PANDUAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA Jl. Lintas Timur No. 1147 Unit 2, kec. Banjar Agung Kab. Tulang Bawang
Tahun 2017
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan
Pelayanan yang berkualitas merupakan cerminan dari sebuah proses yang berkesinambungan dengan berorientasi pada hasil yang memuaskan. Dalam perkembangan masyarakat yang semakin kritis, mutu pelayanan rumah sakit tidak hanya disorot dari aspek klinis medisnya saja namun juga dari aspek keselamatan pasien dan aspek pemberian pelayanannya , karena muara dari pelayanan rumah sakit adalah pelayanan jasa. Rumah sakit di Indonesia kini harus berbenah dan mengantisipasi era globalisasi dan pasar bebas yang segera akan berlaku. Selain pemberdayaan organisasi dan sumber daya manusia, tuntutan peningkatan mutu pelayanan juga merupakan hal penting yang harus disikapi. Hal lain yang juga menjadi tuntutan masyarakat saat ini adalah layanan kesehatan yang berorientasi kepada keselamatan pasien. Hal ini sangat penting karena saat ini ekspektasi masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan yang mereka terima dan orientasi layanan kesehatan pada keselamatan jiwa mereka sudah sangat tinggi. Rencana Strategis (Rencana Jangka Panjang) Rumah Sakit Mutiara Bunda tahun. Rencana kerja kegiatan setiap tahun yang dapat digunakan untuk mencapai visinya. Pemahaman Rencana Strategis merupakan salah satu upaya strategi rumah sakit dalam menyatukan impian rumah sakit mewujudkan visi dan misinya. Dalam tahap pencapaian pelaksanaan setiap tahunnya, Rumah Sakit Mutiara Bunda mengalami dinamika seiring terjadinya perubahan lingkungan eksternal dan internal Rumah Sakit. Pada analisis SWOT yang termuat dalam rencana strategis (Renstra) Rumah Sakit Mutiara Bunda menjelaskan bahwa pengaruh tuntutan mutu pelayanan menjadi salah satu ancaman bagi keberhasilan pelaksananaan pelayanan. Faktor kunci keberhasilan Rumah Sakit Mutiara Bunda dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya terdapat 2 (dua) faktor yang menjadikan peningkatan mutu sebagai inti keberhasilan. Faktor tersebut adalah Menerapkan standar pelayanan yang bermutu tinggi sesuai dengan kaidah ilmu kedokteran klinik dan mengalokasikan sumber daya keuangan yang berorientasi pada perbaikan mutu pelayanan.
2
Semua gambaran tersebut di atas menjelaskan bagaimana program peningkatan mutu dan keselamatan pasien menjadi salah satu prioritas yang harus dilaksanakan guna pencapaian visi misi seperti yang tertuang dalam rencana strategis Rumah Sakit Mutiara Bunda.
1.2 Latar Belakang
Rumah Sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di rumah sakit menyangkut berbagai fungsi pelayanan, pendidikan dan penelitian, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, rumah sakit harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu dan keselamatan pasien di semua tingkatan. Keselamatan pasien telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting terkait dengan keselamatan (safety) rumah sakit yaitu; keselamatan passion (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan ‘bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek keselamatan tersebut sangat penting untuk dilaksanakan di rumah sakit. Namun harus diakui bahwa kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu citra perumahsakitan. Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien, sesuai dengan sumpahyan diucapkan hypocrates kira-kira 2400 yang lalu,yaitu primum non nocere (first, do no ham). Namun
diakui dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit maka semakin kompleks dan berpotensi terjadinya kejadian tidak diharapkan KTD (adverse event) apabila tidak dilakukan dengan hati-hati. Keberagaman dan kerutinan pelayanan yang apabila tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan kejadian tidak diharapkan.
3
Mengingat peningkatan mutu dan keselamatan pasien sudah menjadi kebutuhan sekaligus tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka dipandang sangat perlu dibuat sebuah pedoman yang menjadi acuan bagi manajemen dan seluruh karyawan Rumah Sakit Mutiara Bunda dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Pedoman peningkatan mutu dan keselamatan pasien ini merupakan kebijakan Rumah Sakit Mutiara Bunda tidak bersifat statis dan dapat dilakukan revisi kapan saja bila dipandang perlu atau setidaknya ditinjau kembali untuk perbaikan setiap dua atau tiga tahun sekali.
1.3 TUJUAN 1. Tujuan Umum Sebagai sarana bagi manajemen dan seluruh staf Rumah Sakit Mutiara Bunda dalam memberikan pelayanan yang bermutu, bermartabat dan berorientasi pada keselamatan dan kepuasan pasien.
2. Tujuan Khusus 1. Terlaksananya sistem pelayanan yang mengutamakan keselamatan pasien dan petugas yang memberi pelayanan. 2. Terbentuknya budaya organisasi serta motivasi yang tinggi untuk peduli terhadap peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara kontinyu. 3. Terlaksananya pencatatan dan pelaporan semua indikator mutu pelayanan dan indikator keselamatan pasien
1.4 Indikator Sasaran Klinis Sasaran klinis adalah obyek yang dijadikan sebagai variabel penilaian yang terukur terhadap suatu jenis pelayanan klinis yang dilakukan. Indikator ini merupakan ukuran obyektif dalam bentuk kuantitatif terhadap proses manajemen atau dampak dari asuhan pasien dan menjadi pertanda akan masalah yang mungkin terjadi dan peluang perbaikan mutu klinik. Indikator ini dapat digunakan untuk membantu menyoroti area masalah dalam kinerja klinis sehingga dapat member informasi atau medorong kegiatan peningkatan mutu. Sasaran klinis tersebut ditentukan berdasarkan area, instalasi atau unit kerja tertentu.
4
Sasaran klinis tersebut ditentukan berdasarkan pengukuran fungsi klinis dan mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang berlaku di rumah sakit. Mengingat sumber dayayang dimiliki rumah sakit terbatas, maka Rumah Sakit Mutiara Bunda tidak mampu mengumpulkan data untuk menilai semua variabel yang diinginkan. Agar sasaran klinis tersebut dapai diukur dan dinilai dengan efektif baik prosedur, proses maupun hasil maka rumah sakit memilih beberapa sasaran dengan mengacu kepada visi misi yang diemban oleh Rumah Sakit Mutiara Bunda serta kebutuhan pasien dan pelayanan. Dalam penentuan sasaran klinis, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan antara lain adalah berimplikasi resiko tinggi, diberikan dalam volume besar (biaya tinggi) dan cenderung menimbulkan masalah. Pemilihan indikator tersebut harus mampu memenuhi empat criteria, yaitu: 1. Sahih atau valid, yaitu benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek yang akan dinilai 2. Dapat dipercaya (reliable), yaitu mampu menunjukkan hasil yang sama pada pengukuran berulang u ntuk waktu sekarang dan yang akan datang 3. Sensitif, yaitu cukup peka untuk mengukur sehingga jumlah sampel pengukuran tidak perlu banyak. 4. Spesifik, yaitu memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas supaya tidak tumpang tindih. 5. Adapun indikator tersebut adalah:
Tabel 1. Indikator Sasaran Klinis berdasarkan area klinik No a.
Area Klinis Assesmen Pasien.
a.
Pelayanan laboratorium
b.
Penggunaan antibiotika obat lainnya
c.
dan
Prosedur bedah
Indikator sasaran 1. Angka ketidaklengkapan asesmen awal medis dalam 24 jam pada pasien rawat inap 2. Keselamatan , Kesinambungan dan Ketepatan waktu 3. Tergambarnya tanggung jawab dokter dalam melakukan asesmen medis dalam 24 jam. 1. Waktu tunggu hasil pemeriksaan 2. Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan 3. Tidak ada kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan 1. Ketepatan waktu pemberian antibiotika 2. Kejadian nyaris cedera kerena pemberian obat 3. Pencegahan adverse drug even 1. Waktu tunggu operasi elektif
5
2. 3. 4. 5. d.
e.
Kesalahan medikasi dan kejadian nyaris cedera Pencegahan dan control
infeksi,
surveilans
dan
pelaporan
Kejadian kematian di meja operasi Tidak ada kejadian operasi salah orang Tidak ada kejadian operasi salah sisi Tidak ada kejadian bendah asing tertinggal dalam tubuh pasien 1. Tidak ada kesalahan pemberian obat
1. Kejadian infeksi pasca operasi 2. Angka kejadian infeksi nosokomial 3. Kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomial
Profil indikator sasaran klinik a. Asessmen Pasien Judul
Dimensi Mutu Tujuan
Definisi operasional
Frekuensi pengumpulan data Periode analisa Numerator (Pembilang) Denumerator(Penyebut)
Sumber data Standar Penanggung jawab
Angka ketidaklengkapan asesmen awal medis dalam 24 jam pada pasien rawat inap Keselamatan , Kesinambungan dan Ketepatan waktu Tergambarnya tanggung jawab dokter dalam melakukan asesmen medis dalam 24 jam. Asesmen awal medis terhadap pasien baru adalah penilaian yang dilakukan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)/ dokter jaga ruangan untuk memastikan bahwa perencanaan medis yang dilakukan tepat bagi pasien. Setiap hari Triwulan Jumlah lembar asesmen awal medis yang tidak terisi lengkap Jumlah lembar asesmen awal medis seluruhnya Medical record 100% Kepala Instalasi Gawat Darurat dan Rawat Inap
6
b. Laboratorium 1) Waktu tunggu hasil pemeriksaan Laboratorium Judul
Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium
Dimensi mutu
Efektifitas, kesinambungan pelayanan, efisiensi
Tujuan
Tergambarnya kecepatan pelayanan laboratorium
Definisi operasional
Pemeriksaan laboratorium yang dimaksud adalah pelayanan pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah. Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium untuk pemeriksaan laboratorium adalah tenggang waktu mulai pasien diambil sample sampai dengan menerima hasil yang sudah diekspertisi.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis
3 bulan
Numerator
Jumlah kumulatif waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium pasien yang disurvey dalam satu bulan
Denominator
Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium yang disurvey dalam bulan tersebut.
Sumber data
Survey
Standar
<140 menit (manual)
Penanggung jawab
Kepala Instalasi Laboratorium
2) Pelaksana ekspertasi hasil pemeriksaan laboratorium Judul
Pelaksana ekspertisi hasil pemeriksaan laboratorium
Dimensi mutu
Kompetensi teknis
Tujuan
Pembacaan dan verifikasi hasil pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh tenaga ahli untuk memastikan ketepatan diagnosis.
7
Definisi operasional
Pelaksana ekspertisi laboratorium adalah dokter spesialis patologi klinik yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pembacaan hasil pemeriksaan laboratorium. Bukti dilakukan ekspertisi adalah adanya tandatangan pada lembar hasil pemeriksaan yang dikirimkan pada dokter yang meminta.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis
3 bulan
Numerator
Jumlah hasil lab. yang diverifikasi hasilnya oleh dokter spesialis patologi klinik dalam satu bulan.
Denominator
Jumlah seluruh pemeriksaan laboratorium dalam satu bulan
Sumber data
Register di instalasi laboratorium
Standar
100%
Penanggung jawab
Kepala instalasi laboratorium
3) Tidak adanya kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium Judul
Tidak adanya kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
Dimensi mutu
Keselamatan
Tujuan
Tergambarnya ketelitian pelayanan laboratorium
Definisi operasional
Kesalahan penyerahan hasil laboratorium adalah penyerahan hasil laboratorium pada salah orang.
Frekuensi pengumpulan data
1 bulan
Periode analisis
3 bulan
Numerator
Jumlah seluruh pasien yang diperiksa laboratorium dalam satu bulan dikurangi jumlah penyerahan hasil laboratorium salah orang dalam satu bulan
8
Denominator
Jumlah pasien yang diperiksa di laboratorium dalam bulan tersebut
Sumber data
Rekam medis
Standar
100%
Penanggung jawab
Kepala Instalasi Laboratorium
c. Penggunaan antibiotika dan obat lainnya 1) Ketepatan waktu pemberian antibiotika Judul
Ketepatan waktu pemberian antibiotika
Dimensi Mutu
Keselamatan, kenyamanan dan efisiensi biaya
Tujuan
Tergambarnya mutu pelayanan dengan pemberian antibiotikan tepat dosis dan tepat waktu
Definisi Operasional
Pemberian antibiotika yang dilakukan sesuai dengan waktu paruh dari jenis antibiotika yang dimaksud
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa
3 bulan
Numerator
Jumlah pasien yang diberikan antibiotika sesuai instruksi dokter
Denominator
Jumlah seluruh pasien yang mendapat terapi antibiotika
Sumber Data
Rekam medis
Standar
>95 %
Penanggung jawab
Kepalainstalasi rawat inap / Kepala instalasi farmasi
9
2) Kejadian Nyaris Cedera karena pemberian obat Judul
Kejadian Nyaris Cedera karena pemberian obat
Dimensi Mutu
Keselamatan, kenyamanan dan efisiensi biaya
Tujuan
Tergambarnya kejadian pemberian obat
Definisi Operasional
Kejadian nyaris cedera pada pasien yang diakibatkan kesalahan pemberian obat yang meliputi: 1. 2. 3. 4.
kesalahan
dalam
Salah dalam memberikan jenis obat Salah dalam menberikan dosis Salah orang Salah jumlah
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa
3 bulan
Numerator
Jumlah pasien yang mengalami KNC akibat pemberian obat
Denominator
Jumlah seluruh pasien yang dilayani oleh Instalasi Farmasi
Sumber Data
Register Instalasi Farmasi
Standar
0%
Penanggung jawab
Kepala instalasi farmasi
3) Pencegahan adverse drug even Judul
Tidak ada kejadian adverse drug even
Dimensi Mutu
Keselamatan, kenyamanan dan efisiensi biaya
Tujuan
Tergambarnya kesiapan pelayanan mencegah kejadian adverse drug even
Definisi Operasional
Timbulnya reaksi obat yang tidak dikehendaki, tidak menyenangkan , membahayakan atau merugikan yang terjadi karena penggunaan obat pada dosis normal dengan tujuan
dalam
10
pencegahan, diagnosis dan pengobatan Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa
3 bulan
Numerator
Jumlah pasien yang mengalami kejadian adverse drug even
Denominator
Jumlah seluruh pasien yang mendapat terapi obat
Sumber Data
Rekam medis
Standar
0%
Penanggung jawab
Kepalainstalasi rawat inap / Kepala instalasi farmasi
d. Prosedur bedah 1) Waktu tunggu operasi elektif Judul
Waktu tunggu operasi elektif
Dimensi Mutu
Efektifitas, efisiensi
Tujuan
Tergambarnya kecepatan penanganan antrian pelayanan bedah
Definisi Operasional
Waktu tunggu operasi elektif adalah tenggang waktu mulai dokter memutuskan untuk operasi yang terencana sampai dengan operasi mulai dilaksanakan
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa
3 bulan
Numerator
Jumlah kumulatif waktu tunggu operasi yang terencana dari seluruh pasien yang dioperasi dalam satu bulan
Denominator
Jumlah pasien yang dioperasi dalam satu bulan
kesinambungan
pelayanan,
11
Sumber Data
Rekam medis
Standar
≤ 2 hari
Penanggung jawab
Ketua instalasi bedah sentral
2) Kejadian kematian di meja operasi Judul
Kejadian kematian dimeja operasi
Dimensi Mutu
Keselamatan, efektifitas
Tujuan
Tergambarnya efektifitas pelayanan bedah sentral dan anestesi dan kepedulian terhadap keselamatan pasien
Definisi Operasional
Kematian dimeja operasi adalah kematian yang terjadi di atas meja operasi pada saat operasi berlangsung yang diakibatkan oleh tindakan anastesi maupun tindakan pembedahan
Frekuensi Pengumpulan Data
Tiap bulan dan sentinel event
Periode Analisa
Tiap bulan dan sentinel event
Numerator
Jumlah pasien yang meninggal dimeja operasi dalam satu bulan
Denominator
Jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dalam satu bulan
Sumber Data
Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar
≤1%
Penanggung jawab
Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
3) Tidak adanya kejadian operasi salah sisi Judul
Tidak adanya kejadian operasi salah sisi
Dimensi Mutu
Keselamatan pasien
Tujuan
Tergambarnya kepedulian dan ketelitian instalasi bedah sentral terhadap keselamatan pasien
12
Definisi Operasional
Kejadian operasi salah sisi adalah kejadian dimana pasien dioperasi pada sisi yang salah, misalnya yang semestinya dioperasi pada sisi kanan, ternyata yang dilakukan operasi adalah pada sisi kiri atau sebaliknya
Frekuensi PengumpulanData
1 bulan dan sentinel event
Periode Analisa
1 bulan dan sentinel event
Numerator
Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang dioperasi salah sisi dalam waktu satu bulan
Denominator
Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan
Sumber Data
Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar
≤ 100 %
Penanggung jawab
Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
4) Tidak Adanya Kejadian Operasi Salah Orang Judul
Tidak adanya kejadian operasi salah orang
Dimensi Mutu
Keselamatan pasien
Tujuan
Tergambarnya kepedulian dan ketelitian instalasi bedah sentral terhadap keselamatan pasien
Definisi Operasional
Kejadian operasi salah orang adalah kejadian dimana pasien dioperasi pada orang yang salah
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan dan sentinel event
Periode Analisa
1 bulan dan sentinel event
Numerator
Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah operasi salah orang dalam waktu satu bulan
Denominator
Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan
13
Sumber Data
Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar
≤ 100 %
Penanggung jawab
Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
5) Tidak Adanya Kejadian Salah Tindakan Pada Operasi Judul
Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi
Dimensi Mutu
Keselamatan pasien
Tujuan
Tergambarnya ketelitian dalam pelaksanaan operasi dan kesesuaiannya dengan tindakan operasi rencana yang telah ditetapkan
Definisi Operasional
Kejadian salah satu tindakan pada operasi adalah kejadian pasien mengalami tindakan operasi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan dan sentinel event
Periode Analisa
1 bulan dan sentinel event
Numerator
Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang mengalami salah tindakan operasi dalam waktu satu bulan
Denominator
Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan
Sumber Data
Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar
≤ 100 %
Penanggung jawab
Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
14
6) Tidak Adanya Kejadian Tertinggalnya Benda Asing Pada Tubuh Pasien Setelah Operasi Judul Dimensi Mutu Tujuan
Definisi Operasional
Frekuensi Pengumpulan Data Periode Analisa Numerator
Denominator Sumber Data Standar Penanggung jawab
Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing pada tubuh pasien setelah operasi Keselamatan pasien Kejadian tertinggalnya benda asing adalah kejadian dimana benda asing sepertikapas, gunting, peralatan operasi dalam tubuh pasien akibat tundakan suatu pembedahan Kejadian salah satu tindakan pada operasi adalah kejadian pasien mengalami tindakan operasi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan 1 bulan dan sentinel event 1 bulan dan sentinel event Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan dikurangi jumlah pasien yang mengalami tertinggalnya benda asing dalam tubuh akibat operasi dalam satu bulan Jumlah pasien yang dioperasi dalam satu bulan Rekam medis, laporan keselamatan pasien ≤ 100 % Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
e. Kesalahan Medis dan Kejadian Nyaris Cedera 1) Tidak ada kesalahan pemberian obat Judul
Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat
Dimensi mutu
Keselamatan dan kenyamanan
Tujuan
Tergambarnya kejadian kesalahan dalam pemberian obat
Definisi operasional
Kesalahan pemberian obat meliputi : 1. Salah dalam memberikan jenis obat 2. Salah dalam memberikan dosis 3. Salah orang 4. Salah jumlah
Frekuensi pengumpulan
1 bulan
data Periode analisis
3 bulan
15
Numerator
Jumlah seluruh pasien instalasi farmasi yang disurvey dikurangi jumlah pasien yang mengalami kesalahan pemberian obat
Denominator
Jumlah seluruh pasien instalasi farmasi yang disurvey
Sumber data
Survey
Standar
100%
Penanggung jawab
Kepala Instalasi Farmasi
2) Komplikasi Anastesi Karena Over Dosis, Reaksi Anantesi dan Salah Penempatan Endotracheal Tube Judul
Dimensi Mutu Tujuan
Definisi Operasional
Frekuensi Pengumpulan Data Periode Analisa
Komplikasi anastesi karena over dosis, reaksi anantesi dan salah penempatan endotracheal tube Keselamatan pasien Tergambarkannya kecermatan tindakan anastesi dan monitoring pasien selama proses penundaan berlangsung Komplikasi anastesi adalah kejadian yang tidak diharapkan sebagai akibat komplikasi anastesi antara lain karena over dosis, reaksi anantesi dan salah penempatan endotracheal tube 1 bulan dan sentinel event 1 bulan dan sentinel event
Numerator
Jumlah pasien yang mengalami komplikasianastesi dalam satu bulan
Denominator
Jumlah pasien yang dioperasi dalam waktu satu bulan
Sumber Data
Rekam medis
Standar
≤6%
Penanggung jawab
Kepala instalasi bedah sentral/komite medis
3) Tidak Adanya Kejadian Pasien Jatuh Yang Berakibat Kecacatan/Kematian Judul
Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian
16
Dimensi Mutu
Keselamatan pasien
Tujuan
Tergambarnya pelayanan keperawatan yang aman bagi pasien
Definisi Operasional
Kejadian pasien jatuh adalah kejadian pasien jatuh selama dirawat baik akibat jatuh dari tempat tidur, di kamar mandi, dsb, yang berakibat kecacatan atau kematian
Frekuensi PengumpulanData
tiap bulan
Periode Analisa
tiap bulan
Numerator
Jumlah pasien dirawat dalam bulan tersebut dikurangi jumlah pasien yang jatuh dan berakibat kecacatan atau kematian
Denominator
Jumlah pasien dirawat dalam bulan tersebut
Sumber Data
Rekam medis, laporan keselamatan pasien
Standar
100 %
Penanggung jawab
Kepala instalasi rawat inap
Pengumpulan data
f.
Pencegahan dan control infeksi, surveilans dan pelaporan 1) Kejadian Infeksi Pasca Operasi Judul
Kejadian infeksi pasca operasi
Dimensi Mutu
Keselamatan, kenyamanan
Tujuan
Tergambarnya pelaksanaan operasi dan perawatan pasca operasi yang bersih sesuai standar
Definisi Operasional
Infeksi pasca operasi adalah adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi bersih yang dilaksanakan di rumah sakit yang ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color), pengerasan (tumor) dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari
17
3 x 24 jam Frekuensi Pengumpulan Data
tiap bulan
Periode Analisa
tiap bulan
Numerator
Jumlah pasien yang mengalami infeksi pasca operasi dalam satu bulan
Denominator
Jumlah seluruh pasien yang dalam satu bulan
Sumber Data
Rekam medis
Standar
≤ 1,5 %
Penanggung jawab
Ketua komite medik/komite mutu/tim mutu
Pengumpulan data
2) Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Judul
Angka kejadian infeksi nosokomial
Dimensi Mutu
Keselamatan pasien
Tujuan
Mengetahui hasil pengendalian nosokomial rumah sakit
Definisi Operasional
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang dialamioleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit yang meliputi dekubitus, phlebitis, sepsis, dan infeksi luka operasi
Frekuensi Pengumpulan Data
tiap bulan
Periode Analisa
tiap tiga bulan
Numerator
Jumlah pasien rawat inap yang terkena infeksi nosokomial dalam satu bulan
Denominator
Jumlah pasien rawat inap dalam satu bulan
Sumber Data
Survei, laporan infeksi nosokomial
Standar
≤ 1,5 %
Penanggung jawab
Kepala instalasi medik/panitia mutu
rawat
infeksi
inap/komite
Pengumpulan data
18
3) Kematian Pasien > 48 Jam Judul
Kematian Pasien > 48 Jam
Dimensi Mutu
Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan
Tergambarnya pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit yang aman dan efektif
Definisi Operasional
Kematian pasien > 48 jam adalah kematian yang terjadi sesudah periode 48 jam setelah pasien rawat inap masuk rumah sakit
Frekuensi
1 bulan
Pengumpulan Data Periode Analisa
1 bulan
Numerator
Jumlah kejadian kematian pasien rawat inap > 48 jam dalam satu bulan
Denominator
Jumlah seluruh pasien rawat inap dalam satu bulan
Sumber Data
Rekam Medis
Standar
≤ 0,24 % ≤ 2,4/1000 (internasional) (NDR ≤ 25/1000, Indonesia)
Penanggung jawab
Ketua komite mutu/tim mutu
Pengumpulan data
4) Kejadian Pulang Paksa Judul
Kejadian pulang paksa
Dimensi Mutu
Efektifitas, kesinambungan pelayanan
Tujuan
Tergambarnya penilain pasien efektifitas pelayanan rumah sakit
Definisi Operasional
Pulang paksa adalah pulang atas permintaan pasien atau keluarga pasien sebelum diputuskan boleh pulang oleh dokter
Frekuensi Pengumpulan Data
1 bulan
terhadap
19
Periode Analisa
3 bulan
Numerator
Jumlah pasien pulang paksa dalam satu bulan
Denominator
Jumlah seluruh pasien yang dirawat dalam satu bulan
Sumber Data
Rekam Medis
Standar
≤5%
Penanggung jawab
Ketua komite mutu/tim mutu
Pengumpulan data
2. Indikator International Library JCI Indikator klinis yang digunakan adalah: 1. Gagal jantung 1. Dicharge instruction (Pelaksanaan instruksi) 2. Evaluasi fungsi LVS 3. ACEI atau ARB untuk LVSD 2. Children astma care 1. Penggunaan obat simptomatik pada pasien asma yang di rawat inap 2. Penggunaan kortikosteroid pada pasien asma yang di rawat inap 3. Rencana penanganan home care bagi pasien 3. Nursing sensive care 1. Kepuasan pasien dengan pemberian informasi medis 2. Kepuasan pasien dengan penatalaksanaan nyeri 3. Kepuasan perawat terhadap tugas dan tanggung jawabnya 4. Perinatal care 1. Kelahiran normal 2. Seksio Caersaria 3. Pemberian steroid pada ante natal 4. Perawatan bayi dengan infeksi aliran darah 5. ASI eksklusif 5. Surgical care improvement project (proyek perbaikan perawatan bedah) 1. Pemberian antibiotik profilaksis satu jam sebelum incisi bedah
20
2. Pemilihan antibiotik propilaksis pada pasien bedah 3. Penghentian pemberian antibiotik propilaksis dalam 24 jam telah prosedur bedah selesai 4. Kateter urinal dilepas peralatannya pada hari pertama pasca operasi(H 1) atau hari kedua pasca operasi (H2)dengan hari operasi adalah (H0).
1.5 Indikator Sasaran Manajerial Indikator sasaran manajerialadalah varibel yang digunakan untuk mengukur aspek manajerial yang digunakan untuk mendukung pencapaian sasaran dari indikator klinis yang ditetapkan. Indikator tersebut adalah: 1. Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk kebutuhan pasien Pengadaan obat dan peralatan kesehatan merupakan hal paling mutlak bagi sebuah rumah sakit dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Dalam lingkup rumah sakit, sistem pengadaan dan pengeloaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terkait sehingga dimensi pengelolaan obat akan dimulai dari perencanaan pengadaan yang merupakan dasar pada dimensi pengadaan obat di rumah sakit. Tujuan dari pengadaan tersebut adalah untuk memperoleh barang (obat dan alat kesehatan) yang dibutuhkan dalam yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan, dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut cara dan ketentuan yang berlaku. Sistem pengelolaan obat mempunyai empat fungsi dasar untuk mencapai tujuan, yaitu:
a. Perumusan kebutuhan dan perencanaan Perencanaan kebutuhan obat merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun daftar kebutuhan obat. Proses perencanaan
tersebut
terdiri
dari
perkiraan
kebutuhan,
menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Terdapat 2 cara yang dapat digunakan dalam menetapkan kebutuhan obat, yaitu:
21
1. Data statistik kebutuhan dan penggunaan obat yang dapat diambil dari data statistik berbagai kasus penderitan dengan dasar formularium rumah sakit. 2. Data pengelolaan sistem akuntansi instalasi farmasi rumah sakit dan berkonsultasi dengan panitia farmasi dan terapi b. Pengadaan Pengadaan merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan di rumah sakit yang diperoleh melalui pemasok eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor atau pedagang besar farmasi. Siklus pengadaan obat mencakup pemilihan kebutuhan dan
dana,
pemilihanmetode
pengadaan,
penetapan
atau
pemilihan pemasok, penetapan masa kontrak, pemantauan status pemesanan, penerimaan dan pemeriksaan obat, pembayaran, penyimpanan, pendistribusian dan pengumpulan informasi penggunaan obat. Proses pengadaan dikatakan baik apabila tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup, sesuai dengan mutu terjamin serta dapat diperoleh saat dibutuhkan. c. Distribusi Sistem distribusi obat di rumah sakit dibagi menjadi dua sistem, yaitu: 1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi) Sistem sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan di satu tempat, yaitu di instalasi farmasi. Seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit 2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi) d. Penggunaan Keempat fungsi tersebut didukung oleh sistem penunjang pengelolaan yang terdiri dari:
Organisasi
Pembiayaan dan kesinambungan
Pengelolaan informasi
Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia
22
2. Pelaporan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan Beradasarkan
Permenkes
Nomor
117/MENKES/PER/VI/2011
menyatakan Setiap rumah sakit wajib melaksanakan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS). SIRS merupakan sistem aplikasi pelaporan rumah sakit kepada Kementrian Kesehatan yang meliputi:
Data identitas rumah sakit
Data ketenagaan yang bekerja di rumah sakit
Data rekapitulasi kegiatan pelayanan
Data kompilasi penyakit / morbiditas pasien rawat inap
Data kompilasi penyakit / morbiditas pasien rawat jalan
Pengisian dan pengolahan data dalam Sistem Informasi Rumah Sakit yang
dilakukan
oleh
rmah
sakit,
mulai
dari
data
kegiatan
pelayananrumah sakit sampai dengan data morbilitas dan mortalitas dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Pengolahan secara manual Pengolahan dengan cara manual ini dilakukan dengan cara merekapitulasi data-data yang sudah terkumpul pad aunt pengolahan data untuk dibuatkan tabel atau grafik sesuai kebutuhan 2. Pengolahan secara komputerisasi Pengolahan ini dilakukan dengan cara menginput / entry data, baik dari data rekam medis yang berisi catatan / diagnose dokter yang dikodifikasi dan diolah komputer sesuai programnya masing-masing dan keluar output berupa laporan jumlah kunjungan untuk masingmasing dokter. Demikian pula untuk unit lainnya.Cara pengisian dan pengolahan data yang dilakukan berdasarkan petunjuk teknis dari Permenkes tersebut. Berdasarkan Permenkes Nomor 117/MENKES/PER/VI/2011 tentang Sistem Informasi Rumah Sakit, pelaporan yang harus dilakukan oleh rumah sakit terdiri dari:
Pelaporan yang bersifat terbarukan (update) Pelaporan ini dibuat berdasarkan kebutuhan informasi untuk pengembangan program dan kebijakan.
Pelaporan yang bersifat periodik Pelaporan yang bersifat periodik dilakukan satu kali dalam sebulan dan satu kali dalam setahun.
23
3. Manajemen resiko Manajemen
resiko
adalah
proses
mengenal,
mengevalasi,
mengendalikan, meminimalkan resiko dalam suatu organisasi secara menyeluruh. Manajemen resiko merupakan prilaku dan intervensi proaktif untuk mengurangi kemungkinan cedera serta kehilangan.Dalam perawatan kesehatan, manajemen resiko bertujuan untuk mencegah terjadinya cedera pada pasien dan menghindari tindakan yang merugikan profesi.Mayoritas cedera pada pasien dapat ditelusuri sampai pada ketidaksempurnaan sistem yang dapat menjadi penyebab primer terjadinya cedera.Begitu terjadi cedara, manajemen resiko harus menfokuskan perhatiannya pada upaya mengurangi akibat cedera tersebut untuk memperkecil kemungkinan timbulnya masalah hukum. Adapun manfaat manajemen resiko dalam pelayanan kesehatan:
Mengendalikan timbulnya efek yang tidak diinginkan
Meningkatkan peluang perbaikan prilaku perbaikan sebelum timbulnya masalah
Meningkatkan perencanaan, kinerja, efektifitas dan efisiensi
Mempererat hubungan stakeholder
Tersedianya
informasi
yang
akurat
untuk
pengambilan
keputusan
Memperbaiki citra rumah sakit
Proteksi terhadap tuntutan hokum Lingkup manajemen resiko meliputi:
Etika, kesehatan dan keselamatan pasien
Alokasi sumberdaya
Resikodan pertanggungjawaban publik
Studi kelayakan
Kepatuhan terhadap aturan dan standar pelayanan
Manajemen proyek
Manajemen pembelian, pengadaan dan kontrak
24
4. Manajemen penggunaan sumber daya a. Sumber daya manusia Industri Rumah Sakit pada dasarnya adalah kumpulan dari berbagai unit pelayanan.Berbagai unit tersebut terdiri dari sekumpulan individu yang berusaha mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya.Hal ini tentunya sangat mempengaruhi dinamika dalam menjalankan organisasi.Peluang dan tantangan eksternal juga merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan.Sebab itu naik turunnya kinerja industri Rumah Sakit sangat ditentukan oleh kinerja unit yang terdiri dari kumpulan individu di dalamnya. Sebagai unsur dalam manajemen, sumber daya manusia kesehatan yang dimiliki oleh rumah sakit akan mempengaruhi diferensiasi
dan
kualitas
pelayanan
kesehatan,
keterbatasan
keanekaragaman jenis tenaga kesehatan akan menghasilkan kinerja rumah sakit dalam pencapaian indikator mutu pelayanan rumah sakit. Individu yang berada dalam unit di industri Rumah Sakit pada dasarnya unik dan dinamis.Oleh sebab itu sumber daya manusia dalam industri Rumah Sakit menjadi area kelola yang kompleks dan harus selalu mengikuti perkembangan untuk dapat memuaskan keinginan pelanggan.Sehingga pengelolaan organisasi tidak bisa kita lepaskan dari pengelolaan sumber daya manusia di dalamnya.Namun sering kita temui pengelolaan sumber daya manusia dalam industri Rumah Sakit sering terjebak pada sistem dan prosedur yang rumit dan kadang tidak efektif serta tidak efisien dan cenderung membatasi dinamika individu dalam organisasi. Sementara di sisi lain sistem dan prosedur yang diciptakan untuk mengelola sumber daya manusia harus sebaikbaiknya dikelola dan selaras dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama sehingga secara efektif dan efisien mampu berkontribusi positif untuk kemajuan organisasi. SDM di rumah sakit dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu: kelompok fungsional dan manajerial. Kedua kelompok tersebut dibagi secara tegas dengan tujuan untuk memastikan tanggungjawab pengelolaan 2 lini besar rumah sakit, yaitu administrasi dan pelayanan klinis.Selanjutnya, kerjasama yang akuntabel antar kedua kelompok besar ini merupakan
25
salah satu kunci keberhasilan pengembangan rumah sakit. Agar dapat bekerja sama, maka diperlukan manajemen SDM, mulai dari tingkat individual sampai dengan tingkat kelompok.Pengelolaan SDM, dengan paradigma SDM sebagai human capital di rumah sakit, menjadi sangat kompleks oleh karena adanya pembagian tersebut dan adanya banyak profesi yang bekerja di dalam organisasi rumah sakit. Masing-masing profesi memiliki norma, nilai, dan filosofi pelayanan yang berlainan, serta memiliki budaya yang berbeda-beda. Situasi ini yang menjadikan manajemen SDM di rumah sakit penuh dengan tantangan. Banyaknya pemberitaan yang muncul terkait dengan pelayanan yang kurang memuaskan dari tenaga medis dan unit pelayanan lainnya tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu penyebab dari kurang cermatnya manajemen Rumah Sakit dalam mengelola unit-unit di dalamnya dengan sistem yang memadai untuk mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.Padahal pelayanan medik khususnya medik spesialistik merupakan salah satu ciri dari Rumah Sakit yang membedakan antara Rumah Sakit dengan fasilitas pelayanan lainnya. Kontribusi pelayanan medik pada pelayanan di Rumah Sakit cukup besar dan menentukan ditinjau dari berbagai aspek, antara lain aspek jenis pelayanan, aspek keuangan, pemasaran, etika dan hukum maupun administrasi dan manajemen Rumah Sakit itu sendiri. Salah satu hambatan upaya Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan medis yang memuaskan saat ini adalah keterbatasan sumber daya dan fasilitas penunjang terutama teknologi kedokteran yang merupakan poin krusial dalam tindak penanganan medis. Sementara untuk menghasilkan keduanya dibutuhkan biaya yang cukup tinggi sehingga beberapa aspek penting dari sumber daya manusia terabaikan.Masih banyak manajemen Rumah sakit yang kurang memahami pentingnya unsur manajemen kinerja. Ketika sumber daya manusia dianggap sebagai salah satu aset perusahaan, maka biaya yang dikeluarkan untuk proses peningkatan mutu kinerja akan menjadi suatu
investasi
jangka
panjang
yang
dimiliki.
Begitu pula dengan tenaga medis dan keperawatan lainnya akan menjadi satu pilar utama bagi Rumah Sakit yang dapat menunjang
26
keunggulan kompetitif dari rumah sakit apabila sistem manajemen dan pengembangan sumber daya manusia di dalamnya dapat dikelola dengan baik, yang meliputi pemenuhan indikator kompetensi yang terstandarisasi, pengembangan keahlian dengan pelatihan-pelatihan dan asuhan keperawatan, penilaian kinerja yang objektif, pembagian jam kerja yang adil, serta sistem kompensasi yang dapat memberikan kepuasan kerja dalam rangka meningkatkan kinerja individu yang berujung pada peningkatan kinerja Rumah Sakit secara keseluruhan. Pada banyak organisasi dan industri, banyak kritik yang dilayangkan pada bagian sumber daya manusia karena dianggap tidak melakukan upaya yang relevan dengan strategi perusahaan untuk survive dan memenangkan kompetisi. Melihat hal tersebut sangat penting bagi bagian sumber daya manusia, dengan dukungan dari manajemen, untuk menemukan dan mengintegrasikan strategi pengembangan
sumber
daya
manusia
dengan
strategi
perusahaan.Demikian halnya dengan industri Rumah Sakit yang sangat bergantung pada kontribusi sumber daya manusia di dalamnya, terutama tenaga medis dan keperawatan sebagai salah satu faktor pendukung kesuksesan sehingga dapat terus bertahan di tengah persaingan dan penilaian masyarakat yang menuntut pelayanan prima, cepat, dan efektif.Permasalahan yang dimiliki oleh Rumah Sakit saat ini adalah menemukan strategi perusahaan yang tepat mengenai sumber daya manusia yang diselaraskan dengan kebutuhan organisasi untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan peningkatan kinerja organisasi.
5. Harapan kepuasan pasien dan keluarga Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sama sekali. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif berorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan pasien dapat berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian
27
layanan, prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri. Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat kepusan dari persepsi pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu indikator kinerja rumah sakit. Bila pasien menunjukkan hal-hal yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut. Ada beberapa teori mengenai kepusaan. Teori yang menjelaskan apakah pasien sangat puas, puas, tidak puas adalah teori performasi yang diharapkan (expectation-performance theory) yang menyatakan bahwa kepusan adalah fungsi dari harapan pasien tentang jasa dan performasi yang diterimanya. Jika jasa sesuai dengan harapannya ia akan puas; jika jasa kurang sesuai dengan yang diharap,ia akan merasa tidak puas. Kepuasan atau ketidak puasan pasien akan meningkat jika ada jarak yang lebar antara harapan dan kenyataan performasi
pelayanan. Beberapa
pasien
cenderung memperkecil
kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa ketidakpuasannya . Long & Green (1994) berpendapat bahwa perawat memiliki konstribusi yang unik terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Valentine (1997) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan dan perilaku perawat merupakan faktor yang sangatberpengaruh terhadap kepuasan pasien. Menurut Oliver (1998., dalam Supranto, 2001) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang rumah sakit tersebut.
28
6. Harapan dan kepuasan staf Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diriseseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifatindividual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orangakan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apayang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan,
sesuai
dengan
tujuannyabekerja.
Apabila
seseorang
mendambakan sesuatu, berarti yangbersangkutan memiliki suatu harapan dan
demikian akan termotivasiuntuk melakukan tindakan kearah
pencapaian harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, sehingga kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi (Robbins & Judge, 2009). Lebih lanjut Robbins dan Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi standar kinerja. 7. Demografi pasien dan diagnosis klinik Kondisi demografis Indonesia dalam 3 tahun terakhir yaitu 20052007 menunjukkan tidak banyak perubahan. Jumlah Indonesia pada tahun 2007 sekitar 225 juta jiwa tumbuh 3 juta jiwa dari tahun sebelumnya. Kelompok usia lanjut mengalami kenaikan pada tahun 2007 daripada sebelumnya yang dapat menyebabkan peningkatan angka tanggungan dan munculnya berbagai masalah kesehatan usia lanjut. Pola penyakit dalam 3 tahun tersebut tidak banyak berubah dengan penyakit infeksi masih merupakan masalah utama pasien rawat jalan, namun demikian berbagai penyakit non-infeksi seperti hipertensi dan diabetes mellitus juga selalu menempati tempat di 10 penyakit terbanyak pasien rawat jalan dengan jumlah pasien meningkat tiap tahun, hal ini dapat menunjukkan transisi penyakit segera berlangsung dari penyakit dalam beberapa tahun kedepan. Kombinasi berbagai masalah ini bisa menjadi 29
masalah kesehatan yang besar jika tidak ada upaya antisipasi.1 Melihat berbagai masalah kesehatan nasional seperti transisi penyakit penyebab kematian, kekurangan anggaran kesehatan nasional, dan pembiayaan kesehatan sosial yang belum terkoordinasi secara nasional maka sistem kedokteran keluarga layak menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah yang tepat.2 Pembuktian dari pendekatan kedokteran keluarga dalam tingkat komprehensifnya mendalami kondisi pasien dan keluarga, efektivitas layanan kesehatan berlandaskan upaya preventif, dan kemampuannya mengupayakan lingkungan hidup sehat dilakukan melalui sebuah model pasien-dokter.
8. Manajemen keuangan Rumah sakit adalah salah satu institusi pelayanan kepada masyarakat yang memiliki sifat padat modal, padat sumberdaya manusia dan padat teknologi. Agar rumah sakit mampu berkembang dan memberikan pelayanan kesehatan yang berdaya guna dan berhasil guna maka perlu diberikan
kemudahan berupa fleksibilitas pengelolaan
keuangan. Rumah sakit selalu berkembang sejalan dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
kedokteran,
sehingga
biaya
operasionalnya pun semakin berkembang pula. Rumah sakit yang bersifat padat karya, pada umumnya membutuhkan biaya operasional yang besar, antara lain untuk obat dan bahan-bahan. Di pihak lain, rumah sakit tidak mempunyai keleluasaan untuk meningkatkan pendapatan, kalaupun dapat meningkatkan pendapatan, maka hasil tersebut tak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh rumah sakit. Mengacu kepada hal di atas, yaitu adanya keterbatasan dana, sedangkan dana yang dibutuhkan besar, rumah sakit memerlukan manajemen keuangan yang betul-betul dikelola secara profesional. Hal ini berarti bagaimana merencanakan dan memperoleh dana atau biaya dan kemudian mempergunakan dengan efisien. Pentingnya manajemen keuangan
terletak
pada
usaha
untuk
mencegah
meningkatnya
pembiayaan dan kebocoran. Manajemen
rumah
sakit
sebagai
suatu
lembaga
yang
"nirlaba/non profit" harus dikembangkan dengan perencanaan yang
30
sebaik-baiknya untuk menyediakan pelayanan yang bermutu, tetapi dengan biaya yang seoptimal mungkin dan didapatkan suatu sisa hasil usaha (SHU). Proses perencanaan ini terdiri dari dua kegiatan pokok, yaitu penyusunan rencana oleh pimpinan dan penyusunan anggaran oleh pihak yang terkait. Rumah sakit memiliki kewajiban untuk membuat laporan pengelolaan keuangan.Laporan tersebut meliputi neraca, laporan operasional, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan.Di ssamping itu, rumah sakit juga diwajibkan menyusun laporan kinerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ruang lingkup manajemen keuangan meliputi penyusunan anggaran belanja dan pendapatan (penganggaran/budgeting), akuntansi (accounting), pemeriksaan keuangan (auditing) dan pengadaan (purchase and
supply).Manajemen
perencanaan/penganggaran,
keuangan pengelolaan
meliputi
fungsi-fungsi
keuangan
(termasuk
pengawasan dan pengendalian), pemeriksaan keuangan/auditing serta sistem akuntansi untukmenunjang ketiga fungsi tersebut.
9. Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga pasien dan staf Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan. Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
31
tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Resiko adalah peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh negatif terdapat pelayanan yang diberikan kepada pasien.Manajemen
resiko
adalah
pendekatan
proaktif
untuk
mengidentifikasi, menilai, dan menyusun prioritas resiko dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya.Manajemen resiko rumahsakit adalah kegiatan berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi resiko cedera dan kerugian pada pasien, keluarga pasien, staf dan rumahsakit sendiri. Identifikasi resiko adalah usaha mengidentifikasi situasiyang dapat menyebabkan cedera, tuntutan dan kerugian secara finansial. Identifikasi tersebut dapat membantu langkah-langkah yang akan diambil manajemen terhadap resiko tersebut. Adapun instrumen yang digunakan adalah:
Laporan kejadian (KTD, KNC, sentinel dan lain-lain)
Review rekam medis (penyaringan kejadian untuk memeriksa dan mencari penyimpanan pada praktek dan prosedur
Pengaduan pelanggan
Survey / self-assessment dan lain-lain
Pendekatan terhadap identifikasi resiko melputi:
Brainstorming
Mapping out proses dan prosedurperawatan, jalan keliling dan menanyakankepada
petugas
tentang
identifikasi
resiko
padasetiap lokasi
Membuatcheck-list resiko dan menanyakan kembali sebagai umpan balik Penilaian resiko merupakan proses untuk membantu rumah sakit
menilai tentang luasnya resiko yang dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi
32
BAB II PENGERTIAN I.
PENGERTIAN
1. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah meningkatkan mutu secara keseluruhan dengan terus menerus mengurangi risiko terhadap pasien dan staf baik dalam proses asuhan klinis maupun lingkungan fisik.
2. Upaya peningkatan mutu adalah upaya yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis untuk melakukan perbaikan terhadap mutu semua jenis pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien pada khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya.
3. Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakitadalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
4. Clinical pathway adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dan hasil yang terukur dan jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.
5. Indikator area klinis adalah suatu varibel yang digunakan untuk menilai suatu kegiatan yang bersifat klinis untuk menilai dan meningkatkan proses atau hasil klinis yang terjadi
6. Indikator manajemena dalah indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan indikator area klinis dari aspek manajerial, logistik dan sumberdaya manusia
7. Indikator sasaran keselamatan pasien adalah sejumlah variabel yang digunakan untuk mengukur dan menilai keberhasilan pelaksananaan pelayanan kesehatan berorientasi pada keselamatan pasien
8. Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak diharapkan atau disengaja yang dapat mengakibatkan atau berpotensi menyebabkan cedera pada pasien
33
9. Kejadian Sentinel
adalah
suatu
kejadian
tidak
diharapkan
yang
mengakibatkan kematian atau cedera serius . a. Kematian yang tidak diduga dan tidak terkait dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya. b. Kehilangan fungsi yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya. c. Salah tempat, salah prosedur, salah bedah. d. Bayi yang diculik atau bayi yang diserahkan kepada bukan orang tuanya.
10. Kejadian tidak diharapkanadalah suatu kejadian tidak diharapkanyang mengakibatkan cedera pasien akibat tidak melasanakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah
11. Kejadian nyaris cederaadalah suatu kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi karena “keberuntungan”. Misalnya kontra indikasi obat tertentu tetapi tidak timbul reaksi obat karena adanya “pencegahan”. Misalnya pemberian obat dosis lethal tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan atau “peringanan”
( pemberian obat dosis lethal tetapi
diketahui secara dini dan diberikan antidote-nya.
12. Kejadian tidak cedera (KTC)adalah insiden yang telah terpapar kepada pasien, tetapi tidak menyebabkan cedera
13. Kejadian potensial cedera(KPC)adalah Kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera tetapi belum terjadi insiden
14. Root Cause Analysis ( analisis akar masalah)adalah suatu proses terstruktur untuk mengidentifikasi faktor penyebab atau faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya penyimpangan kinerja termasuk KTD
15. Risk manajemen ( manajemen resiko) adalah aktivitas perlindungan diri dan mencegah ancaman yang nyata atau berpotensi nyata terhadap kerugian keuangan akibat kecelakaan, cedera atau malpraktek medis
16. FMEA( Failure Mode and Effect Analysis )adalah salah satu cara atau metode pembelajaran yang berfungsi mengidentifikasi potensi terjadinya masalah atau error dalam sebuah proses. Di rumah sakit, FMEA fokus pada
34
pencegahan kesalahan atau malpraktek dalam proses pelayanan kesehatan dan penanganan pasien
35
BAB III KEBIJAKAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
3.1
KEBIJAKAN Dalam penerapan kebijakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP) disetiap unit dan komponen yang ada dalam Rumah Sakit Mutiara Bunda, dukungan dari direktur sangatlah penting.Sebagai pucuk pimpinan, direktur memiliki wewenang dalam membuat dan mengatur kebijakan yang berhubungan dengan PMKP, mulai dari perencanaan program, penganggaran, pelaksanaan, diseminasi informasi, monitoring dan pelaporan. Adapun kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit Mutiara Bunda yang berhubungan dengan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah: 1. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program PMKP Direktur Rumah Sakit Mutiara Bunda mendukung dan berpartisipasi dalam proses perencananaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Direktur Rumah Sakit Mutiara Bunda menetapkan mekanisme pengawasan dengan cara sensus harian dan laporan indikator PMKP setiap bulan 2. Rumah Sakit Mutiara Bunda menetapkan sistem baru berupa standarisasi alur proses asuhan klinis atau clinical care pathways. Alur asuhan klinis ini adalah upaya untuk memastikan adanya integrasi dan koordinasi yang efektif dari pelayanan dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. 3. Rumah Sakit Mutiara Bunda penetapan indikator area prioritas yang meliputi: 1) Indikator area klinis a) Pelayanan laboratorium Waktu tunggu hasil pemeriksaan ekspetisi hasil pemeriksaan Tidak ada kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan b) Penggunaan antibiotika dan obat lainnya Ketepatan waktu pemberian antibiotika Kejadian nyaris cedera kerena pemberian obat Pencegahan adverse drug even c) Prosedur bedah Waktu tunggu operasi elektif
36
Kejadian kematian di meja operasi Tidak ada kejadian operasi salah orang Tidak ada kejadian operasi salah sisi Tidak ada kejadian bendah asing tertinggal dalam tubuh pasien d) Kesalahan medikasi dan kejadian nyaris cedera Tidak ada kesalahan pemberian obat e) Pencegahan dan kontrol infeksi, surveilens dan pelaporan Kejadian infeksi pasca operasi Angka kejadian infeksi nosocomial Kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomial
2) Indikator Area Manajemen a) Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk memenuhi kebutuhan pasien b) Pelaporan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan c) Manajemen resiko d) Manajemen penggunaan sumber daya e) Harapan dan kepuasan pasien dan keluarga f) Harapan dan kepuasan staf g) Demografi pasien dan diagnosis klinis h) Manajemen keuangan i) Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien, keluarga dan staf. 3) Indikator Sasaran Keselamatan Pasien a) Ketepatan identifikasi pasien b) Peningkatan Komunikasi yang efektif c) Peningkatan Keamanan Obat yang perlu diwaspadai d) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi e) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan f) Pengurangan risiko jatuh 4. Strategi komunikasi dan sistem informasi yang digunakan Rumah Sakit Mutiara Bunda menetapkan bahwa semua staf dan karyawan wajib mengetahui program dan kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien yang dilaksanakan di rumah sakit. Dan mekanisme
37
yang digunakan untuk penyebarluasan informasi adalah dengan cara sosialisasi, baik sosialisasi formal maupun informal, sosialisasi massal atapun sosialisasi perorangan. Rumah Sakit Mutiara Bunda wajib melaporkan seluruh program dan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh rumah sakit kepada Bupati Musi Banyuasin sebagai pemilik. Pengumpulan dan analisis data hasil kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien dilakukan oleh Komite Mutu Rumah Sakit Mutiara Bunda. Data hasil pelaksanaan program / kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien dipublikasikan dalam website Rumah Sakit Mutiara Bunda. Pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien khususnya data semua indikator yang digunakan dilakukan secara elektronik dengan sistem komputerisasi. Instalasi/Ruangan/unit yang berhasil melaksanakan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien dengan baik wajib diberikan penghargaan 5. Perencanaan program dan kegiatan Direktur Rumah Sakit Mutiara Bunda menetapkan dokumen rencana kerja peningkatan mutu dan keselamatan pasien dibuat dan diperbaharui setiap tahun sesuai kondisi internal rumah sakit.
38
BAB IV PENGORGANISASIAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA
4.1 PENGORGANISASIAN Dalam pelaksanaan program dan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien, direktur Rumah Sakit Mutiara Bunda bertanggung jawab dalam menyusun, pelenggaraandan pemantauan manajemenmutu, manajemen resiko dan keselamatan pasien. Pelaksanaan program dan kegiatan Peningkatan mutu dan keselamatan pasien dilaksanakan oleh Komite mutu Rumah Sakit Mutiara Bunda. Komite mutu terdiri atas tim peningkatan mutu, K3RS , tim patient safety dan tim PPI. Komite mutu juga mencakup tim penilaian kinerja dan tim pelaksana evaluasi kontrak. Komite mutu merupakan unit pelaksana non struktural yang bertanggungjawab langsung kepada Direktur. Komite mutu memiliki hubungan kerja dalam bentuk koordinasi dengan komite medis, komite keperawatan dan SPI.
39
STRUKTUR ORGANISASI TIM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA
DIREKTUR
Ketua Tim Peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien
Sekretaris
Kepala Unit Keselamatan Pasien Rumah sakit
Kepala Unit Penjaminan Mutu
Koordinator Mutu Manajemen
Koordinator Mutu Klinik
Koordinator Investigasi
Koordinator Pelaporan
Koordinator Diklat
Koordinator Patient safety Officer
Kepala Unit Manajemen Resiko
Koordinator Di masing-masing Instalasi/unit/bagian/bidang
Adapun uraian tugas Tim PMKP Rumah Sakit Mutiara Bunda adalah sebagai berikut : I. Ketua Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Memastikan keandalan perencanaan mutu dan pengendalian mutu dan keselamatan pasien berikut teknik dan alat dalam melaksanakan kegiatan tersebut; 2. Memastikan terlaksananya perbaikan mutu dan keselamatan pasien melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi, fasilitasi, dan audit yang melibatkan partisipasi pihak-pihak sesuai akuntabilitas masing-masing; 3. Memastikan terlaksananya efektivitas manajemen risiko khususnya kegiatan pelayanan dan manajemen sehingga terwujud penurunan angka risiko dan berdampak kepada peningkatan mutu dan keselamatan pasien; 4. Memastikan terciptanya komunikasi dan hubungan yang baik dengan partnerpartner terkait dengan akreditasi mutu dan keselamatan pasien; 5. Melakukan validasi data untuk memastikan keandalan informasi pencapaian indikator mutu dan keselamatan pasien;
40
6. Melaksanakan pendampingan dan koordinasi dengan pembimbing akreditasi dan pelaksana surveilance dalam mewujudkan pemenuhan standar mutu dan keselamatan pasien yang telah ditetapkan; 7. Menyusun kebijakan, strategi dan prosedur di bidang manajemen mutu; 8. Menyusun indikator mutu dan keselamatan pasien; 9. Menyusun program peningkatan mutu dan keselamatan pasien; 10. Memantau dan mengevaluasi seluruh program peningkatan mutu dan keselamatan pasien; 11. Mensosialisasikan hasil pencapaian program peningkatan mutu dan keselamatan pasien; 12. Mengkoordinasikan pelaksanaan audit mutu internal; 13. Mengkoordinasikan penyusunan rencana dan jadwal kegiatan terkait dengan akreditasi mutu; 14. Memfasilitasi pembimbingan internal dan eksternal terkait dengan pelaksanaan akreditasi mutu; 15. Memfasilitasi kegiatan yang terkait dengan inovasi mutu baik dari internal maupun eksternal; 16. Melaksanakan pengumpulan dan analisis data terkait dengan pencapaian indikator mutu dan keselamatan pasien; 17. Melaksanakan kegiatan konsultasi terhadap seluruh unit kerja terkait dengan pelaksanaan peningkatan mutu dan keselamatan pasien;
II. Sekretaris Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Melaksanakan kegiatan administrasi pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien ; 2. Mengumpulkan dan menyimpan dengan baik laporan data indikator mutu dan keselamatan pasien di seluruh unit; 3. Membuat jadwal pertemuan/ rapat, baik yang rutin maupun insidentil; 4. Menyusun jadwal ronde keselamatan pasien ke unit- unit; 5. Menyususn jadwal validasi data mutu klinik; 6. Menyusun laporan insiden eksternal dan internal serta laporan berkala kegiatan Tim KPRS;
41
7. Menyusun laporan triwulan dan tahunan sesuai program peningkatan mutu dan keselamatan pasien; 8. Mewakili Ketua Tim KPRS bila ketua berhalangan; 9. Mengkoordinir kegiatan seluruh koordinator di unit keselamatan pasien dan unit penjaminan mutu; 10. Mengkoordinir kegiatan komite/tim terkait dengan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien; 11. Melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan dan program di komite/tim/unit terkait dengan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien;
III. UNIT PENJAMINAN MUTU 1. Kepala Unit Penjamin Mutu mempunyai tugas sebagai berikut : 1) Menyusun kebijakan dan strategi manajemen mutu; 2) Menyusun program indikator mutu; 3) Melakukan koordinasi dengan unit terkait dalam penyusunan program penjaminan mutu lainnya; 4) Melakukan koordinasi dengan SPI dalam penyusunan tools audit mutu internal; 5) Memantau pelaksanaan seluruh program penjaminan mutu; 6) Mengevaluasi pelaksanaan seluruh program penjaminan mutu; 7) Menyusun laporan hasil pencapaian indikator; 8) Mensosialisasikan hasil pencapaian program penjaminan mutu; 9) Memfasilitasi tindak lanjut hasil rekomendasi; 10) Menyusun jadwal besar kegiatan akreditasi nasional; 11) Melakukan koordinasi terkait penyusunan rencana kegiatan akreditasi nasional; 12) Memfasilitasi rapat atau pertemuan terkait pelaksanaan akreditasi nasional; 13) Memfasilitasi pembimbingan internal dan eksternal terkait pelaksanaan akreditasi; 14) Merlakukan koordinasi dengan tim patient safety dan unit terkait dalam pembuatan RCA dan FMEA; 15) Melakukan koordinasi dengan tim patient safety dan unit terkait dengan pem,bimbingan quality dan patient safety;
42
16) Memfasilitasi kegiatan terkait penyelenggaraan pengembangan inovasi dan gugus kerndali mutu; 17) Memfasilitasi rapat dan atau pertemuan koordinasi bulanan dengan direksi dan unit terkait; 18) Melakukan koordinasi kepada bagian/bidang/komite/unit terkait terhadap implementasi standar pelayanan yang berfokus kepada pasien dan manajemen; 19) Menghadiri
rapat,
pertemuan,
workshop
dan
atau
seminar
terkait
pengembangan mutu klinik baik internal maupun eksternal; 2. Koordinator Mutu Pelayanan mempunyai tugas sebagai berikut : 1) Membuat rencana strategis program pengembangan mutu klinik; 2) Menyusun panduan pemantauan indikator mutu klinik; 3) Membuat matrik teknis dan metodelogi pemantauan indikator mutu klinik; 4) Menyususn alat ukur pemantauan indikator mutu klinik; 5) Berkoordinasi dengan unit terkait dalam penyelenggaraan pemantauan indikator mutu klinik; 6) Menganalisa hasil pencapaian indikator mutu klinik; 7) Melakukan komparasi hasil pemantauan indikator mutu klinik secara periodic dengan standar nasional serta rumah sakit lain yang sejenis; 8) Membuat laporan periodic hasil pemantauan indikator mutu klinik; 9) Menyelesaikan dan menyioapkan kegiatan sosialisasi internal rumah sakit tentang pencapaian indikator mutu klinik; 10) Menyususn bahan rekomendasi terhadap pencapaian hasil pemantauan indikator mutu klinik; 11) Mendistribusikan bahan rekomendasi hasil pemantauan indikator mutu klinik ke unit terkait; 12) Membuat rekapan dan laporanm evaluasi tindak lanjut rekomendasi dari unit terkait; 13) Malaksanakan komunikasi secara internal dan ekternal tentang pencapaian program PMKP kepada unit kerja di lingkungan internal dan pihak luar melalui surat/email/telpon; 14) Membantu koordinasi dalam kegiatan internal dan eksternal program unit penjaminan mutu; 15) Menghadiri
rapat,
pertemuan,
workshop
dan
atau
seminar
terkait
pengembangan mutu klinik baik internal maupun eksternal rumah sakit;
43
16) Menyusun panduan validasi data internal khusus indikator mutu klinik; 17) Membuat alat ukur validasi khusus indikator mutu klinik; 18) Menyelenggarakan kegiatan validasi hasil pencapaian indikator mutu klinik berkoordinasi dengan unit terkait; 19) Melaksanakan analisis komparatif hasil validasi internal dengan data unit terkait; 20) Membuat laporan hasil validasi internal khusus indikator mutu klinik; 21) Membuat program inovasi dan gugus kendali mutu internal; 22) Mengkoordinasikan penyelenggaraan pengembangan, inovasi dan gugus kendali mutu; 23) Mengkoordinasikan program penyegaran dan pelatihan gugus kendali mutu; 24) Mengkoordinasikan seluruh kegiatan lomba inovasi khusus pengembangan mutu internal dan eksternal; 25) Membuat laporan kegiatan pengembangan inovasi dan gugus kendali mutu; 26) Melakukan
koordinasi
kepada
bagian/bidang/unit
terkait
terhadap
implementasi standar pelayanan yang berfokus kepada pasien; 3. Koordinator Mutu Manajemen mempunyai tugas sebagai berikut : 1)
Membuat rencana strategis program pengembangan mutu manajemen;
2)
Menyususn panduan pemantauan indikator mutu manajemen;
3)
Membuat matrik teknis dan metodelogi pemantauan mutu manajemen;
4)
Menyususn alat ukur pemantauan indikator mutu manajemen;
5)
Berkoordinasi dengan unit terkait dalam penyelenggaraan pemantauan indikator mutu manajemen;
6)
Menganalisa hasil pencapaian indikator mutu manajemen;
7)
Membuat laporan periodic hasil penantauan indikator mutu manajemen;
8)
Melakukan komparasi hasil pemantauan indikator mutu manajemen secara periodik dengan standar nasional dan rumah sakit lain sejenis;
9)
Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internalrumah sakit tentang pencapaian indikator mutu manajemen;
10) Menyusun bahan rekomendasi terhadap pencapaian hasil pemantauan indikator mutu manajemen; 11) Mendistribusikan bahan rekomendasi hasil pemantauan indikator mutu manajemen ke unit terkait;
44
12) Membuat rekapan dan laporan evaluasi tindak lanjut reekomendasi dari unit terkait; 13) Melaksanakan komunikasi secara internal dan eksternal tentang pencapaian program pengembangan mutu dan keselamatan pasien kepada unit kerja di lingkungan Rumah Sakit Mutiara Bunda dan pihak luar melalui surat tertulis, email dan telepon; 14) Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal dan eksternal program Unit Penjaminan Mutu; 15) Menghadiri rapat, pertemuan, workshop dan atau seminar terkait pengembangan mutu manajemen baik internal maupun eksternal rumah sakit; 16) Menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan terkait program akreditasi; 17) Menyiapkan bahan koordinasi dengan manajemen terkait program akreditasi; 18) Berkoordinasi dengan unit terkait program akreditasi; 19) Melaksanakan analisis kesiapan penyelenggaraan akreditasi; 20) Menyusun langkah strategis dalam penyelenggaraan program akreditasi; 21) Melaksanakan koordinasi ekternal terkait proses penyelenggaraan akreditasi; 22) Menyiapkan berbagai hal dalam rapat atau pertemuan terkait kegiatan akreditasi; 23) Berkoordinasi dengan unit terkait dalam mengumpulkan data kegiatan akreditasi; 24) Menyusun laporan evaluasi kegiatan akreditasi ; 25) Membuat laporan kegiatan Unit Penjaminan Mutu secara umum, internal maupun eksternal; 26) Melakukan koordinasi kepada bagian/bidang/komite/unit terkait terhadap implementasi standar pelayanan yang berfokus kepada manajemen; IV. UNIT KESELAMATAN PASIEN 1. Kepala Unit Keselamatan Pasien mempunyai tugas sebagai berikut : 1) Membuat kebijakan 6 sasaran keselamatan pasien 2) Bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit terhadap pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit ; 3) Menyusun kebijakan terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit ; 4) Membuat program kerja keselamatan pasien rumah sakit ;
45
5) Mengkoordinasikan kegiatan Sekretariat ; 6) Merencanakan pelatihan anggota Komite KPRS ; 7) Melakukan koordinasi dengan unit lain untuk melaksanakan program KPRS ; 8) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan seluruh anggota KPRS ; dan 9) Memberikan rekomendasi pemecahan masalah keselamatan pasien kepada Direktur Ruamh Sakit untuk ditindaklanjuti. 2. Koordinator Investigasi : 1) Menerima dan menganalisa kembali setiap kejadian atau insiden yang dilaorkan ; 2) Mengajukan solusi pencegahan masalah yang diajukan kepada ketua Komite KPRS ; 3) Melakukan monitoring dan evaluasi ke unit unit terhadap pelaksanaan program keselamatan pasien terkait dengan investigasi ; dan 4) Membuat laporan berkala dan laporan khusus tentang kegiatan bidang investigasi. 3. Koordinator Pelaporan : 1) Menerima dan mencatat seluruh data kejadian/ insiden yang dilaporkan oleh unit ; 2) Mengelompokkan / mengkatagorikan jenis laporan kejadian yang diterima ; 3) Melakukan
monitoring
dan
evaluasi
terhadap
pelaksanaan
program
keselamatan pasien terkait dengan investigasi ; dan 4) Menyusun laporan berkala dan khusus tentang kegiatan bidang pelaporan.
4. Koordinator Diklat ; 1) Menyusun program pelatihan anggota Komite KPRS ; 2) Menyusun program orientasi untuk pegawai baru dan mahasiswa praktek; 3) Menyusun program sosialisasi keselamatan pasien untuk seluruh pegawai ; 4) Membuat jadwal pelatihan internal ; 5) Melakukan monitoring dan evaluasi tentang budaya keselamatan pasien pada seluruh pegawai dan ; 6) Membuat laporan berkala dan laporan khusus terhadap pelaksanaan program keselamatan pasien terkait dengan diklat ;
46
5. Koordinator Patient safety officer ; 1)
Melaksanakan 6 sasaran Keselamatan Pasien
2)
Mensosialisasikan 6 sasaran Keselamatan Pasien di unit masing-masing
3)
Membuat laporan insiden Keselamatan Pasien
4)
Melakukan Investigasi sederhana insiden Keselamatan Pasien
5)
Mencatat insiden Keselamatan Pasien
6)
Melaporkan semua insiden Keselamatan Pasien yang terjadi ke Tim KPRS Rumah Sakit Mutiara Bunda
V. UNIT MANAJEMEN RISIKO 1. Kepala Unit Manajemen Risiko (Risk Manager) 1) Menyusun program manajemen risiko yang konsisten dengan misi dan rencana organisasi, serta memenuhi kebutuhan pasien, masyarakat dan staf; 2) Melaksanakan proses-proses manajemen risiko dengan menggunakan pedoman praktek terkini, standar pelayanan medik, kepustakaan ilmiah dan informasi lain berdasarkan rancangan praktik klinik, serta sesuai dengan praktik bisnis yang sehat dan relevan dengan informasi terkini; 3) Melaksanakan proses-proses Identifikasi dari risiko; 4) Melaksanakan skoring dan menetapkan prioritas risiko-risiko di seluruh unit / instalasi / bagian / unit 5) Melaksanakan koordinasi dengan unit keselamatan pasien dalam hal penyelidikan KTD; 6) Melakukan evaluasi terhadap KNC dan proses risiko tinggi lainnya yang dapat berubah dan berakibat terjadinya kejadian sentinel; 7) Melaksanakan kegiatan FMEA untuk suatu kejadian yang berujung kepada risiko tinggi dan sentinel; 8) Melakukan monitoring dan evaluasi ke unit-unit terhadap pelaksanaan program manajemen risiko rumah sakit dan manajemen dari hal lain yang terkait; 9) Menyusun laporan berkala dan khusus tentang kegiatan manajemen risiko termasuk laporan FMEA; 2. Koordinator Risiko 1) Melaksanakan proses identifikasi risiko-risiko di masing-masing unit; 2) Melaksanakan analisis sederhana terhadap risiko-risiko yang ada;
47
3) Melakukan monitoring dan evaluasi program risiko di unit yang menjadi tanggung jawabnya; 4) Melaporkan secara berkala hasil evaluasi program manajemen risiko kepada risk management
48
BAB V KEGIATAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA
5.1 Kegiatan PMKP RS 1) Rumah Sakit Mutiara Bunda menyusun Rencana Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien. Membuat kebijakan PMKP Menyusun kerangka acuan PMKP Menetapkan keseluruhan proses atau mekanisme dari program – program PMKP Menyusun Laporan PMKP
2) Rumah Sakit Mutiara Bunda membangun Budaya organisasi Peduli Keselamatan Pasien Meliputi Design dan Reengenering proses Peningkatan Mutu. Koordinasi dengan berbagai unit kerja dalam organisasi terkait yang menyangkut
dengan
PMKP,
seperti
Pengendalian
Mutu
dilaboratorium, program manajemen risiko, atau program lainnya. Pendekatan sistemik dalam hal aplikasi proses dan pengetahuan yang sama ( seragam ) dalam pelaksanaan semua kegiatan PMKP Pendekatan multi disiplin semua unit kerja pelayanan dimasukkan dalam program
3) Rumah Sakit Mutiara Bunda menetapkan Proses yang dijadikan prioritas untuk dilakukan evaluasi dan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan Pasien yang harus dilaksanakan. Kebijakan penetapan prioritas kegiatan evaluasi. Kebijakan penetapan prioritas kegiatan PMKP Kebijakan
penetapan sasaran Keselamatan pasien Internasional
sebagai salah satu prioritas.
4) Rumah Sakit Mutiara Bunda memberikan bantuan teknologi dan lainnya untuk mendukung program PMKP
49
Pemamfaatan teknologi dan bantuan lainnya sebagai tools untuk mengikuti dan membandingkan hasil dari evaluasi Pemimpin RS menyiapkan teknologi dan bantuan lainnya.
5) Rumah Sakit Mutiara Bunda menginformasikan programdan kegatan PMKP ke staf. Sosialisasi PMKP ke staf Mempersiapkan jadwal sosialisasi Menginformasikan
kemajuan
dalam
hal
mematuhi
sasaran
keselamatan pasien Internasional 6) Rumah Sakit Mutiara Bunda melakukan pelatihan program PMKP bagi staf Diklat bagi staf sesuai dengan peran mereka dalam program PMKP ( pengumpulan data, analisis, perencanaan PMKP ). Pelatihan dengan pengetahuan cukup disediakan Pelatihan yang diterima staf selaras pekerjaan rutin mereka.
7) Rumah Sakit Mutiara Bunda membuat Rancangan Proses Klinik dan Melakukan modifikasi dari Sistem dan Proses sesuai prinsip peningkatan mutu. Mengadakan evaluasi dari praktek klinik yang dianggap baik dan kemudian menggunakannya. Menerpakan prinsip peningkatan mutu dan alat ukur dari program pada rancangan proses baru atau modifikasi proses. Membuat rancangan proses yang baik dengan kriteria : a. Konsistensi dengan misi dan rencana organisasi b. Memenuhi kebutuhan pasien masyarakat, staf dan laninnya c. Menggunakan pedoman praktek ini, standar pelayanan medik, kepustakaan ilmiah, dan lain informasi berdasarkan rancangan praktik klinik d. Sesuai dengan praktek business yang sehat e. Relevan dengan informasi dari manajemen risiko f. Berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang ada di RS
50
g. Berdasarkan praktek klinik yang baik / lebih baik/ sangat baik dari RS h. Menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan mutu terkait. i. Mengintegrasikan dan menggabungkan berbagai proses dan system. Menetapkan indicator pilihan untuk mengevaluasi pelaksanaan rancangan proses baru atau rancangan ulang proses telah berjalan baik. Membuat form data sebagai indicator digunakan mengukur proses yang sedang berjalan.
8) Rumah Sakit Mutiara Bunda membuat pedoman praktik klinik dan clinic Pathway dan atau protokol klinis digunakan untuk pedoman dalam memberikan asuhan klinis Menyusun paling sedikit 5 area prioritas pedoman klinik, clinical Pathway dan SOP terkait pelaksanaan clinical pathway Dalam melaksanakan pedoman praktek klinik, clinical pathway, dan atau protocol klinik, melaksanakan proses sesuai : a. Dipilih dari yang dianggap cocok dengan pelayanan dalam organisasi pasien ( termasuk dalam proses iniadalah bila saat ini ada pedoman Nasional yang wajib) b. Dipilih berdasarkan ilmu dan penerapannya c. Disesuaikan jika perlu dengan teknologi, obat, sumber daya lain dan organisasi atau dari norma profesional secara Nasional. d. Disetujui secara formal dan resmi e. Diterapkan dan di monitor agar digunakan secara konsisten dan efektif f. Di dukung oleh staf terlatih melaksanakan pedoman atau patokan dan g. Dipahami secara berkala berdasarkan bukti dan hasil evaluasi dan proses dan hasil ( outcome ) Melaksanakan proses memilih paling sedikit 5 area focus prioritas dengan focus seperti diagnosis pasien, prosedur, populasi, atau penyakit, dimana panduan, clinical pathways dan protocol dapat
51
mempengaruhi mutu keselamatan pasien dan memperkecil variasi dari hasil yang tidak diharapkan. Dipenuhinya identifikasi prioritas di area yang dijadikan focus dari proses a) sampai h). Monitoring dan Evaluasi terhadap penggunaan pedoman klinik, clinical pathways data atau protocol klinik untuk mengurangi adanya variasi dari proses dan hasil. 9) Menetapkan indikator kunci untuk monitor struktur , proses dan hasil ( outcome ) dari rencana peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien. Menetapkan area sasaran dari program PMKP ( menyiapkan data berdasarkan evidence based praktek klinik dan evidence base praktek manajemen ) Focus penilaian pada proses yang berimplikasi risiko tinggi, atau cenderung menimbulkan masalah diberikan dalam volume besar . Pemilihan indikator yang terkait dengan area klinik yang meliputi : a. Assesmen terhadap area klinik. b. Pelayanan Laboratorium. c. Pelayanan Radiologi dan Diagnostik Imaging d. Prosedur Bedah e. Penggunaan antibiotika dan Obat lainnya. f. Kesalahan Medis dan KNC g. Anastesi dan penggunaan sedasi h. Penggunaan darah dan produk darah i. Ketersediaan , isi dan penggunaan catatan medik j. Pencegahan dan control infeksi, surveilans dan pelaporan k. Riset klinik. Indikator yang terkait dengan upaya manajemen meliputi : a. Pengadaan rutin peralatan kesehatan dan obat untuk memenuhi kebutuhan pasien b. Pelaporan yang diwajibkan oleh Peraturan perundangan c. Manajemen risiko d. Manajemen penggunaan Sumber daya e. Harapan dan Kepuasan pasien dan keluarga f. Harapan dan kepuasan staf
52
g. Demografi pasien dan diagnostik klinik h. Manajemen keuangan. i. Pencegahan dan pengendalian dari kejadian yang dapat menimbulkan masalah bagi keselamatan pasien keluarga dan staf. Direktur Rumah Sakit Mutiara Bunda bertanggung jawab memilih target dari kegiatan yang akan dinilai, dan menetapkan : a. Proses, prosedur dan hasil yang akan dinilai b. Ketersediaan dari “ Ilmu Pengetahuan “ ( Science ) dan “ bukti “ (Evidence) untuk mendukung penelitian c. Bagaimana penilaian dilakukan. d. Bagaimana penilaian diserasikan dengan rencana menyeluruh dari PMKP e. Jadwal dan frekwensi dari penlaian. Misalnya menilai prosedur tertentu ( perbaikan bibir sumbing ) = berapa sering proses tersebut dilakukan. Indikator baru dipilih jika indikator yang sudah ada tidak lagi bermamfaat untuk melakukan analisis terhadap proses, prosedur, atau hasil. Membuat laporan hasil dan penilaian disampaikan kepada pihak terkait dan secara berkala kepada Direktur dan Bupati selaku pemilik . 10) Rumah Sakit Mutiara Bunda menetapkan indikator kunci untuk menilai setiap dari struktur, proses dan hasil setiap upaya klinik. Menetapkan indikator di area yang disebut di 1) sampai 11). Pilih paling sedikit 5 area dari 11 penilaian klinik. Direktur memperhatikan muatan “ Ilmu” dan “ Bukti “ setiap area yang dipilih Mempersiapkan penilaian mencakup Struktur, proses dan hasil
(
outcome ) Cakupan, metodologi dan frekwensi ditetapkan untuk setiap penilaian Mengumpulkan data manajemen untuk bahan evaluasi efektifitas dari peningkatan mutu. 11) Rumah Sakit Mutiara Bunda menetapkan indikator kunci untuk menilai setiap dari struktur, proses, dan outcome manajemen Menetapkan indikator kunci untuk setiap area yang diuraikan di a) dan i)
53
Menggunakan landasan ilmu dan bukti dalam memilih indikator. Penilaian meliputi struktur, proses, dan hasil Cakupan, metodologi dan frekuensi ditetapkan untuk setiap penilaian Mengumpulkan data manajemen dan digunakan untuk memilih evaluasi efektifitas dari peningkatan mutu. 12) Rumah Sakit Mutiara Bunda menetapkan indikator kunci untuk menilai setiap dari sasaran keselamatan pasien internasional Direktur menetapkan indikator kunci untuk menilai setiap sasaran keselamatan pasien Internasional Indikator
dari penilaian terhadap sasaran keselamatan internasional
ditetapkan di sasaran keselamatan 1 sampai 6. Indikator digunakan untuk menilai efektivitas dari peningkatan mutu
13) Rumah Sakit Mutiara Bunda melakukan validasi dan analisis dari indikator penilaian secara sistematik.
Data dikumpulkan, dianalisis dan diubah menjadi informasi
Libatkan orang yang mempunyai pengalaman manajerial pengetahuan dan keterampilan terlibat dalam proses
Gunakan metode statistik dalam melakukan analisis dari proses
Melaporkan hasil analisis dan ditindak lanjuti. Catatan: 1. Frekwensi dari analisis data disesuaikan dengan proses yang sedang dikaji dan sesuai dengan ketentuan rumah sakit.
Pengendalian mutu laboratorium klinik dianalisis tiap minggu, atau data pasien setiap bulan.
2.
Frekuensi dari analisis data sesuai ketentuan rumah sakit
Analisis dari proses dilakukan dengan membandingkan secara internal,
membandingkan
dengan
rumah
sakit
lain,
membandingkan dengan standar dan praktek lain.
Perbandingan dengan rumah sakit lain.
Perbandingan dengan standar yang ada
Perbandingan dengan praktek yang telah diakui
54
14) Rumah Sakit Mutiara Bunda menggunakan proses Internal untuk melakukan Validasi data.
Mengintegrasikan kegiatan validasi data kedalam proses manajemen mutu keselamatan pasien
Melakukan validasi data secara Internal dan memasukkan hal – hal yang dimuat di huruf a) dan f) yaitu : a.
Mengumpulkan data kembali oleh orang kedua yang tidak terlibat di pengumpulan data sebelumnya.
b.
Menggunakan sampul statistik sahih dari catatan , kasus atau data lainnya.
c.
Membandingkan data asli dengan data yang dikumpul kembali
d.
Kalkulasi akurasi data dengan membagi jumlah elemen data yang ditemukan dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan – 100 untuk benchmark yang baik akurasi levelnya 90 %
e.
Jika data yang diketemukan ternyata tidak sama, data tidak diketahui sebabnya ( data tidak jelas defenisinya ) dan tidak dilakukan koreksi.
f.
Koleksi sampel baru setelah semua tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan tindakan menghasilkan tingkat yang diharapkan.
Proses validasi data memuat paling sedikit 5 indikator yang dipilih seperti yang dimuat PMKP.
15) Rumah Sakit Mutiara Bunda menjamin bahwa data yang dipublikasikan atau ditempatkan di Web site dapat dipercaya. Data yang disampaikan ke publik dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan dari segi mutu dan hasilnya. Data telah melalui evaluasi dari segi validasi dan keterpercayaannya.
16) Rumah Sakit Mutiara Bunda
menggunakan proses untuk melakukan
identifikasi dan pengelolaan kejadian sentinel Rumah Sakit Mutiara Bunda menetapkan Defenisi operasional dari Kejadian sentinel yangmeliputi : a. Kematian yang tidak diduga dan tidak terkait dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya.
55
b. Kehilangan fungsi yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit pasien atau kondisi yang mendasari penyakitnya. c. Salah tempat, salah prosedur, salah bedah. d. Bayi yang diculik atau bayi yang diserahkan kepada bukan orang tuanya. Melakukan RCA pada semua kejadian Sentinel yang terjadi dibatas waktu tertentu yang ditentukan. Analisa dilakukan jika a) sampai d) terjadi. Pimpinan rumah sakit melakukan TL dari hasil RCA 17) Rumah Sakit Mutiara Bunda Melakukan analisis jika data menunjukkan adanya variasi dan kecenderungan dari KTD Analisis secara intensif dilakukan jika tingkat, pola, kecenderungan dari KTD terjadi. Analisis dilakukan terhadap hal – hal berikut : a. Semua reaksi transfuse yang terjadi di rumah sakit b. Semua kejadian kesalahan obat, jika terjadi sesuai dengan defenisi yang ditetapkan rumah sakit c. Semua kesalahan medis yang signifikan jika terjadi sesuai defenisi rumah sakit d. KTD atau pola kejadian yang tidak diharapkan dalam keadaan sudasi atau selama dikakukan anastesi e. Kejadian lain seperti ledakan infeksi mendadak Analisis reaksi transfusi darah jika terjadi Analisis semua kesalahan pemberian obat Analisis semua kesalahan medis yang menonjol Analisis diskrepansi antara diagnose pra dan pasca operasi Analisis KTD atau pola KTD selama sedasi dan anastesi Analisis KTD lainnya yang ditetapkan oleh rumah sakit 18) Rumah Sakit Mutiara Bunda menetapkan proses untuk melakukan identifikasi dan analisis KNC yang meliput: Menetapkan defenisi KNC Menetapkan jenis kejadian yangb harus dilaporkan sebagai KNC, Menetapkan proses uantuk melakukan pelaporan untuk menyediakan KNC
56
19) Agar Perbaikan Mutu dan Keselamatan Pasien tercapai dan dipertahankan, maka Rumah Sakit Mutiara Bunda: Membuat rencanadan melaksanakan PMKP Menetapkan proses untuk melakukan identifikasi area prioritas yang ditetapkan oleh direktur Membuat dokumen perbaikan yang dicapai dan mempertahankannya. 20) Prioritas perbaikan mutu dan keselamatan pasien dilakukan diarea perbaikan yang ditetapkan pimpinan. Masukkan ke dalam kegiatan peningkatan, area yang dijadikan prioritas peningkatan yang ditetapkan pimpinan Sediakan dan berikan SDM atau lainnya untuk melaksanakan peningkatan Tetapkan dan kaji peningkatan Melaksanakan perubahan yang menghasilkan peningkatan bahwa peningkatan tercapai secara efektif dan langsung Melakukan perubahan kebijakan diperlukan untuk melaksanakan rencana peningkatan dan mempertahankannya. Menyiapkan dokumen untuk mebuktikan bahwa perubahan berhasil dilakukan. 21) Program manajemen risiko digunakan untuk melakukan identifikasi dan mengurangi KTD yang tidak diharapkan terjadi dan mengurangi risiko terhadap keselamatan pasien dan staf Rumah Sakit Mutiara Bunda melakukan MANRISK yang meliputi komponen: 1. Identifikasi dari risiko 2. Menetapkan prioritas resiko 3. Pelaporan tentang resiko 4. Manajemen resiko 5. Penyelidikan KTD 6. Manajemen dan hal lain yang terkait a. Rumah Sakit Mutiara Bunda membuat dan menetapkan kerangka acuan manajemen resiko yang meliputi 1 sampai 6, b. Melaksanakan dan membuat catatan secara praktik tentang penggunaan alat untuk mengurangi resiko, paling sedikit sekali setahun
57
c. Melakukan analisis, kemudian membuat rencana ulang dari proses yang mengandung resiko tinggi.
58
BAB VI METODE PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
6.2 METODE YANG DIGUNAKAN Dalam melaksanakan program dan kegiatan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP), Rumah Sakit Mutiara Bunda menggunakan metode Systematic quality improvement dengan pendekatan siklus mutu PDCA (Plan, Do, Check, Action). Adapun tahapannya adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan (Plan) Tahapan pertamaadalah membuat suatu perencanaan. Perencanaan merupakan suatu upaya menjabarkan cara penyelesaian masalah yang ditetapkan kedalam unsur-unsur rencana yang lengkap serta terkait dan terpadu sehingga dapat dipakai sebagai pedoman dalam melaksanakan teknik/cara penyelesaian masalah. Hasil akhir dari perencanaan adalah tersusunnya rencana kerja penyelesaian masalah mutu dan keselamatan pasien yang akan dilaksanakan. Rencanakerja tersebut sekurang-kurangnya mengandung unsur: a.
Judul
b.
Gambaran besarnya masalah
c.
Rumusan tujuan umum dan tujuan khusus
d.
Kegiatan yang akan dilakukan
e.
Pelaksana kegiatan
f.
Biaya yang dibutuhkan
g.
indikator keberhasilan (milestone)
2. Pelaksanaan (Do) Tahapan kedua adalah melaksanakan rencana yang telah disusun. Jika pelaksanaan rencana tersebut mebutuhkan keterlibatan pihak lain di luar tim pelaksana, makaperlu terlebih dahulu dilakukan orientasi sehingga dapat memahami rencana yang akan dilaksanakan tersebut. Pada tahap ini diperlukan kerjasama yang baik antara pimpina manajerial dengan
anggota tim. untuk
mencapai kerjasama yang baik, dibutuhkan keterampilan pokok antara lain: a.
Keterampilan komunikasi (communication)
b.
Keterampilan motivasi (motivation)
c.
keterampilan kepemimpinan (leadership)
d.
Keterampilan pengarahan (directing)
59
3. Pemeriksaan (Check) Tahapan ketiga adalah pemeriksaan (monitoring) secara berkala kemajuan dan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan. Tujuan dari pemeriksaan (monitoring) ini adalah untuk mengetahui: a. Seberapa jauh pelaksanaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan b. Capaian kegiatan yang berjalan dengan baik dan yang tidak berjalan dengan baik c. Tingkat ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan d. Apakah rencana yang dilaksanakan membutuhkan perbaikan
4. Perbaikan (Action) Tahapan keempat adalah melaksanakan perbaikan terhadap rencana kerja.Apabila ditemukan kekurangan atau kelemahan dari rencana kerja yang telah ditetapkan, maka dilakukan penyempurnaan dan langkah perbaikan.Setelah disempurnakan, rencana kerja tersebut dilaksanakan kembali.
60
BAB VII PENCATATAN DAN PELAPORAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT 7.1 PENCATATAN DAN PELAPORAN 1. Pencatatan Setiap instalasi / unit / ruangan melakukan pencatatan dalam bentuk sensus harian terhadap semua indikator PMKP, baik indikator peningkatan mutu, indikator area klinis, indikator keselamatan pasien maupun indikator manajerial sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing.Setiap minggu sensus harian tersebut disetor kepada Komite PMKP untuk dilakukan rekapitulasi bulanan.
2. Pelaporan a. Alur laporan data indikator mutu Alur pelaporan data indikator mutu adalah sebagai berikut:
UNIT KERJA / RUANGAN / INSTALASI
TIM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
DIREKTUR RUMAH SAKIT
61
b. Laporan balik (feedback) hasil analisa data indikator mutu TIM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
DIREKTUR RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA
c. Alur pelaporan indikator keselamatan pasien UNIT KERJA / RUANGAN/ INSTALASI
TIM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
DIREKTUR RUMAH SAKIT
62
d. Laporan balik (feedback) hasil analisis insiden
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKAYU
TIM PENINGKATAN MJTU DAN KESELAMATAN PASIEN
UNIT KERJA / RUANGAN / INSTALASI
63
BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT MUTIARA BUNDA 8.1 MONITORING DAN EVALUASI Monitoring dan evaluasi indikator program peningkatan mutu dan keselamatan pasien dilakukan melalui : 1. laporan bulanan hasil sensus harian indikator program PMKP yang dianalisis oleh Tim
PMKP setiap bulan dan hasilnya dilaporkan kepada direktur untuk
ditindaklanjuti melalui rapat tingkat manajemen (manajemen meeting) 2. Jika terjadi insiden, segera dilakukan kajian analisis oleh Tim PMKP dilaporkan kepada direktur. Hasil penerapan tindak lanjut dimonitoring evaluasi agar pelaksanaannya sesuai dengan rencana. 3. Hasil pelaksanaan program dan kegiatan PMKP yang dilakukan dievaluasi audit internal tahunan yang dilaksanakan oleh komite PMKP bekerjasama dengan SPI.
64
BAB IX PENUTUP
9.1
PENUTUP Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masayarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan rumah sakit serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, perlu mengatur rumah sakit dengan undangundang.Hal ini diatur dalam undang-undang RS pasal 40 bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit wajib melakukan akreditasi secara berkala 3 tahun sekali. Keselamatan pasien telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit Ada lima isu penting terkait dengan keselamatan (safety) rumah sakit yaitu; keselamatan passion (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan keselamatan ‘bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek keselamatan tersebut sangat penting untuk dilaksanakan di rumah sakit.Namun harus diakui bahwa kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien.Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan
dan hal
tersebut
terkait dengan
isu
mutu citra
perumahsakitan.
65