Laporan-pendahuluan-asma (2).docx

  • Uploaded by: Arik Faisal
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan-pendahuluan-asma (2).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,163
  • Pages: 14
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Oleh : Ariq Dhia Faisal R. 1501460029

KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PRODI KEPERAWATAN MALANG 2018

LAPORAN PENDAHULUAN

1. PENGERTIAN Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napasa yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes RI, 2009) Asma Bronkial adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Huddak & Gallo, 1997). Jadi dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit jalan napas obstruktif yang disebabkan oleh berbagai stimulan, yang ditandai dengan spasme otot polos bronkiolus.

2. ETIOLOGI Ada

beberapa

hal

yang

merupakan

faktor

predisposisi

dan

presipitasi

timbulnya serangan asthma bronkial. a. Faktor predisposisi 1) Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi 1) Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. b) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-obatan. c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti : perhiasan, logam dan jam tangan. 2) Perubahan cuaca. Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. 3) Stress Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. 4) Lingkungan kerja. Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. 5) Olah raga/aktifitas jasmani yang berat. 6) Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3. PATOFISIOLOGI Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak perubahan dijalan nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan peradangan selaput lender, penebalan

membrane basa, hipersekresi kalenjar mucus dan yang lebih ringan kontraksi otot polos. Perubahan histology yang sama dpat dijumpai pada keadaan tanpa serangan akut akibat pajanan kronik derajat rendah ke satu atau lebih pemicu asma. Melalui berbagai jalur, zat-zat pemicu tersebut merangsang degranulasi sel mast dijalan nafas yang menyebabkan pembebasan berbagai mediator yang bertanggung jawab untuk perubahan yang terjadi. Mediator yang terpenting mungkin adalah leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti bahwa histamine, PAF, neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein yang berasal dari eosinofil juga berperan penting dalam proses ini. obstruksi menyebabkan peningkatan resistensi jala nafas (terutama pada ekspirasi karena penutupan jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu dini); hiperinflasi paru; penurunan elastisitas dan frekuensi-dependent compliance paru; peningkatan usaha bernafas dan dispneu; serta gangguan pertukaran gas oleh paru. Obstruksi

yang terjadi

tiba-tiba besar kemungkinannya disebabkan oleh

penyempitan jalan nafas besar, dengan sedikit keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya berespon baik terhadap terapi bronkodilator. Asma yang menetap dan terjadi setiap hari hampir selalu memiliki komponen atau fase lambat yang menyebabkan penyakit jalan nafas halus kronik dan kurang berespon terhadap terapi bronkodilator saja. Eosinofil diperkirakan merupakan sel efektor utama pada pathogenesis gejala asma kronik, dimana beberapa mediatornya menyebabkan kerusakan luas pada stel epitel bronkus serta perubahan-perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel mungkin sitokin (termasuk sel mast, sel epitel, makrofag dan eosinofil itu sendiri) yang mempengaruhi diferensiasi, kelangsungan hidup, dan fungsi eosinofil, sel T type TH2 dianggap berperan sentral, karena sel ini mampu mengenali antigen secara langsung. Obstruksi pada asma biasanya tidak sama, dan defek ventilasi-perkusi menyebabkan penurunan PaO2. Pada eksaserbasi asma terjadi hiperventilasi yang disebabkan oleh dispneu. pada awalnya banyak keluar dan Pa CO2 mungkin rendah namun seiring dengan semakinparahnya obstruksi, PaCO2 meningkat karena hipoventilasi alveolus. Efek obstruksi berat yang timbul mencakup hipertensi pulmonaris, peregangan ventrik.

4. KLASIFIKASI a. Berdasarkan Penyebab

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu: 1) Ekstrinsik (alergik) Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi dalam keluarganya. 2) Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. 3) Asthma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).

b. Berdasarkan Derajat Penyakit No 1

2

Derajat

Gejala

Asma Intermitten-

Gejala Malam

Gejala <1x/minggu

£ 2 kali sebulan - VEP1 atau APE ³80%

-

Tanpa gejala antar serangan

-

Serangan singkat

Persisten ringan

Gejala

>1x/minggu

- Variabilitas APE <20%

tetapi > 2 kali sebulan - VEP1 atau APE ³80%

<1x/hari -

Faal Paru

- Variabilitas APE 20-30%

Serangan dapat mengganggu

Pengobatan - Inhalasi agonis B-2 jangka pendek

- Bronkodilator jangka pendek + obat anti inflamasi

aktivitas dan tidur 3

Persisten -

Gejala setiap hari

sedang

Serangan

-

aktivitas dan tidur

mengganggu

> 2 kali sebulan - VEP1 atau APE 60-80% - Setiap - Variabilitas APE >30%

hari

memakai agonis B2 jangka pendek - Bronkodilator jangka pendek+kortikoster oid inhalasi+bronkodlat

or jangka panjang (asma malam) 4

Persisten -

Gejala terus menerus

berat

-

Sering kambuh

-

Aktivitas fisik terbatas

Sering

- VEP1 atau APE £60% - (Depkes RI, 2009; Mulia, 2000)

c. Berdasarkan derajat serangan Parameter Klinis, Fungsi Faal

Ringan

Sedang

Ancaman

Berat

Henti Napas

Paru,Laboratorium Sesak (breathless)

Aktivitas:

Aktivitas:Berbicara Aktivitas:Istir

Berjalan

Bayi :

Bayi :

Tangis pendek dan Bayi :

Menangis

lemah,

keras

menetek/makan

ahat

kesulitan Tidak

makan/minu m

Posisi

Bisa berbaring

Lebih suka duduk

mau

Duduk bertopang

lengan Bicara

Kalimat

Penggal kalimat

Kata-kata

Sianosis

Tidak ada

Ada

Ada

Nyata

Wheezing

Sedang,

Sulit/tidak

Ya

Gerakan

sering hanya terdengar pada

akhir

ekspirasi Penggunaan otot bantu Biasanya napas

Biasanya ya

tidak

paradok torakoabdominal

Retraksi

Dangkal,

Sedang,ditambah

Dalam,

retraksi

retraksi

ditambah

interkostal

suprasternal

napas cuping

Takipnu

hidung Frekuensi nadi

Normal

(Gina, 2006 dalam Depkes RI 2009)

Takikardi

Takikardi

£90%

Takipnu Takipnu Bradipnu

5. TANDA DAN GEJALA a. Gejala awal berupa: -

Batuk terutama pada malam atau dini hari

-

Sesak napas

-

Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya

-

Rasa berat di dada

-

Dahak sulit keluar.

-

Belum ada kelainan bentuk thorak

-

Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E

-

BGA belum patologis

b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa atau disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang berat adalah: -

Serangan batuk yang hebat

-

Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal

-

Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)

-

Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk

-

Kesadaran menurun

-

Thorak seperti barel chest

-

Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus

-

Sianosis

-

BGA Pa O2 kurang dari 80%

-

Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal, terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada. b. Pemeriksaan Fungsi Paru Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien.

c. Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test) Dilakukan untuk mencari faktor alergi. d. Pemeriksaan Darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

7. PENGKAJIAN a. Identitas Klien 1) Riwayat kesehatan masa lalu 2) Riwayat kesehatan sekarang 3) Status mental 4) Pernapasan 5) Gastro intestinal 6) Pola aktivitas b. Pemeriksaan Fisik 1) Dada a) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum b) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal c) Keabnormalan struktur Thorax d) Contour dada simetris e) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata f) RR dan ritme selama satu menit. 2) Palpasi a) Temperatur kulit b) Premitus : fibrasi dada c) Pengembangan dada d) Krepitasi e) Massa f) Edema 3) Auskultasi a) Vesikuler b) Hyper ventilasi c) Rochi

d) Wheezing c. Pemeriksaan Penunjang

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Pola Napas Tidak Efektif b. Bersihan Jalan Napas Tidak efektif c. Kerusakan Pertukaran Gas d. Resiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh

9. INTERVENSI KEPERAWATAN a. Diagnosa 1 : pola napas tidak efektif Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pola napas klien kembali efektif Kriteria Hasil: -

Klien tidak mengeluh sesak

-

RR 16-20 x/menit

-

Wajah rileks

-

Tidak ada penggunaan otot bantu napas

Intervensi 1) Kaji frekuensi nafas, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada Rasional:

Kecepatan

biasanya

meningkat,

kedalaman

pernafasan

bervariasitergantung derajat asma 2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas Rasional: Ronkhi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas 3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi Rasional: Memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan 4) Kolaborasi pemberian oksigen tambahan Rasional: Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas 5) Kolaborasi pemberian obat Rasional: Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkus yg mengalamin spasme shg lebih cepat berdilatasi

b. Diagnosa 2 : bersihan jalan napas tidak efektif

Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan nafas kembali efektif Kriteria Hasil: -

Dapat mendemonstrasikan batuk efektif

-

Dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi

-

Tidak ada suara nafas tambahan

-

Pernafasan klien normal (16-20x/mnt) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas

Intervensi: 1) Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum Rasional:

Kecepatan

biasanya

meningkat,

kedalaman

pernafasan

bervariasitergantung derajat asma Karakteristik sputum dpt menunjukkan berat ringannya obstruksi. 2) Atur posisi semi flowler Rasional: Meningkatkan ekspansi dada 3) Ajarkan cara batuk efektif Rasional: Batuk yg terkontrol & efektif dpt memudahkan pengeluaran sekret yg melekat di jalan nafas 4) Bantu klien latihan nafas dalam Rasional: Ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas & meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan nafas besar u/ dikeluarkan 5) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik postural drainase, perkusi, & fibrasi dada Rasional: Fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.

c. Diagnosa 3 : kerusakan pertukaran gas Tujuan: Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat. Kriteria Hasil: -

Frekuensi nafas 16 – 20 kali/menit

-

Frekuensi nadi 60 – 120 kali/menit

-

Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal

Intervensi 1) Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran

Rasional: Kecepatan Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien 2) Tempatkan klien pada posisi semi fowler Rasional: Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik 3) Berikan terapi intravena sesuai anjuran Rasional: Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat – obat darurat. 4) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2 Rasional: Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan.

d. Diagnosa 4 : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam intake dan output cairan seimbang setelah dilakukan intervensi. Kriteria Hasil: -

Frekuensi BB meningkat

-

Nafsu makan (+)

-

Malnutrisi (-)

-

Intake dan output dalam batas normal

Intervensi: 1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Rasional: Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea. 2) Auskultasi bising usus Rasional: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi 3) Timbang berat badan sesuai indikasi Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori 4) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi Rasional: Pengobatan Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan. 5) Konsul dengan ahli gizi mengenai kebutuhan nutrisi pasien Rasional: Kebutuhan kalori didasarkan pada kebutuhan pasien untuk memperoleh nutrisi yg maksimal

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Indonesia. Hudack&Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC. Direktorat BIna Farmasi dan Klinik. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma.616.238 Ind P. Departemen Kesehatan RI. Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning, Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F. A. Davis Company Mulia, J Meiyanti. 2000. Perkembangan Patogenesis Dan Pengobatan Asma Bronkial. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol 19 No. 3. Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001

More Documents from "Arik Faisal"

Warung Kopi.docx
December 2019 40
Ringkasan Literatur.docx
December 2019 39
Masalah.docx
December 2019 22
12.docx
December 2019 25
Bab 2.docx
December 2019 39