Laporan Pendahuluan Gea.docx

  • Uploaded by: Wikan Hardiansyah
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Gea.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,529
  • Pages: 19
LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTERITIS AKUT DIRUANG ANAK RSUD DOA DAN HARAPAN

DISUSUN OLEH : FEBRI AMELIANTA FENNY ANGGITA WIKA HARDIANSYAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN KONVERSI 2019

JUDUL KASUS

:

GASTROENTERITIS AKUT

TEMPAT PENGAMBILAN KASUS

:

RUANG ANAK

NAMA

:

KELOMPOK 10

Bengkulu,

Maret 2019

Menyetujui,

RSUD Harapan dan Doa

Program Studi Ilmu Keperawatan Extensi STIKES Tri Mandiri Sakti

Preseptor Klinik (PK)

……………………………......

Preseptor Akademik (PA)

Ns. Fernalia, S. Kep, M. Kep

A. Definisi dan Anatomi Fisiologi 1. Definisi Gastroentritis merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/ hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/ hari. (A. Aziz Hidayat, 2008). Selain itu menurut Sudoyo Aru Gastroenteritis atau diare adalah buang air besar (defikasi) dengan tinja berbentuk cair/setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari pada biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Penularan diare karena infeksi melalui makan/minum yang terkontaminasi pathogen yang berasal/hewan atau muntahan penderita dan juga melalui udara atau melalui aktivitas seksual kontak oral/general atau melalui aktivitas seksual kontak oral/genetal atau aral-anal.(Sudoyo Aru,dll 2009). Dapat disimpulkan Gastroentritis merupakan inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh bakteri, usus, dan pathogen, yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/sehari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair).

2. Anatomi Fisiologi

Sistem pencernaan meliputi mulut, kerongkongan, esophagus, lambung, dan usus. Makanan yang masuk kedalam tubuh kita melalui beberapa tahap, yaitu ingesti; dimana intake makanan masuk ke dalam tubuh kita melalui proses memasukan makanan ke dalam mulut, pengunyahan dan menelan; digesti dimana terjadi perubahan fisik dan kimia zat makanan untuk dapat di absorbsi. Absorbsi dimana partikel zat makanan dari saluran cerna ke dalam aliran darah dan pembuluh limfe. Setelah tahap digesti dan absobsi dilalui,molekul-molekul kecil siap di gunakan oleh tubuh kita. Beberapa dari molekul molekul kecil tersebut di gunakan untuk alergi, yang lainnya seperti asam amino di gunakan untuk membangun, memperbaiki dan memproduksi sel. Bahan-bahan yang tidak dapat di digesti dan di absorbsi akan di eliminasi oleh tubuh. Sistem pencernaan terbagi atas organ utama dan organ aksesoris atau tambahan. Organ utama sistem pencernaan terdiri atas rongga mulut yang di dalamnya terdapat palatum, pipi dan bibir, lidah gigi, kelenjar ludah, faring, esofagus (kerongkongan), lambung (gaster), duodenum (usus halus), jejenunum, ileum, kolon yang terdiri atas kolon asenden (naik), transversum (horizontal) dan desenden (menurun) dan rektum. Sedangkan organ aksesorisnya terdiri atas kelenjar kelenjar ludah (glandula saliva), dimana terdapat kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis. Organ aksesoris lain yaitu hati/hepar dan pancreas.

B. Etiologi Menurut Ngastiyah (2009) penyebab terjadinya gastroenteritis ada 5 faktor, yaitu : 1. Faktor Infeksi adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama gastroentritis pada infeksi internal, meliputi : a. Infeksi bakteri Vibrio, E Coli, Samonela, Shigella, Campylobachter, yersinia, aeromonas dan sebagainya. b. Infeksi virus Ento (virus echo), coxsackie, poliomytis, adenovirus, rotavirus, astovirus, dan lain-lain. c. Infeksi parasit Cacing, protozoo, dan jamur

2. Faktor Malabsorbsi Malabsorbsi karbohidrat meliputi air di sakarida (intoleransi lactora, maltose, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, friktosa, dan gluktosa), pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa. Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50 mg laktosa perliter). Maka pada bayi dam balita diare intoleransi laktosa mendaat perhatian khusus. Penyababnya karena pada bayi pembentukan enzim lipase yang berfungsi memecah laktosa belum sempurna, sehingga menyababkan bayi diare, dan lipase akan berfungsi optimal saat berusia 4-6 bulan. Kondisi ini biasanya terjadi pada usia bayi 1-2 bulan dan tidak menyababkan berat badannya turun. Selain itu malabsorbsi lemak dan protein. 3. Faktor Makanan Makanan basi beracun dan alergi makanan. 4. Faktor Kebersihan

Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum mengkonsumsi makanan. 5. Faktor Psikologi Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan gastoentritis karena dapat merangsang peningkatan peristaltic usus.

C. Klasifikasi Menurut Sunato gastroentritis dapat diklasifikasikan mejadi tiga, yaitu : (Sunato,2009) 1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan : a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan Enterotolitis nektrotikans. b. Diare non spesifik : diare dietetis. 2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare : a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan oleh bakteri, virus dan parasit. b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya: diare karena bronkhitis. 3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu: a. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari. b. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang, disetujui bahwa definisi diare kronik ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih. (sunato,2009).

D. Patofisologi Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi

ke

lamina

propia

serta

kerusakan

mikrovili

yang

dapat

menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus,

Adenovirus

enteris,

Virus Norwalk),

Bakteri

atau toksin

(Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana

merusak

sel-sel,

atau

melekat

pada

dinding

usus

pada

Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.(Sudoyo Aru,2009).

Pathway

E. Gejala Klinis Menurut Kliegman tanda gejala gastroenteritis, yaitu : (Kliegman,2010) 1. Secara umun : a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer. b. Terdapat tanda gejala dehidrasi : turgor kuit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membrane mukosa kering. c. Demam d. Nafsu makan berkurang e. Mual dan muntah f. Anoreksia g. Lemah h. Pucat i. Nyeri abdomen j. Perih di ulu hati k. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat Menurun atau tidak adanya pengeluaran urine. Bila penderita telah banyak kehilangan banyak cairan elektrolit, maka gejala dehidrasi tampak. Menurut Nelson (2009), ada 3 tingkatan dehidrasi, yaitu: a. Dehidrasi ringan Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok, ubun-ubun dan mata cekung, minum normal, kencing normal. b. Dehidrasi sedang Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. gelisah, sangat haus, pernafasan agak cepat, ubun-ubun dan mata cekung, kencing sedikit dan minum normal. c. Dehidrasi berat Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis, denyut

jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah turun, warna urine pucat, pernafasan cepat dan dalam, turgor sangat jelek, ubun-ubun dan mata cekung sekali, dan tidak mau minum. Atau yang dikatakan dehidrasi bila:

F.

1.

Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25ml/kgBB.

2.

Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB.

3.

Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB.

Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat. 2. Pemeriksaan sistematik : Inspeksi :

mata

cekung,

membrane mukosa kering,berat

badan

menurun,anus kemerahan. Perkusi : adanya distensi abdomen. Palpasi : Turgor kulit kurang elastis. Auskultasi : terdengarnya bising usus.(Hudack&Gallo,2007). G. Pemeriksaan Penunjang/Diangnostik 1.

Pemeriksaan Tinja a.

Makroskopis dan mikroskopis.

b.

pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

c. 2.

Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

Pemeriksaan Darah a.

pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium,

dan

Fosfor)

dalam

serum

untuk

keseimbangan asama basa. b. 3.

Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

Intubasi Duodenum (Doudenal Intubation).

menentukan

Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik. H. Terapi/Tindakan Penanganan 1.

Terapi Famakologi a.

Obat-obatan Antiemetik Untuk mengatasi muntah

b.

Obat-obatan anti diare Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare serta dapat diberikan oralit.

c.

Pemberian air minum Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk mengatasi ketidakseimbangan yang terjadi.

d.

Pemberian cairan intravena Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan intravena. Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih untuk kasus-kasus dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan menambah volume plasma. Segera setelah pasien mencapai normotensi, separuh dari larutan garam normal (0,45%) diberikan untuk menyediakan air bagi sel-sel dan membantu pembuangan produk-produk sisa metabolisme.

e.

Pemberian bolus cairan IV Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk mengetahui

apakah

aliran

kemih

akan

meningkat,

yang

menunjukkan fungsi ginjal normal. 2.

Terapi Non Farmakalogi Penanganan penderita gastroenteritis secara non farmakologi antara lain: b.

Pemberian Makanan.

c.

Makanan yang diberikan pada penderita gastroenteritis adalah makanan yang mudah dicerna seperti makanan setengah padat

(bubur). Pada bayi dapat diberikan susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh). Air susu ibu (ASI) mempunyai khasiat preventif secara imunologi dengan adanya antibodi dari zat-zat lain yang dikandungnya.

I.

d.

Menjaga kebersihan lingkungan disekitar tempat penderita.

e.

Selalu membiasakan untuk mencuci tangan dengan bersih.

Komplikasi Menurut Kliegman ada 8 komplikasi gastroenteritis, yaitu : (kliegman,2010)

J.

1.

Demam

2.

Dehidrasi

3.

Hipokalemia

4.

Hipokalsemia

5.

Ilues peristaltic

6.

Hiponatremi

7.

Syok hipovalemik

8.

Asidosis

Pengkajian Keperawatan Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data, dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik. 1.

Indentitas Klien

2.

Riwayat Keperawatan a.

Keluhan utama

b.

Riwayat kesehatan / penyakit sekarang

c.

Riwayat kesehatan / penyakit dahulu

d.

Riwayat kesehatan / penyakit keluarga

e.

Riwayat tumbuh kembang (usia 2 tahun)

3.

Pemeriksaan Fisik

4.

Pemeriksaan tumbuh kembang

5.

Pemeriksaan penunjang

K. Diagnosa Keperawatan 1.

Defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.

2.

Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah.

3.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.

4.

Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit berhubungan dengan kehilangan natrium dan klorida

5.

L.

Anoreksia berhubungan dengan metabolism oleh bakteri.(Nanda,2011)

Intervensi No

Dx .

Tujuan/Kriteria hasil

Intervensi

Keperawatan 1

Defisit volume

NOC :

NIC :

cairan

1. Fluid balance

berhubungan

2. Hydration

dengan

3. Nutritional Status : Food and

output cairan

Fluid Intake

yang

kriteria hasil:

berlebihan.

1. Mempertahankan urine

Fluid Monitoring 1.

Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

2.

Monitor status hidrasi ( kelembaban membran

output sesuai dengan

mukosa, nadi adekuat,

usia dan BB, BJ urine

tekanan darah ortostatik

normal,

), jika diperlukan

2. Tekanan darah, nadi,

3.

Monitor hasil lab yang

suhu tubuh dalam batas

sesuai dengan retensi

normal

cairan (BUN , Hmt ,

3. Tidak ada tanda tanda

osmolalitas urin,

dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,

albumin, total protein ) 4.

Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam

membran mukosa lembab, tidak ada rasa

5.

Kolaborasi pemberian

haus yang berlebihan 4. Orientasi terhadap waktu dan tempat baik. 5. Jumlah dan irama

6.

Monitor status nutrisi

7.

Berikan cairan ora

8.

Berikan penggantian

pernapasan dalam batas

nasogatrik sesuai output

normal

(50 – 100cc/jam)

6. Elektrolit, Hb, Hmt dalam 7.

cairan IV

9.

Dorong keluarga untuk

batas normal

membantu pasien

pH urin dalam batas

makan

normal

10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih

8. Intake oral dan intravena

muncul meburuk

adekuat

11. Atur kemungkinan tranfusi 12. Persiapan untuk tranfusi 13. Pasang kateter jika perlu 14. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam 2

Gangguan kebutuhan

NOC : 1. Nutritional status: Adequacy of

nutrisi kurang dari

nutrient.

Nutrition Management 1.

2. Nutritional Status : food and

kebutuhan tubuh

NIC :

Fluid Intake. 3.

Weight Control

Kaji adanya alergi makanan

2.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

berhubungan dengan mual dan muntah

Kreteria hasil :

jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

1. Mual, muntah berkurang/tidak ada

3.

Yakinkan diet yang

2. Nafsu makan meningkat

dimakan mengandung

3. Diet dihabiskan

tinggi serat untuk

4. Turgor kulit elastis

mencegah konstipasi 4.

Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

5.

Monitor adanya penurunan BB dan gula darah

6.

Monitor lingkungan selama makan

7.

Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

8.

Monitor turgor kulit

9.

Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht

10. Monitor mual dan muntah 11. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva 12. Monitor intake nuntrisi 13. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi 14. Kolaborasi dengan dokter

tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan. 15. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan 16. Anjurkan banyak minum 17. Pertahankan terapi IV line 3

Gangguan

NOC :

NIC :

rasa nyaman

1. Pain Level

nyeri

2. pain control

berhubungan

3. comfort level

Pain Management 1. Lakukan pengkajian nyeri secara

dengan

komprehensif termasuk

distensi

lokasi, karakteristik,

abdomen.

Kriteria hasil: 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Observasi reaksi

tehnik nonfarmakologi untuk

nonverbal dari

mengurangi nyeri, mencari

ketidaknyamanan

bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri

3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari

berkurang dengan

dan menemukan

menggunakan manajemen

dukungan

nyeri 2. Mampu mengenali nyeri

4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi

(skala, intensitas, frekuensi

nyeri seperti suhu

dan tanda nyeri)

ruangan, pencahayaan

3. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 4. Tanda vital dalam rentang normal 5. Tidak mengalami gangguan tidur

dan kebisingan 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur 10. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Daftar Pustaka

Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Ngastiyah. 2009. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.

Behrman., Kliegman. & Arvin. 2010. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol 2). Jakarta : EGC. 854 – 856.

Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab. Jakarta: EGC, 2009 : (1): 561-3.

Hudak & Gallo, 2007. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC.

Related Documents


More Documents from "Dwi suci rhamdanita"