Kisah Seorang Aku

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kisah Seorang Aku as PDF for free.

More details

  • Words: 3,621
  • Pages: 8
Kisah dari Seorang Aku Ada banyak hal terjadi. Aku tidak tahu permulaan, tidak tahu bagaimana harus mengakhirinya… Hanya tahu ini sakit… *** Di ruang kelas sunyi-tidak berdebu-karena kami telah membersihkannya. Entah kenapa kami menjadikan hari piket kami menjadi minggu piket; tidak ada satu haripun dimana kami tidak menyapu dari sudut ke sudut. Dan di sudut pulalah kami berbincang, berbagi rasa. Hari ini percakapanku memanas. Bagaimana awalnya aku tidak tahu. Hanya saja tiba-tiba hatiku sakit, aku ingin melenyapkan orang ini dari kehidupanku. Orang yang saat ini berada di hadapanku dengan tatapan sedih. Tatapanku tajam, kemudian perlahan aku meletakkan ibu jariku tepat di tengah lehernya, menekan jakunnya, dan aku dapat merasakan ruas-ruas batang tenggorokannya. Sambil bergumam, kataku, “Kau tahu, jika saluran nafasmu ditekan, kau akan mati.” Ia tidak menunjukkan ekspresi apa pun, tetapi ia berkata, “Jika kau memang menginginkan kematianku, lakukan saja.” Aku masih ingat hari ini dan mungkin hingga hari terakhir hidupku, aku menekan lebih dalam, dan kurasakan jemarinya menegang. Latar langit berwarna merah lembayung di sela-sela pohon palem, membentuk cendawan, yang memayungi aku dan kematiannya. Aku menatap lekat matanya yang sayu, mencari adakah kebohongan itu pada dirinya. Tidak ada, perlahan kukendurkan cengkramanku. Sambil membuang muka, aku melayangkan pandanganku pada langit yang semakin memerah darah. Kukatakan padanya, “Aku bisa melakukannya, tapi aku tak ingin berakhir di penjara. Setidaknya orang tuaku tidak menginginkannya.” Tak lama, aku memeluk dia sambi menangis, mengusap-usap lehernya, dan menangis lagi. “Maafkanku.”, kataku tertahan. Ia tidak mengatakan apapun, tidak menghindar, tidak membalas, hanya diam. Sambil memeluknya aku berfikir betapa bodohnya kau, meragukan orang yang aku percayai. Tapi, asal kau tahu, jika kau menjadi aku, kau akan sama tidak percayanya, bahkan menganggapnya gila…tetapi saat pertama kali aku mendengarnya, aku tidak bereaksi, hanya berkata,” Normal” Saat ini kenormalanku diuji, mana ada orang normal percaya pada orang “normal” lain yang berkata bahwa ia telah meninggal, dan saat ini ia berada di tubuh orang lain karena janjinya, yaitu untuk membantu jiwa asli di tubuh tersebut. Siapa yang percaya bahwa ada “pain”-begitu kami menyebutnya-yang disebabkan tubuh itu terisi oleh lebih dari satu jiwa??? Jika kau fikir orang schizophrenia dengan dua jiwa saja membuatmu gila, bagaimana dengan orang ini-yang mengaku bahwa di tubuhnya ada lebih dari 10 jiwa,-bahkan mungkin lebih…Siapa yang mau percaya??? Kecuali aku… Aku fikir setiap manusia itu unik, kufikir tidak ada salahnya jika sesorang berhalusinasi ataupun schizophrenia(Itu haknya kawan). Dan disinilah aku, menjadi maklum dan percaya, hingga pada akhirnya aku menangisi kebodohan atas kepercayaanku, yang membawaku dan mengusungku pada cinta yang rumit. *** Aku pertama bertemu dengannya ketika aku dan dia MOS SMA bersama; kami berada di kelas yang sama, yaitu kelas X-6. Tapi hanya bertemu mata. Aku tidak akrab dengan dia hingga pada akhir semester 2 pada kelas X SMA. Keakraban itu pun dikarenakan aku adalah seksi kebersihan di kelas, jadi aku harus menyeret semua anak yang bolos piket sepulang sekolah. Dari kebiasaan piket inilah kami mulai akrab dan dekat. Suatu hari dia bertanya padaku ketika kami sedang mengangkat kursi ke atas meja sebelum kelas disapu, “Apa kau percaya jika aku bilang bahwa di dalam tubuhku ada dua jiwa?”

Aku termenung, menghentikan kerjaanku sejenak lalu berkata, “Percaya, karena kamu kan memang orang aneh dan gila. Haha…” “Aku serius”, katanya sambil menyenderkan badan pada dinding. Aku menjawab lalu, “Iya, aku juga serius, kau kan memang gila…Gak pake haha nih… hehe” Ia memperhatikanku mengangkat kursi satu per satu hingga aku berkata, ”Woy, kamu tuh sebenernya gak pengen piket ya??? Liat deh, masa kamu diem aja sementara aku ngangkatin kursi-kursi ini.” Dia tersadar, dan sambil mengangkat kursi terakhir dia berkata, “Kamu mau bantu aku ga? Biar aku ga punya jiwa tambahan lagi.” “Mau…Mau…”, aku refleks menjawab. “Aku kan orang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung di warung…hehehe.” Ia mendekat lalu bercerita, ”Kamu tahu rasanya punya dua jiwa???” Aku menjawab, “Tidak, aku tidak tahu. Aku kan orangnya gak seaneh kamu…haha” Ia menatapku dalam lalu berkata, “Rasanya sakit, sakiiit banget…Kalo kamu punya sakit yang sama, taruhan deh, kamu pasti juga akan menyakiti diri sendiri, bahkan dah bunuh diri…hahaha… Yang pasti kamu gak bakal pernah bisa ngebayangin deh” “Bisa kok. Gara-gara sakit ini kan kamu suka ngelukain diri sendiri pake cutter kalo di kelas?” kataku. “Loh, kok kamu tau aku suka nyakitin diri sendiri?”, katanya heran sambil mengernyitkan alis.. “Yee, jelas-jelas aku duduk di meja sebelah, kamu fikir aku buta ya???”, kataku sebal. Ia nyengir perlahan lalu berkata, “Hehe, tau aja…perhatian amat sih ma aku. Kamu suka ya ma aku???” “Huek…”, aku pura-pura muntah… “Lho, jadi kamu gak suka ma aku? Tadi katanya mau bantu aku ngilangin pain-rasa sakit- ini. Pain ini bisa ilang kalo jiwa satu lagi ilang. Tapi syarat pertamanya kamu harus suka ma aku lho…”, katanya sambil nyengir. “Jadi ragu, kamu sebenernya bercanda ato serius sih?Ga jelas…Kalo mau ngajak orang jadi gila+aneh bukan gini caranya tau”, suaraku naik. “Lho lho, kok jadi marah? Tadi katanya mau bantuin…Wah, ngjilat ludah sendiri nih…”, katanya sambil senyum-senyum. “Iya iya, aku suka ma kamu sebagai teman…”, kataku tertahan. “Weh, weh, ga tulus nih… Sukanya harus tulus lho…” “Iya iya, aku suka ma kamu tulus setulus-tulusnya… Eh tulus tuh tanaman yang banyak di Bogor kan???” “Itu taleus tau. Dasar…Tulus tuh makanan kesukaannya monyet tauk…” “Ha? Masa pisang???”, kataku melongo. “Emang pisang tau…hahaha…” “Jauh banget plesetannya…” “Artinya ku pinter, bisa nyambungin yang sejauh itu…haha… Eh, aku serius nih, kamu tulus ga???”, katanya sambil pura-pura serius ato serius beneran yak…Gatau deh… “Tulus-tulus…”, kataku pelan. “Coba bilang perlahan: kamu tulus mau ngbantuin aku ngilangin pain”, katanya. Aku mengulang, “Aku tulus mau ngbantuin kamu ngilangin pain…” Sunyi… Aku berharap ada asap keluar dari tubuhnya yang nandain jiwa satunya dah keluar, ato minimal ada suara jreng-jreng jiwanya ilang… Tapi gada… Jadi aku bilang, “Painnya dah ilang belom???” Dia jawab,”Belom, malah nambah.” Aku mikir, apa gara-gara aku yang ga tulus ya makanya painnya nambah, jadi aku bilang sekali lagi “Aku tulus mau ngbantuin kamu ngilangin pain…” Sunyi… Duuut… Bauuu… “Asem, ngapain kamu pake buang angin segala?!!!”, aku mencak-mencak sambil nari kecak (Jayus yak…haha).

“Lho ko marah???Lha, aku kan tadi bilang sakitku nambah. Nambahnya ya sama sakit perut. Eh, aku panggilan alam dulu bentar ya… “, katanya sambil keluar kelas. Aku bengong, nyubit pipiku bentar, trus mikir, ni orang kayaknya gila beneran…tapi kayaknya mw ngajak aku biar ikut2an gila nih… Gimana ya??? Mending kabur dengan resiko dimutilasi besok pas ketemu di sekolah ato mending ngikutin aja alur permaenannya trus pamit baek-baek ya??? Kayaknya pilihan kedua lebih aman… Ok… Sabar… Sabar… Jangan takut… “DOARRR!!!” Wua, aku nglonjak dari kursi sambil ngelus-ngelus dada… “Sial kamu Dra. Jangan nakutin gitu donk”, kataku bete. Aku kan udah takut duluan, tambahku dalam hati. Chandra senyum-senyum najong, tapi aku dah pengen najong dia duluan terus kabur… Chandra natap aku lama trus bilang, “Bener kamu mau ngebantuin aku ngilangin pain ini???Jiwa ini???” “Iya.”, kataku pelan. “Tulus?”, tanyanya. “Iya, tulus.”, kataku. “Oke.”, katanya sambil meluk aku… What’s???!!! Yap, orang gila ini yang bahkan bukan pacarku ato saudaraku ato ortuku ato bahkan mbahku meluk-meluk aku… Gawat-gawat…Jangan-jangan dia pedofil lagi…aku kan masih kecil…(Oke, yang ini terlalu lebai, aku kan udah SMA) Maksudku jangan-jangan dia mau macem-macem lagi…gawat gawat… Susahnya jadi orang cantik (jangan muntah donk…) What must I do???!!! Minta tolong aja kali ya??? Tapi ntar pas bantuan dateng aku dijadiin sandera… Gimana ya???!!! Oke…lepasin pelan-pelan trus kabur… Ntar kalo dia nanya bilang aja ada janji ma presiden mau demo di PBB… oke, laksanakan misi “Penyelamatan Siswa SMA Cantik dan Tak Berdaya dari Temannya yang Katanya Punya 2 Jiwa”. Aku berdehem sambil berusaha ngelepasin pelukannya… Ehem ehem…Eh, susah lepasnya… EHEM…EHEM… Dia malah makin erat meluknya…Mati aku, fikirku… Gimana ya??? Oke, ajak negosiasi aja…biar selamet… “Ehm, apa ini caranya buat ngilangin pain???”, tanyaku. Dia jawab, “Iya, salah satu caranya” “Oh…”, aku diem. Sunyi… “Ehm, Pak Hermawan botak ya???”, tanyaku biar gak sunyi. “Udah dari dulu kok…”, jawabnya sambil masih meluk Cess, darah mulai ngalir dari paru-paru, eh, dari jantung…gimana ini???misi gagal… hukhukhuk…selamet tinggal mama papa…anakmu akan dipeluk ma ular piton ini sampe mati kehabisan nafas…hukhukhuk…jaga si oneng baek-baek mah, dia kucing tetangga kita…hukhukhuk… Tiba-tiba inget lagunya the Massive yang jangan menyerah (mangnya udah ada ya pas aku SMA???), oke oke, aku inget lagunya Josh Groban yang don’t give up (lagu ni juga kayaknya blm ada) oke, aku ingat lagunya Maju Tak Gentar dari C. Simanjuntak. Jadi aku putusin aku gak mau nyerah… “Eh…”, kataku, tapi terlalu takut buat buka mulut Tiba-tiba Chandra bilang “Kamu tau sakitnya aku segimana???” Aku mau bilang tau tapi kayaknya itu ide buruk, jadi aku bilang, ”Aku nggak tau.” Lalu Chandra bilang, “Sakit banget, aku tadi ke WC bukan buat boker, tapi karena sakit ini…Aku muntah darah.” “Muntah darah???”, tanyaku kaget. “Iya. Kadang suka mimisan juga…Sakit banget deh…Kalau kamu mau tahu sakitku, sini aku tunjukkan.”, katanya sambil melepaskan pelukannya dan menuju meja. Aku tiba-tiba merasa kasihan terhadapnya, lalu dengan canggung mengikutinya. Chandra menggambar badan seorang kesatria, tapi kesatria itu banyak sekali tertusuk oleh panah, di kepala dan dada. Aku bergidik melihatnya. Selain panah, kesatria itu juga tertusuk oleh batang kayu di dada kiri bagian bawah. Banyaknya luka ini menyebabkan kesatria ini mengeluarkan darah dari mulutnya. Aku berfikir, menimbang-nimbang kebenaran sambil menatap gambar itu. Apa benar ini yang

dirasakan oleh Chandra??? Keraguan masih menelusup dalam hatiku. Aku mulai berfikir, apa aku jadi ikut-ikutan gila ya??? Oke, aku tidak gila, mungkin saja itu benar, bukankah di dunia ini tidak ada yang mustahil. Oke, tenang…anggap ini normal…tenang…T.E.N.A.N.G… Ia menggambar tubuhnya secara lengkap dan menunjukkan lima titik dimana pain itu sangat menyakitkan: di kepala, dada sebelah kiri dan kanan, kaki kanan, dan kaki kiri. tiba-tiba aku ingat, Yesus punya lima stigmata dan Chandra punya lima pain… analogi yang bagus jika Chandra ternyata mengarang cerita… Aku terdiam. *** Waktu berlalu, aku percaya kepadanya. Aku mulai mengenalnya dari sudut mata kesedihannya. Aku merasa deritanya saat kedua tangannya merengkuhku dalam. Aku belajar memasuki jiwanya ketika matanya membasah dan tetes kesakitan itu mengalir menuruni pipinya yang berbekas jerawat-jerawat masa lampau. Saat bersamanya aku berjanji untuk menjaganya. Dalam tangisku aku mencegahnya memukul kepal ke dinding, mengiris nadinya dengan pisau, atau pun membenturkan kepalanya ke dinding. Dengan tanganku aku berusaha memeluknya, berharap dapat meringankan sakit yang merobeknya dalam. Tapi tidak ada yang berubah…Dia masih Chandra yang sama, dengan sakit yang sama. Pain itu tidak hilang… Setiap kali aku marah dengannya, ketika istirahat dia akan mengatur agar dia dapat bersembunyi di balik kursi dan duduk di lantai, melamun. Dan setiap kali aku melihatnya berlaku seperti itu aku ingat pada Kevin di buku Torey Hayden, Kevin juga bersembunyi di antara kursi-kursi untuk menghalangi orang untuk mendekatinya. Apa Chandra juga seperti itu??? Apa dia memiliki luka yang dalam di masa lalunya sehingga membuat ia tertutup pada orang ketika orang yang ia percayai membuatnya kecewa???ataukah dia hanya anak manja yang merajuk ketika permintaannya tidak terkabul??? Aku tidak tahu, tapi selalu aku saja yang mengalah untuk membujuk agar ia dapat keluar dari tempat persembunyiannya… lama-lama aku lelah…cukup lelah hingga aku membiarkan dia di balik kursi seharian…sendirian… Dan ketika kami marah akan satu sama lain dan tidak berkomunikasi selama berharihari, tiba-tiba ketika berbaikan ia akan berkata, ”Gara-gara kamu Chandra mau nyakitin dirinya sendiri. Kamu tu tau ga sih kamu satu-satunya yang dia harepin… tapi kenapa kamunya gak peduli ke dia??? Dia ga punya siapa2 kecuali kamu tau!!!”, lalu langsung ngeloyor pergi. Aku biasanya diam, mencerna ucapannya, dan setelah beberapa lama baru akau menyadari bahwa yang berbicara denganku mungkin bukan Chandra, tapi jiwa lainnya. Kata Chandra jiwa lain akan muncul ketika dia dalam bahaya atau kondisi khusus lainnya…ah, entahlah, lama-lama aku gerah dengan jiwa inilah pain itulah…aku pengen jadi orang normal yang berhubungan dengan orang normal yang cuma punya satu jiwa saja…malah aku mulai curiga tentang semua yang Chandra katakan tentang semuanya. Merasa seperti orang bodoh… *** Semua orang berfikir bahwa kami berpacaran, dan dengan rutin aku menjelaskan kepada semuanya bahwa kami tidak berpacaran…kami hanya teman curhat. Okey. Tapi masalahnya adalah aku terjebak oleh dia. Setiap saat selalu harus menjaga agar dia tidak menyakiti dirinya sendiri, setiap waktu mencemaskan pain-nya yang tidak hilang-hilang…Aku merasa terbebani, tapi tidak mungkin meninggalkan dia sendirian… Aku tahu rasanya sendirian, dan aku ingin agar orang lain tidak merasakan kesepian yang sama seperti yang aku alami. Tahukah kau bahwa kesepian berbau begitu busuk hingga matamu mengerut dan meneteskan air??? Pain ini memasungku pada dirinya selama bertahun-tahun, hingga hari ini, karena aku telah berjanji untuk membantunya, dan aku tidak ingin melanggar janji itu meskipun aku selalu mengucapkan bahwa janji ada untuk dilanggar. Aku pernah bertanya kepadanya mengapa pain ini tidak hilang-hilang, bukankah ku telah melakukan salah satu cara untuk menghilangkannya, yaitu dengan memeluknya… dia menjawab bahwa ketidakpedulianku membuat pain ini bertambah, sehingga pain

tersebut tidak ilang…Aku merasa bersalah dan akhirnya berusaha membuat dia berbahagia untuk semua yang bisa aku lakukan. Karena ia suka membaca komik, aku menanyainya komik apa saja yang ia sukai dan meminjamkannya untuknya. Berkat inilah aku rutin meminjam komik tanpa rasa bersalah karena menghabiskan uang jajanku. Dan berkat ini pula aku mengenal komik RedEyes, Red, Samurai Deeper Kyo, Shoot!, dan banyak komik yang sebelumnya tidak aku kenal. Aku merasa banyak hal yang telah aku lakukan untuknya. Tapi sebenarnya ia pun telah melakukan lebih banyak hal baik terhadapku. Aku merasa semakin tidak ingin meninggalkannya. *** “Aku di genteng”, katamu lewat telpon. “Hah??? Ngapain kamu di genteng???”, tanyaku heran “Gatau”, jawabnya. “Waduh, aku ke rumahmu deh.”, kataku cepat. Di jalan aku berfikir, ada-ada saja orang ini, pake diem segala di genteng, ngapain coba??? Kakaktua aja diemnya di jendela, ni malah di genteng… Dasar orang aneh…Hehe… Dari jauh aku melihatnya diatas genteng, aku mendongak dan berkata, “Ayo turun…” Dia menatapku sekilas dan berkata, “Gak mau.” “Aku bilangin orang tuamu ntar.”, kataku mengancam. “Bilangin sana, pada gak ada di rumah kok”, tantangnya. Aku akhirnya masuk ke rumah dan membujuk dia turun-lebih tepatnya mengancam kalau dia tidak turun aku akan ikut ke genteng, dan bertaruh gentengnya roboh... Setelah menjejakkan kaki ke lantai, dia langsung menghambur memelukku dan entah kenapa terlihat mau menangis…Ah, aku selalu salah tingkah jika ia memelukku, aku bingung apa harus aku melepas pelukan ini atau membiarkannya bersandar di pundakku… Aku memilih untuk tidak melepasnya, sama seperti sebelumnya, kadang merasa sedih, aku fikir dia hanya membutuhkan tempat bersandar, tidak peduli siapa orangnya, hanya kebetulan baru aku yang memberikan tempat bersandar untuknya… *** Dia punya pacar lain… Aku biasa meminjam hpnya untuk mendengarkan lagu, lalu aku tiba-tiba iseng melihat inboxnya untuk mengetahui apakah hanya smsku saja yang memenuhi inboxnya. Tapi ternyata inboxnya dipenuhi sms cinta…Aku terpana menelan semua kata-kata cinta itu…Dan air mataku menetes satu dua. Sakit… Okey, aku tahu aku bukan pacarnya jadi tidak berhak untuk menanyainya apa pun atau bahkan cemburu padanya… tapi aku sedih, ia bahkan tidak bercerita kepadaku tentang pacarnya. Namanya Bintang…Sseandainya Chandra bercerita aku mungkin tidak akan sesakit ini, aku mungkin akan dengan enteng mengatakan selamat berbahagia lalu menjauh. Sial!!! Aku diam. Ketika ia berbicara aku tetap diam, ketika ia bercanda aku tetap diam. Ketika ia bertanya kenapa aku tetap diam. Waktu istirahat tiba, dia biasa mengunjungiku lewat jendela. Tapi kali ini aku pergi ke WC, aku mulai menangis tertahan, dasar cengeng makiku…Aku teringat Chandra. Sekarang aku baru mengerti dan paham sesungguh-sungguhnya mengapa banyak orang melukai diri sendiri. Mereka hanya butuh kesakitan yang lain. Sama sepertiku sekarang. Aku hanya tahu menangis tidak berguna untuk melenyapkan sakit yang menjulur, mengembang, memenuhi dadaku. Sesak… Aku memukulkan tanganku ke dinding sambil menangis, berharap ada kesakitan fisik yang menyibukkan fikiranku agar aku tidak merasakan bahwa jiwaku dilukai, begitu dalam, kepercayaanku padanya hancur…aku berhenti ketika terbentuk lebam biru di buku-buku tanganku. Kemudian aku menatapnya puas sambil bergumam, “Aku benar-benar telah ikut menjadi gila. Mana ada orang waras yang melukai diri sendiri” Aku mencuci muka agar tidak kelihatan menangis, lalu masuk kelas setelah bel masuk berbunyi. Pelajaran Bahasa Indonesia, mengarang, terasa sakit ketika menggerakkan jari untuk menulis, namun aku merasakan sensasi sakit itu dan merasa senang ada pengalih perhatian dari kesedihanku. Aku berfikir, aku menjadi semakin gila…karena

si pembohong brengsek… Esoknya Chandra menungguku di depan kelas. Ia sepertinya sudah menebak akar permasalahannya. Ia berkata,”Kamu baca sms dari Bintang ya???Bintang itu bukan pacarku. Dia pacar Chandra, jiwa asli yang menempati tubuh ini.Aku bukan Chandra, aku Resha. Aku, Chandra dan delapan jiwa lagi ada di tubuh ini” “…” “Maaf aku baru bilang sekarang, aku tidak ingin kamu merasa sakit karena semua ini. Aku menyayangi kamu…” Suaranya terdengar jauh. Lalu ia memegang tanganku. Aku menepis tangannya dan berkata,”Sudahlah, lebih baik kita tidak berhubungan lagi.” Aku pergi tanpa menoleh. *** Aku ingat, Dia sering bertanya kepadaku keamana aku akan pergi, apakah meninggalkannya??? Dan aku selalu menjawab dengan hal yang sama, aku tidak akan pergi kemana-mana. Tapi kini, aku menatapnya pergi, bersamanya, di peluknya. Aku membencinya, dia memasung aku dengan cinta tetapi dengan mudahnya dia mengepak pergi meninggalkanku. Betapa sakitnya rindu ini, betapa perihnya rasa ini, dan betapa berat air mata yang kutanggungkan untuk derita ini. Dia telah membuangku… karena ia telah menemukan tempat bersndar yang lebih baik. Kenapa ia jauhku saat aku candu atasnyamu??? Kenapa ia melupa butir-butir kenangan kita??? Kenapa aku tak memiliki apa pun untuk mematahkannya agar tak pergi, ia tetap dengan Bintang, aku tetap sendiri. Harusnya aku tahu cinta adalah kebohongan untuk meraup sarisariku. Harusnya aku sadar ia akan menjadi algojo kematianku atas cinta. Ia telah memenggal kehidupan cintaku. Jika ia memutuskan untuk bersamanya, bagaimana aku bisa bertahan, bagaimana aku bisa mengerti ia bukan untukku, bagaimana hari-hariku terlewati jika tiap detik angin mendesahkan namanya, awan mengarak wajahnya, dan hujan merintiki suaranya, bagaimana??? *** Aku duduk ditangga. Gelap. Lampu tangga mati. Dan merenung. Bodoh, bodoh, ngapain kamu berharap selama ini??? Ngapain kamu berkorban sejauh ini??? Bodoh dan selalu bodoh… Pamanku pernah berkata orang pintar dikalahkan oleh orang cerdik, dan aku baru menyadari ini benar. Aku yang selalu 5 besar di kelas dibodohi mentah-mentah olehnya. Sial!!! Logikaku baru berjalan sekarang, aku bahkan belum pernah melihatnya muntah darah, meskipun aku pernah melihatnya mimisan sekali. Aku pun belum pernah bertanya mekanisme dari jiwa-jiwa itu bisa ada di satu tubuh, lalu kalaupun jiwa lainnya telah mati sebelumnya menurut pengakuan Chandra, eh Resha, bagaimana mereka bisa berkumpul di dunia dan tidak ke Surga??? Dan bagaimana aku bisa percaya hingga sedungu itu…Bodoh… dia kan menderit penyakit psikologis atau hanya mempermainkan aku yang bodoh ini…haha…Siapa nyana aku bisa tertipu hingga sejauh ini??? Besoknya aku menjauh dari tempat yang biasa menjadi tempat pertemuan kami. Sialnya ketika aku menuju rumah pamanku aku bertemu dengannya dan Bintang. Okey, sial, aku pura-pura tidak melihat dan berniat menyebrang sebelum terlihat. Tapi terlambat, Chandra memanggilku. Sial. Aku tersenyum, Chandra memperkenalkan aku pada Bintang. Aku tidak mengetahui motifnya mengenalkan aku, tapi aku tersenyum. Senyum kemenangan bahwa aku masih bisa tersenyum meski hatiku dicabik. Aku menangis lagi di rumah… *** Aku ingat, aku pernah membaca blog Raditya Dika yang telah diterbitkan menjadi sebuah buku, aku lupa buku yang mana, tapi yang pasti disana Raditya Dika menulis, enaknya kalau ada orang berkepribadian ganda, bisa selingkuh trus bilang, “Oh, tidak sayang, aku tidak selingkuh. Itu pacarnya kepribadianku yang satu lagi,” lalu si pacar itu pun meminta maaf kepada selingkuhannya, eh pacarnya kepribadian pacarnya (ko jadi bingung ya?hehe)…lalu akhirnya mereka double date.eh single date plus kali ya… Seandainya saja aku bisa memaafkan semudah itu, seandainya saja aku tidak sesakit

ini… seandainya aku juga tidak sebodoh ini mempercayai bahwa ada dua jiwa dalam satu tubuh…hehe… Nb. Akhirnya aku bisa tertawa juga… *** Kehilangan lagi, aku bahkan tidak tahu apa aku sempat untuk memiliki… Yang aku tahu air mataku tak bisa berhenti mengalir, mungkin tangis ini akan menderas menjadi sungai yang menghanyutkan kesedihanku. Entahlah, aku hanyut… dan tenggelam. Aku meronta, tanganku menyeru pertolongan, tetapi ketiadaanmu membuatku mengerti, bahwa tersia aku berusaha, aku tak memiliki nafas tanpamu…aku menyerah. Kutunggu hingga aku tertidur dan kehilangan kesadaranku, namun bayangan kesedihan ini tetap menyelimutiku. Kenapa sakit??? Kenapa tiap sudut menjadi saksimu akanku??? Aku mendengar jeritan, tanpa menyadari aku yang menjerit… Aku Butuh Melupa Melupamu, melupa fisikmu, melupa tawamu, melupa jailmu, melupa sedihmu, melupa bersinmu, melupa tangan yang mengacak rambutku, melupa ngupilmu, melupa kentutmu, melupa pelukanmu saat ku menangis, melupa pain, melupa jiwa, melupa… Aku ingin membunuh kenanganku bersamamu, akuingin membunuh sakit ini!!! Perlukah aku menyayat lenganku??? Perlukah aku melukai aku??? Aku menunggu tertidur, menanti kau akan mencium keningku dan berkata mencintai aku. Aku menungu terlelap, menanti engkau memelukku hangat dan berkata mencintaiku, Aku menunggu kamu, menanti kau datang dan berkata mencintaiku… Aku menunggu keajaiban itu terjadi, aku menunggu… Tidk ada yang terjadi… Ayo belajar melupa… Ayo balajar memaafkan… Biarkan waktu membantu melupa… *** Aku telah kuliah selama dua tahun di salah satu universitas negeri di Yogyakarta. Hubunganku dengan Chandra dan Resha baik-baik saja. Kami tetap saling menyapa dengan normal jika bertemu. Aku tidak pernah mempertanyakan tentang pain, mereka tidak pernah memulai membicarakan tentang pain. Aku tidak tahu dan tidak mau tahu apakah pain itu hilang karena Bintang atau memang pain itu memang tidak ada. Aku tak mau mempertanyakan lagi kebodohanku. Sekarang, aku memiliki teman yang baik, keluarga yang baik, bahkan mendapat beasiswa dari Tanoto Foundation untuk biaya kuliah dan hidup sehari-hariku. Aku mulai merasa kehidupanku sangatlah sempurna, bahkan lebih dari sempurna, aku sekarang berani untuk manatap ke depan, tidak takut lagi akan kesedihan dan pain yang menggerogoti aku dulu… Dan yang pasti aku belajar memafkan dan ikhlas… Belajar untuk tidak melukai diri sendiri lagi ketika ada hal-hal yang diluar keinginanku. Bahkan sekarang aku menyesal karena aku pernah mengiris tangan bagian atasku dengan cutter cukup dalam dan berbekas hingga kini. Bekas luka ini menyebabkan setiap kali ada orang baru bertemu denganku dan melihat bekas lukaku, ia akan bertanya apa aku dulu pemakai? Dan aku menjawab dengan tawa sambil berbohong kalau luka ini disebabkan tergores pagar kawat… Yah, jadinya aku harus berbohong terus selama luka ini masih ada. Jadi jangan coba-coba melukai diri sendiri…nanti akan menyesal kemudian…haha. Belajar untuk bertanggung jawab karena aku telah memecahkan kaca jendela SMA tanpa seorang pun tahu. Dan dengan rasa syukurku pada Tuhan, aku mengakhiri kisah ini. Semoga segalanya bertambah baik...Amin...

Related Documents

Kisah Seorang Aku
June 2020 24
Kisah Aku
October 2019 36
Kisah Seorang Anak Kecil
December 2019 26
Aku Adalah Seorang Wanita
October 2019 42
Kisah Kau Dan Aku
November 2019 47
Diari Seorang 'aku'
December 2019 33