Konsep Dasar Luka Bakar.docx

  • Uploaded by: ferry
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsep Dasar Luka Bakar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,798
  • Pages: 22
Konsep Dasar Luka Bakar A. Pengertian Luka Bakar Menurut Aziz Alimul Hidayat, A, (2008 Hal : 130) luka bakar adalahkondisi atau terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya disebabkan oleh panasyang tinggi, tetapi oleh senyawa kimia, llistrik, dan pemanjanan (exposure) berlebihan terhadap sinar matahari. Menurut Smeltzer, dkk (2008) luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Menurut Betz C, L & Sowden, L, A (2009, Hal : 56) luka bakar adalah kerusakan jaringan karena karena kontak dengan agens, tremal, kimiawi, atau listrik. Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya luka bakar dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu, faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatann penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam perawatannya, antara lain karena mudah mengalami kontraktur (Clevo dan Margareth, 2012). Luka bakar pada badan terdiri atas hal-hal seperti dibawah ini : 1. Kepala 9% 2. Anggota gerak 9% 3. Dada atau punggung 9% 4. Perut atau punggung 9% 5. Paha 9% 6. Anggota gerak bawah 9% B. Etiologi Luka bakar Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi: 1. Paparan api Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan

menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak. 2. Scalds (air panas) Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan. 3. Uap panas Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru. 4. Gas panas Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema. 5. Aliran listrik Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan. 6. Zat kimia (asam atau basa) 7. Radiasi 8. Sunburnsinar matahari, terapi radiasi. C. Patofisiologi Luka Bakar Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir sampai 2 m2 pada orang dewasa. Apabila kulit terbakar atau terpajansuhu tinggi, maka pembuluh kapiler di bawahnya, area sekitar, dan area yangjauh sekalipun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya meningkat.Terjadilah kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial sehingga terjadi oedemadan bula yang mengandung banyak

elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakarakan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan. Kedua penyebab diatas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskuler. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20%, mekanismekompensasi tubuh masih bisa mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (lebih dari 20%) dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas,seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darahmenurun, serta produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan,maksimal terjadi setelah delapan jam.Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permebilitasmeninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadianemia. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajahdapat terjadi kerusaakan mukosa jalan napas dengan gejala sesak napas,takipnoe, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapatjuga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksidasangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak lagi mampumengikat oksigen. Tanda keracunan ringan, yaitu lemas, binggung, pusing,mual dan muntah. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadimobilisasi serta penyerapan kembali cairan dari ruang intertisial ke pembuluhdarah yang ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar umumnya tidaksteril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untukpertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalamitrombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atauantibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga kontaminasi dari kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena kumanya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh kuman gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman gram negatif. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang mudah lepas dengan nanah yang

banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan keropeng yang mulamula sehat menjadi nekrotik. Akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat dua menjadi derajat tiga. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis. Bila penderita dapat mengatasi infeksi luka bakar derajat dua dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat dua yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara ekstetik sangat jelek. Luka bakar yang derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Stres atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duedonum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal dengan tukak Curling atau stressulcer. Aliran darah ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa.Bila keadaan ini berlanjut dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung. Yang dikhawatirkan dari tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemisis dan melena. Fase

permulaan

luka

bakar

merupakan

fase

katabolisme

sehingga

keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan mudah terjadi infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Kecatatan akibat luka bakar ini sangat hebat, terutama bila mengenai wajah. Penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat akibat cacat tersebut, sampai bisa menimbulkan gangguan jiwa yang disebut schizophrenia post burn. (Sjamsuhidajat, dkk, 2010).

PATOFISIOLOGI LUKA D. Klasifikasi Luka Bakar Berikut ini merupakan klasifikasi luka bakar : a. Berdasarkan kedalamannya, luka bakar diklasifikasikan menjadi : 1. Luka bakar derajat I Luka bakar derajat I merusak bagian kulit yaitu epidermis, ini biasa dikarenakan akibat terjemur matahari. Pada awalnya terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi dan kemudian gatal akibat stimulasi reseptor sensoris dan biasanya akan sembuh dengan spontan tanpa meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas. Luka bakar derajat I : 1) Disebut juga luka bakar superficial 2) Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah dermis. Sering disebut sebagai epidermal burn 3) Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri. 4) Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling). Luka bakar derajat II Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupareaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar lukaberwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulitnormal, nyeri karena ujung_ujung saraf teriritasi. luka bakar dibedakanmenjadi 2, yaitu : a) Derajat II dangkal (superficial)mengenai bagian superficial dari dermis. Organ-organ kulit sepertifolikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari. b) Derajat II dalam (deep)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Organ-organkulit seperti olikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebaseasebagian besar masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama,tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lenihdari sebulan. Luka bakar derajat II : 1. Superficial partial thickness: a. Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis b. Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih beratdaripada luka bakar grade I c. Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkenaluka d. Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah mudayang basah e. Luka

sangat

sensitive

dan

akan

menjadi

lebih

pucat

bila

terkenatekanan f. Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila tidakterkena infeksi ), tapi warna kulit tidak akan sama sepertisebelumnya. 2. Deep partial thickness a. Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis b. disertai juga dengan bula c. permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasidari d. vaskularisasi pembuluh darah( bagian yang putih punya hanyasedikit pembuluh darah dan yang merah muda mempunyaibeberapa aliran darah luka akan sembuh dalam 3-9 minggu. 3. Luka bakar derajat III Yang terkena dalam luka bakar derajat III adalah seluruh bagian dermisdan bagian

lapisan

lemak.

Organ-organ

seperti

folikel

rambut,

kelenjarkeringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Luka akan tampakberwarna putih , coklat, merah atau hitam. Luka ini tidak akanmenimbulkan telahmengalami

rasa

nyeri

kerusakan

karena

total.

semua

reseptor

sensoris

Kerusakan

meliputi

seluruh

ketebalandermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikelrambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan,kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendahdibandingkan

kulit

sekitar

karena

koagulasi

protein

pada

lapisanepidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lamakarena tidak ada proses epitelisasi spontan Luka bakar derajat III : 1. Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen 2. Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf danpembuluh darah sudah hancur. 3. Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dantulang. 4. Luka bakar grade IV Berwarna hitam Berdasarkan

tingkat

keseriusan

luka,

menurut

American

Bum

Associationterdiri dari : 1. Luka Bakar Mayor 

Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebihdari 20% pada anak-anak.



Luka bakar fullthickness lebih dari 20%



Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, danperineum

2. Luka Bakar Moderat 

Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 1020%pada anak-anak



Luka bakar fullthickness kurang dari 10%



Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki,dan perineum

3. Luka Bakar Minor 

Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dankurang dari 10% pada anak-anak



Luka bakar fullthickness kurang dari 2%



Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, dan kaki



Luka tidak sirkumfer



Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur

Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada dalam

tigatingkatan

fase,

yaitu

:

(dalam

Aplikasi

Asuhan

Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC) a. Fase akut Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napaskarena adanya cidera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadigangguan keseimbagan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termisbersifat sistemik. Disebut fase awal atau fase syok. Dalam fase awalpenderita akan mengalami ancaman

gangguan

airway

(mekanismebernapas),

dan

(jalan circulation

napas),breathing (sirkulasi).

Gangguanairway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelahterbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernapasan akibatcedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalahpenyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut seringterjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termalyang berdampak sistemik. b. Fase sub akut Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibatkerusakan jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkanmasalah inflamasi, sepsis, dan penguapan cairan tubuh disertaipanas/energi. Fase berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampaiterjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari lukabakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalahkerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan : 

Proses inflamasi dan infeksi



Problem penutupan luka



Keadaan hipermetabolisme

c. Fase lanjut Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat lukadan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul padafase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,

kleoid,

gangguanpigmentasi,

deformitas,

dan

kontraktur. Luas luka bakar pada dewasa dihitung menggunakan rumus sembilan (Rule ofnine) yang diprovokasi oleh Wallace, yaitu: 1) Kepala dan leher

: 9%

2) Lengan masing-masing 9%

: 18%

3) Badan depan 18%, badan belakang 18%

: 36%

4) Tungkai masing-masing 18%

: 36%

5) Genitatalia/perineum

: 1%

Total

: 100%

Pada anak-anak menggunakan tabel dari lund atau Browder yang mengacupada ukuran bagian tubuh terbesar pada seorang bayi/anak (yaitu kepala)(Moenadjat, 2009). Usia (tahun)

0

1

5

10

A-kepala (muka – belakang) B-1 paha (muka belakang)













4







C-1 kakai (muka belakang)







3





15 4½

Dws 3½

Menurut Kahan dan Raves (2011) : Derajat

Lokasi yang Terlibat

Karakteristik

Perkembangan

Klinis Terapi

Derajat 1 atau ketebalan partial superficial.

Epidermis.

Eritema dan nyeri.

Sembuh dalam waktu 3-4 hari tanpa pembentukan jaringan parut.

Derajat 2 atau

Melewati

Merah muda/

Luka bakar

Sel-sel epidermis yang mati mengalami deskuamasi (mengelupas). Lotion dan obat anti imflamasi non steroid. Dilakukan

ketebalan partial superficial dalam.

epidermis dan sampai ke dermis.

merah/mengeluarkan cairan, pembengkakan dan kepuh, sangat nyeri.

Derajat 3 atau ketebalan penuh.

Semua lapisan melewati dermis.

Putih atau hitam , seperti beludru, seperti lilin, tidak nyeri

dermis superficial sembuh dalam waktu 1 minggu tanpa pembentukan jaringan parut atau gangguan fungsional. Luka bakar dermis yang dapat sembuh dalam waktu 3-8 minggu tetapi disertai dengan pembentukan jaringan parut yang berat dan gangguan fungsi. Luka bakar hanya dapat sembuh dengan cara migrasi epitel dari perifer dan kontraksi. Kecuali luka bakar berukuran kecil, luka bakar ini memerlukan tindakan graft.

eksisi dan graft pada luka bakar dermis yang dalam.

Dilakukan eksisi dan graft.

E. Manifestasi Klinis Luka Bakar Menurut Corwin Elizabeth, J. (2009, Hal : 131) manifestasi klinis pada klien dengan luka bakar ialah sebagai berikut. a. Luka bakar derajat pertama superfisial ditandai oleh kemerahan dan nyeri. Dapat timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin terkelupas. b. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial superfisial ditandai oleh terjadinya lepuh ( dalam beberapa menit) dan nyeri hebat. c. Luka bakar derajat kedua ketebalan parsial dalam ditandai oleh lepuh, atau jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi luka yang kemudian terkelupas. Luka mungkin tidak nyeri. d. Luka bakar derajat ketiga ketebalan penuh tampak datar, tipis, dan kering.

Dapat ditemukan koagulasi pembuluh darah. Kulit mungin tampak putih, merah atau hitam dan kasar. e. Luka bakar listrik mungkin mirip dengan luka bakar panas, atau mungkin tampak sebagai daerah keperakan yang menjadi gembung. Luka bakar listrik biasanya timbul dititik kontak listrik. Kerusakan internal akibat luka bakar listrik mungkin jauh lebih parah daripada luka yang tampak dibagian luar. Luka bakar memiliki tanda dan gejala tergantung derajat keparahan dari luka bakar tersebut, yaitu : a. Derajat I : Kemerahan pada kulit (Erythema), terjadi pembengkakan hanya pada lapisan atas kulit ari (Stratum Corneum), terasa sakit, merah dan bengkak. b. Derajat II : Melepuh (Bullosa) pembengkakan sampai pada lapisan kulit ari, luka nyeri, edema, terdapat gelembung berisi cairan kuning bersih (eksudat). c. Derajat III : Luka tampak hitam keputih-putihan (Escarotica), kulit terbuka dengan lemak yang terlihat, edema, tidak mumcat dengan tekanan, tidak nyeri, folikel rambut dan kelenjar keringat rusak. d. Derajat IV : Luka bakar sudah sampai pada jaringan ikat atau lebih dari kulit ari dan kulit jangat sudah terbakar. F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Luka Bakar 1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah. 2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi. 3.

GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.

4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.

5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan. 6.

Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.

7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress. 8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan. 9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan. 10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera. 11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia. 12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar. G. Penatalaksanaan Medis Luka Bakar 1. Penatalaksanaan luka bakar a. Pertolongan pertama saat kejadian menurut Sjamsuhidayat, dkk. (2010) 1) Luka bakar suhu atau thermal Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar dengan kain basah. Atau korban dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling-guling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menyelup-kan diri ke air dingin atau melepas baju yang tersiram air panas. Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam air mengalir selama sekurangkurangnya lima belas menit. Upaya pendinginan ini dan upaya mempertahankan suhu dingin pada jam pertama akan menghentikan proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan terlangsung walaupun api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas. 2) Luka bakar kimia Baju yang terkena zat kimia harus segera dilepas. Sikap yang sering mengakibatkan keadaan lebih buruk adalah menganggap ringan luka karena dari luar tampak sebagai kerusakan kulit yang hanya kecoklatan,

padahal daya rusak masih terus menembus kulit, kadang sampai 72 jam. Pada umumnya penanganan dilakukan dengan mengencerkan zat kimia secara masif, yaitu dengan mengguyur penderita dengan air mengalir dan kalau perlu diusahakan membersihkan pelan-pelan secara mekanis. Netralisasi dengan zat kimia lain merugikan karena membuang waktu untuk mencarinya, dan panas yang timbul dari reaksi kimianya dapat menambah kerusakan jaringan. Sebagai tindak lanjut, kalau perlu dilakukan resusitasi, perbaikan keadaan umum, serta pemberian cairan dan elektrolit. Pada kecelakaan akibat asam fluorida, pemberian calsium glukonat 10% dibawah jaringan yang terkena, bermanfaat mencegah ion fluor menembus jaringan dan menyebabkan dekalsifikasi tulang. Ion fluor akan terikat menjadi kalsium fluorida yang tidak larut. Jika ada luka dalam, mungkin diperlukan debridemen yang disusul skin grafting dan rekonstruksi. Pajanan zat kimia pada mata memerlukan tindakan darurat segera berupa irigasi dengan air atau sebaiknya larutan garam 0,9% secara terus menerus sampai penderita ditangani di rumah sakit. 3) Luka bakar arus listri Terlebih dahulu arus listrik harus diputus karena penderita mengandung muatan listrik selama masih terhubung dengan sumber arus. Kemudian kalau perlu, dilakukan resusitasi jantung paru. Cairan parenteral harus diberikan dan umumnya diperlukan cairan yang lebih banyak dari yang diperkirakan karena kerusakan sering jauh lebih luas. Kadang luka bakar di kulit luar tampak ringan, tetapi kerusakan jaringan ternyata lebih dalam. Kalau banyak terjadi kerusakan otot, urin akan berwarna gelap karena mengandung banyak mioglobin dan resusitasi pasien ini mengharuskan pengeluaran urin 75-100 ml per jam. Selain itu, urin harus diubah menjadi basa dengan natrium bikarbonat intravena yang menghalangi pengendapan mioglobulin. Bila urin tidak segera bening atau pengeluaran urin tetap rendah, walaupun sudah diberikan sejumlah besar cairan, maka harus diberikan diuretik yang kuat bersama manitol. Pada penderita cedera otot yang masif, dosis manitol (12,5 gram per dosis) mungkin diperlukan selama 12-24 jam. Pasien yang gagal berespon terhadap dosis diatas mungkin membutuhkan amputasi anggota gerak gawat darurat atau pembersihan jaringan nonviabel. Otot jantung juga rentan trauma arus

listrik. Elektrokardiogram (EKG) harus dilakukan untuk menge-tahui adanya kerusakan jantung dan pemantauan jantung yang terus menerus dilakukan untuk mendiagnosis dan merawat aritmia. Kerusakan neurologi juga sering terjadi, terutama pada medulla spinalis, tetapi sulit dilihat, kecuali bila dilakukan tes elektrofisiologi. Pengamatan cermat atas abdomen perlu dilakukan pada tahap segera setelah cedera karena arus yang melewati kavitas peritonealis dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan. 4) Luka bakar radiasi Pada kontaminasi lingkungan, penolong dapat terkena radiasi dari kontaminan sehingga harus mengguna-kan pelindung. Prinsip penolong penderita atau korban radiasi adalah memakai sarung tangan, masker, baju pelindung, dan detektor sinar ionisasi. Sumber kontaminasi harus dicari dan dihentikan serta benda yang terkontaminasi dibersihkan dengan air sabun, deterjen atau secara mekanis disimpan dan dibuang di tempat aman. Keseimbangan cairan dan elektrolit penderita perlu dipertahankan. Selain itu,

perlu

dipikirkan

kemungkinan

adanya

anemia,

leukopenia,

trombositopenia, dan kerenta-nan terhadap infeksi. Sedapat mungkin tidak digunakan obat-obatan yang menekan fungsi sumsum tulang. 2. Penatalaksanaan ABC (airway, breathing, circulation) a. Airway Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan napas dari sumbatan yang terbentuk akibat edema mukosa jalan napas ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan napas yang dapat menyebabkan distres pernapasan. Pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres napas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan napas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.

Pemasangan pipa Nasofaringeal Pipa nasal merupakan pipa bulat lunak yang sesuai dengan anatomi nares, nasofaring dan hipofaring. Ia dimasukkan melalui satu atau kedua nares sehingga ujungnya mencapai tepat di atas epiglotis. Pipa nasal mempunyai keuntungan karena bisa dipasang pada penderita yang masih mempunyai reflek muntah tanpa menyebabkan muntah. b. Breathing Menurut Moenadjat (2009), pastikan pernapasan adekuat dengan : 1) Pemberian oksigen Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan napas, bukan karena kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif. 2) Humidifikasi Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi mukosa. 3) Terapi inhalasi Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan melalui pipa endotrakea atau krikotiroidek-tomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial terjadi akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid. 4) Lavase bronkoalveolar Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada mukosa jalan napas dibandingkan tindakan humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode endoskopik (bronkoskopik)

dan merupakan gold standart. Selain bertujuan terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan evaluasi jalan napas. 5) Rehabilitasi pernapasan Proses rehabilitasi sistem pernapasan dimulai seawal mungkin. Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut antara lain : a) Pengaturan posisi b) Melatih reflek batuk c) Melatih otot-otot pernapasan. Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara aktif saat hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih kooperatif. 6) Penggunaan ventilator Penggunaan

ventilator

diperlukan

pada

kasus-kasus

distresparpernapasan secara bermakna memperbaiki

fungsi

dengan sistem

pernapasan dengan positive end-expiratory pressure (PEEP) dan volume kontrol. c. Circulation Penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan volume sirkulasi. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal no. 18, Hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP. CVP (Central Venous Pressure) merupakan perangkat untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral, dan merupakan parameter dalam menggambarkan informasi volume cairan yang ada dalam sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik, pemberian cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya peningkatan CVP. 3. Melepaskan penghalang Tujuan melakukan penilaian serta mencegah terjadinya konstriksi sekunder akibat edema 4. Resusitasi cairan

Pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektro-lit) dari intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel atau jaringan atau organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian. Pemberian Cairan dengan menggunakan Rumus Baxter Rehidrasi dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut :(2) 

4cc/kgBB/%lukabakar/24 jam.



Separuhnya diberikan dalam 8 jam pertama dan separuhnya lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya.



Rumus

inipun

tidak

mutlak

tepat

karena

banyak

faktor

tidak

diperhitungkan, misalnya luka bakar yang dalam. Contoh : Korban gawat darurat dengan BB 50kg, luas luka bakar 20%. Maka korban gawat darurat akan mendapat 50 x 20 x 4 cc / 24 jam = 4000 cc / 24 jam. Separuhnya 2000 cc (4 kolf) dalam 8 jam pertama. Catatan : 2000cc x 20 (tetes infus set) = ± 80 tetes / menit. 4 (jam) x 60 (menit) Rumus ini hanya merupakan patokan awal, dan menilai cukupnya cairan yang diberikan lebih tepat dengan menilai reproduksi urin setiap jam, yaitu 30 – 50 cc setiap jam pada orang dewasa. Atau dapat menggunakan ukuran 1-1,5 cc / kgBB / jam. Contohnya, korban yang Bbnya 50 kg, maka produksi urin normalnya antara 50 – 70 cc / jam. Bila masa pra – rumah sakit hanya singkat, maka tidak perlu pemasangan kateter uretra ( pemasangan DC, Dauer Catheter). Namun dalam keadaan khusu dimana masa pra-rumah sakit yang lama ( transportasi yang sangat

lama ), maka perlu pemasangan DC sehingga dapat di lakukan monituring produksi urin. 5. Fluid Creep Phenomena Dalam dekade terakhir, resusitasi cairan pada pasien luka bakar telah dilakukan sebagai proses yang rutin. Kebanyakan dari klinisi menggunakan rumus Parkland dalam 24 jam pertama untuk menyesuaikan volume cairan yang diberikan. Sesuai dengan variasi situasi pada pasien luka bakar, penggunaan volume cairan yang berlebih cenderung terjadi untuk meningkatkan pengeluaran urin. Pemberian cairan yang berlebihan dapat mengakibatkan komplikasi edema yang dikenal dengan fenomena "fluid creep". Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk optimasi titrasi dan jenis cairan yang digunakan, seperti pemakaian koloid atau larutan garam hipertonik. Tujuannya adalah untuk menurunkan kebutuhan volume cairan dan terjadinya edema. Penelitian saat ini tentang resusitasi cairan pasien luka bakar berkonsentrasi pada pendekatan untuk meminimalisir fenomena "fluid creep" dengan memperketat kontrol cairan intravena. Formula Parkland sebaiknya hanya digunakan sebagai panduan dalam pemberian cairan. selanjutnya harus dilakukan penyesuaian pada volume dan kecepatan cairan intravena sesuai dengan respon pasien. Banyak penelitian menunjukkan perbandingan antara pemakaian kristaloid dan koloid pada 24 jam pertama setelah kejadian luka bakar. Saat ini, masih terdapat perdebatan penentuan waktu yang tepat untuk pemakaian cairan koloid untuk resusitasi. Bagaimanapun, penggunaan albumin 5% dalam 24 jam kedua dapat dipertimbangkan sebagai alternatif yang bisa diterima (Septrisa, 2012). 6. Penatalaksanaan pencegahan infeksi Menurut Hudak dan Gallo (2000), ketika kestabilan hemodinamik dan pulmonal telah tercapai, perhatian ditujukan pada perawatan awal luka bakar. Menurut Moenadjat (2009), infeksi luka yang berkembang menjadi sepsis menjadi topik yang banyak dibahas dan merupakan penyebab kematian pada luka bakar. Konsekuensinya penggunaan antibiotika dalam penatalaksanaan luka bakar menjadi sesuatu kebutuhan yang mutlak. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah dan mengatasi infeksi terdiri dari beberapa rangkaian, yaitu : a. Tindakan aseptik Yang dimaksud dengan tindakan aseptik adalah serangkaian perlakuan yang diterapkan dan mencerminkan upaya mencegah infeksi, dengan cara :

Mengupayakan ruang perawatan dalam kondisi aseptik. Hal ini diupayakan melalui beberapa cara termasuk desain ruangan yang memungkinkan ventilasi laminar berlangsung layaknya sebuah ruang operasi, penerapan sistem “positive air preasure air filter”, termasuk perawatan yang bertalian dengan proses desinfeksi ruangan, dll. Linen dan bahan lain yang steril. Penggunaan perangkat khusus seperti baju (piyama), skort, topi, masker, alas-kaki, pencucian tangan, penggunaan sarung tangan, dll. Hal ini mencerminkan perilaku petugas sebagai digariskan dalam general precaution upaya mencegah infeksi. b. Pencucian luka Pencucian luka dilakukan menggunakan air yang disterilkan. Prinsip dilution is the best solution for pollution diterapkan. Pencucian luka dikerjakan saat penderita masuk ke unit luka bakar (dalam delapan jam pertama) dan dilakukan satu sampai dua kali dalam sehari sebelum dilakukan nekrotomi dan debridement. Tindakan nekrotomi dan debridement dilakukan bertujuan membuang eskar atau jaringan nekrosis maupun debris yang memicu respon inflamasi dan menghalangi proses penyembuhan luka karena berpotensi besar untuk berkembang menjadi fokus infeksi. Tindakan ini dilakukan seawal mungkin dan dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai kebutuhan. Yang dimaksud tindakan awal adalah dalam 3-4 hari pertama pasca trauma, saat konsistensi eskar masih padat dan belum mengalami lisis, eskar yang mengalami lisis memicu respon inflamasi sangat kuat dan sulit dilakukan. Pada prosedur ini, luka dicuci menggunakan larutan steril. Perawatan untuk pasca nekrotomi dan debridement, luka dicuci setiap kali penggantian balutan. c. Eskarotomi Meskipun

peninggian

ekstrimitas

dapat

menurunkan

edema,

namun

eskarotomi sering diperlukan. Eskarotomi adalah insisi pada jaringan parut yang menebal sehingga memungkinkan jaringan edematosa yang hidup di bawahnya melebar. Dengan demikian memulihkan perfusi jaringan yang adekuat. Eskarotomi dibuat pada garis midlateral atau midmedial ekstrimitas yang terkait. Prosedur dilakukan di tempat tidur, dan tidak memerlukan anestesi lokal. Tempat eskarotomi ditutupi dengan agen topikal karena karena jaringan hidup terpajan, dan dipasang balutan tipis. Biasanya prosedur ini

diperlukan hanya pada cedera yang terjadi lingkungan arus listrik bertegangan tinggi atau cedera hancur (Hudak dan Gallo, 1996). d. Pemberian antibiotik Pemberian antibiotik secara umum dibedakan atas dua jenis, yaitu antibiotik profilaksis dan terapeutik. 1) Antibiotikaprofilaksis pada luka bakar Secara umum yang dimaksud dengan pemberian antibiotik profilaksis adalah pemberian antibiotik sistemik bertujuan mencegah berkembangnya infeksi sebelum melakukan sayatan tindakan pembedahan atau prosedur invasif lainnya. Antibiotik diberikan melalui jalur intravena 30 menit sebelum tindakan untuk satu kali pemberian (single dose). Jenis antibiotik yang diberikan didasari atas pola bakteri yang didasari atas pola bakteri yang paling sering menimbulkan infeksi di rumah sakit pada kurun waktu tertentu. 2) Antibiotik teraupetik pada luka bakar Pemberian antibiotik sistemik yang ditujukan mengatasi infeksi yang timbul. Pemilihan jenis antibiotik dilakukan berdasarkan hasil kultur mikroorganisme penyebab infeksi dan memiliki sensitivitas terhadap mikroorganisme penye-bab. Pemberiannya diberikan sesuai dosis lazim. 7. Amputasi Menurut Hudak dan Gallo (1996), indikasi amputasi apabila terdapat : a. Cedera otot masif akibat elektric injury disertai mioglobin pada urin yang gagal berespon terhadap resusitasi cairan dan pemberian diuretik kuat serta manitol. b. Keropeng dengan perlemahan status vaskuler dengan nekrosis iskemik. c. Infeksi yang meluas hingga mengenai sebagian besar anggota gerak. 8. Perawatan Luka Pada Luka Bakar Terdapat 2 jenis perawatan luka pada luka bakar, yaitu : 1) Perawatan luka bakar terbuka (exposure method) Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang.

Kerugiannya

bila

digunakan

obat

tertentu,

misalnya

mitrasargenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluargapun merasa kurang enak karena melihat luka yang tampak kotor. Perawatan terbuka ini

memerlukan ketelatenan dan pengawasan yang ketat dan aktif. Keadaan luka harus diamati beberapa kali dalam sehari. Cara ini baik untuk merawat LB yang dangkal. Untuk LB III dengan eksudasi dan pembentukan pus harus dilakukan pembersihan luka berulang-ulang untuk menjaga luka tetap kering. Penderita perlu dimandikan tiap hari, tubuh sebagian yang luka dicuci dengan sabun atau antiseptik dan secara bertahap dilakukan eksisi eskar atau debridement. 2) Perawatan luka bakar tertutup (occlusive dressing method) Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi. Keuntungannya adalah luka tampak rapi, terlindung dan enak bagi penderita. Hanya diperlukan tenaga dan biaya yang lebih karena dipakainya banyak pembalut dan antiseptik. Untuk menghindari kemungkinan kuman untuk berkembang biak, sedapat mungkin luka ditutup kasa penyerap (tole) setelah dibubuhi dan dikompres dengan antispetik. Balutan kompres diganti beberapa kali sehari. Pada waktu penggantian balut, eskar yang terkelupas dari dasarnya akan terangkat, sehingga dilakukan debridement. Tetapi untuk LB luas debridement harus lebih aktif dan dicuci yaitu dengan melakukan eksisi eskar. 9. Tindakan Bedah Tindakan bedah selanjutnya pada penderita LB yang dapat melewati fase aktif adalah eksisi dan penutupan luka. Hal ini sangat penting bila ingin menghindarkan kematian oleh sepsis dan akibat-akibat hipermetabolisme yang sulit diatasi. Eksisi eskar dilakukan secara tangensial. Seluruh jaringan nekrotik dibuang, bila perlu sampai fascia atau lebih dalam. Keuntungan eksisi eskar dan penutupan luka yang dini adalah : 1) Keadaan umum cepat membaik. 2) Jaringan nekrotik sebagai media tumbuh bakteri dihilangkan. 3) Penyembuhan luka menjadi lebih pendek bila dilakukan skin graft. 4) Timbulnya jaringan parut dan kontraktur dikurangi. 5) Sensitivitas lebih baik. H. Komplikasi Luka Bakar 1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal 2. Sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan

mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. 3. Adult Respiratory Distress Syndrome. Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. 4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling. 5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi. 6. Gagal ginjal akut. Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

Related Documents

Konsep Dasar
May 2020 49
Konsep Dasar
November 2019 61
Konsep Dasar
November 2019 71
1. Konsep Dasar Entitas.docx
December 2019 26

More Documents from "khusniatul ain"