan dengan menyerap plankton dari perairan sekitar, sehingga ketersediaan pakan alami memegang peranan penting. Disamping sebagai pakan alami, fitoplankton mempunyai peran lain yakni berfungsi sebagai penyangga kualitas air (Sutaman 1993). Menurut Basmi (2000), kepadatan fitoplankton yang baik dalam suatu lokasi budidaya yaitu berkisar antara 15.000 sampai 5x105 sel/l. -

Kecepatan arus Arus merupakan proses pergerakan massa air laut menuju keseimbangan yang dapat menyebabkan perpindahan air secara vertikal dan horizontal secara terus menerus (Wyrtki 1961 dalam Andre, 2007). Adanya arus di laut disebabkan oleh perbedaan densitas massa air laut, tiupan angin terus menerus di atas permukaan laut dan pasang-surut terutama di daerah pantai (Satriadi dan Widada, 2004 dalam Kangkan 2006). Arus mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi kehidupan biota perairan. Kerang mutiara yang dibudidayakan sangat cocok pada lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan arus yang kuat serta pasang surut yang terjadi dapat menggantikan massa air secara total dan teratur untuk menjamin ketersediaan oksigen terlarut dan plankton (Sutaman, 1993). Amplitudo pasang surut dan arus harus sesuai agar terjadi pembekalan oksigen yang cukup serta adanya pasokan alami berupa plankton dan dapat membuang bahan-bahan yang tidak bermanfaat. Pada arus yang kuat, biasanya pembentukan lapisan mutiara lebih cepat terjadi, namun kualitas mutiara yang dihasilkan kurang baik atau kasar (Harramain, 2008). Kecepatan arus yang optimal untuk budidaya kerang mutiara berkisar antara 15 - 25 cm/detik(DKP, 2002).

-

Kedalaman perairan Pertumbuhan kerang mutiara, sangat tergantung pada suhu perairan, salinitas, jumlah makanan alami dan presentase unsur kimia. Fungsi dari kedalaman sangat berpengaruh pada faktor-faktor tersebut, pada kedalaman yang berbeda nilai-nilai dari faktor tersebut berbeda pula, untuk keperluan itulah diperlukan pemilihan kedalaman yang tepat untuk pertumbuhan dan kehidupan kerang mutiara. Menurut Sutaman (1993), kedalaman yang cocok untuk budidaya kerang mutiara ialah berkisar antara 15 – 20 meter. Pada kedalaman ini pertumbuhan kerang mutiara akan lebih baik. Kedalaman perairan di lokasi budidaya juga mempengaruhi terhadap kualitas mutiara yang dihasilkan.

-

Oksigen terlarut Sumber utama oksigen terlarut adalah difusi dari udara dan hasil fotosintesis organisme yang mempunyai klorofil yang hidup di perairan. Kelarutan oksigen 11

dalam air dipengaruhi banyak faktor, yaitu suhu, salinitas, pergerakan air di permukaan, luas daerah permukaan perairan yang terbuka (Muhajir dkk. 2004). Tiap organisme akuatik mempunyai toleransi yang bervariasi terhadap kadar oksigen terlarut di perairan. Spesies yang mempunyai toleransi kisaran yang besar hanya terdapat di tempat tempat tertentu. Kebutuhan hewan akuatik akan oksigen terlarut bervariasi tergantung kepada jenis, stadia dan aktifitas organisme itu sendiri (Odum, 1993 dalam Andre, 2007). Oksigen terlarut juga bisa dijadikan sebagai indikator pencemaran suatu perairan, apabila kadar oksigen terlarut sangat rendah dari batas bawah yang dibutuhkan biota air maka perairan itu sudah tercemar. Perairan yang digunakan untuk kegiatan perikanan sebaiknya memiliki kadar oksigen terlarut sebesar 5 mg/l, kadar oksigen terlarut kurang dari 4 mg/l menimbulkan efek yang merugikan bagi semua biota air (Effendi, 2003). Oksigen bagi kehidupan kerang mutiara diperlukan terutama untuk kegiatan respirasi. Respirasi mendukung proses metabolisme kerang mutiara sehingga kandungan oksigen terlarut dalam perairan sangat diperlukan bagi kelangsungan proses pertumbuhannya. Menurut Sujoko (2010) faktor yang perlu diperhatikan atau dipertimbangkan dalam pemeliharaan kerang mutiara adalah oksigen terlarut berkisar antara 4,9 – 6 mg/l. -

Suhu perairan Suhu di laut adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu sangat mempengaruhi proses metabolisme dari organisme tersebut (Hutabarat dan Evans, 1986). Kenaikan suhu meningkatkan kecepatan

metabolisme

dan

respirasi

organisme

air,

dan

selanjutnya

mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga bila suhu meningkat maka kadar oksigen semakin menurun (Effendi, 2003). Perubahan suhu mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat organisme akuatik, karena itu setiap organisme akuatik mempunyai batas kisaran maksimum dan minimum (Effendi, 2003). Kerang mutiara akan mengalami pertumbuhan terbaiknya pada daerah yang memiliki iklim tropis karena memiliki perairan yang hangat sepanjang tahun (Harramain, 2008). Suhu yang baik untuk bubidaya kerang mutiara berkisar antara 26 - 30 ºC (Wiradisastra, 2004). -

Salinitas Salinitas merupakan konsentrasi dari total ion yang terdapat di perairan. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromide dan iodide telah digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi, 2003). Menurut Brotowidjoyo dkk. (1995) dalam Kangkan (2006), salinitas air laut berkisar antara 30 – 36 ‰. 12

Salinitas menimbulkan tekanan osmotik. Pada umumnya kandungan garam dalam sel-sel biota laut cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan air laut. Kalau sel itu berada di lingkungan dengan salinitas lain maka suatu mekanisme osmoregulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan kepekatan antara cairan sel dan lingkungannya (Romimohtarto, 2003). Kerang mutiara sangat toleran terhadap perubahan salinitas, karena hewan ini termasuk Euryhaline artinya dapat hidup pada kisaran salinitas yang lebar, mampu bertahan hidup pada salinitas antara 24-50 ‰, tetapi pada salinitas di bawah 14 ‰ ataupun di atas 55 ‰ dapat menyebabkan kematian kerang mutiara secara massal (Sutaman, 1993). Untuk dapat tumbuh dan berkembang secara baik, kerang mutiara membutuhkan perairan dengan kisaran salinitas diantara 32 - 35 ‰ (Sutaman, 1993). Salinitas juga mempengaruhi kualitas mutiara yang akan terbentuk didalam tubuh kerang mutiara, kadar salinitas yang tinggi dapat menyebabkan mutiara yang dihasilkan berwarna keemasan. -

Kecerahan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan. Nilai kecerahan dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi (Effendi, 2003). Semakin cerah perairan tersebut, maka semakin dalam cahaya matahari yang menembus perairan tersebut dan sebaliknya. Untuk keperluan budidaya kerang mutiara sebaiknya dipilih lokasi yang mempunyai kecerahan antara 4,5 – 6,5 meter, sehingga kedalaman pemeliharaan bias diusahakan antara 6 – 7 m. Sebab biasanya kerang yang dibudidayakan diletakkan di bawah kedalaman atau kecerahan rata-rata (Sutaman, 1993).

-

Substrat dasar perairan Salah satu penentu keberhasilan budidaya kerang mutiara adalah substrat dasar perairan. Dasar perairan fisik maupun kimia berpengaruh besar terhadapan susunan dan kelimpahan organisme di dalam air termasuk kerang mutiara, substrat dasar perairan yang cocok untuk budidaya kerang mutiara adalah dasar perairan yang berkarang atau karang berpasir disebabkan oleh fungsi terumbu karang sebagai penyuplai oksigen, fosfat, dan meningkatkan kelimpahan fitoplankton.

-

Fosfat Dalam perairan fosfat berbentuk orthofosfat, organofosfat atau senyawa organik dalam bentuk protoplasma, dan polifosfat atau senyawa organik terlarut (Sastrawijaya, 2000). Fosfat dalam bentuk larutan dikenal dengan orthofosfat dan merupakan bentuk fosfat yang digunakan oleh tumbuhan dan fitoplankton. Oleh 13

karena itu, dalam hubungannya dengan rantai makanan diperairan orthofosfat terlarut sangat penting (Boyd 1981 dalam Kangkan 2006). Kandungan fosfat yang lebih tinggi dari batas toleransi dapat berakibat terhambatnya pertumbuhan kerang mutiara. Dalam suatu perairan untuk lokasi budidaya kerang mutiara sebaiknya memiliki kandungan fosfat antara 0,2 – 0,5 mg/l (Romimohtarto, 2003). Kriteria kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) ditentukan sesuai dengan kualitas parameter perairan laut. Penentuan kriteria kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara berdasarkan modifikasi dari DKP (2002) dan hasil-hasil penelitian sebelumnya (Tabel 1). Tabel 1. Kriteria kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) No. 1

Parameter Kepadatan Fitoplankton

Satuan Sel/L

Kisaran > 15000 &< 5 x

105

2000-15000 & 5 x 105-106 < 2000 &> 2

3

4

5

6

7

8

9

Kecepatan Arus

Kedalaman Perairan

Oksigen Terlarut

Suhu

Salinitas

Kecerahan

cm/dt

Meter

mg/l

⁰C

ppt

Meter

Substrat Dasar Perairan

Fosfat

mg/l

106

Skor

Bobot (%)

Nilai

(S)

(B)

(S x B)

5 3

150 30

90

1

30

15 - 25

5

75

10 - 15 & 25 - 30

3

< 10 &> 30

1

15

10 - 20

5

50

21 - 30

3

< 10 &> 30

1

10

>6

5

25

4-6

3

<4

1

5

28 - 30

5

25

31 - 32

3

< 28 &> 32

1

15

10

5

5

45

30

15

15 5

32

5

33 - 35

3

< 32 &> 35

1

5

4.5 - 6.5

5

75

3.5 - 4.4 & 6.6 - 7.7

3

< 3.5 &> 7.7

1

15

Berkarang

5

50

Berpasir

3

Pasir Berlumpur

1

4.5 - 5.0

5

5.1 - 6.5

3

< 4.5 &> 6.5

1

Total Nilai Sumber : Modifikasi Basmi, 2000 , Wiadnyana (1998) dalam Haumau(2005), Wibisono (2005), DKP (2002), Radiarta et al (2004), Winanto (2002)

25 5

15

10

15

45

30 10 25

5

15

100

5 500

DKP (2002), Bakosurtanal (1996),

14

Setelah penetuan kriteria kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi penilaian kesesuaian perairan untuk lokasi budidaya kerang mutiara (Tabel 2). Tabel 2. Evaluasi Penilaian Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Kerang Mutiara No.

Kisaran Nilai

Tingkat Kesesuaian

Evaluasi / Kesimpulan

1

401 - 500

S1

Sangat Sesuai

2

301 - 400

S2

Sesuai

3

201 - 300

S3

Sesuai Bersyarat

4

100 - 200

N

Tidak Sesuai

Beberapa contoh kasus penilaian kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara di perairan Indonesia diantaranya perairan Ngele-Ngele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara (Tabel 3), perairan Talengen dan Manalu di Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara (Tabel 4 dan 5). Perairan Ngele-Ngele merupakan perairan terlindung oleh pulau-pulau kecil disekitarnya. Penilaian dilakukan berdasarkan matriks skoring bobot kriteria parameter fisik, kimia, dan biologi. Tabel 3. Penilaian kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) di Perairan Ngele-Ngele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara Skor

Bobot (%)

Nilai

(S)

(B)

(S x B)

15500

3

30

90

cm/dt

12 - 15

5

15

75

Meter

28 - 30

3

10

30

mg/l

4.5

3

5

15

Suhu

⁰C

30

5

5

25

6

Salinitas

ppt

35

3

5

15

7

Kecerahan

Meter

20

1

15

15

8

Substrat Dasar Perairan

Berkarang

5

10

50

9

Fosfat

4.6

5

5

25

No.

Parameter

Satuan

Kisaran

1

Kepadatan Fitoplankton

Sel/L

2

Kecepatan Arus

3

Kedalaman Perairan

4

Oksigen Terlarut

5

Total Nilai

mg/l

340

Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2015

Berdasarkan hasil penilaian matriks skoring bobot kriteria parameter fisik, kimia, dan biologi di perairan Ngele-Ngele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara diperoleh total nilai 340. Nilai evaluasi kesesuaian perairan berkisar antara 301 – 400 sehingga dapat disimpulkan bahwa perairan Ngele-Ngele sesuai untuk lokasi budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima).

15

Tabel 4. Penilaian kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) di Perairan Talengen Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara Skor

Bobot (%)

Nilai

(S)

(B)

(S x B)

15000

3

30

90

7.3 - 11.1

3

15

45

2.1 - 14.5

3

10

30

mg/l

7.18 - 7.56

5

5

25

Suhu

⁰C

29.5 - 31

3

5

15

6

Salinitas

ppt

33 - 34

3

5

15

7

Kecerahan

Meter

5-6

5

15

75

8

Substrat Dasar Perairan

Berkarang

5

10

50

9

Fosfat

0.002 - 0.33

1

5

No.

Parameter

Satuan

1

Kepadatan Fitoplankton

Sel/L

2

Kecepatan Arus

cm/dt

3

Kedalaman Perairan

Meter

4

Oksigen Terlarut

5

mg/l

Kisaran

Total Nilai

5 350

Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2015

Tabel 5. Penilaian kesesuaian lahan budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) di Perairan Manulu Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara Skor

Bobot (%)

Nilai

(S)

(B)

(S x B)

11000

3

30

90

cm/dt

0.4 - 1.4

1

15

15

Meter

3.6 - 13

3

10

30

mg/l

7.18 - 7.41

5

5

25

⁰C

30 - 31

3

5

15

ppt

33 - 34

3

5

15

Meter

6-7

3

15

45

Berkarang

5

10

50

0.002 - 0.26

1

5

5

No.

Parameter

Satuan

Kisaran

1

Kepadatan Fitoplankton

Sel/L

2

Kecepatan Arus

3

Kedalaman Perairan

4

Oksigen Terlarut

5

Suhu

6

Salinitas

7

Kecerahan

8

Substrat Dasar Perairan

9

Fosfat

mg/l

Total Nilai

290

Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2015

Berdasarkan hasil penilaian matriks skoring bobot kriteria parameter fisik, kimia, dan biologi di perairan Talengen dan Manulu Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara diperoleh total nilai 350 dan 290. Sehingga nilai evaluasi kesesuaian perairan berkisar antara 301 – 400 di perairan Talengen dan 201 – 300 untuk perairan Manulu, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perairan Talengen sesuai untuk lokasi budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima) dan perairan Manulu sesuai bersyarat untuk lokasi budidaya kerang mutiara (Pintcada maxima).

16

(4) Daya dukung lingkungan Prospek

pengambangan

budidaya

kerang

mutiara

(P.

maxima)

ditentukan

berdasarkan daya dukung lingkungan perairan dan luas area budidaya. Hal ini dibuktikan pada akhir-akhir ini budidaya kerang mutiara mulai menurun, penurunan ini diakibatkan oleh seringnya kejadian kematian massal anakan kerang mutiara pada ukuran lebar cangkang antara 3-4 cm, seperti yang terjadi dibeberapa perusahan di perairan Sulawesi Tenggara dan Nusa Tenggara Barat karena tidak memperhatikan perubahan kualitas perairan (Hamzah, 2007). Sedangkan untuk luas area budidaya untuk kerang mutiara perlu menjadi perhatian khusus sehingga budidaya kerang mutiara dapat tetap berjalan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan lahan perairan untuk menampung luasan kegiatan budidaya baik dengan metode rakit, cagak, dulang, maupun metode longline. Secara alamiah, perairan memiliki kemampuan tertentu untuk mengakomodasi dan menetralisir dampak dari keberadaan kegiatan budidaya kerang mutiara terhadap kualitas lingkungan perairan. Kemampuan tersebut memiliki batasan tertentu yang berbeda antara satu perairan dengan perairan yang lainnya. Perubahan parameter fisik, kimia dan biologi dengan keberadaan areal budidaya kerang mutiara dengan skala besar masing-masing memiliki batasan ideal dimana perairan mampu mengembalikan fungsi interaksi antar parameter secara normal dan alamiah. Parameter-parameter tersebut meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, fosfat, nitrat, nitrit, silikat, unsur dan senyawa kimia perairan (organik-inorganik, senyawa kompleks dan lain-lain) dan biota makro-mikro perairan. Jika perairan tersebut telah melewati beban dari batas kemapuannya karena keberadaan industri budidaya kerang mutiara dalam skala besar maka selain kualitas perairan tersebut menurun akan berefek negatif terhadap budidaya kerang mutiara itu sendiri. Ada beberapa pendekatan metode yang telah dilakukan untuk mengkaji hubungan antara budidaya mutiara dengan daya dukung lingkungan perairan, tetapi metode tersebut lebih bersifat empiris dan statistik untuk kebutuhan manajemen pengambil keputusan. Metode tersebut

dapat

lebih cepat, tepat

dan akurat

dengan

menggunakan pendekatan dinamis berbasis proses fisik, kimia dan biologi perairan melalui teknologi pemodelan sehingga proses pengambilan keputusan lebih cepat, tepat dan efektif. Intinya dalam menilai daya dukung adalah upaya untuk mengkaji dalam proses perencanaan kegiatan budidaya kerang mutiara yang berkaitan dengan luas lahan perairan yang akan dijadikan sebagai lokasi budidaya. Pendekatan ini dilakukan untuk menilai seberapa besar area perairan yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan metode budidaya kerang mutiara yang layak untuk digunakan. 17

Salah satu contoh kasus, pengembangan budidaya kerang mutiara di perairan NgeleNgele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara, penentuan daya dukung perairan untuk area kegiatan budidaya kerang mutiara ditentukan berdasarkan parameter fisika, kimia, dan biologi yang ditampilkan dalam peta potensi pengembangan budidaya kerang mutiara. Berdasarkan daya dukung parameter fisika, kimia, dan biologi, maka diperoleh luas area untuk budidaya kerang mutiara adalah seluas 903 Ha.

Gambar 4. Peta Daya Dukung Perairan untuk Budidaya Kerang Mutiara 18

(5) Pemilihan metode budidaya Metode budidaya kerang mutiara yang diterapkan adalah metode rakit, metode cagak, metode dulang, dan metode longline, masing-masing metode dilengkapi dengan keranjang pemeliharaan (pocket). Metoda yang umumnya digunakan dalam budidaya kerang mutiara mutiara di Indonesia yaitu metoda rakit, metode cagak, metode dulang, dan longline. Metoda dasar hanya unggul dari segi keamanannya saja, sedangkan untuk perawatan relatif lebih sulit. -

Metode rakit Pada umumnya metoda rakit ini digunakan di perairan dengan kedalaman 5 m ke atas pada waktu air surut. Lokasi perairan untuk metoda rakit ini harus terlindung dari amukan angin dan gelombang. Spat-spat kerang dimasukkan dalam sangkar jaring atau dulang plastik, kemudian digantungkan pada rakit.

Gambar 5. Wadah Pemeliharaan Kerang Mutiara Metode Rakit Rakit apung selain sebagai tempat pemeliharaan induk, pendederan dan pembesaran, juga berfungsi sebagai tempat aklimatisasi (beradaptasi) induk pasca pengangkutan. Bahan rakit dapat dibuat dari kayu dengan ukuran 7m x 7m. selain kayu, bahan rakit dapat pula terbuat dari bambu, pipa paralon, besi ataupun alumunium. Bahan pembuat ini disesuaikan dengan anggaran, ketersediaan bahan, dan umur ekonomis. Untuk menjaga agar rakit tetap terapung, digunakan pelampung seperti pelampung yang terbuat dari styrofoam, drum plastik, dan drum besi. Agar rakit tetap kokoh, maka sambungan sambungan kayu diikat dengan kawat galvanizir. Apabila kayu berbentuk persegi, maka sambungan dapat menggunakan baut. Pemasangan rakit hendaknya dilakukan pada saat air pasang tertinggi dan diusahakan searah dengan arus air atau sejajar dengan garis pantai. Hal ini bertujuan untuk menghindari kerusakan rakit apabila terjadi gelombang besar.

19

Gambar 6. Wadah Pemeliharaan Kerang Mutiara Metode Rakit di NTB -

Metode cagak Pada lazimnya metoda cagak ini digunakan di perairan yang dangkal. Cagak yang terbuat dari batang-batang bambu atau kayu ditancapkan di dasar laut. Spat-spat kerang melekat pada cagak-cagak tersebut. Kerang-kerang yang sudah matang telur berangsur-angsur dipindahkan untuk mencegah terlampau berdesakkan.

Gambar 7. Wadah Pemeliharaan Kerang Mutiara Metode Cagak -

Metode dulang Dulang terbuat dari kawat ram tahan karat bermata 12,7 mm. Sebagai kerangkanya terbuat dari kayu. Metoda dulang ini biasanya digunakan di perairan yang dangkal dengan dasar pasir.

Gambar 8. Wadah Pemeliharaan Kerang Mutiara Metode Dulang 20

-

Metode longline Metoda long line adalah salah satu metoda yang umumnya sering digunakan pada pembesaran kerang mutiara, dengan menggunakan tali panjang yang dibentangkan. Kedalaman laut idealnya bagi metoda ini berkisar 20 – 60 meter. Metoda budidaya ini banyak diminati masyarakat karena alat dan bahan yang digunakan lebih tahan lama, lebih murah dan bahan mudah diperoleh. Tali bentang yang digunakan berdiameter 8 mm dengan panjang 50-100 m. Tiap-tiap ujung tali diberi pemberat/jangkar dan pelampung besar berbentuk bola. Jangkar dapat dibuat dari karung plastik ukuran 50 kg yang diisi pasir laut atau dari jangkar besi tancap. Tali jangkar adalah berupa Polyethylene (PE) berdiameter 10 mm. Setiap jarak 25 m diberi pelampung bola, pelampung berfungsi mempertahankan elastisitas dan posisi tali jalur longline. Pemasangan tali utama longline harus mempertimbangkan arah arus, posisi tali terhadap arus arus sejajar atau sedikit menyudut dan tidak melawan arus, agar dampak dari arus yang datang itu terdistribusi secara merata. Adapun manfaat dari hembusan arus terhadap siput yang dipelihara adalah untuk suplay pakan hidup seperti plankton tersebar merata dan arus juga mempunyai manfaat untuk melepaskan tritip/kotoran yang menempel dengan goncangan alami arusnya.

Gambar 9. Metoda long line -

Keranjang pemeliharaan (pocket) Keranjang pemeliharaan (pocket) merupakan wadah yang digunakan untuk meletakkan spat kerang mutiara pada semua metode budidaya dengan cara digantungkan dan cara diikat. Bahan rangka yang digunakan untuk pocket biasanya terbuat dari kawat galvanizer, atau yang lebih baik lagi jika dilapisi plastik atau aspal, sehingga daya tahannya dapat mencapai 2 – 2,5 tahun, pocket juga dilengkapi dengan jaring dengan lebar mata jaring 0,5 cm – 1 cm. Lebar mata

21

jaring yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan ukuran spat, semakin besar ukuran spat maka semakin besar pula ukuran mata jaring, sehingga spat yang dipelihara tidak lolos keluar dan sirkulasi air dapat terjaga dengan baik. Ukuran keranjang jaring (pocket) biasanya 0,5 x 1 m dengan ukuran mata jaring 0,5 cm – 1 cm dapat diisi siput ukuran 3-6 cm (DVM) sebanyak 56 ekor.

Gambar 10. Keranjang jaring (pocket) Pemilihan metode budidaya kerang mutiara disesuaikan dengan kondisi perairan dan daya dukung perairan, sehingga diperoleh hasil mutiara yang berkualitas. Beberapa contoh kasus penggunaan metode budidaya diantaranya di perairan Ngele-Ngele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara diperoleh kemudian dilanjutkan dengan pemanfaatan ruang untuk area budidaya kerang mutiara dengan metode rakit dan metode longline. Untuk kegiatan budidaya kerang mutiara dengan metode rakit apung dapat digunakan area perairan dengan luas 726 Ha yang terdiri dari 11 rakit apung. Area budidaya ini dibagi menjadi 2 lokasi yaitu di lokasi pertama terdiri 9 rakit dengan luas lahan 621 Ha dan 2 rakit di lokasi kedua dengan luas 105 Ha. Pada setiap rakit apung terdiri dari 140 buah keranjang pemiliharaan (pocket), dalam 1 pocket terdiri dari 8 ekor kerang mutiara, sehingga dalam 1 rakit terdiri dari 1.120 ekor kerang mutiara. Dari nilai daya dukung lahan diperoleh bahwa pada perairan Ngele-Ngele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara dengan luas area budidaya 726 Ha diperoleh hasil kerang mutiara sebanyak 12.320 ekor kerang mutiara.

22

Gambar 11. Jumlah kerang mutiara pada 1 rakit apung Sedangkan apabila diterapkan metode longline untuk kegiatan budidaya kerang mutiara pada area perairan dengan luas 750 Ha yang terdiri dari 15 unit, 1 unit longline terdiri dari 50 pocket. Area budidaya ini dibagi menjadi 2 lokasi yaitu di lokasi pertama terdiri 10 unit dengan luas lahan 500 Ha dan 5 unit di lokasi kedua dengan luas 250 Ha. Pada 1 unit longline terdiri 400 ekor kerang mutiara. Sehingga dari luas area perairan 750 Ha dengan 15 unit longline yang digunakan sebagai budidaya kerang mutiara di perairan Ngele-Ngele dapat menghasilkan 6.000 ekor kerang mutiara. Dari hasil penilaian, maka disarankan bahwa di perairan Ngele-Ngele Morotai Selatan Provinsi Maluku Utara dapat dilakukan budidaya kerang mutiara dengan metode rakit apung.

Gambar 12. Unit metode longline

23

b) Pelaksanaan kegiatan budidaya Setelah seluruh persiapan untuk pelaksanaan kegiatan budidaya kerang mutiara telah dilakukan, maka dilanjutkan dengan proses pelaksanaan kegiatan budidaya kerang mutiara yang dimulai dari kegiatan penyuntikan nucleus (inti), penebaran benih, pakan, perawatan, serta pengendalian hama dan penyakit. (1) Penyuntikan nukleus (inti) Penyuntikan nukleus (inti)adalah upaya memperbanyak mutiara dengan cara buatan, yaitu dengan cara penyuntikan kerang mutiara dengan harapan memperoleh mutiaramutiara dalam jumlah banyak dengan kualitas yang baik. Dalam penyuntikan nukleus kerang mutiara mutiara perlu persiapan yang harus diperhatikan, yaitu seleksi kerang mutiara, pemuasaan dan persiapan alat/bahan insersi. -

Seleksi kerang mutiara Sebelum melaksanakan operasi atau penyuntikan, terlebih dahulu benih kerang mutiara diseleksi. Kerang mutiara yang akan di operasi harus memenuhi syarat yaitu, berumur 1,5 – 2 tahun dan berukuran 10 – 15 cm, serta kerang mutiara dalam kondisi sehat atau tidak cacat dan dalam keadaan bersih.

Gambar 13. Seleksi kerang mutiara untuk operasi atau penyuntikan -

Pemuasaan Kerang mutiara yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemuasaan (Yokusei), yang tujuannya Yokusei/pemuasaan kerang mutiara adalah untuk mengurangi jumlah plankton yang dimakan agar tubuh kerang mutiara menjadi cukup lemas, dengan cara ini pada saat operasi kerang mutiara tersebut tidak terlalu kuat mengadakan reaksi terhadap sakitnya sayatan pada gonadnya. Benih

24

kerang mutiara yang di Yokusei, dimasukkan ke keranjang jaring (pocket) lalu dibungkus menggunakan jaring ukuran 1 mm. Pemuasaan dilakukan selama 3 – 5 hari, setelah itu kerang mutiara diangkat dari perairan dan pembungkus dibuka, baru kemudian memulai penyuntikan.

Gambar 14. Pemuasaan (Yokusei) kerang mutiara -

Persiapan alat/bahan insersi Setelah proses seleksi kerang mutiara dan pemuasaan dilakukan kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan nukleus. Pada proses penyuntikan nukleus Ada beberapa alat dan bahan yang harus dipersiapkan yaitu, alat insersi yang harus disiapkan adalah Hikake (penahan), Piseto, Sonyuki dan Shaibo Okuri (pemasuk inti dan pemasuk mantel), Mesu (pisau operasi), Donyuki (pembuka torehan), Sonyuki (pembuka mantel), Hera dan Kai Koki (pembuka mantel dan forcep), dan Shaibohasam (gunting,pemotong mantel). Sedangkan bahan insersi yang harus disiapkan adalah siput donor, siput siap operasi, nukleus, kegiatan insersi, pemotongan mantel, pengambilan inti, dan pemasukan inti.

Gambar 15. Pemilihan inti yang akan digunakan

25

Gambar 16. Potongan mantel yang akan digunakan

Gambar 17. Proses pemasangan inti

Gambar 18. Bakal mutiara (2) Penebaran benih Benih yang telah terkumpul, baik dari pembenihan maupun dari kolektor (penangkapan di alam) dimasukkan ke dalam keranjang pemeliharaan yang telah disediakan. Setelah keranjang penuh kemudian diangkut kerakit pemeliharaan untuk digantung pada kedalaman 5 m atau bisa juga digantung pada palang cagak silang

26

dengan kedalaman sama atau kurang dari 4 m. Untuk benih yang berukuran kurang dari 5 cm sebaiknya di pelihara dengan kedalaman 2 – 3 m. Pemeliharaan spat (benih) yang baru dipindahkan dari hatchery atau diperoleh dari kolektor, digunakan keranjang jaring ukuran 40 cm x 60 cm dengan kepadatan untuk 8 – 12 kerang/keranjang. Untuk spat ukuran 2-3 cm dipelihara dalam keranjang dengan lebar jaring ukuran 0,5 – 1 cm. Lebar mata jaring yang digunakan disesuaikan dengan ukuran spat. Semakin besar ukuran spat, maka digunakan jaring dengan mata jaring yang lebih besar pula agar sirkulasi air dapat terjaga dengan baik.

Gambar 19. Keranjang Pemeliharaan Kerang Mutiara Spat kolektor dijepit dengan 2 (dua) buah poket net yang telah dipasang orchid net pada permukaannya, bertujuan untuk memudahkan melakukan penjarangan selama masa pemeliharaan tanpa mengganggu spat kerang mutiara mutiara, hal ini cukup beralasan karena setelah 1-2 minggu spat yang melekat pada kolektor, sebagian akan ada yang berpindah secara alami pada orchid net, sehingga untuk penjarangan spat cukup dilakukan dengan cara memisahkan orchid net pada poket net dari kolektornya. (3) Pakan Kerang mutiara mengkonsumsi pakan alami berupa plankton yang ada diperairan tersebut, sehingga selama pemeliharaan tidak diberi pakan tambahan. Untuk itu perairan yang dipilih hendaklah memiliki kesuburan yang tinggi agar kerang tidak kekurangan makanan. Jenis plankton yang menjadi pakan adalah dari 5 jenis fitoplankton

sebagai

pakan

alami

yaitu

Isocrysis

galbana,

Pavlova

lutheri,

Chaetocheros. Sp, Nannoclorophysis. Sp, dan Tetra selmischuii.

27

Gambar 20. Kultur pakan alami kerang mutiara (4) Perawatan Kerang mutiara yang dipasangi inti mutiara perlu dilakukan pengaturan posisi pada waktu awal pemeliharaan, agar inti tidak dimuntahkan keluar. Disamping itu tempat dimasukkan inti pada saat operasi harus tetap berada dibagian atas. Pemeriksaan inti dengan sinar-X dilakukan setelah kerang mutiara dipelihara selama 2 - 3 bulan, dengan maksud untuk mengetahui apabila inti yang dipasang dimuntahkan atau tetap pada tempatnya. Pembersihan cangkang kerang mutiara harus dilakukan secara berkala agar tidak mengganggu kerang untuk menerap makanan, maksimal 3 – 4 bulan tergantung dari kecepatan/kelimpahan organisme penempel. Selain itu kondisi rakit atau keranjang pemeliharaan perlu di kontrol secara khusus, jangan sampai ada yang rusak atau rapuh dan jika itu terjadi segera diperbaiki.

Gambar 21. Pembersihan cangkang kerang mutiara (5) Pengendalian hama dan penyakit Hama

dan

penyakit

dapat

menyebabkan proses

budidaya

menjadi gagal,

pertumbuhan kerang dapat terganggu bahkan dapat mematikan kerang, untuk itu perlu dilakukan pengendalian. Hama umumnya menyerang bagian cangkang. Hama tersebut berupa jenis teritip, racing, dan polichaeta yang mampu mengebor cangkang

28

kerang. Hama yang lain berupa hewan predator, seperti gurita, bintang laut, rajungan, kerang hijau, teritip, golongan rumpu laut dan ikan sidat. Upaya pencegahan dengan cara membersihkan hama-hama tersebut dengan manual pada periode waktu tertentu. Penyakit kerang mutiara umumnya disebabkan parasit, bakteri, dan virus. parasit yang sering ditemukan adalah Haplosporidium nelsoni. Bakteri yang sering menjadi masalah antara lain Pseudomonas enalia, Vibrio anguillarum, dan Achromobacter sp. Sementara itu, jenis virus yang biasanya menginfeksi kerang mutiara adalah virus herpes. Upaya untuk mengurangi serangan penyakit pada kerang mutiara antara lain :

-

Selalu memonitor salinitas agar dalam kisaran yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan kerang,

-

Menjaga agar fluktuasi suhu air tidak terlalu tinggi, seperti pemeliharaan kerang tidak terlalu dekat kepermukaan air pada musim dingin,

-

Lokasi budidaya dipilih dengan kecerahan yang cukup bagus, dan

-

Tidak memilih lokasi pada perairan dengan dasar pasir berlumpur.

c) Pasca budidaya kerang mutiara Setelah total keseluruhan masa pemeliharaan mencapai umur 7-8 bulan maka bibit kerang mutiara mutiara telah mencapai ukuran 6-7 cm siap untuk dipanen. Cara pemanenan dengan cara melepaskan tali ikatan pocket net dari tali longline, kemudian pocket net dibuka dan kerang mutiara mutiara diambil satu per satu dan dikumpulkan dalam wadah yang telah disiapkan.

29

Gambar 22. Proses pemanenan kerang mutiara

30

5. Aspek Pemanfaatan Sumberdaya Pemanfaatan sumberdaya salah satunya adalah pemanfaatan sumberdaya kelautan terbarui (renewable resource) yang meliputi perikanan tangkap dan budidaya perairan seperti ikan, udang, kerang mutiara, kepiting, rumput laut dan biota lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatan budidaya perairan khususnya kerang mutiara memiliki tujuan untuk mencegah pemanfaatan sumberdaya kerang yang berlebihan dari alam. Pada aspek pemanfaatan sumberdaya untuk budidaya kerang mutiara dibagi menjadi 3, diantaranya pemanfaatan sumberdaya kerang mutiara, pemanfaatan sumberdaya perairan, dan pemanfaatan sumberdaya manusia. a) Pemanfaatan sumberdaya kerang mutiara Komoditi kerang mutiara awalnya diperoleh dari alam kemudian dilakukan dengan pendekatan budidaya. Kerang mutiara biasanya hidup menempel pada substrat yang keras. Berdasarkan kebiasaan hidup di alam, kerang mutiara dapat dijelaskan dari aspek sifat biologis, cara makan, habitat asli, parameter pendukung, dan pembentukan mutiara. (1) Sifat biologis Kerang Mutiara dewasa biasanya hidup menempel pada substrat

dengan

menggunakan byssus sehingga kaki tidak digunakan lagi. Kerang mutiara memiliki sepasang cangkang yang asimetris. Sepasang cangkang disatukan pada bagian dorsal oleh protein elastis yang disebut hinge ligament. Cangkang kerang memiliki ketebalan yang berkisar antara 1-5 mm. Secara umum, organ tubuh kerang mutiara terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaki, mantel dan organ dalam. Kaki tersusun dari jaringan otot yang menuju ke berbagai arah, sehingga merupakan alat gerak pada masa muda kerang mutiara selain itu juga untuk membersihkan kotoran yang menempel pada insang atau mantel. Mantel merupakan jaringan yang dilindungi oleh se-sel epithelium dan dapat membungkus organ tubuh bagian dalam. Organ dalam terdiri dari mulut, lambung, usus, anus, insang, jantung, susunan syaraf, alat reproduksi dan otot.

Gambar 23. Organ tubuh kerang mutiara 31

(2) Cara makan Cara makan kerang mutiara dilakukan dengan menyaring air laut cara mengambil makanan dengan menggetarkan insang yang menyebabkan air masuk ke dalam rongga mantel. Kemudian dengan menggerakkan bulu insang, plankton yang masuk akan berkumpul di sekeliling insang, selanjutnya melalui gerakan labial palp plankton akan masuk ke dalam mulut. Kerang mutiara mempunyai jenis kelamin terpisah, kecuali pada beberapa kasus tertentu ditemukan sejumlah individu hermaprodit terjadi perubahan sel kelamin (sel reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada fase awal perkembangan gonad. (3) Habitat asli Kerang mutiara jenis Pinctada sp. Banyak dijumpai di berbagai Negara seperti Filipina, Thailand, Myanmar, Australia dan perairan Indonesia yang menyukai hidup di daerah batuan karang atau dasar perairan yang berpasir dengan kedalaman 20 – 60 m pola penyebaran Kerang mutiara biasanya terdapat pada daerah yang beriklim hangat di daerah tropis dan subtropis. Pertumbuhan kerang di daerah subtropis berlangsung di musim panas (summer) sedangkan di musim dingin (winter) pertumbuhannya berlangsung lambat atau terkadang tidak mengalami pertumbuhan sama sekali.

Gambar 24. Habitat asli kerang mutiara (4) Parameter pendukung Suhu optimum untuk pertumbuhan kerang mutiara berkisar ± 24 – 28 ⁰C. Kerang mutiara akan dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut berkisar 5,2 – 6,6 ppm. Kerang mutiara dapat tumbuh dan berkembang secara baik pada perairan dengan salinitas bekisar diantara 32 – 35‰. Kerang mutiara cocok

32

dibudidayakan pada perairan dengan kecerahan antara 4,5 – 6,5 meter. Tersedianya plankton sebagai pakan kerang mutiara. Kerang mutiara sangat cocok pada lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan arus yang kuat serta pasang surut yang terjadi dapat menggantikan massa air secara total dan teratur untuk menjamin ketersediaan oksigen terlarut dan plankton. Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan kerang mutiara adalah 7,8 – 8,6. Kedalaman perairan yang sangat cocok untuk budidaya kerang mutiara adalah antara 15 – 20 meter. (5) Pembentukan mutiara Pembentukan mutiara secara alami diduga karena faktor iritan atau karena masuknya benda padat kedalam mantel kerang sehingga benda padat ini akan terbungkus nacre, nacre adalah zat unik yang dimiliki kerang yang berfungsi sebagai pelindung tubuh, teori lain juga mengatakan mutiara juga terbentuk karena apabila adanya kerusakan pada bagian mantel dan cangkang kerang maka kerang akan menutup dan memperbaiki lubang tersebut dengan menggunakan zat nacre. proses ini sama dengan proses pembentukan tulang pada manusia. nacre ini lah yang disebut dengan Mother of pearls atau ibu dari mutiara. Akibat adanya partikel pasir atau zat asing yang masuk ke dalam cangkang kerang untuk menenangkan iritasi ini, kerang mulai mendepositokan lapis demi lapis, bahan shell Lapisan ini terdiri, dari kalsium karbonat. Setelah beberapa waktu pembentukan mutiara di dalam shell selesai. Mutiara yang terbentuk bulat, putih dan bersinar. Ini disebut mutiara murni. Namun, mutiara pada dasarnya tidak hanya berwarna putih saja. Warna mereka mungkin saja hitam, putih, rose, biru pucat, kuning, hijau, dan ungu. b) Pemanfaatan sumberdaya perairan Pemanfaatan sumberdaya perairan berkaitan erat dengan area perairan untuk dijadikan sebagai lokasi budidaya kerang mutiara. Kaitan dengan hal tersebut, yang harus dianalisis adalah kesesuaian lahan untuk daya dukung kegiatan budidaya berdasarkan kualitas perairan dengan luas area yang mendukung dan tidak mepengaruhi aktifitas masyarakat nelayan sekitar dalam proses penangkapan ikan, sehingga menghindari terjadinya konflik antara pembudidaya dengan masyarakat nelayan. c) Pemanfaatan sumberdaya manusia Pemanfaatan sumberdaya manusia berhubungan dengan pengrekrutan tenaga kerja dalam kegiatan budidaya kerang mutiara. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja profesional yang memiliki skill dalam proses penyuntikan nukleus (inti) mutiara, karena proses ini menetukan keberhasilan dan kualitas mutiara yang nanti

33

dihasilkan. Sedangkan tenaga kerja yang tidak memiliki skill ini direkrut sebagai karyawan dan tenaga keamanan (security). 6. Dampak Lingkungan Pelaksanaan kegiatan budidaya kerang mutiara (Pinctada maxima) memilki dampak positif maupun negatif bagi lingkungan perairan dan bagi kehidupan masyarakat sekitar. a) Dampak positif kegiatan budidaya kerang mutiara bagi lingkungan dan masyarakat Dampak positif kegiatan budidaya kerang mutiara terhadap lingkungan perairan adalah : -

Hampir seluruh bagian dari kerang mutiara dapat dimanfaatkan kecuali lapisan terluar dari cangkang tersebut

-

Lapisan luas ini adalah zat kapur (calcium) yang mudah larut dalam air laut

-

Hal ini sangat berbeda dengan limbah budidaya kerang daging dan kerang hijau, dimana cangkangnya menggunung di tempat pembuangan

-

Limbah kerajinan tangan berupa bubuk cangkang kerang mutiara digunakan untuk bahan kosmetika (sun block dan lulur)

-

Daging (otot) dapat dikonsumsi manusia

-

Seperti bivalvia lainnya kerang mutiara makan dengan cara menyaring fitoplankton (filter feeder)

-

Dampak dampak positif bagi akuakultur dalam menghasikan protein hewani adalah dapat memperpendek rantai makanan (dari fitoplankton menjadi protein) di samping itu kerang mutiara tidak perlu diberi pakan

-

Kompleks budidaya kerang mutiara secara tidak langsung merupakan shelter ikan (fish aggregation device) Dampak positif terhadap kehidupan masyarakat disekitar wilayah budidaya kerang

mutiara adalah : -

Terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat yang bekerja baik sebagai tenaga pemeliharaan, tenaga harian atau bulanan serta tenaga borongan.

-

Menarik para investor lain untuk menanam modalnya dibidang budidaya kerang mutiara pada khususnya maupun dibidang usaha budidaya perikanan pada umumnya.

-

Meningkatkan pendapatan daerah setempat dengan adanya usaha ini.

-

Cangkang digunakan untuk bahan kerajinan tangan (handicraft)

-

Terbukanya kesempatan bagi

para pelajar,

mahasiswa dan peneliti untuk

mengadakan praktek atau penelitian tentang manajemen budidaya kerang mutiara (Pinctada maxima).

34

Gambar 25. Hasil kerajinan tangan (handicraft) dari cangkang kerang mutiara b) Dampak negatif kegiatan budidaya kerang mutiara bagi lingkungan dan masyarakat Dampak negatif kegiatan budidaya kerang mutiara terhadap lingkungan perairan adalah : -

Memperpendek rantai makanan (dari fitoplankton menjadi protein)

-

Konsumsi terbesar oleh kerang mutiara terhadap oksigen perairan sehingga menyebabkan kualitas oksigen perairan mengalami penurunan

-

Mengalami penurunan produktivitas perairan di sekitar budidaya kerang mutiara

-

Terjadi persaingan dengan organisme lain salah satunya adalah dari jenis nekton dalam melakukan aktivitas respirasi sehingga nekton akan berpindah tempat untuk mencari kandungan oksigen yang baik Dampak negatif terhadap kehidupan masyarakat disekitar wilayah budidaya kerang

mutiara adalah : -

Terjadinya konflik kepentingan penggunaan lahan antara masyarakat nelayan dengan pengusaha budidaya dikarenakan merasa fishing ground dibatasi oleh perusahaan

-

Terjadi persaingan perekrutan tenaga kerja lokal

-

Terisolasinya daerah perairan akibat dari kegiatan budidaya kerang mutiara

35

7. Prospektus Salah satu potensi besar yang ada di perairan Indonesia yang mempunyai prospek cerah untuk dibudidayakan adalah kerang mutiara (Pinctada maxima). Kerang mutiara merupakan salah satu komoditas dari sektor kelautan yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa mendatang. Mutiara yang dihasilkan di Indonesia terkenal dengan jenis Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) merupakan jenis mutiara yang terbaik kualitasnya di dunia (Poernomo, 2010). Harga mutiara jenis South Sea Pearl yaitu US$ 100-200 per gram untuk kualitas terbaik (Supriyadi, 2010). Pemasaran tidak tergantung pada biji mutiara, namun permintaan antar pengusaha lebih tertarik pada anakan larva antara 4-6 cm dan dewasa 7 cm hingga siap operasi inti. Harga kerang mutiara hidup ukuran dewasa (6–12 cm) bervariasi antara Rp. 3000,- - Rp. 4.000,- / cm (Hamzah, 2010). Data dari World Cultured Pearl Organization (WCPO, 2009) pada tahun 1999 devisa ekspor mutiara Indonesia mencatat nilai sekitar US$ 68 juta. Sementara itu Global Pearl Production Estimates in Value (2010) menyatakan angka perkiraan nilai ekspor mutiara pada tahun 2000 jenis South Sea Pearl sebanyak 4,5 ton (US$ 200 juta). Setiap tahun, produksi mutiara akan terus meningkat. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2010) pada tahun 2005 produksi mutiara mencapai 12 ton, diperkirakan selama periodik 2005-2010 produksi mutiara akan meningkat dari 12 ton menjadi 18 ton pada tahun 2010. Indonesia memiliki areal budidaya dan potensi lahan untuk pengembangan budidaya

laut,

khususnya

kerang

mutiara

yaitu

sebesar

62.040

ha,

namun

pemanfaatannya hanya sebesar 1% (Hamzah, 2010). Saat ini, dari total produksi mutiara yang ada di pasar internasional sekitar 26% berasal dari Indonesia. Dilihat dari potensi perairan Indonesia, seharusnya produksi mutiara dapat ditingkatkan hinggga 50% dari porsi pasar internasional (Poernomo, 2010).

Gambar 26. Butir mutiara asli Lombok 36

Berdasarkan potensi lahan budidaya kerang mutiara yang ada di perairan Indonesia,

maka

kegiatan

budidaya

kerang

mutiara

memiliki

peluang

untuk

dikembangkan. pada saat ini jumlah perusahaan yang bergerak di bidang produksi mutiara mengalami peningkatan menjadi 71 perusahaan. Kegiatan budidaya ini tersebar di perairan Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku Tenggara, dan di perairan timur Indonesia. Prospek pengembangan kegiatan budidaya kerang mutiara dapat ditinjau dari 3 aspek yaitu aspek ekologi, aspek ekonomi, aspek sosial. a) Aspek ekologi Secara ekologi, pengembangan kegiatan budidaya kerang mutiara memiliki peluang untuk dikembangkan apabila ditinjau dari segi kualitas lingkungan dan keberadaan bibit kerang mutiara. Kualitas lingkungan perairan untuk kegiatan budidaya kerang mutiara sangat mendukung apalagi di perairan timur Indonesia, karena perairannya tidak tercemar oleh kegiatan industri, sebaliknya dari kegiatan budidaya kerang mutiara tidak mencemari perairan karena tidak diberikan pakan tambahan yang berlebihan. Saat ini, bibit kerang mutiara tidak lagi diambil dari alam karena sudah banyak perusahaan di Indonesia yang memproduksi bibit kerang mutiara. b) Aspek ekonomi Secara ekonomi, usaha budidaya kerang mutiara tergolong mahal apabila dilakukan oleh masyarakat secara perseorangan. Tetapi saat ini program usaha budidaya kerang mutiara didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Bank Indonesia, karena kegiatan budidaya ini memberikan penghasilan yang menguntungkan bagi masayarakat. Dasar Bank Indonesia memberikan bantuan untuk pengembangan usaha budidaya kerang mutiara adalah analisis ekonomi berdasarkan analisis biaya investasi (Tabel 1) dan biaya operasional budidaya kerang mutiara (Tabel 2). Tabel 6.Investasi Budidaya Kerang Mutiara Jenis Investasi

Nilai (Rp)

Penyusutan (Rp)

Perijinan

25.000.000

Sewa tanah

75.000.000

15.000.000

Kontruksi wadah

59.700.000

16.500.000

Peralatan budidaya mutiara

110.100.000

22.260.000

Bangunan

156.000.000

31.200.000

Jumlah

425.800.000

84.960.000

a. Kredit

70%

298.060.000

b. Dana sendiri

30%

127.740.000

Sumber dana investasi :

Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk/id

37

Tabel 7.Biaya Operasional Budidaya Kerang Mutiara No.

Jenis Biaya

Nilai (Rp)

1.

Biaya pembelian spat dan nukleus

52.500.000

2.

Biaya tenaga kerja tetap

450.000.000

3.

Biaya tenaga kerja tidak tetap

82.125.000

4.

Biaya tenaga keamanan

648.000.000

5.

Biaya bola lampu sorot

6.

Biaya Operasional dan lain-lain

268.406.250

Jumlah

1.502.531.250

1.500.000

Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk/id

Dalam satu siklus atau periode budidaya kerang mutiara berlangsung selama 5 tahun dan baru dapat berproduksi mulai pada tahun ke-3, sebab mutiara baru dapat dioprasi (proses penyuntikan/pemasukan nucleus/inti mutiara) setelah kerang tersebut berumur 1,5-2 tahun atau pada ukuran 9-10 cm. Sebagai patokan untuk perusahaan budidaya kerang mutiara bersekala kecil dan menengah dengan besaran rata-rata investasi dan biaya oprasional sebagaimana tertera pada Tabel 1 dan 2 di atas, kemudian kapasitas oprasi sebanyak 5.000 kerang mutiara, dengan menghitung angka/tingkat kegagalan sebesar 50% dan harga rata-rata mutiara 400.000 per gram maka akan diperoleh keuntungan  Rp.1.750.000.000 per tahunnya atau 5,25 M selama 1 periode budidaya (5 tahun) dengan 3 kali masa produksi. Padahal raratarata perusahaan mutiara membutuhkan setidaknya 10.000 – 30.000 kerang untuk di budidayakan. Artinya keuntungan bisa saja di tingkatkan menjadi 2 sampai dengan 6 kalinya untuk setiap pengusaha budidaya kerang mutiara. Keberadaan industri budidaya mutiara ini akan membuka lapangan kerja baru sehingga diharapkan akan mampu menekan angka pengangguran sekaligus menambah jumlah pendapatan penduduk khususnya masyarakat di sekitar lokasi budidaya tersebut, bertambahnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari nilai investasi, perijinan, pajak dan retribusi serta bertambahnya jenis komuditas asli daerah. Salah satu sifat dari industri di sektor kelautan dan perikanan adalah bahwasanya industri ini memiliki keterkaitan (backward and forward linkage) yang kuat dengan industri-industri lainnnya. Untuk itu keberadaan industri budidaya kerang mutiara ini juga akan menggerakkan sektor industri lain yang ada di Indonesia sehingga akan memacu pertumbuhan dan perputaran roda perekonomian di daerah tersebut.

38

c) Aspek sosial Perkembangan usaha budidaya kerang mutiara di Indonesia memberikan keuntungan bagi kehidupan masyarakat di sekitar lokasi budidaya. Keuntungan yang diperoleh diantaranya adalah kesempatan kerja yang tersedia dan peningkatan kesejahteraan. Keberadaan usaha budidaya kerang mutiara juga akan membuka wawasan, meningkatkan gairah dan sifat kewirausahaan masyarakat dalam usaha dibidang perikanan dan kelautan sebagai suatu alternative baru dalam membangun kekuatan ekonomi masyarakat dan daerah, serta memberi pandangan baru sekaligus pengaruh pada kultur dan kebiasaan sebagian besar masyarakat Indonesia yang selama ini perekonomiannya banyak bertumpu pada sektor pertanian, perkebunan dan peternakan.

39

DAFTAR PUSTAKA Andre, R. B. 2007. Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Dalam Menentukan Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut (Gracilaria sp.) Di Wilayah Babelan, Jawa Barat. Skripsi. IPB, Bogor. BAKOSURTANAL.1996. Pengembangan Prototipe Wilayah Peisir dan Laut Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pusbina-Inderaja SIG. Bakosurtanal, Cibinong. Basmi, H.J., 2000. Planktonologi :Plankton Sebagai Indikator Kualitas Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, Bogor. Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia (LISPI). Jakarta. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Edisi Tahun 2002. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yokyakarta 258 hal. Hamzah, M. S. 2007. Variasi Musiman Beberapa Parameter Oseanografi, Kaitannya Dengan Kisaran Batas Ambang Toleransi Kehidupan Kerang Mutiara (Pinctada maxima) dari Beberapa Lokasi di Kawasan Tengah Indonesia. Semarang : Prosiding Seminar Nasional. Pusat Riset Perikanan Budidaya Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Bekerja Sama dengan Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Harramain. 2005. Kajian Faktor Lingkungan Habitat Kerang Mutiara (Stadia Spat) di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. http://www.ilmukelautan.com/. Diunduh 18 November 2015. Haumau, S. 2005. Distribusi Spatial Fitoplankton di Perairan Teluk Haria Saparua, Maluku Tengah.Ilmu Kelautan Indonesian Journal of Marine Science. UNDIP. Vol 10. No 3. hal 126 – 136. Hutabarat, S dan S. M.Evans. (2000). Pengantar Oceanografi. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Kangkan, A.L. 2006. Studi Penentuan Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia Dan Biologi Di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tesis. UNDIP, Semarang. Muhajir, Fasmi Ahmad dan Edward. 2004. Variasi Kadar Oksigen Terlarut di perairan Tanimbar Bagian Utara dan Selatan. Jurnal Ilmiah Sorihi, III (1):1 - 9. Nontji, A. (2005). Laut Nusantara. Edisi revisi. Penerbit Djambatan, Jakarta. Radiarta, I.N, A. Saputra, B. Pariono. 2004. Pemetaan Kelayakan Lahan Untuk Pengembangan Usaha Budidaya Laut di Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Romimohtarto, K., 2003. Kualitas Air dalam Budidaya Laut. www.fao.org/ docrep/ field/015. Diunduh 18 November 2015. Sastrawijaya, A. T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta.Jakarta. Sujoko, A. 2010. Membenihkan Kerang Mutiara. Insania. Yogyakarta.

40

Sutaman, 1993. Tiram Mutiara Teknik Budidaya Dan Proses Pembuatan Mutiara. Kanisus. Yogyakarta. 93 halaman. Tarwiyah. 2001. Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara di Indonesia. Online : http://www. smecda.com/TTG/CD%20teknologi2004. Diunduh 18 November 2015. Wibisono, M. S, 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Boyd, C. E. 1982. Water Quality in Warm WaterFish Ponds. Aubrn University. Agriculture. Winanto, T. 1992. Pembenihan Tiram Mutiara. Buletin Volume 1. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung. Winanto, P. 2002. Biologi Fitoplankton. Departemen kelautan dan perikanan. BBL. Lampung. Hlm 6-9. Winanto, T. 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. Depok.: Penebar Swadaya. Wiradisastra, U.S. 2004. Laporan Akhir – Analisis Tingkat Kesesuaian MarineCulture Wilayah ALKI II. Buku I (Teknis – analisis). Bogor: Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB.

41

More Documents from "fatchul"