KORAN TEMPO › Print Article
Page 1 of 1
Edisi 26 Juni 2009
Animasi Impor Kuasai Tayangan Televisi Nasional Televisi akan diberikan insentif tayangkan animasi lokal. JAKARTA - Sebanyak 90 persen tayangan animasi di Indonesia dikuasai produk impor. Produk animasi lokal sulit menembus pasar televisi nasional. Pelaku industri kreatif animasi dari Castle Production Maria Tjhin mengatakan sampai saat ini produk animasi lokal masih kesulitan menembus tayangan televisi dalam negeri. Penyebabnya, kata dia, karena harga jual animasi lokal lebih mahal dibanding produk asing. Jika ingin ditayangkan, harga jualnya harus diteken sampai sepersepuluh dari biaya produksi. "Harganya harus disamakan dengan harg jual animasi impor," ujar produser animasi Kabayan kemarin. Tayangan animasi impor berdurasi 30 menit dijual seharga US$ 1.000-1.500 atau sekitar Rp 10-15 juta per episode. Penjualan produk impor dilakukan dengan kelipatan 13 episode. Sedangkan produk animasi lokal, kata Maria, biaya produksinya mencapai Rp 50-300 juta "Kami harus mengurangi harga agar bisa ditayangkan," katanya. Menurut Maria, animasi impor menawarkan harga yang lebih murah karena produknya telah dijual ke banyak negara. Untuk menutupi kerugian, rumah produksi animasi tiga dimensi juga menjual produk merchandise tokoh animasinya. "Tidak bisa mengandalkan satu stasiun televisi saja," katanya. Ketua Umum Asosiasi Industri Animasi dan Konten Indonesia Denny A. Djoenaid menyatakan merebaknya produk animasi impor membuat penikmat animasi di televisi tak lagi mengenal budaya Indonesia. Padahal, kata dia, sebagian besar penonton animasi adalah anak-anak. "Budaya lokal semakin terkikis," ujarnya. Menurut Denny, animator Indonesia tak kalah oleh animator dari luar negeri. Saat ini saja terdapat sekitar 20 sekolah menengah kejurua bidang animasi di seluruh Indonesia. "Dari segi sumber daya manusia sudah memadai," katanya. Dia meminta stasiun televisi di Indonesia memberikan kesempatan kepada produk animasi lokal untuk ditayangkan. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengakui 90 persen tayangan animasi impor mendominasi tayangan televisi di Indonesia. Penyebabnya, kata dia, karena persepsi masyarakat menilai animasi asing lebih baik daripada animasi lokal. "Persepsi ini harus diubah tuturnya. Mari mendesak televisi lokal memberikan kesempatan agar masyarakat dapat menonton film lokal di berbagai televisi nasional. Namun, kata dia, pemerintah tak bisa memaksa penikmat televisi untuk menayangkan animasi lokal. "Tidak bisa dipaksa (penonton)," katanya. Menurut Mari, untuk menggalakkan tayangan animasi lokal, pemerintah bisa saja memberikan insentif kepada stasiun televisi. "Sedang dirancang (peraturan) agar televisi menayangkan produk lokal," ujarnya. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik memperkirakan sebanyak 68 persen uang yang dihabiskan turis asing maupun lokal mengalir ke industri kreatif. Konsumsi tersebut meliputi akomodasi, kuliner, cendera mata, dan rekreasi hiburan seni. "Pariwisata memb kontribusi cukup besar bagi pengembangan industri kreatif," katanya. Keberadaan industri kreatif, kata dia, memberikan dorongan positif untuk membawa turis asing masuk ke Indonesia. "Turis datang ke Indonesia karena tradisinya unik, makanan enak, dan pemandangan bagus," ujar Wacik. VENNIE MELYANI
http://www.korantempo.com/korantempo/cetak/2009/06/26/Ekonomi_dan_Bisnis/krn.20090626.169269. ... 7/3/2009