No 1.
Nama Penulis
Judul Jurnal
Hasil
Pembahasan
Nayoko. (2016).
Perbandingan
Suhu tubuh responden yang diberi cairan infus suhu ruangan saat
Menurut Owen (2005) bahwa tindakan anestesi Spinal
Perbandingan Efektifitas
Efektifitas
pre operasi seluruhnya normal yaitu 100 % dan juga seluruhnya
terjadi
Pemberian Cairan Infus
Pemberian
tidak menggigil (skor 0) sebesar 100%. Sedangkan suhu tubuh
vasodilatasi yang mengakibatkan perpindahan panas dari
Hangat Terhadap
Cairan Infus
responden yang diberi cairan infus suhu ruangan saat post operasi
kompartemen sentral ke perifer, hal ini menyebabkan
Kejadian Menggigil
Hangat
sebagian besar suhunya mengalami hipotermi sebesar 61,90% dan
hipotermi.
Pada Pasien Sectio
Terhadap
sebagian besar mengalami menggigil derajat 1-4, sedangkan
Hasil penelitian membuktikan bahwa responden yang diberi
Caesaria Di Kamar
Kejadian
derajat menggigil terbanyak pada skor 3 sebesar 38,10%.
cairan infus suhu ruangan sebagian besar saat post operasi
Operasi. Jurnal
Menggigil Pada
Suhu tubuh responden yang diberi cairan infus hangat saat pre
mengalami hipotermi dan menggigil sampai derajat 4 dan
Keperawatan
Pasien Sectio
operasi seluruhnya normal yaitu 100 % dan juga semua responden
terbanyak adalah menggigil derajat 3 (tremor intermiten
Muhammadiyah, 1 (1):
Caesaria Di
tidak menggigil (skor 0) sebesar 100%. Sedangkan suhu tubuh
seluruh
86-92.
Kamar Operasi
responden yang diberi cairan infus hangat saat post operasi
mendapatkan anestesi dan pemberian cairan infus suhu
sebagian besar responden suhunya normal sebesar 95,24% dan
ruangan kamar opearasi.
sebagian besar responden tidak mengalami menggigil (skor 0)
Menurut Oyston (2000) bahwa cara yang dapat dilakukan
sebesar 95,24%.
untuk mencegah atau mengatasi menggigil saat anestesi
Pada responden yang diberikan cairan infus suhu ruangan kamar
antara lain adalah menjaga suhu tubuh tetap normal selama
operasi sebagian besar mengalami menggigil, dari jumlah
tindakan pembedahan. Pendekatan yang ditempuh dapat
responden yang menggigil sebagian besar menggigil derajat 3.
berupa non farmakologis menggunakan konduksi panas,
blok
pada
tubuh).
sistem
Hal
ini
simpatis
terjadi
sehingga
karena
terjadi
responden
sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap sistem regulasi tubuh terhadap menggigil seperti pemberian cairan infus yang dihangatkan. Hasil penelitian membuktikan setelah dilakukan observasi pada saat post operasi sebagian besar responden suhunya normal (tidak hipotermi) dan juga sebagian besar responden tidak mengalami menggigil. Dengan demikian pemberian infus hangat dapat digunakan sebagai metode untuk mencegah menggigil.
2.
Campbell G, Alderson P,
Warming of
We included in this review 24 studies with a total of 1250
Smith AF, Warttig S.
intravenous and
participants. The trials included various numbers and types of
2015. Warming of
irrigation fluids
participants. Investigators used a range of methods to warm fluids
intravenous and
for preventing
to temperatures between 37°C and 41°C.We found that evidence
irrigation fluids for
inadvertent
was of moderate quality because descriptions of trial design were
preventing inadvertent
perioperative
often unclear, resulting in high or unclear risk of bias due to
perioperative
hypothermia
inappropriate or unclear randomization and blinding procedures.
hypothermia.
(Review)
These factors may have influenced results in some way. Our
Cochrane Database of
protocol specified the risk of hypothermia as the primary
Systematic
outcome; as no trials reported this, we decided to include data
Issue
4.
Reviews, Art.
No.:
related to mean core temperature. The only secondary outcome
CD009891.
reported in the trials that provided useable data was shivering. Evidence was unclear regarding the effects of fluid warming on bleeding. No data were reported on our other specified outcomes of cardiovascular complications, infection, pressure ulcers, bleeding, mortality, length of stay, unplanned intensive care admission and adverse events. Researchers found that warmed intravenous fluids kept the core temperature of study participants about half a degree warmer than that of participants given room temperature intravenous fluids at 30, 60, 90 and 120 minutes, and at the end of surgery. Warmed intravenous fluids also further reduced the risk of shivering compared with room temperature intravenous
fluids
Investigators
reported
no
statistically
significant differences in core body temperature or shivering between individuals given warmed and room temperature irrigation fluids. 3.
Snezana B. Milosavljevic
Influence of
Serum cortisol levels were significantly higher in the general
Aleksandar P. Pavlovic
Spinal and
anesthesia group compared to the spinal anesthesia group
Sladjana V. Trpkovic
General
(p<0.01). Glycemia was significantly higher in the general
Aleksandra N. Ilić
Anesthesia on
anesthesia group (p<0.05). There was a statistically significant,
Ana D. Sekulic
the Metabolic,
positive correlation between serum cortisol levels and glycemia
Hormonal, and
at all times observed (p<0.01). Systolic and diastolic AP did not
Hemodynamic
differ significantly between the groups (p=0.191, p=0.101). The
Response in
HR was significantly higher in the general anesthesia group
Elective
(p<0.01). SpO2 values did not differ significantly between the
Surgical
groups (p=0.081).
Patients
Conclusions: Based on metabolic, hormonal, and hemodynamic responses, spinal anesthesia proved more effective than general anesthesia in suppressing stress response in elective surgical patients.
4.
Zahraul mufidah 2017
Pengaruh
Berdasarkan penelitian ( Zahraul mufidah 2017), bahwa rata-rata
pemberian infus
kestabilan hemodinamik pada pasien yang diberikan infus yang
yang
dihangatkan yaitu pada menit ke 51, sedangkan pada pasien yang
dihangatkan dan
diberikan selimut standar rata-rata hemodinamik stabil pada menit
selimut standar
ke 92, serta pada pasien yang diberi tindakan pemberian matras
terhadap
RS rata-rata hemodinamik stabil pada menit ke 26.
perubahan hemodinamik pasien post operasi SC dengan spinal anestesi di RR RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
5.
Dyah Ayu Retno Palupi
Pengaruh
Didapatkan rata-rata (mean) sebelum diberikan cairan infus yang
2017
pemberian
dihangatkan sebesar 35,5 dan sesudah diberikan cairan infus yang
cairan
infus
dihangatkan sebesar 36,32 menunjukkan adanya perbedaan yang
yang
berarti antara sebelum dan sesudah diberikan cairan infus yang
dihangatkan
dihangatkan, sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata (mean)
terhadap
sebelum diberikan cairan suhu ruangan sebesar 35,02 dan sesudah
kejadian
diberikan cairan infus suhu ruangan sebesar 35,70 juga
PAS(Pos
menunjukkan adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah
Anestesia
diberikan cairan infus yang dihangatkan namun pada kelompok
Shivering) pada
perlakuan diketahui lebih besar nilai perubahan suhu tubuhnya
pasien
dengan
pada sebelum dan sesudah observasi atau nilai perubahan suhu
GA di RSUD
tubuhnya pada kelompok perlakuan lebih cepat dari pada
dr. mohammad
kelompok kontrol dalam kurun waktu 30 menit.
Saleh Probolinggo 6.
Ellysa. 2018
Hubungan
Untuk kelompok dengan suhu pemberian infus paling tinggi (38
Pemberian Infus
o
Hangat Dengan
menit. Untuk kelompok (37.5 oC) rata-rata waktu pencapaian
Waktu
normalitas hemodinamik adalah 22.5 menit. Sedangkan untuk
Pencapaian
kelompok dengan infus hangat paling rendah (37 oC) memiliki
Normalitas
rata-rata waktu pencapaian normalitas 30.8 menit.
Hemodinamik Pada Pasien Post Operasi General Anestesi Diruang
C) memiliki waktu pencapaian normalitas paling cepat yaitu 21.6
Pemulihan RS Lavalette.
7.
Harahap, 2014
Angka Kejadian
Pada penelitian ini karakteristik usia rata-rata pasien ialah 70,63
Hipotermia dan
tahun dengan rentang usia 65–86 tahun. Jenis kelamin perempuan
Lama Perawatan
lebih banyak apabila dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 51,2%.
di Ruang
Indeks massa tubuh (IMT) ratarata pasien adalah 22,60 kg/m2,
Pemulihan
dengan indeks massa tubuh paling rendah 17,58 kg/m2 serta
pada Pasien
indeks massa tubuh paling besar 26,04 kg/m2 Lama operasi rata-
Geriatri
rata ialah 199,88 menit dengan durasi tindakan operasi paling
Pascaoperasi
cepat 70 menit dan paling lama adalah 495 menit. Suhu ruang
Elektif Bulan
operasi rata-rata adalah 23,73 0C. Selanjutnya, lama puasa rata-
Oktober 2011–
rata adalah 8,8 jam dengan lama puasa paling cepat 6 jam dan
Maret
puasa paling lama 14 jam.
2012 di Rumah
Angka kejadian hipotermia saat pasien di ruang pemulihan
Sakit Dr. Hasan
sebanyak 113 orang (87,6%) dengan suhu tubuh rata-rata saat
Sadikin
masuk ruang pemulihan 35,7 0C, median 35,7 0C, suhu tubuh
Bandung
paling rendah 35,3 0C, suhu tubuh paling tinggi 36,1 0C.
8.
Sjamsuhidajat,
R.
Karnadihardja,W. Prasetyono,
Bedah T.O.H,.
Rudiman, R. 2012. Buku Ajar
Ilmu
Jakarta: EGC.
Buku Ajar Ilmu
Bedah.
9.
Gruendemann, Fernsebner,
B.
B.J.,
Keperawatan
2006.
Perioperatif
Keperawatan Perioperatif.
Jakarta:
EGC. 10.
Lanham, S dkk. 2013.
Anaesthesia on
Anaesthesia on the move.
the move
Jakarta Barat: PT Indeks Permata Puri Media. 11.
Diaz, dkk. 2010. Thermoregulation: Physiological and Clinical Considerations during Sedation and General Anesthesia. American Dental Society of
Anesthesiology.
57:25-33 12.
Widiyanto, dkk. 2013. Efektifitas
convective
warmer
dibandingkan
dengan
blood/infusion
warmer dalam mengatasi hypothermia pada pasien paska bedah laparotomi di RSUD BANYUMAS Fakultas ilmu kesehatan
Deleterious Effects 1. Cardiac arrhythmias and ischemia 2. Increased peripheral vascular resistance 3. Left shift of the hemoglobin-oxygen saturation curve 4. Reversible coagulopathy (platelet dysfunction) 5. Postoperative protein catabolism and stress response 6. Alteredmental status 7. Impaired renal function 8. Decreased drugmetabolism 9. Poor wound healing 10. Increased incidence of infection
UMP 13.
Claeys, M. A.,Gepts E. & Camu,F. 1988. Haemodynamic Changes During Anaesthesia Induced And Maintained With Propofol. Belgium: Britis Journal Of Anaesthesia, 60, 3-9.
In conclusion, the major haemodynamic effect of propofol is a decrease in arterial pressure as a result of decreased SVR, rather than reduced SV or CO. In combination with other centrally vagotonic drugs, such as opioids, the resetting of the baroreflex set point may result in a slower HR and inadequate peripheral perfusion pressures, and has to be managed with care. The ventilatory impairment may limit the use of an infusion of propofol in spontaneously breathing patients.
EFFECTS OF ANAESTHESIA ON THERMOREGULA TION (Kam and Power 2015:285).
General anaesthesia increases the interthreshold range by decreasing the thermoregulatory threshold to cold by approximately 2.5°C and increasing the threshold temperature by approximately 1.3°C. Within this expanded interthreshold range, the patients are poikilothermic as active thermoregulatory responses are absent so that body temperature changes passively in proportion to the difference between metabolic heat production and heat lost to the environment. In conclusion, the major haemodynamic effect of propofol is a decrease in arterial pressure as a result of decreased SVR, rather than reduced SV or CO. In combination with other centrally vagotonic drugs, such as opioids, the resetting of the baroreflex set point may result in a slower HR and inadequate peripheral perfusion pressures, and has to be managed with care. The ventilatory impairment may limit the use of an infusion of
propofol in spontaneously breathing patients Often enough, however, some bleeding continues – usually invisibly – into the traumatized tissue. Fluid therapy will need to be adjusted to meet the patient’s requirements as judged by cardiovascular signs and urine production. A balanced salt solution such as normal saline or Ringer’s lactate will serve as long as there is no need to worry about electrolytes, red blood cells, and plasma proteins.