Koran Tempo_bl_b2_media_kpi Prihatin Atas Tayangan Pemilu

  • Uploaded by: lp3y.org
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Koran Tempo_bl_b2_media_kpi Prihatin Atas Tayangan Pemilu as PDF for free.

More details

  • Words: 405
  • Pages: 1
KORAN TEMPO › Print Article

Page 1 of 1

Edisi 02 April 2009

KPI Prihatin Atas Tayangan Pemilu Televisi masih menayangkan calon legislator dengan track record buruk. SEMARANG - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyatakan prihatin terhadap tayangan televisi menjelang Pemilu 2009. "Tayangan televisi terkait pemilu tidak ada yang mencerdaskan dan mencerahkan," tutur Ketua KPI Pusat Sasa Djuarsa Sendjaja dalam diskusi bertema "Kebijakan Media dan Sukses Pemilu 2009" yang digelar oleh Magister Komunikasi Universitas Diponegoro, Semarang, kemar Menurut Sasa, tayangan televisi saat ini cenderung saling menjelekkan, baik antarpartai maupun antarcalon presiden. Selain itu, tayang televisi memperlihatkan bahwa fokus elite politik hanya untuk kemenangan. Kata Sasa, televisi malah menayangkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang selama ini memiliki track record buruk. Sasa juga menilai fungsionaris partai hanya mengumbar janji. Yang lebih ngeri, kata Sasa, rata-rata tayangan iklan tidak berisi apa-apa. "Apalagi yang kampanye monolog, sangat membosankan," tuturnya. Padahal, baik partai politik maupun televisi sama-sama memiliki tugas memberi pencerahan dan pencerdasan. Sasa khawatir, jika tayangan seperti itu terus dilanjutkan, partisipasi masyarakat dalam Pemilu 2009 akan turun. "Karena masyarakat tambah jenuh," ujarnya. Pada saat yang sama, sosialisasi pelaksanaan pemilu yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum juga masih minim. Sasa mengaku KPI sudah memberikan surat kepada 10 pengelola televisi swasta dan TVRI agar memperhatikan norma dan aturan yang berlaku, misalnya iklan tak boleh melibatkan anak-anak. Dari pantauan yang dilakukan KPI, dari 38 partai yang mengikut Pemilu 2009, hanya 15 partai yang beriklan di televisi. Selama dua bula terakhir, dari 15 partai itu, hanya enam yang intensitas iklannya tinggi. "Mereka beriklan 10 spot dalam prime time," tutur Sasa. Jika satu tayangan dalam durasi 20 detik dihargai Rp 22 juta, maka partai itu harus menyediakan dana sebesar Rp 5 miliar per bulan untuk iklan d satu stasiun televisi. Turnomo Rahardjo, pakar Komunikasi Universitas Diponegoro, Semarang, menyatakan iklan partai politik yang ditayangkan di televisi saat ini cenderung menjadi propaganda politik. Propaganda politik adalah upaya memengaruhi orang lain secara searah dengan memanfaatkan sentimen norma kelompok. Indikasi propaganda politik adalah adanya black campaign (menjelek-jelekkan pihak lain), blame campaign (menyalahkan pihak lain), blank campaign (mengumbar janji kosong), blocking campaign (mempertahankan pendapat sendiri), dan becking campaign (menggunakan pihak luar untuk membela diri). Padahal, menurut Turnomo, iklan politik yang santun, mencerdaskan, dan menumbuhkan iklim saling menghargai adalah melalui pemasaran politik. Dalam konteks pemasaran politik, pesan yang disampaikan para elite politik harus mengajak warga bersikap kritis. Bentuknya, kata Turnomo, media harus mengembangkan partisipasi dan debat publik. ROFIUDDIN

http://www.korantempo.com/korantempo/cetak/2009/04/02/Berita_Utama-Jateng/krn.20090402.1612 ... 4/6/2009

Related Documents