Laporan B3 Komplit

  • Uploaded by: ajie
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan B3 Komplit as PDF for free.

More details

  • Words: 3,275
  • Pages: 17
PRAKTIKUM I PENETAPAN KADAR KROMIUM DALAM SAMPEL LIMBAH CAIR SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBLE (Tanggal: 15 April 2009) Tujuan: •

Menentukan kadar limbah Cr6+ dalam limbah cair dengan menggunakan alat spektrofotometer visibel



Menentukan efisiensi pengolahan limbah dengan menggunakan zat pereduksi dan pengendapan menggunakan air kapur

Prinsip: •

Cr 6 + dalam limbah cair direduksi dengan NaHSO 3 dengan penambahan larutan NaOH sebagai pensuasana akan berubah menjadi Cr 3+ . Cr 3+ selanjutnya diendapkan dengan penambahan kapur menjadi Cr(OH) 3 . Endapan ini kemudian disaring dan hasil saringannya ditamabahkan dengan zat pembangkit warna defenil karbazida yang selanjutnya dapat diukur dengan spektrofotometer visibel yang berprinsip pada absorbsi cahaya dan sifat serapannya mengikuti ketentuan Beer-Lambert.

Reaksi: •

Reduksi :Cr 6 + + 3e



(kuning ) Oksidasi : SO32- + H2O

Cr 3+ (hijau) SO42- + 2H+ + 2e

2 Cr6+ + 3SO32- + 3H2O



Cr 3+ + 3OH − (hijau)

2Cr3+ + 3SO42- + 6H+

Cr(OH) 3 (s) (putih)

Cara Kerja: Preparasi Sampel •

Dipipet 100 ml limbah cair yang mengandung Cr 6 + , lalu dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml



Ditambahkan NaHSO 3 tetes demi tetes hingga larutan berwarna hijau

1



Ditambahkan NaoH 4 N sampai pH larutan menjadi 8-9



Ditambahkan air kapur hinggaa terbentuk endapan



Diamkan selama kurang lebih 10 menit agar endapan turun, lalu uji dengan setetes air kapur, jika sudah tak terbentuk endapan, proses pengendapan dengan air kapur dihentikan



Disaring endapan ke dalam erlenmeyer



Filtrat hasil saringan diasamkan hingga ph 2 dengan H 2 SO 4 4 N



Dipipet sebanyak 25 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml



Ditambahkan difenil karbazida sebanyak 2 ml



Ditera dengan air suling pH 1,5, lalu dihomogenkan



Diukur nilai serapannya dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 540 nm

Catatan: •

air suling pH 1,5 dibuat dengan menambahkan asam sulfat ke dalam sejumlah air suling lalu diukur pHnya dengan indikator universal. Penambhan asam sulfat dihentikan jika pH sudah mencapai 1,5.

Pembuatan Deret Standar •

Untuk membuat larutan standar induk Cr 6 + 1OO ppm, ditimbamg K 2 Cr 2 O 7 sebanyak 0,0153 gram



Dilarutkan ke dalam labu takar 100 ml sampai tanda tera dengan air suling



Untuk membuat deret standar, larutan ini dipipet sebanyak 25 ml, dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditera dengan air suling, lalu dihomogenkan



Dipipet sebanyak 0,5 ml untuk membuat standar 0,1 ppm ke dalam labu takar 50 ml, 1 ml untuk standar 0,2 ppm, 2 ml untuk standar 0,4 ppm, 3 ml untuk standar 0,6 ppm, 4 ml untuk standar 0,8 ppm, dan 5 ml untuk standar 1 ppm. Dibuat pula blanko

2

Data Pegamatan : Konsentrasi 0,00 0,10 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 Sampel

Absorbansi 0,000 0,038 0,079 0,147 0,217 0,296 0,353 0,006

Perhitungan : Slope kalkulator : 0,35 Slope kurva : Y4-Y3 = 0,217-0,147 = 0,35 X4-X3 0,60-0,40 Ppm Cr6+

= abs/slope X volume X fp Volume contoh = 0,006/0,35 mg/L X 100mL X 10-3 L/mL X 100/25 100 mL X 10-3 L/mL = 0,07 ppm ( b/v )

Efisiensi pengolahan = Inlet-outlet X 100% Inlet = ( 100-0,07 )ppm X 100% 100 ppm = 99,93 % Pembahasan : Seiring dengan perkembangan aktivitas industri, tidak sedikit pada pengusaha menggunkan bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam proses industrinya, seperti kromium yang digunakan dalam industri elektroplating dan penyamakan kulit karena dapat menghasilkan tekstur yang lebih halus. Namun sangat disayangkan, limbah yang benyak mengandung kromium ini langsung dibuang ke lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu sehingga banyak terjadi kasus pencemaran logam berbahaya.

3

Elektroplating adalah pelapisan logam dengan cara mengendapkan logam pelapis pada logam atau plastik yang dilakukan secara elektrolitik. Logam-logam yang paling umum digunakan adalah tembaga, krom, nikel dan seng yang dilarutkan bersama sianida, asam, alkali dan fosfat. Keberadaan industri elektroplating didaerah tujuan wisata seperti Yogyakarta, diperlukan guna menunjang industri pariwisata terutama dalam hal pengadaan barang-barang kerajinan/souvenir yang dibuat dari bahan logam. Untuk menjaga kenyamanan dan kesehatan lingkungan, perlu dicermati cara pembuangan limbah cairnya karena limbah cair industri electroplating mempunyai potensi untuk mencemari lingkungan, terutama pencemaran logam berat. Dalam praktikum ini, kami mencoba mengolah limbah cair yang mengandung kromium dengan cara mereduksi kromium 6+ menjadi kromium 3+ dengan zat pereduksi (yang kami gunakan adalah NaHSO3) dan dilanjutkan dengan teknik pengendapan menggunakan air kapur. Dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dari endapan. Filtrat ini kemudian diuji kadar kromnya dengan spektrofotometri visible. Endapan yang dihsilkan tentu masih mengandung kromium. Namun dapat ditangani lebih lanjut dengan proses solidifikasi dan uji TCLP untuk menguburnya di dalam lanfill. Hasil yang diperoleh dari praktikum menunjukkan bahwa pengelolaan limbah cair dengan cara reduksi dengan zat pereduksi dan pengendapan dengan menggunakan larutan kapur mampu menurunkan kadar parameter pencemar. Kesimpulan : Dari hasil praktikum kelompok 4 diperoleh kadar limbah Cr 6+ yang masih bersisa setelah pengolahan adalah 0,07 ppm dan hasil efisiensi pengolahan adalah 99,93 % sehingga pengolahan limbah dengan teknik ini sangat baik. Daftar Pustaka: http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20laporan%20penelitian%2019 97-2006/4-penelitian_pengolahan_limbah_cair%20industri.html PRAKTIKUM II PENGOLAHAN LIMBAH SIANIDA (Tanggal :22 April 2009)

4

Tujuan : •

Menetapkan kadar CN- dalam limbah cair



Menentukan efisiensi limbah CN- setelah pengolahan

Prinsip : •

Limbah CN- direduksi oleh KMnO4 dalam suasana basa (NaOH) yang kemudian didestilasi selama 10 menit,kemudian hasil destilasi dititrasi dengan AgNO3 0,02 N yang telah distandardisasi sampai larutan menjadi keruh.mgrek CN setara dengan mgrek AgNO3

Reaksi : •

Reduksi :

MnO4- + 2H2O + 3e CN- + 2OH-

Oksidasi :

3CN- + 2MnO4- + H2O

MnO2 + 4 OHCNO- + H2O + 2e 3CNO- + 2MnO2 + 2OH-

Cara kerja : Pengolahan limbah cair ( CN ) •

100 mL limbah CN dipipet dan dimasukkan kedalam gelas piala 500 mL



Kedalam limbah CN tadi dimasukkan 1 mL NaOH 6N



Tambahkan 0,4g KMnO4 dan 0.024g terusi ( CuSO4.5H2O ) atau dapat pula menggunakan 0,5g kaporit



Aduk dan diamkan selama 1 jam



Setelah 1 jam saring larutan dan destilasi 10 mL filtrat dengan larutan penampungnya adalah NaOH selama 10 menit



Setelah 10 menit tambahkan 8 mL NH4OH 6N dan 2 mL KI 20%



Titrasi dengan AgNO3 0,02 N yang telah distandardisasi sampai larutan menjadi keruh

Standardisasi AgNO3

5



Timbang 116 mgram NaCl kemudian larutkan dalam labu takar 100 mL



Pipet 10 mL larutan kemudian titrasi dengan AgNO3 0,02 N dengan indikator K2CrO4 sampai larutan membentuk endapan berwarna merah.



Lakukan secara duplo

Data pengamatan : •

Bobot kertas kosong

: 0,2043 gram



Bobot kertas + NaCl

: 0,3217 gram



Bobot kertas kosong setelah : 0,2051 gram



Volume AgNo3 standardisasi Volume 1

: 13,25 mL

Volume 2

: 13,23 mL

Volume rata-rata

: 13,24 mL



Volume AgNO3 penetapan

: 2,157 mL



Kadar limbah CN awal

: 100 ppm

Perhitungan : •

NAgNO3

=

Bobot NaCl (mgram) BENaClXVolAgNO3Xfp

=

0,1160gramX103mgram/gram 58,5mg/mgrekX13,24mLX100/10

= •

0,0151 mgrek/mL

Ppm limbah CN tersisa =

NAgNO3 X Volume AgNO3 X BE CN Volume limbah (L)

=

0,0151 mgrek/mLX2,157mLX 26 mg/mgrek 100mL X 10-3 L/mL

=

8,468 ppm

6



Efisiensi pengolahan

=

Inlet-Outlet X 100% Inlet

=

(100-8,468)ppmX100% 100 ppm

= 91,50 % Pembahasan : Sianida adalah senyawa yang termasuk B-3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sehingga pada pemakaiannya sebagai pelarut proses pengambilan logam emas, konsentrasinya dibatasi sampai 1500 ppm . Dari proses pengolahan bijih secara sianidasi akan ditimbulkan limbah cair yang dikenal sebagai tailling effluent yang mengandung sianida sehingga harus diolah agar tidak berbahaya bagi

lingkungan.

Iklim

global

yang

cenderung

naik

temperaturnya,

mengakibatkan kesulitan mendapatkan sumber mata air baru untuk kehidupan masyarakat dan industri. Sehubungan dengan program peningkatan kapasitas produksi industri pertambangan emas Pongkor yang tentu akan meningkatkan jumlah limbah tailing effluent yang harus diolah, maka dibutuhkan tambahan pasokan air atau meningkatkan kapasitas tailing dam untuk mengolah limbahnya. Kendala tersebut dapat diatasi dengan cara mengurangi semaksimal mungkin kandungan/kadar sianida dalam limbah. Oleh karenanya, maka diperlukan penelitian yang bertujuan untuk mengurangi kandungan/ kadar sianida dalam limbah. Sesuai baku mutu air limbah kategori II (Kep. Men. LH No. 51/Men.LH/10/1995) keberadaan sianida dalam limbah cair dibatasi tidak boleh melebihi konsentrasi 0,5 ppm. Untuk memenuhi baku mutu tersebut, PT. Aneka Tambang, Tbk sebagai pengelola industri pertambangan emas pongkor melakukan pengolahan limbah tailling effluent nya dengan proses penguraian secara alamiah. Proses reduksi kandungan sianidanya terjadi karena adanya proses biodegradasi oleh mikroorganisme dan biota air. Berkaitan dengan banyaknya limbah yang ditimbulkan maka untuk mengolahnya diperlukan fasilitas penampungan yang besar, sehingga dibangunlah sebuah tailing dam yang berkapasitas besar, terbuka sehingga memungkinkan kehidupan mikroorganisme dan biota air.Kemudian

7

untuk menjaga supaya proses penguraian berjalan optimal, konsentrasi sianida (tailling dam input) diatur dengan cara pengenceran sehingga konsentrasinya turun dari ± 500 ppm menjadi ± 125 ppm. Proses penguraian alamiah (biodegradasi) yang terjadi di tailling dam dirancang mampu menurunkan kandungan sianida hingga konsentrasinya (over flow) ± 10 ppm. Kemudian untuk memenuhi nilai baku mutu di atas, limbah keluaran tailling dam dioksidasi dengan H2O2 sehingga konsentrasinya turun dari ± 10 ppm menjadi < 0,1 ppm yang selanjutnya dapat didispersikan ke aliran Sungai Cikaniki. Karena praktikum ini tidak memungkinkan untuk menggunakan proses penguraian alamiah maka digunakan pereaksi yang dapat mereduksi sianida sehingga

kadar

sianida

dalam

limbah

bisa

turun.berdasarkan

hasil

praktikum,kadar sianida yang awalnya 100 ppm bisa diturunkan sampai 8,5 ppm dengan menggunakan pereduksi KmnO4 dan terusi. Kesimpulan : Besarnya efisiensi pengolahan adalah 91,50 %.ini merupakan efisiensi yang sangat baik,sehingga limbah telah terolah secara baik oleh sistem pengolahan yang diberlakukan. Daftar pustaka : Hanida.2008.http://hanidainfo.blogspot.com/2008/11/pengkajian-distruksisianida-oleh.html.Bogor

8

PRAKTIKUM III PENETAPAN KROMIUM DALAM LUMPUR IPAL AKA SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (AAS) (Tanggal : 29 April 2009) Tujuan : •

Menentukan kadar limbah Cr6+ dalam lumpur IPAL AKA dengan menggunakan AAS



Menentukan efisiensi pengolahan limbah CN dengan AAS

Prinsip : Limbah padat (lumpur) B3 didekstruksi dengan HNO3 pekat hingga menjadi larutan yang jernih,larutan yang mengandung limbah Cr6+ ini ditetapkan kadarnya dengan menggunakan metode AAS.Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya dan sifat serapannya mengikuti ketentuan hukum Beer-Lambert. Reaksi

Langkah kerja : Alat dan Bahan •

Beker glass 400 mL



Hot plate



Pipet volumetri 10 mL



Labu takar 100 mL



Batang pengaduk, kertas saring, pipet tetes, dan corong kaca



Erlenmeyer



Sampel lumpur IPAL yang telah ditiriskan



HNO3 pekat



Air suling

Cara Kerja: •

ditimbang sebanyak 5-10 gram lumpur IPAL yang telah ditiriskan dan dimasukkan kedalam beaker glass 400 mL

9



Ditambahkan HNO3 pekat (di ruang asam) sebanyak 10 mL sambil dipanaskan di hot plate dan diaduk-aduk sampai larutan menjadi jernih.



Larutan jernih dinginkan dibawah air kran



Larutan jernih di masukkan ke dalam labu takar 100 mL secara kuantitatif, kemudian tera dengan air suling



Larutan disaring dengan menggunakan kertas saring



Filtrat dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu takar 100 mL



Ditera dengan air suling



Larutan diukur dengan menggunakan AAS

Data pengamatan : •

Bobot lumpur kering :



Data hasil pengukuran menggunakan AAS : Standar Blanko 1 2 3 Sampel kel 4

1,0576 gram

Konsentrasi 0,000 ppm 1,000 ppm 3,000 ppm 5,000 ppm 0,990 ppm

Absorbansi 0,000 0,039 0,099 0,160 0,033

Perhitungan : Kadar Cr6+ (b/b)

= abs/slope X Volume X fp X 100% Massa contoh = 0,990 mg/L X 0,1 L X 100/10 X 100% 1,0576 g X 103 mg/g = 0,09 % (b/b)

Pembahasan : Limbah Cr6+ merupakan salah satu limbah yang tergolong dalam limbah B3. Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya.

10

Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanyadapat dikemas hingga 400 kg per kemasan. Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon,dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifatreaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi. Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut terkait dengan hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti.

11

Dalam praktikum ini, kadar Cr6+ ditetapkan dengan menggunakan AAS,contoh berasal dari lumpur IPAL yang didekstruksi oleh asam nitrat ( HNO3) yang kemudian filtrat dari dekstruksi ini ditetapkan atau diukur dengan menggunakan AAS. Kesimpulan : Berdasarkan praktikum kelompok 4 (empat),kadar Cr6+ dalam limbah lumpur B3 adalah 0,09% b/b.kadar ini adalah kadar yang sangat besar,sehingga Lumpur IPAL tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Daftar Pustaka: http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20laporan%20penelitian%2019 97-2006/4-penelitian_pengolahan_limbah_cair%20industri.htm

PRAKTIKUM IV SOLIDIFIKASI LIMBAH PADAT B3 (PRIMARY SLUDGE)

12

(Tanggal Praktikum : 20 mei 2009) Tujuan •

mengurangi toksisitas limbah padat sehingga memenuhi standar untuk dilakukan proses disposal



mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi atau menurunkan laju migrasi bahan berbahaya dari limbah padat (lumpur)untuk mengurangi toksisitas



membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar

Prinsip Pemadatan bahan berbahaya (B3) dengan menambahkan aditif sehingga bahan berbahaya tersebut terserap ke dalam bahan padat yang pada akhirnya dapat mengurangi tingkat toksisitas atau menghilangkannya sama sekali pada limbah lumpur tersebut. Cara Kerja: •

Lumpur dari bak penampungan awal pada IPAL Laboraturium AKA diambil, ditiriskan/dikeringkan sampai airnya tidak menetes lagi (cukup kering) dengan menggunakan kain peniris (lap)



Lumpur yang sudah cukup kering ini ditambah dengan bahan aditif berupa semen dan pasir dengan perbandingan secara berturut-turut pasir, semen, dan lumpur adalah 5:3:1 •

Campuran ini diaduk hingga merata lalu dibasahi dengan air sampai kira-kira ideal untuk dicetak



Campuran ini kemudian dicetak pada cetakan balok dari kayu dan dibiarkan hingga setengah kering atau dapat dilepas dari cetakan tanpa retak/rusak



Padatan semi kering tersebut dilepas dari cetakan kemudian dikeringkan/ dijemur sampai memadat menjadi seperti batako



Batako ini selanjutnya dipreparasi untuk dilakukan uji TCLP untuk mengetahui tingkat toksisitasnya sebelum dilakukan proses disposal

Hasil Pengamatan

13

Hasil solidifikasi yang kami lakukan menghasilkan padatan berupa batako sebanyak 3 buah yang merupakan campuran lumpur, pasir, dan semen yang siap untuk diuji secara TCLP untuk mengetahui penurunan tingkat toksisitasnya. Pembahasan Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun dan/atau immobilisasi limbah B3 sebelum ditimbun dan/atau memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali (daur ulang). Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara pengolahan fisika dan kimia, stabilisasi/solidifikasi, dan insenerasi. Proses pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah b3 dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak berbahaya. Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk mengubah watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi dan membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar. Timbunan limbah B3 yang sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi penimbunan (landfill) yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Proses solidifikasi ini seringkali terkait dengan proses stabilisasi sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama. Stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu: 1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar

14

2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik 3. Precipitation 4. Adsorpsi, yaitu proses di mana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi. 5. Absorbsi,

yaitu

proses

solidifikasi

bahan

pencemar

dengan

menyerapkannya ke bahan padat 6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi

diatur

oleh

BAPEDAL

berdasarkan

Kep-

03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995. Kesimpulan Hasil solidifikasi limbah padat (lumpur) berupa padatan seperti batako yang merupakan campuran antara lumpur, semen, dan pasir dengan perbandingan 1:3:5 yang diharapkan bahan berbahaya pada lumpur tersebut dapat terserap pada proses pemadatan campuran sehingga tingkat toksisitas bahan menurun yang dapat diketahui melalui uji TCLP. Daftar pustaka http://www.dbriptek.ristek.go.id/cgi/penjaga.cgi?tampildetil&publikasi&1119945 831&619&&& suhapri, Mido dan Sukiman, Maman. 2008. Penuntun Praktikum Pengolahan Limbah Padat dan B3. http://digilibampl.net/detail/detail.php?kode=420&row=&tp=pustaka&ktg=tesis& kd_link=

15

PRAKTIKUM V PENGUJIAN TOCSISITY LEACHING PROCEDURE (TCLP) PADA LIMBAH PADAT B3 (17 Juni 2009) Tujuan •

Merefleksikan bagaimana limbah padat B3 dapat mengurai /melarut kembali ke lingkungan



Memastikan limbah B3 yang telah disolidifikasi siap dimasukkan dalam landfiil

Prinsip Limbah padat B3 diekstrak dengan larutan pengekstrak,hal ini akan menunjukan jumlah zat yang melarut jika limbah tersebut ditimbun (landfill) ke dalam tanah,kemudian larutan diagitasi selama 18 jam dan kecepatan 30 rpm kemudian filtratnya diukur dengan menggunakan AAS. Reaksi 6CH3COO- + 3Cr6+ + 2 H2O [Cr(OH)2CH3COO)6]+ + 14H2O

[Cr(OH)2CH3COO)6]++ 2H+ 3Cr(OH)2CH3 COO + 3CH3COOH + H+

Cara kerja •

50 gram contoh dilarutkan dalam 900 ml larutan ekstrak (asam asetat glacial) di dalam botol ekstraktor



Ekstrak larutan selama 18 jam dengan kecepatan 30 rpm



Setelah 18 jam Larutan disaring



Analisis kandungan krom ekstrak TCLP (filtrat) dengan menggunakan AAS



Bandingkan hasil pengukuran dengan baku mutu TCLP

16

Hasil Pengamatan

:

Standar Blanko

Konsentrasi 0,000

Absorbansi 0,001

Std 1

1 ppm

0,033

Std 2

3 ppm

0,085

Std 3

5 ppm

0,162

Sample kel.4

0,054 ppm

0,002

Perhitungan kadar Cr dalam limbah padat B3 Berdasarkan grafik : Slope kalkulator : 0,0322 Slope kurva= Absorbance = Y3-Y1 = 0,162-0,033 = 0,0322 konsentrasi X3-X1 5,00-1,00 Konsentrasi contoh = absorbansi = 0,002 = 0,06 mg/L slope 0,0322 Pembahasan : TCLP (Toksisity Leaching Prosedur merupakan uji toksisitas suatu padatan B3 hasil solidifikasi untuk menentukan apakah padatan tersebut telah memnuhi persyaratan untuk dikubur dalam landfiil atau belum. Uji ini delakukan untuk mencegah terjadinya penyerapan atau penyebaran limbah B3 yang telah dikubur ke lingkungan atau tanah diluar area landfiil. Pada uji ini, limbah diekstrak dengan larutan pengekstrak tertentu sesuai dengan pH limbah. Dalam praktikum ini, pH limbah yang kami hasilkan adalah basa sehingga larutan pengektrak yang kami gunakan adalah adam asetat glasial yang telah dicampur dengan aquades bebas CO2. Kesimpulan Hasil pengukuran kdar krom dalam uji TCLP ini sebesar 0,06 mg/L kurang dari baku mutu krom(0,25 mg/L) ,mak kadar krom pada sampel limbah tidak melebihi baku mutu lingkungan ,maka jika limbah ditimbun akan aman bagi lingkunagan. Daftar Pustaka Vogel,Buku Teks Analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro,PT . Kalman Media Pusaka,JAKARTA,1990

17

Related Documents

Laporan B3 Komplit
May 2020 20
B3
October 2019 50
B3
May 2020 32
B3
June 2020 18
B3
May 2020 23
B3
November 2019 35

More Documents from ""

Proposal Kompos Ya
May 2020 24
Disusun Oleh
June 2020 27
Prop B3
May 2020 24
Laporan B3 Komplit
May 2020 20
Tugas Isd
May 2020 18