Laporan Praktikum Mikologi Klp 7

  • Uploaded by: Dewa Ayu Widiadnyasari
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Mikologi Klp 7 as PDF for free.

More details

  • Words: 3,801
  • Pages: 23
LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI

OLEH KELOMPOK 7: NI KADEK SRIMURTINI

(P07134017005)

NI WAYAN SHANTI SAVITRI

(P07134017022)

NI MADE NARAYANI DWI LESTARI

(P07134017028)

DEWA AYU WIDIADNYASARI

(P07134017032)

NI KADEK SELVIANI

(P07134017043)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN Tahun 2018/2019

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TUJUAN a. Tujuan Umum Mahasiswa dapat mengetahui metode pembuatan sedian langsung (direct preparat) dari kultur jamur b. Tujuan Khusus 1) Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sedian langsung (direct preparat) dari kultur jamur 2) Mahasiswa dapat melakukan identifikasi makroskopis kultur jamur 3) Mahasiswa dapat melakukan identifikasi mikroskopis kultur jamur 1.2 METODE Preparat langsung dengan pewarnaan LCB (Lactofenol Cotton Blue) 1.3 PRINSIP Jamur yang diinokulasi pada media PDA diamati makroskopisnya, kemudian dibuat sedian pada objek glass yang telah berisi larutan LBC (Lactofenol Cotton Blue). Kemudian sediaan dapat diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran lensa objektif10x dan dilanjutkan dengan perbesaran lensa objektif 40x.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau, untuk hidup jamur berperan sebagaiparasite saprofit.Jamur hidup pada lingkungan yang beragam namun sebagian besar jamur hidup ditempat yang lembab. Habitat jamur berada didarat (terestrial) dan di tempat lembab dengan suhu optimal berkisar antara 220C sampai 350C, suhu maksimumnya berkisar antara 27 0Csampai 290C, dan suhu minimum kurang lebih 5 0C. Meskipun demikian banyak pula jamur yang hidup pada organisme atau sisa-sisa organisme di laut atau di air tawar.Jamur juga dapat hidup di lingkungan yang asam (Hidayatullah,2018). Salah satu contoh pangan yang cukup banyak dikonsumsi masyarakat sebagai makanan kudapan di Indonesia sekarang adalah roti. Pangan ini merupakan makanan manusia yang telah dikenal sejak dulu. Jenis makanan ini biasa dikonsumsi oleh masyarakat dari berbagai belahan dunia. Roti digemari karena rasanya yang lezat disamping nilai gizinya yang baik. Banyak jenis roti yang beredar di pasaran, salah satunya adalah roti tawar yang sering digunakan sebagai menu sarapan pagi sebagian masyarakat Indonesia . Tepung terigu yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan roti tawar mengandung pati dalam jumlah yang relatif tinggi.2 Pati ini dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana oleh mikroorganisme khususnya jamur, karena gula sederhana merupakan sumber nutrisi utama bagi mikroorganisme tersebut.3 Jamur merupakan mikro organisme utama yang berperan penting dalam proses pembuatan dan pembusukan roti. Beberapa jenis jamur yang sering ditemukan pada pembusukan roti adalah Rhizopus stolonifer, Penicillium sp, Mucor sp dan Geotrichum sp serta juga bisa terdapat Aspergillus sp dan lainnya (Mizana,2016). Aspergillus sp adalah jenis jamur yang bersifat eukariotik.Ciri-ciri jamur Aspergillus sp secara mikroskopis yaitu memiliki hifa bersepta dan bercabang, konidia muncul dari foot cell (Miselium yang bengkak dan berdinding tebal) membawa sterigmata dan akan muncul konida membentuk rantai bewarna hijau, coklat dan hitam (Hidayatullah,2018). Aspergillus sp terdapat di alam sebagai saprofit, tumbuh di daerah tropik dengan kelembaban yang tinggi. Aspergillus mampu memproduksi mikotoksin, karena memiliki gen yang mampu memproduksinya. Habitat asli Aspergillus dalam tanah,

kondisi yang menguntungkan meliputi kadar air yang tinggi (setidaknya 7%) dan suhu tinggi. Aspergillus memiliki tangkai-tangkai panjang (conidiophores) yang mendukung kepalanya yang besar (vesicle). Di kepala ini terdapat spora yang membangkitkan sel hasil dari rantai panjang spora. Aspergillus mampu tumbuh pada suhu 370C (Syaifuddin,2017). A. Klasifikasi Aspergillus Sp Menurut Hidayatullah (2018) , klasifikasi dari Aspergillus sp sebagai berikut : Kingdom : Fungi Divisi : Amastigomycota Kelas : Deutromycetes Ordo : Moniliales Famili : Moniliaceae Genus : Aspergillus Spesies : Aspergillus sp. B. Morfologi Aspergillus Sp Aspergillus mempunyai hifa selebar 2,5-8 µm, bercabang seperti pohon atau kipas dan miselium bercabang, sedangkan hifa yang muncul diatas permukaan merupakan hifa fertil koloninya berkelompok, konidiofora berseptat atau nonseptat yang muncul dari sel kaki, pada ujung hifa muncul sebuah gelembung, pada sterigma muncul konidium–konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk untaian mutiara, konidium–konidium ini berwarna (hitam, coklat, kuning tua, hijau) yang memberi warna tertentu pada jamur. Secara umum morfologi Aspergillus sp dapat dilihat pada gambar berikut.

C. Identifikasi Aspergillus Sp Aspergillus sp menurut Syaifuddin (2017) dapat kelompokkan dalam beberapa golongan untuk memudahkan dalam identifikasi. Beberapa golongan tersebut antara lain : a. Aspergillus Flavus Jamur dalam grup ini sering menyebabkan kerusakan makanan. Koloni memiliki corak, kuning hijau atau kuning abu-abu. Konidiofornya tak berwarna, kasar, bagian atas agak bulat serta konidia kasar dengan bermacam-macam warna. Aspergillus flavus di bawah mikroskop. b. Aspergillus Fumigatus Aspirgillus fumigatus merupakan fungi saprotrophic yang banyak terdapat di

alam, Pengamatan secara makroskopis Aspergillus fumigatus memiliki ciri-ciri yaitu, memiliki koloni yang berwarna hijau tua dengan bentuk koloni granular dan kompak. Pengamatan mikroskopis memiliki ciri-ciri memiliki rantai oval kecil konidia yang melekat pada ujung satu atau dua baris sterigmata yang teratur melingkar pada permukaan ujung conidiophore yang disebut vesikel. Aspergillus Fumigatus dibawah mikroskop c. Aspergillus Niger Konidia atas berwarna hitam, hitam kecoklatan coklat violet. Bagian atas membesar dan membentuk glubosa. Konidiofornya halus tak berwarna atau berwarna coklat kuning. Vesikel berbentuk glubosa dengan bagian atas membesar bagian ujung seperti batang kecil,konidia kasar.

Aspergillus Niger dibawah mikroskop d. Aspergilus Terreus Fungi ini mempunyai konidia di bagian atas berwarna putih konidiofornya kasar, berdinding halus tak berwarna. Konidia berbentuk elips, halus dan berdinding halus.

Aspergilus Terreus dibawah mikroskop

BAB III METODE PRAKTIKUM 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Praktikum ini dilaksanakan mulai tanggal 18 dan 25 Februari 2019 dan kegiatan pelaksanaan praktikum ini dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Denpasar. 3.2 ALAT DAN BAHAN a. Alat 1. Api Bunsen 2. Ose bulat 3. Ose runcing 4. Pipet tetes 5. Mikroskop b. Bahan 1. Kultur koloni jamur roti 2. Korek api 3. Pewarna Lactofenol cotton blue 4. Object glass 5. Cover glass 6. Inkubator 7. Media SDA 3.2 CARA KERJA 1. Bahan dan alat disiapan dengan baik 2. Makroskopis yang tumbuh diamati 3. Objek glass dan cover glass didesinfesi menggunakan alkohol 70% 4. Objek glass yang telah didesinfeksi dibiarkan hingga kering 5. 1-2 tetes larutan LCB dipipet dan dimasukkan dalam objek glass 6. Koloni jamur diambil pada biakan murni dengan jarum ose dan diaduk perlahan pada objek glass

7.

Selanjutnya ditutup dengan cover glass dan didiamkan selama 20 menit atau fiksasi langsung di atas api bunsen

8. Sediaan diamati dengan mikroskop dengan pembesaran objektif 10x dan 40x 9. Hasil pengamatan dilaporkan

BAB IV HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PRAKTIKUM Hari/tanggal Senin, 18 Februari 2019

Gambar

Keterangan Merupakan koloni yang dikultur dari roti yang berjamur. -

-

Warna Koloni :  Hijau-Kuning (bagian tengah koloni)  Hijau-abu  Pada bagian bawah media, hifa berwarna kuning Tekstur Koloni Granular Tidak terdapat tetesan eksudat. Lingkaran konsentris. Bentuk koloni verrugase

Aspergillus fumigatus  Merupakan bagian hifa yang berada di atas media  Hifa bersekat  Terdapat konidiofor yang berbentuk membulat diujung.  Warna kondiofor setelah dilakukan pewarnaan berwarna biru pekat

Asperigillus flavus  Merupakan bagian hifa yang berada di atas media  Hifa bersekat  Terdapat konidiofor  Hifa yang dekat dengan konidiofor membesar sehingga tampak lonjong  Warna konidiofor setelah dilakukan pewarnaan berwarna biru muda Senin, 25 Februari 2019

Merupakan koloni yang dibiakan berdasarkan koloni jamur sebelumnya. -

-

Warna Koloni :  Hijau-Kuning (bagian tengah koloni)  Hijau-abu  Pada bagian bawah media, hifa berwarna kuning Tekstur Koloni Granular Tidak terdapat tetesan eksudat. Lingkaran konsentris. Bentuk koloni verrugase

   



   



Merupakan bagian hifa yang berada di atas media Hifa bersekat Terdapat konidiofor yang berbentuk membulat diujung. Warna kondiofor setelah dilakukan pewarnaan berwarna biru pekat Miselia/miselium terwarna kebiruan

Merupakan bagian hifa yang berada di atas media Hifa bersekat Terdapat konidiofor Hifa yang dekat dengan konidiofor membesar sehingga tampak lonjong Warna konidiofor setelah dilakukan pewarnaan berwarna biru muda

4.2 PEMBAHASAN Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak. Dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan atau minuman diperlukan suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan baik bagi produsen maupun konsumen pangan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah telah melakukan berbagai upaya melalui pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pangan (Dina Khaira & Netty S. 2016). Salah satu contoh pangan yang cukup banyak dikonsumsi masyarakat sebagai makanan kudapan di Indonesia sekarang adalah roti. Jenis makanan ini biasa dikonsumsi oleh masyarakat dari berbagai belahan dunia. Roti digemari karena rasanya yang lezat disamping nilai gizinya yang baik. Menurut Kusuma, tepung terigu yang menjadi bahan dasar dalam pembuatan roti mengandung pati dalam jumlah yang relatif tinggi. Pati ini dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana oleh mikroorganisme khususnya jamur, karena gula sederhana merupakan sumber nutrisi utama bagi mikroorganisme tersebut. Jamur merupakan mikro organisme utama yang berperan penting dalam proses pembuatan dan pembusukan roti. Beberapa jenis jamur yang sering ditemukan pada pembusukan roti adalah Rhizopus stolonifer, Penicillium sp, Mucor sp dan Geotrichum sp serta juga bisa terdapat Aspergillus sp dan lainnya (Dina Khaira & Netty S. 2016). Jamur merupakan tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof, tipe sel eukarotik. Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler. Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa yang dapat membentuk anyaman bercabang-cabang (miselium). Organisme yang disebut jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin, tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti tunggal (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi (Mayasari, 2014) Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri fungi berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan reproduksinya. Fungi benang terdiri atas massa benang yang bercabangcabang yang disebut miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benang-benang tunggal. Badan vegetatif jamur yang tersusun dari filamen-filamen disebut thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam

hifa, yaitu hifa fertil dan hifa vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-sel reproduksi atau spora-spora. Apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara. Hifa vegetatif adalah hifa yang berfungsi untuk menyerap makanan dari substrat (Mayasari, 2014) Pemeriksaan jamur pada roti yang telah ditumbuhi jamur dilakukan dengan kultur pada media SDA (Sabouraud Dextrose Agar) dan diinkubasi dalam suhu ruang selama beberapa hari. Teknik kultur dilakuan secara aseptik dengan cara samapel dimasukkan kedalam cawan petri steril yang diambil dengan ose dan ditanamkan pada permukaan media SDA dan diinkubasikan pada suhu kamar selama 3-7 hari. Pada hari ke-3 dan seterusnya biakan diamati terhadap pertumbuhan koloni jamur secara makroskopik yaitu dengan melihat bentuk, warna, permukaan bawah dan tepi koloni, tekstur, tetesan eksudat dan garis pada koloni jamur. Untuk melihat jenis jamur yang tumbuh pada media SDA dilakukan pemeriksaan secara mikroskopis dengan membuat slide preparat secara langsung dari kultur jamur dengan pewarna LCB (Lactofenol Cotton Blue). LCB merupakan metode yang paling banyak digunakan pewarnaan dan mengamati jamur karena kesederhanaan penggunaannya. LCB memiliki tiga komponen, yaitu fenol, yang akan membunuh setiap organisme hidup; asam laktat yang mempertahankan struktur jamur, dan cotton blue yang akan mewarnai kitin dalam dinding sel jamur. Pewarnaan dengan LCB sangat mudah dilakukan, mula-mula disiapkan objek glass kemudian difiksasi objek glass tersebut di atas api bunsen. Tujuan dari fiksasi ini adalah untuk menghilangkan lemak atau kotoran yang berada dalam objek glass sehingga tidak mengganggu pengamatan. Selanjutnya diambil ±2 tetes LCB dan diletakkan pada bagian tengah objek glass. Menggunakan ose, diambil isolat jamur di bagian tepi media PDA, kemudian ditambahkan ke dalam objek glass yang telah berisi LCB tersebut, dihomogenkan preparat secara perlahan agar tidak merusak komponen jamur tersebut kemudian ditutup dengan cover glass. Preparat kemudian diinkubasi selama ±20 menit agar LCB tersebut meresap secara optimal ke dalam struktur jamur sehingga warna dinding sel nya pun terwarnai secara optimal. Hindari terbentuknya gelembung karena bisa mempersulit proses pengamatan. Pengamatan kemudian dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran lensa objektif 10x dan 40x (Widhiasih, P. R., dkk. 2015).

Hasil pemeriksaan makroskopis kultur jamur pada roti yang telah jamuran yaitu memiliki warna abu-abu terdapat kekuningan ditengahnya dan warna hijau. Sedangkan pada bagian bawah dari media menujukkan adanya hifa yang berwarna kuning ke orange. Tekstur kultur jamur yaitu granular yang tampak koloni lebih kasar pada permukaannya dan terlihat banyak konidia yang terbentuk. Bentuk verrugasa yaitu koloni yang memiliki penampakan kusut dan keriput. Biasanya koloni tidak memiliki hifa arial. Dalam koloni jamur tidak terdapat tetesan eksudat atau tidak ada titik-titik cairan yang terlihat

pada

permukaan koloni dan koloni yang terbentuk memiliki garis yang konsentris.

Gambar 1. Kultur jamur roti Pemeriksaan mikroskopis jamur pada kultur jamur yang diambil yaitu jamur dengan warna abu-abu kekuningan dan warna hijau. Dari hasil pemeriksaan mikroskopis jamur dari koloni jamur didapatkan hasil jamur Aspergillus sp. Aspergillus merupakan mikroorganisme eukariot, saat ini diakui sebagai salah satu diantara beberapa makhluk hidup yang memiliki daerah penyebaran paling luas serta berlimpah di alam, selain itu jenis kapang ini juga merupakan kontaminan umum pada berbagai substrat di daerah tropis maupun subtropis. Oleh karena itu, kemungkinan besar banyak jenis Aspergillus juga dapat hidup pada roti (Dina Khaira & Netty S. 2016). Jamur Aspergillus sp dapat menghasilkan beberapa mikotoksin. Salah satunya adalah aflatoksin yang paling sering dijumpai pada hasil panen pertanian serta bahan makanan pokok di banyak negara berkembang sehingga mengancam keamanan pangan. Aflatoksin adalah jenis toksin yang bersifat karsinogenik dan hepatotoksik. Manusia dapat terpapar oleh aflatoksin dengan mengkonsumsi

makanan yang terkontaminasi oleh toksin hasil dari pertumbuhan jamur ini. Kadang paparan sulit dihindari karena pertumbuhan jamur di dalam makanan sulit untuk dicegah (Dina Khaira & Netty S. 2016). Aspergillus merupakan spesies jamur yang tersebar secara kosmopolitan, karena spora jamur yang mudah disebarkan oleh angin, mudah tumbuh pada bahan-bahan organik. Aspergillosis merupakan penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh infeksi jamur dari genus Aspergillus. Penyakit ini sering menyerang ayam, kalkun, burung liar dan burung dalam sangkar. Aspergillosis di Indonesia di sebabkan oleh beberapa spesies Aspergillus yaitu Aspergillus fumigarus, Aspergillus flavus, Aspergillus glaucus, Aspergillus niger, Aspergillus vesicolor (Praja & Yudhana, 2017). Aspergilus mempunyai hifa 2,5-8 µm, bercabang seperti pohon atau kipas dan miselium bercabang, sedangkan hifa yang muncul diatas permukaan merupakan hifa fertil, koloninya berkelompok, konidiofora berseptat atau nonseptat yang muncul dari sel kali, pada ujing hifa munculsebuah gelembung, pada sterigma muncul konidium-konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk untaian mutiara, konidium-konidium ini berwarna (hitam, cokelat, kuning tua, hijau) yang memberi warna tertentu pada jamur (Syaifuddin, 2017). Dari pemeriksaan mikroskopis pada koloni jamur berwarna abu-abu dengan bagian tengah kekuningan dan didapat hasil seperti pada gambar:

Gambar 2. Jamur Aspergilus Flavus Dari gambar tersebut maka dapat diidentifikasikan jenis jamur tersebut yaitu Aspergilus Flavus. Jamur dalam grup ini sering menyebabkan kerusakan makanan. Konidiofornya tidak berwarna, kasar, bagian atas agak bulat serta

konidia

kasar dengan bermacam-macam warna (Syaifuddin, 2017). Awalnya

koloni yang terbentuk berwarna putih dan memiliki permukaan beludru yang lembut. Pada inkubasi selanjutnya, koloni-koloni menjadi terangkat dan berubah menjadi flokos di bagian tengah, dengan beberapa isolat sangat floccose. Selama sporulasi, koloni menghasilkan konidia hijau kekuningan dan zaitun. Konidia menutupi seluruh permukaan koloni kecuali bagian tepinya. Perbatasan putih kemudian menghilang ketika koloni menjadi lebih besar dan menghasilkan lebih banyak konidia. Tidak ada eksudat yang diproduksi. Sisi kebalikan koloni berkerut dan sedikit coklat pucat. Konidia berbentuk bulat dengan dinding tipis, yang sedikit kasar dan berkisar antara 250 dan 450 μm (Thathana, 2017). Dari pemeriksaan mikroskopis jamur dari koloni berwarna hijau didapatkan hasil seperti pada gambar:

Gambar 3. Jamur Aspergilus Fumigatus Dari gambar tersebut dapat diidentifikasikan jenis jamur tersebut yaitu Aspergilus Fumigatus. Jamur jenis Aspergilus Fumigatus ini memiliki filamen yang dapat secara jelas diamati dengan mikroskop dengan mewarnai konidia jamur menggunakan larutan lactophenol cotton blue yang sebelumnya telah ditetesi alkohol 70% ke dalamnya. Oleh karena itu, seringkali penampang mikroskopik Aspergillus fumigatus berwarna kebiruan (Ranjani, N.P. 2014). Pada praktikum pengamatan biakan jamur roti kedua, dilakukan pengamatan pada biakan jamur yang telah diinokulasikan ke media baru sehingga peremajaannya baik. Media yang digunakan untuk meremajakan jamur adalah media Potato Dextrose Agar karena media ini mengandung bubuk kentang yang merupakan sumber makanan untuk kapang dan khamir sehingga sangat cocok untuk peremajaan jamur (Amalia,dkk., 2013). Pengamatan yang dilakukan masih

sama dengan praktikum sebelumnya, yaitu pertama secara makroskopis dengan melihat koloninya. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan koloni berkelompok, di bagian bawah berwarna kuning dan atas koloni berwarna hijau, hijau kekuningan dan ada pula hijau abu sedikit berkabut. Hifa pada koloni memiliki tekstur granuler karena pada permukaan koloni tampak kasar. Jika dilihat dari segi bentuk, koloni memiliki bentuk verrugasa yaitu dengan penampakan yang kusut dan keriput tanpa hifa arial. Pada koloni tidak terdapat garis radial sehingga koloni ini memiliki garis konsentris. Tidak terlihat adanya tetesan eksudat pada koloni. Hasil pengamatan di atas, koloni mengarah ke jamur Aspergillus sp. karena berdasarkan literature, Aspergillus sp. merupakan jamur yang mudah tumbuh terutama pada bahan makanan seperti roti, pada media tumbuh dengan koloni berkelompok, memiliki miselium di bagian bawah sehingga mewarnai bagian bawah koloni menjadi kuning, dan bagian atasnya merupakan spora yang berwarna hijau kekuningan, atau hijau abu (Amaike & Keller, 2011). Jika dilihat dari hasil praktikum sebelumnya, jamur yang diremajakan memang jamur Aspergillus sp. sehingga kemungkinan besar jamur ini memang jenis Aspergillus sp. Seperti yang ditemukan pada praktikum sebelumnya karena jika dilihat dari ciri-ciri koloninya sama dengan koloni yang diamati saat praktikum

sebelumnya.

Namun,

meskipun

demikian

pengamatan

harus

dilanjutkan secara mikroskopis karena kita tidak dapat menentukan jenis atau spesies jamur hanya dari penampakan makroskopisnya saja. Pada pengamatan mikroskopis seperti sebelumnya juga dibuat preparat dari koloni yang sudah dibiakkan. Pengambilan kami lakukan di luar BSC dengan bantuan api bunsen sebagai area steril dan dengan menggunakan beberapa peralatan untuk mengambil koloni dari biakan seperti ose runcing dan bulat. Ose runcing dibutuhkan untuk memisahkan bagian bawah koloni dari media, hal ini dilakukan agar mendapatkan jamur secara utuh sampai ke miselium, kemudian setelah terlepas, koloni diambil dengan ose bulat lalu diletakkan pada objek glass yang sudah ditetesi Lactofenol cotton blue sebagai zat pewarna. Lactophenol cotton blue (LCB) adalah salah satu pewarna yang digunakan untuk mewarnai kapang dan hasilnya berwarna biru. Dalam pewarnaan Lactophenol cotton blue, phenol berfungsi untuk mematikan

jamur. Glycerol mengawetkan preparat dan mencegah presipitasi dari cat dan cotton blue berfungsi untuk mewarnai jamur menjadi biru (Amalia,dkk., 2013). Setelah jamur diambil dan diletakkan pada objek glass, jamur diratakan dengan warna kemudian jamur yang ukurannya besar diambil dan dibakar pada ose. Hal ini dikarenakan sediaan jamur secara langsung ini termasuk preparat basah sehingga harus ditutup dengan menggunakan cover glass sebelum diamati di bawah mikroskop, jika sisa jamur yang besar tadi dibiarkan maka akan sulit menutup dengan cover glass. Saat pembuatan preparat sudah selesai, preparat harus difiksasi pada api bunsen agar jamur melekat pada objek glass dan strukturnya kuat. Pada pengamatan dengan lensa obyektif 40x, pada preparat pertama ditemukan jamur dengan ciri – ciri hifa bersepta, memiliki vesikel berbentuk bulat pada ujung konidiofor yang menopang konidia di atasnya. Sedang pada preparat kedua ditemukan jamur dengan ciri yang mirip, namun pada bagian vesikel sedikit lebih lonjong dan sedikit lebih transparan dari jamur pada preparat pertama yang biru pekat. Secara mikroskopis, jamur ini merupakan Aspergillus sp. Aspergillus merupakan jamur divisi Ascomycota yang dapat berkembang biak dengan seksual maupun aseksual. Aspergillus hidup sebagai saproba pada benda – benda organic. Kapang ini memiliki askus untuk menghasilkan askospora sebagai alat perkembangbiakan secara seksual, dan menghasilkan konidia pada konidium sebagai alat perkembangbiakan aseksual. Ciri yang khas pada Aspergillus adalah di ujung konidiofornya membentuk gelendong yang menopang konidium tempat konidia dihasilkan. Gelendong ini panjang dan bentuknya sedikit berbeda-beda pada setiap spesies Aspergillus. Gelendong ini disebut juga dengan vesikel. Aspergillus ini tidak memiliki hifa arial yang panjang namun hifa Aspergillus dapat dibagi menjadi dua yaitu hifa vegetative yang tumbuh ke bawah sebagai miselium dan hifa fertile tumbuh ke atas sebagai kondiofora. Miselium berfungsi untuk mencari makanan bagi jamur ini oleh karna itu disebut juga dengan hifa vegetative. Kedua jenis hifa pada Aspergillus memiliki sekat/septa (Amaike & Keller, 2011). Berdasarkan hasil pengamatan pada preparat pertama, ditemukan Aspergillus Fumigatus. Hal ini didukung oleh pengamatan secara makroskopis

yaitu koloni yang diambil adalah bagian koloni yang berwarna hijau keabuan berkabut. Aspergillus Fumigatus memang membentuk koloni berwarna hijau berkabut pada media (Amaike & Keller, 2011). Selain pengamatan makroskopis, secara mikroskopis yang mendukung bahwa jamur pada preparat pertama adalah Aspergillus Fumigatus adalah morfologinya yang sesuai yaitu memiliki miselia dan konidiofor yang bersepta, vesikelnya berbentuk bulat dan berwarna biru pekat, pada vesikel terdapat sterigma yang menopang konidium yang ditumbuhi konidia. Pada preparat kedua diperkirakan jamur Aspergillus Flavus. Hal ini juga didukung oleh pengamatan makroskopis yaitu koloni yang diambil adalah koloni yang berwarna hijau kekuningan, secara teoritis pada media Aspergilus Flavus membentuk koloni yang berwarna kuning kehijauan. (Amaike & Keller, 2011). Pada pengamatan mikroskopis yang membedakan dengan A. Fumigatus adalah vesikelnya yang lebih lonjong serta konidia lebih panjang. Selain itu, jamur A. Flavus lebih transparan dari Fumigatus pada pewarnaan dengan menggunakan Lactophenol cotton blue. Hal ini dapat dikarenakan perbedaan morfologi menyebabkan daya serap terhadap zat warna juga berbeda. Sehingga, berdasarkan pengamatan di atas dapat katakana bahwa jamur yang tumbuh pada media yang telah diremajakan adalah Aspergillus Fumigatus dan Aspergillus Flavus. Kedua jamur ini dalam kondisi dapat menjadi parasite sebagai penyebab penyakit pada manusia karena konidianya dapat menyebar bebas di udara sehingga kemungkinan besar dapat menginfeksi lewat inhalasi terutapa pada Aspergillus Fumigatus. (Amaike & Keller, 2011).

BAB V SIMPULAN Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dengan menggunakan sampel roti berjamur, mendapatkan hasil jamur yang terdapat pada roti yaitu Aspergillus fumigates dan Aspergillus Flavus. Aspergilus Flavus membentuk koloni yang berwarna kuning kehijauan. Pada pengamatan mikroskopis yang membedakan dengan A. Fumigatus adalah vesikelnya yang lebih lonjong serta konidia lebih panjang. Selain itu, jamur A. Flavus lebih transparan dari Fumigatus pada pewarnaan dengan menggunakan Lactophenol cotton blue.

DAFTAR PUSTAKA Amaike, S., & Keller, N. P. (2011). Review

of

Phytopathology.

Aspergillus flavus

Annual

https://doi.org/10.1146/annurev-phyto-072910-

095221.Diakses pada : 1 Maret 2019 Amalia, dkk.(2013). LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI UMUM. Tersedia pada : https://www.slideshare.net/fransiskaputeri/mikum-acara-4. Diakses pada : 1 Maret 2019 Dina Khaira Mizana, Netty Suharti, N. A. (2016). Artikel Penelitian Identifikasi Pertumbuhan Jamur Aspergillus Sp pada Roti Tawar yang Dijual di Kota Padang Berdasarkan Suhu dan Lama Penyimpanan. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(2), 355–360.

Retrieved

from

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/521 Widhiasih, P. R., dkk. (2015). PEMBUATAN PREPARAT LANGSUNG DARI KEROKANKULIT,

PEMBUATAN

KULTUR

JAMUR

DAN

PEMBUATANPREPARAT LANGSUNG DARI KULTUR JAMUR. Mikologi Kerokan Kulit edoc . https://edoc.site/mikologi-kerokan-kulit-2-pdf-free.html Praja, R. N., & Yudhana, A. (2017). ISOLASI DAN IDENTIFIKASI Aspergillus Spp PADA PARU-PARU

AYAM.

Jurnal

Medik

Veteriner

,

1

:

6-11.

https://media.neliti.com/media/publications/263734-isolasi-dan-identifikasiaspergillus-spp-3609c572.pdf Syaifuddin, A. N. (2017). IDENTIFIKASI JAMUR Aspergillus Sp PADA ROTI TAWAR

BERDASARKAN

MASA

SEBELUM

DAN

SESUDAH

KADALUARSA Thathana, M., Murage, H., Abia, A., & Pillay, M. (2017). Morphological Characterization and Determination of Aflatoxin-Production Potentials of Aspergillus flavus Isolated from Maize and Soil in Kenya. Agriculture, 7(10), 80. https://doi.org/10.3390/agriculture7100080 Mayasari, F. (2014). Bab II Tinjauan Pustaka. http://eprints.ung.ac.id/6173/3/2012-148401-821309011-bab2-11082012105823.pdf. Diakses pada 2 Maret 2019 Ranjani,

N.P.

2014.

BAB

I

PENDAHULUAN.

http://eprints.ums.ac.id/30650/3/BAB_I.pdf. Diakses pada 2 Maret 2019 Mizana ,Dina Khaira, dkk. 2016. Identifikasi Pertumbuhan Jamur Aspergillus Sp pada Roti Tawar yang Dijual di Kota Padang Berdasarkan Suhu dan Lama

Penyimpanan.

5(2).

Tersedia

pada

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/521/426 HIDAYATULLAH ,TAUFIK. 2018. IDENTIFIKASI JAMUR RHIZOPUS SP DAN ASPERGILLUS SP PADA PADA ROTI BAKAR SEBELUM DAN SESUDAH DIBAKAR YANG DIJUAL DI ALUN-ALUN JOMBANG. Tersedia pada http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/961/2/151310041%20TAUFIK %20HIDAYATULLAH%20KTI.pdf SYAIFUDDIN, ARIE NUR . 2017. IDENTIFIKASI JAMUR Aspergillus Sp PADA ROTI TAWAR BERDASARKAN MASA SEBELUM DAN SESUDAH KADALUARSA. Tersedia pada %20Arie.pdf

http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/130/7/KTI

LEMBAR PENGESAHAN

Dosen Pembimbing

Dosen Pembimbing

I Nyoman Jirna, S.KM., M.Si

Nyoman Mastra, S.KM., S.Pd., M.Si

Dosen Pembimbing

Dosen Pembimbing

Burhannuddin, S.Si., M. Biomed

Putu Ayu Suryaningsih, S.ST

NI KADEK SRIMURTINI

(P07134017005)

WAYAN SHANTI SAVITRI

(P07134017022)

NI MADE NARAYANI DWI LESTARI

(P07134017028)

DEWA AYU WIDIADNYASARI

(P07134017032)

NI KADEK SELVIANI

(P07134017043)

Related Documents


More Documents from "Nurlina"

8461-25085-1-pb
August 2019 4
Pendahuluan Media Sda
August 2019 9
Anemia Defisiensi Besi
November 2019 58
Publication.pdf
October 2019 53