Kmb Pak Dudut.docx

  • Uploaded by: nonika sianturi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kmb Pak Dudut.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,295
  • Pages: 15
MAKALAH MASALAH-MASALAH YANG TERJADI PADA KASUS CIDERA TULANG BELAKANG

D I S U S U N

OLEH

NONIKA ROMA SURYANI SIANTURI NIM. 187046009

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

ANATOMI Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf, menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12 thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal (Moore keith, 2002).

Tulang belakang merupakan suatu satu kesatuan yang kuat diikat oleh ligamen di depan dan dibelakang serta dilengkapi diskus intervertebralis yang mempunyai daya absorbsi tinggi terhadap tekanan atau trauma yang memberikan sifat fleksibel dan elastis. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transpotasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang dapt mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga (22%), , terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja (Roper Steven, 2003).

Cedera Stabil dan Tidak Stabil Cedera vertebra menurut kestabilannya terbagi menjadi cedera stabil dan cedera tidak stabil. Cedera dianggap stabil jika bagian yang terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior, komponen vertebral tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur adalah contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat bergeser dengan gerakan normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek, Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari ligamen posterior. Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan radiograf. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior, lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior), kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior) (Denis, 1983). Pembagian bagian kolumna vertebralis adalah sebagai berikut : 1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis 2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari corpus vertebralis, diskus dan annulus vertebralis 3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa

Cedera Cervical Segmen cervical adalah segmen yang paling mudah digerakkan dan mudah cedera. Cedera cervical dengan mengenai bagian atas medulla spinalis akan berakibat fatal dan penyebab kematian pada pasien kecelakaan saat pasien diperjalanan menuju rumah sakit. Nyeri dan kekakuan leher atau keluhan paraestesia atau kelemahan pada tungkai atas, harus diperhatikan . Kekuatan yang menyebabkan cedera kepala yang berbahaya (misalnya

kecelakaan lalu lintas atau benturan kepala akibat jatuh dari tempat tinggi) juga dapat menyebabkan cedera leher. Karena itu, pada pasien yang pingsan karena cedera kepala, harus selalu dicurigai mengalami fraktur vertebra cervical. Pemeriksaan diawali dengan inspeksi, posisi leher yang abnormal dapat menjadi tanda pendukung. Gerakan harus dilakukan dengan sangat pelan-pelan dan, jika nyeri sebaiknya ditunda hingga leher difoto dengan sinar-X. Nyeri atau paraestesia pada tungkai perlu diperhatikan, dan tungkai harus selalu diperiksa untuk mencari bukti adanya kerusakan sumsum atau akar saraf. Jenis fraktur daerah cervical, sebagai berikut: 1. Fraktur Atlas C 1 Fraktur ini terjadi pada kecelakaan jatuh dari ketinggian dan posisi kepala menopang badan dan daerah cervical mendapat tekanan hebat. Condylus occipitalis pada basis crani dapat menghancurkan cincin tulang atlas. Jika tidak ada cedera angulasi dan rotasi maka pergeseran tidak berat dan medulla spinalis tidak ikut cedera. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah posisi anteroposterior dengan mulut pasien dalam keadaan terbuka. Terapi untuk fraktur tipe stabil seperti fraktur atlas ini adalah immobilisasi cervical dengan collar plaster selama 3 bulan 2. Pergeseran C 1 C2 ( Sendi Atlantoaxial) Atlas dan axis dihubungkan dengan ligamentum tranversalis dari atlas yang menyilang dibelakang prosesus odontoid pada axis. Dislokasi sendi atlantoaxial dapat mengakibatkan arthritis rheumatoid karena adanya perlunakan kemudian akan ada penekanan ligamentum transversalis. Fraktur dislokasi termasuk fraktur basis prosesus odontoid. Umumnya ligamentum tranversalis masih utuh dan prosesus odontoid pindah dengan atlas dan dapat menekan medulla spinalis. Terapi untuk fraktur tidak bergeser yaitu imobilisasi vertebra cervical. Terapi untuk fraktur geser atlantoaxial adalah reduksi dengan traksi continues. 3. Fraktur Kompresi Corpus Vertebral

Tipe kompresi lebih sering tanpa kerusakan ligamentum spinal namun dapat mengakibatkan kompresi corpus vertebralis. Sifat fraktur ini adalah tipe tidak stabil. Terapi untuk fraktur tipe ini adalah reduksi dengan plastic collar selama 3 minggu ( masa penyembuhan tulang). 4. Flexi Subluksasi Vertebral Cervical Fraktur ini terjadi saat pergerakan kepala kearah depan yang tiba-tiba sehingga terjadi deselerasi kepala karena tubrukan atau dorongan pada kepala bagian belakang, terjadi vertebra yang miring ke depan diatas vertebra yang ada dibawahnya, ligament posterior dapat rusak dan fraktur ini disebut subluksasi, medulla spinalis mengalami kontusio dalam waktu singkat. Tindakan yang diberikan untuk fraktur tipe ini adalah ekstensi cervical dilanjutkan dengan imobilisasi leher terekstensi dengan collar selama 2 bulan. 5. Fleksi dislokasi dan fraktur dislokasi cervical Cedera ini lebih berat dibanding fleksi subluksasi. Mekanisme terjadinya fraktur hampir sama dengan fleksi subluksasi, posterior ligamen robek dan posterior facet pada satu atau kedua sisi kehilangan kestabilannya dengan bangunan sekitar. Jika dislokasi atau fraktur dislokasi pada C7 –Th1 maka posisi ini sulit dilihat dari posisi foto lateral maka posisi yang terbaik untuk radiografi adalah “swimmer projection” Tindakan yang dilakukan adalah reduksi fleksi dislokasi ataupun fraktur dislokasi dari fraktur cervical termasuk sulit namun traksi skull continu dapat dipakai sementara. 6. Ekstensi Sprain ( Kesleo) Cervical (Whiplash injury) Mekanisme cedera pada cedera jaringan lunak yang terjadi bila leher tiba-tiba tersentak ke dalam hiperekstensi. Biasanya cedera ini terjadi setelah tertabrak dari belakang; badan terlempar ke depan dan kepala tersentak ke belakang. Terdapat ketidaksesuaian mengenai patologi yang tepat tetapi kemungkinan ligamen longitudinal anterior meregang atau robek dan diskus mungkin juga rusak. Pasien mengeluh nyeri dan kekakuan pada leher, yang refrakter dan bertahan selama setahun atau lebih lama. Keadaan ini sering disertai dengan gejala lain yang lebih tidak jelas, misalnya nyeri kepala, pusing, depresi, penglihatan kabur dan rasa baal atau paraestesia pada lengan. Biasanya tidak

terdapat

tanda-tanda

fisik,

dan

pemeriksaan

dengan

sinar-X

hanya

memperlihatkan perubahan kecil pada postur. Tidak ada bentuk terapi yang telah terbukti bermanfaat, pasien diberikan analgetik dan fisioterapi. 7. Fraktur Pada Cervical Ke -7 (Processus Spinosus) Prosesus spinosus C7 lebih panjang dan prosesus ini melekat pada otot. Adanya kontraksi otot akibat kekerasan yang sifatnya tiba-tiba akan menyebabkan avulsi prosesus spinosus yang disebut “clay shoveler’s fracture” . Fraktur ini nyeri tetapi tak berbahaya. Cedera Vertebra Thorakolumbar 1. Fraktur kompresi (Wedge fractures) –adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi. Vertebra dengan fraktur kompresi akan menjadi lebih pendek ukurannya daripada ukuran vertebra sebenarnya.

2. Fraktur remuk (Burst fractures) fraktur yang terjadi ketika ada penekanan corpus vertebralis secara langsung, dan tulang menjadi hancur. Fragmen tulang berpotensi masuk ke kanalis spinais. Terminologi fraktur ini adalah menyebarnya tepi korpus vertebralis kearah luar yang disebabkan adanya kecelakaan yang lebih berat dibanding fraktur kompresi. tepi tulang yang

menyebar atau melebar itu akan memudahkan medulla spinalis untuk cedera dan ada fragmen tulang yang mengarah ke medulla spinalis dan dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan paralisi atau gangguan syaraf parsial. Tipe burst fracture sering terjadi pada thoraco lumbar junction dan terjadi paralysis pada kaki dan gangguan defekasi ataupun miksi. Diagnosis burst fracture ditegakkan dengan x-rays dan CT scan untuk mengetahui letak fraktur dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fracture atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligamen dan adanya perdarahan. 3. Fraktur dislokasi–terjadi ketika ada segmen vertebra berpindah dari tempatnya karena kompresi, rotasi atau tekanan. Ketiga kolumna mengalami kerusakan sehingga sangat tidak stabil, cedera ini sangat berbahaya. Terapi tergantung apakah ada atau tidaknya korda atau akar syaraf yang rusak.2 Kerusakan akan terjadi pada ketiga bagian kolumna vertebralis dengan kombinasi mekanisme kecelakaan yang terjadi yaitu adanya kompresi, penekanan, rotasi dan proses pengelupasan. Pengelupasan komponen akan terjadi dari posterior ke anterior dengan kerusakan parah pada ligamentum posterior, fraktur lamina, penekanan sendi facet dan akhirnya kompresi korpus vertebra anterior. Namun dapat juga terjadi dari bagian anterior ke posterior. kolumna vertebralis. Pada mekanisme rotasi akan terjadi fraktur pada prosesus transversus dan bagian bawah costa. Fraktur akan melewati lamina dan seringnya akan menyebabkan dural tears dan keluarnya serabut syaraf.

4. Cedera pisau lipat (Seat belt fractures) sering terjadi pada kecelakaan mobil dengan kekuatan tinggi dan tiba-tiba mengerem sehingga membuat vertebrae dalam keadaan fleksi, dislokasi fraktur sering terjadi pada thoracolumbar junction.7. Kombinasi fleksi dan distraksi dapat menyebabkan tulang belakang pertengahan menbetuk pisau lipat dengan poros yang bertumpu pada bagian kolumna anterior vertebralis. Pada cedera sabuk pengaman, tubuh penderita terlempar kedepan melawan tahanan tali pengikat. Korpus vertebra kemungkinan dapat hancur selanjutnya kolumna posterior dan media akan rusak sehingga fraktur ini termasuk jenis fraktur tidak stabil Cedera Saraf Pada cedera spinal akibat pergeseran struktur dapat merusak korda atau akar saraf, atau keduanya; lesi servikal dapat menyebabkan kuadriplegia, paraplegia lesi torakolumbal. Kerusakan dapat sebagian atau lengkap. Terdapat tiga jenis lesi: gegar korda, transeksi korda dan transeksi akar. Gegar Korda (Neurapraksia) Paralisis motorik (flasid), kehilangan sensorik dan paralisis viseral di bawah tingkat lesi korda mungkin bersifat lengkap, tetapi dalam beberapa menit atau beberapa jam penyembuhan dimulai dan segera sembuh sepenuhnya. Keadaan itu paling mungkin terjadi pada pasien yang, karena beberapa alasan selain cedera, mempunyai saluran anteroposterior yang diameternya kecil; tetapi, tidak terdapat bukti radiologik adanya kerusakan tulang yang barn terjadi. Transeksi Korda Paralisis motorik, kehilangan sensorik dan paralisis viseral terjadi di bawah tingkat lesi korda; seperti halnya gegar korda, paralisis motorik mula-mula

bersifat flasid. Ini adalah keadaan sementara yang dikenal sebagai syok korda, tetapi cedera itu bersifat anatomic dan tak dapat diperbaiki. Tetapi, beberapa waktu kemudian, korda di bawah tingkat transeksi sembuh dari syok dan bekerja sebagai struktur yang bebas; artinya, menunjukkan aktivitas refleks. Dalam beberapa jam refleks anal dan penis pulih kembali, dan respons plantar menjadi ekstensor. Dalam beberapa hari atau beberapa minggu paralisis flasid menjadi spastik, disertai peningkatan, tonus, peningkatan refleks tendon dan klonus; spasme fleksor dan kontraktur dapat terjadi tetapi sensasi tak pernah pulih kembali. Timbulnya refleks anal dan penis tanpa adanya sensasi pada kaki bersifat diagnostik untuk transeksi korda. Transeksi Akar Paralisis motorik, kehilangan sensorik dan paralisis viseral terjadi pada distribusi akar yang rusak. Tetapi, transeksi akar berbeda dari transeksi korda, dalam dua hal: (1) regenerasi secara teoretis dapat terjadi; dan (2) paralisis motorik yang tersisa tetap flasid secara permanen.

Skala klinis yang digunakan untuk menentukan derajatan keparahan gangguan neurologi adalah scoring Frankel (1970) , 5 kategori tersebut adalah A. jika sensorik dan motoriknya tidak berfungsi, B jika hanya sensori saja yang berfungsi, C jika sensorinya ada sebagian dan motorikny ada sebagian, d jika motorik baik dan E sensorik dan motorik baik. Cervical Pada cedera vertebra servikal, transeksi korda hampir sesuai dengan tingkat kerusakan tulang. Tidak lebih dari satu atau dua akar lain yang mungkin akan mengalami transeksi. Transeksi korda servikal yang tinggi bersifat fatal karena semua otot pernapasan lumpuh. Pada tingkat vertebra C5, transeksi korda dapat secara khusus mengisolasi korda servikal bagian bawah (dengan paralisis tungkai atas), korda toraks (dengan paralisis badan) dan korda lumbal dan sakral (dengan paralisis tungkai bawah dan visera). Pada cedera di bawah vertebra C5, tungkai

atas sebagian terhindar dan mengakibatkan deformitas yang khas. Antara Vertebra Th I dan Th X Segmen korda lumbal pertama pada orang dewasa berada pada tingkat vertebra T10. Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan menghindarkan korda toraks tetapi mengisolasikan seluruh korda, lumbal dan sakral, disertai paralisis tungkai bawah dan visera. Akar toraks bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tak banyak pengaruhnya. Di Bawah Vertebra Th X Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara vertebra T I dan LI, dan meruncing pada antar ruang di antara vertebra LI dan L2. Akar saraf L2 sampai S4 muncul dari konus medularis dan beraturanan turun dalam suatu kelompok (cauda equina) untuk muncul pada tingkat yang berturutan pada spina lumbosakral. Karen itu, cedera spinal di atas vertebra T10 menyebabkan transeksi korda, cedera di antara vertebra TIO dan LI dapat menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dan cedera di bawah vertebra Ll hanya menyebabkan lesi akar. Akar sakral mempersarafi: (1) sensasi dalam daerah "pelana", suatu jalur di sepanjang bagian belakang paha dan tungkai bawah, dan dua pertiga sebelah luar tapak kaki; (2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan kaki: (3) refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki; dan (4) pengendalian kencing. Akar lumbal mempersarafi: (1) sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagian yang dipasok oleh segmen sakral; (2) tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pinggul dan lutut: dan (3) refleks kremaster dan refleks lutut.. Bila cedera tulang berada pada sambungan torakolumbal, penting untuk membedakan antara transeksi korda tanpa kerusakan akar dan transeksi korda dengan transeksi akar. Pasien tanpa kerusakan akar jauh lebih baik daripada pasien dengan transeksi korda dan akar. Lesi Korda Lengkap

Paralisis Iengkap dan anestesi di bawah tingkat cedera menunjukkan transeksi korda. Selama stadium syok spinal, bila tidak ada refleks anal (tidak lebih dari 24 jam pertama) diagnosis tidak dapat ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dan defisit saraf terus berlanjut, lesi korda bersifat lengkap. Setiap lesi lengkap yang berlangsung lebih dari 72 jam tidak akan sembuh.

Lesi Korda Tidak Lengkap Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji menusukkan peniti di daerah perianal ) menunjukkan lesi tak lengkap sehingga prognosis baik. Penyembuhan dapat berlanjut sampai 6 bulan setelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma korda central di mana kelemahan adalah hasil awal diikuti dengan paralisis neuron motorik bawah pada tungkai atas dengan paralisis neuron motorik atas (spastik) pada tungkai bawah, dan tetap ada kemampuan pengendalian kandung kemih dan sensasi perianal (sakral terhindar). Pada sindroma korda anterior yang lebih jarang terjadi, terdapat paralisis lengkap dan anestesi tetapi tekanan dalam dan indera posisi tetap ad pada tungkai bawah (kolom dorsal terhindar). Pada sindroma korda posterior yang agak jarang terjadi (hanya tekanan dalam dan propriosepsi yang hilang), dan sindroma Brown Sequard (hemiseksi korda, dengan paralisis ipsilateral dan hilangnya perasaan nyeri kontralateral) biasanya disebabkan oleh cedera toraks. Di bawah vertebra Th X, diskrepansi antara tingkat neurologik dan tingkat rangka adalah akibat transeksi akar yang turun dari segmen yang lebih tinggi dari lesi korda. Tabel 2: Incomplete cord syndromes

Sindrom

Deskripsi

Anterior cord

Lesi yang mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensitivitas terhadap nyeri, temperature namun fungsi propioseptif masih normal

Brown-Sequard

Proposeptif ipsilateral normal, motorik hilang dan kehilangan sensitivitas nyeri dan temperatur pada sisi kontralateral

Central cord

Khusus pada regio sentral, anggota gerak atas lebih lemah dibanding anggota gerak bawah

Dorsal cord Lesi terjadi pada bagian sensori terutama mempengaruhi propioseptif (posterior cord) Conus medullaris

Cedera pada sacral cord dan nervus lumbar dengan kanlis neuralis ; arefllex pada vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah

Cauda equina

Cedera pada daerah lumbosacral dengan kanalis neuralis yang mengakibatkan arefleksia vesika urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah

TERAPI Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas: penilaian kesadaran, jalan nafas, sirkulasi, pernafasan, kemungkinan adanya perdarahan dan segera mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinik secara teliti meliputi pemeriksaan neurology fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk mengetahui kemungkinan adanya fraktur pada vertebra. Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi. semuanya tergantung dengan tipe fraktur 1.

Braces & Orthotics ada tiga hal yang dilakukan yakni, mempertahankan kesegarisan vertebra (aligment), 2 imobilisasi vertebra

dalam masa

penyembuhan, 3 mengatsi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan. Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh; brace rigid collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic

brace (Minerva) untuk fraktur pada punggung bagian atas, thoracolumbarsacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung bagian bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus, umumnya fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokas memerlukan traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan kesegarisan 2. Pemasanagan alat dan prosoes penyatuan (fusion). Teknik ini adalah teknik pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion adalah proses penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu dengan alatalat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft adalah penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung. Penyatuan ini memerlukan waktu beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk menghasilkan penyatuan yang solid. 3. Vertebroplasty & Kyphoplasty, tindakan ini adalah prosedur invasi yang minimal. Pada prinsipnya teknik ini digunakan pada fraktur kompresi yag disebabkan osteoporosis dan tumor vertebra. Pada vertebroplasti bone cement diinjeksikan melalui lubang jarung menuju corpus vertebra sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkanan dikembungkan untuk melebarkan vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi dengan bone cement . Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi 1. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup, kateterisasi dan evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu 2. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua hari 3. Monitoring cairan masuk dan cairan yang keluar dari tubuh 4. Nutirsi dengan diet tinggi protein secara intravena 5. Cegah dekubitus 6. Fisioterapi untuk mencegah kontraktur2 Secara lebih detail, National Spinal Cord Injury Association dan The Christopher & Dana Reeve Foundation mengkategorikan trauma medulla spinalis, menjadi :

a.

High Cervical Nerves ( C1-C4) Trauma medulla spinalis pada level ini menyebabkan tetraplegia. Pasien mungkin tidak mampu untuk bernapas dan batuk dengan kemampuan sendiri juga kehilangan kemampuan mengontrol defekasi, berkemih. Terkadang kemampuan untuk berbicara juga terganggua atau menurun.

b.

Low Cervical Nerves (C5 – C8) Trauma level ini memungkinkan pasien masih mampu bernapas dan bicara normal seperti sebelumnya. a)

Trauma C5 Pasien mampu menggerakkan tangan meraih siku, tetapi terjadi paraplegia. Mampu berbicara menggunakan diafragma, tetapi kemampuan bernapas melemah.

b)

Trauma C6 Saraf ini berfungsi untuk pergerakan ekstensi siku, jadi trauma pada level ini menyebabkan gangguan pada kemampuan ekstensi siku, dan terjadi paraplegia. Mampu berbicara menggunakan diafragma, tetapi kemampuan bernapas melemah.

c)

Trauma C7 Sebagian besar pasien mampu menggerakkan bahu, dengan gangguan ekstensi siku dan ekstensi jari – jari tangan. Tidak terdapat gangguan kontrol atau terdapat sedikit kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi tetapi pasien dapat mengatur fungsi tersebut sesuai dengan keinginan dengan bantuan alat.

d)

Trauma C8 Pasien masih mampu menggenggam dan melepaskan objek yang digenggam. Tidak terdapat gangguan kontrol atau terdapat sedikit kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi tetapi pasien dapat mengatur fungsi tersebut sesuai dengan keinginan dengan bantuan alat.

c.

Thoracic Nerves (T1-T5) Saraf pada level ini mempengaruhi otot dada atas, otot abdominal, dan otot punggung atas. Trauma medulla spinalis level ini jarang menyebabkan gangguan ekstremitas atas.

d.

Thoracic Nerves (T6 – T12) Saraf pada level ini, mempengaruhi otot perut dan punggung tergantung dari level trauma medulla spinalis. Biasanya trauma menyebabkan keluhana paraplegia dengan kekuatan ekstremitas atas dalam kondisi normal. Pasien masih mampu mengendalikan kemampuan dan keseimbangan tubuh untuk duduk dan mampu batuk produktif selama

otot abdominal masih intak. Biasanya tidak terdapat gangguan berkemih ataupun defekasi. e.

Lumbar Nerves (L1-L5) Secara umum trauma ini menyebabkan gangguan fungsi panggul dan kaki. Tidak terdapat kontrol atau tedapat sedikit kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi tetapi pasien dapat mengatur fungsi tersebut sesuai dengan keinginan dengan bantuan alat. Tergantung kekuatan kaki, pasien mungkin memerlukan alat bantu untuk berjalan.

f.

Sacral Nerves ( S1-S5) Trauma menyebabkan kehilangan beberapa fungsi dari panggul dan kaki. Tidak terdapat gangguan kontrol atau terdapat sedikit kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi tetapi pasien dapat mengatur fungsi tersebut sesuai dengan keinginan dengan bantuan alat. Pasien mampu berjalan cukup baik.

DAFTAR PUSTAKA

Kuntz Charlez, (2004), Spine Fracture; Emedicine Journals, download from http://www.emedicine.com/orthoped/topic567.htm Moore keith, (2002), Essential Clinical Anatomy; Second Edition, lippincot Williams and Wilkins: Baltimore. Thomas, VM, (2004), Thoracolumbal Vertebral Fracture; Journal Orthopaedics, download from http://www.jortho.org/index.html

of

Young wise, (2000), Spinal Cord Injury Level And Classification, download from http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml

Related Documents

Kmb (pak Dira).pptx
December 2019 14
Kmb Pak Dudut.docx
June 2020 12
Kmb I (pak Dedi).docx
December 2019 18
Kmb
November 2019 48

More Documents from "syifa"