Konsepsi_tri_angga_dan_tri_loka.pdf

  • Uploaded by: Jayawardana IB
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsepsi_tri_angga_dan_tri_loka.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 2,005
  • Pages: 12
ARSITEKTUR BALI

KONSEPSI TRI ANGGA DAN TRI LOKA

OLEH: GEDE ANGGA ISWARA (1219251041)

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2013

KONSEPSI TRI ANGGA DAN TRI LOKA BY: GA. Iswara

1.

KONSEP DASAR Arsitektur Tradisional Bali dapat diartikan sebagai tata ruang dari wadah

kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun dengan segala aturan-aturan yang diwarisi dari zaman dahulu, sampai pada perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap pada lontar Asta Kosala-Kosali, Asta Patali dan lainnya, sampai pada penyesuaian-penyesuaian oleh para undagi yang masih selaras dengan petunjuk-petunjuk dimaksud (Wikipedia, 2013). Arsitektur Tradisional Bali memiliki konsep-konsep dasar dalam menyusun dan mempengaruhi tata ruangnya, diantaranya adalah: a. Orientasi kosmologi atau dikenal dengan Sanga Mandala. b. Keseimbangan kosmologi, Manik Ring Cecupu. c. Hierarki ruang, terdiri atas Tri Loka dan Tri Angga d. Dimensi tradisional Bali yang didasarkan pada proporsi dan skala manusia. Dalam membangun suatu bangunan ada suatu konsep dasar yang digunakan sebagai pedoman dalam menentuakan hierarki ruang dalam bangunan yaitu konsep Tri Angga dan Tri Loka. Berikut penjelasan mengenai kedua konsep dasar tersebut.

2.

TRI ANGGA Tri Angga secara harfiah terdiri dari 2 kata yang berasal dari bahasa

sansekerta yaitu kata “Tri” yang berarti tiga dan kata “Angga” yang berarti badan fisik. Jadi, Tri Angga adalah ungkapan tata nilai yang membagi kehidupan fisik dalam tiga bagian hierarki. Pengertian Tri Angga juga dapat berarti ungkapan tata nilai pada ruang terbesar jagat raya mengecil sampai elemen-elemen terkecil pada manusia dan arsitektur. Konsep Tri Angga ini dalam kehidupan sehari-hari diproyeksikan dalam setiap wujud fisik arsitektur, teritorial perumahan, teritorial desa dan teritorial kawasan.

Tri Angga dalam arsitektur rumah dan kawasan pemukiman dapat diartikan sebagai pengaturan tata ruang untuk kenyamanan, keselarasan dan keharmonisan manusia dengan lingkungannya baik dalam skala rumah (umah) maupun perumahan (desa). Arahan tata nilai tersebut secara vertikal dan secara horisontal yang disebut dengan Tri Mandala. Tata nilai dengan konsep HuluTeben merupakan pedoman tata nilai di dalam mencapai tujuan penyelarasan antara Bhuwana agung dan Bhuwana alit dimana Hulu-Teben memiliki orientasi antara lain: a. Berdasarkan sumbu bumi yaitu: arah kaja-kelod (gunung dan laut). b. Arah tinggi-rendah (tegeh dan lebah). c. Berdasarkan sumbu Matahari yaitu : Timur-Barat (Matahari terbit dan terbenam). Tata nilai berdasarkan sumbu bumi (kaja “gunung”, kelod “laut”), memberikan nilai utama pada arah kaja (gunung) dan nista pada arah kelod (laut), sedangkan berdasarkan sumbu matahari nilai utama pada arah matahari terbit dan nista pada arah matahari terbenam. Tri Angga memiliki 3 bagian yaitu : a. Utama Angga: Utama angga adalah bagian yang diposisikan pada kedudukan yang paling tinggi atau yang paling utama (kepala). b. Madya Angga: Madya angga adalah bagian yang terletak di tengah (badan). c. Nista Angga:Nista angga adalah bagian yang diposisikan pada bagian paling bawah, paling kotor, rendah (kaki).

2.1

Konsep Tri Angga dalam Bhuana Alit (Manusia) Konsep Tri Angga dalam bhuana alit (tubuh manusia) dapat dilihat dari

pembagian tubuh manusia menjadi 3 bagian berdasarkan tingkat kesuciannya atau keutamaannya yaitu bagian kepala sering disebut utama angga atau bagian yang paling suci yang berada pada bagian atas, bagian badan yang berada di tengah disebut madya angga, dan bagian kaki yang berada paling bawah sering disebut nista angga.Pembagaian tubuh pada manusia tersebut yang nantinya digunakan sebagai konsep pembangunan rumah bagi sang pemilik rumah, agar nantinya

rumah atau bangunan memiliki proporsi yang seimbang dengan sang pemilik rumah.

2.2

Konsep Tri Angga dalam Rumah atau Bangunan Konsep Tri angga dalam rumah atau bangunan dapat dilihat dari pembagian

bangunan menjadi 3 bagian secara vertikal yaitu bagain utama angga berupa rap atau atap bangunan sebagai bagian kepala (paling disucikan), bagian madya angga berupa pengawak atau badan bangunan yang terletak di bagain tengah, nista angga berupa bebataran yang merupakan kaki bagi bangunan yang terletak pada bagian bawah. Konsep Tri Angga digunakan pada bangunan memiliki fungsi untuk menentukan konsep hierarki ruang yang menghubungkan antara proporsi sang pemilik bangunan dengan proporsi suatu bangunan agar terjadi keseimbangan antar proporsi pemilik bangunan dengan bangunan. Dengan konsep tri angga yang digunakan pada bangunan nantinya akan memberikan keharmonisan dan keselarasan antara pemilik bangunan dengan bangunan (Mugi Raharja, 2010). .

Gambar 1.Konsep Tri Angga pada Bangunan.

Gambar 2. Konsep Tri Angga pada Candi Borobudur

2.3

Konsep Tri Angga pada Pekarangan Rumah Konsep Tri Angga pada pekarangan rumah dapat dilihat dari pembagian

secara horizontal pada pekarangan rumah menjadi 3 bagian yaitu bagian yang paling disucikan atau bagian Utama Angga berada pada arah utara pekarangan (sanggah atau pelatan merajan), bagian tengah atau Madya Angga berupa tegak umah atau tempat massa bangunan berdiri, sedangkan untuk bagian Nista Angga (daerah yang paling kotor) berupa teba (tempat ternak, pembuangan sampah dan kotoran rumah tangga lainnya ) yang berada pada arah barat dan selatan. Arah yang jelas di tengah kosmos, kangin-kauh (sumbu ritual) dan kaja-kelod (sumbu bumi) merupakan pedoman dasar orientasi tradisional pada halaman, bangunan, pekarangan, dan lingkungan. Nama-nama bangunan pada zona madya: Bale Daja, Bale Dangin, Bale Delod, Dale Dauh adalah nama-nama yang menunjukan letaknya pada orientasi tertentu. Sedangkan fungsi-fungsinya: Bale Daja (Meten) letaknya di arah kajauntuk tempat tidur, Bale Dangin (Semangen) untuk ruang upacara dan serbaguna, Bale Delod sebagai ruang tidur, Bale Dauh sebagai ruang tidur yang letaknya di sisi kauh. Paon (dapur) dan jineng (lumbung padi) merupakan bangunan yang berfungsi untuk pelayanan menduduki zona yang bernilai nistasebagai servicearea(Pande Artadi, 2010).

Gambar 3. Konsep Tri Angga dalam Wujud Fisik Rumah Tinggal

2.4

Konsep Tri Angga pada Tata Ruang Desa atau Kota Konsep Tri Angga pada tata ruang kota dapat terlihat dari pembagian desa

pakraman secara horizontal menjadi 3 bagian yaitu bagian Utama Angga (bagian yang dianggap paling suci di desa) seperti pura-pura desa, bagian Madya Angga (bagian tengah) yaitu desa pakraman berupa daerah permukiman warga, dan bagain Nista Angga yaitu bagian yang dianggap memiliki posisi paling rendah dan kotor berupa daerah setra atau kuburan.

Gambar 4. Pembagian Tri Angga pada Sanga Utama Mandala

2.5

Konsep Tri Anggapada Kawasan Konsep Tri Angga yang sering ditemui pada kawasan jika dilihat secara

vertikal dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian Utama Angga (bagian yang paling disucikan) berada pada daerah pegunungan atau dataran yang lebih tinggi yang dianggap sebagai kepala, bagain Madya Angga berada pada bagian tengah daratan antara gunung dan lautan yang dianggap sebagai pengawak, bagian Nista Angga berada pada daerah yang dianggap kurang suci seperti pantai atau laut yang dianggap sebagai kaki. Tetapi pada bidang horisontal, pembagian zone Utama, Madya, dan Nista didasari bukan oleh sumbu hierarki yang vertikal, tetapi oleh tata nilai ritual dan orientasi kosmologis, di mana zona yang dianggap bernilai Utama atau paling suci adalah arah utara (menghadap gunung) dan kangin (timur sebagai arah terbitnya matahari atau sumber kehidupan), dan zona yang dianggap Nista atau bernilai rendah adalah arah kelod (menghadap laut) dan kauh (Barat).

Gambar 5. Konsep Tri Angga pada Alam Lingkungan

3.

TRI LOKA Dalam agama Hindu dikenal berbagai macam alam semesta (bhuana agung)

beserta lapisan-lapisannya pembagian tersebut disebut dengan Tri Loka. Tri Loka secara harfiah terdiri dari 2 kata yang berasal dari bahasa sansekerta yanitu kata “Tri” yang memiliki arti tiga dan kata “Loka” yang memiliki arti alam semesta, jadi, Tri Loka adalah tiga kelompok alam semesta. Tri Loka juga dapat berarti pembagian atau lapisan dari alam semesta (bhuwana agung). Tri Loka dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu Bhur Loka (lapisan-lapisan dimensi alam negatif), Bvah Loka (lapisan-lapisan dimensi siklus samsara, siklus kehidupan-kematian) dan Svah Loka (lapisan-lapisan dimensi alam positif). Bhur Loka dalam beberapa teks-teks Hindu disebut juga Sapta Petala. Bvah Loka dan Svah Loka dalam beberapa teks-teks Hindu digabung jadi satu dan disebut Sapta Loka.

Gambar 6. Pembagian Tri Loka pada Salah Satu Candi

Lapisan-lapisan dimensi alam ini tidak terletak vertikal (tinggi rendah) satu sama lain, tapi ada sama persis dengan kita sekarang. Hanya saja sebagian besar berada di dimensi (lapisan) yang halus (bukan alam materi). Halus disini dimaksudkan diluar kemampuan indriya-indriya dan pikiran kita untuk melihatnya, sehingga kita yang masih di alam materi ini tidak bisa melihat,

merasakan atau mengetahuinya. Kecuali bagi mereka yang memiliki indriya ekstra dan orang-orang yang sidha. Alam-alam halus ini semakin positif kehalusannya semakin halus, semakin negatif kehalusannya semakin kasar.Pada dasarnya antara konsep Tri Angga dan Tri Loka memiliki hubungan yang sangat erat dan saling berhubungan, antara kedua konsep tersebut. Komposisi alam semesta (bhuwana agung) ini sesungguhnya mirip dengan komposisi seluruh lapisan badan kita (bhuwana alit). Ketika kita mati, kita akan memasuki salah satu dari lapisan-lapisan alam halus ini, sesuai dengan tingkat kemurnian bathin kita sendiri (badan halus). Kita tidak bisa pergi dan menetap lama-lama di alam-alam yang berbeda dengan tingkat kemurnian bathin kita. Analoginya mungkin bisa dikatakan seperti kalau kita naik pesawat terbang terbuka, kita akan mengalami kesulitan untuk bernafas pada ketinggian dimana oksigen tipis, kita akan megap-megap, tapi bagi orang yang sudah biasa tinggal di pegunungan tinggi hal ini tidak masalah.

3.1

Bhur Loka (Alam Halus Negatif, Alam Bawah) Bhur loka atau alam halus negatif ini adalah alam yang dihuni oleh jiwa-

jiwa yang bathinnya gelap, hidupnya tidak benar atau menyalahgunakan kesaktian semasa hidupnya. Umumnya kita menyebut mereka sebagai para ashura atau mahluk-mahluk bawah (bhuta kala). Bhur Loka (disebut juga Sapta Petala atau naraka) adalah alam mental (energi negatif), bukan seperti alam fisik. Kita disini sangat tersiksa karena proyeksi mental-energi negatif dari isi pikiran-pikiran kita sendiri [pikiran buruk dan memory buruk]. Bisa dikatakan seperti mengalami mimpi sangat buruk, tapi lebih nyata dari mimpi buruk, karena pikiran-pikiran buruk kita terproyeksikan menjadi begitu nyata oleh energi-energi negatif di alam ini. Jiwa-jiwa ini semuanya mengalami siksaan, namun tentu saja tidak ada yang terluka atau apa dalam artian fisik, karena itu tak ada bedanya seperti orang yang bermimpi sangat buruk (dalam tidur).

3.2

Bvah Loka (Alam Siklus Samsara, Kehidupan-Kematian)

Bvah loka seing diistilahkan sebagai alam tengah. Terdiri dari alam material dimana kita saat ini berada dan alam halus Bvah Loka, tempat para jiwa-jiwa antre untuk reinkarnasi kembali. Alam halus Bwah (Alam Halus Bvah Loka, atau disingkat Alam Baka) adalah alam tempat jiwa-jiwa (atman) antre, untuk menuju alam sorga, Swah Loka ataupun menuju alam neraka, Bhur Loka, maupun, menunggu untuk reinkarnasi kembali. Alam ini disebutkan masih merupakan lapisan dari alam Bwah Loka sebagaimana disebutkan dalam kutipan Tri Loka dimana Alam halus Bvah Loka ini ditemui setelah melewati alam mrtya loka dimana titi ugal agil itu berada. Dalam artian punya kesempatan besar untuk lahir sebagai manusia, mengalami evolusi batin dan naik tingkat lagi. Lapisan badan yang dipakai di alam ini adalah sukshma sarira. Di alam halus Bvah Loka ini keadaannya cukup mirip dengan di bumi.

3.3

Svah Loka (Alam Halus Positif, Alam Atas, Alam Luhur) Svah Loka atau alam positif ini adalah alam yang dihuni oleh jiwa-jiwa

yang bathinnya bersih, serta hidupnya penuh welas asih dan kebaikan. Umumnya kita menyebut mereka sebagai pitara, betara atau dewa. Di lapisan alam ini kita merasakan kebahagiaan dan kedamaian luar biasa, karena proyeksi mental-energi positif dari isi pikiran-pikiran kita sendiri (pikiran polos dan memory baik), terproyeksikan menjadi nyata oleh energi-energi luhur di alam ini. Sebelumnya perlu dijelaskan kembali bahwa beberapa saat setelah kematian ada beberapa fase kosmik yang kita lalui, yang terpenting adalah ketika muncul cahaya terang (jyoti), yang merupakan gerbang jalan bagi jiwa menuju alam-alam luhur svah loka atau bahkan moksha (pembebasan). Akan tetapi durasi kemunculan cahaya ini sangat bervariasi bagi setiap orang. Tergantung kepada vasana (kecenderungan pikiran) kita sendiri di moment-moment menjelang kematian. Bagi yang di moment kematian pikirannya cenderung buruk, cahaya terang ini muncul hanya mulai darisetengah detik sampai dengan 30 menit saja.Bagi yang di moment kematian pikirannya cenderung tenang dan damai, cahaya terang ini bisa muncul selama sekitar 30 menit sampai dengan beberapa jam. Sang jiwa harus bergerak menuju cahaya ini untuk dapat memasuki Svah

Loka. Jiwa yang bersih akan mudah atau bahkan ditarik menuju cahaya ini, jiwa yang kotor mungkin akan gagal.

Gambar 7. Pembagian Tri Angga dan Tri Loka Secara Vertikal dan Horizontal

Gambar 8. Hubungan Tri Angga dan Tri Loka

DAFTAR PUSTAKA

Artadi, I Made Pande. 2010. Sangamandala. Dalam artilkel PDF: Tidak dibublikasikan.

Raharja, I Gede Mugi. 2010. Konsep Ruang yang Mendasari Desain Interior Rumah Tinggal Tradisional Bali Madya/Bali Arya II. Dalam artikel DOC: Tidak dipublikasikan.

Pramadhyaksa, Widya. 2013. Filosofi Keselarasan antara Bhuwana Agung dan Bhuwana Alt. Dalam materi perkuliahan Arsitektur Bali 2: Tidak dipublikasikan.

Wikipedia.

2013.

Arsitektur

Tradisional

Bali.

Tersedia

dalam

http://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur_Bali. Diakses pada 15 Oktober 2013.

More Documents from "Jayawardana IB"