|1
KHUTBAH IDUL ADHA 1430 H MESJID JAMI AL-MUTTAQIEN SECAPA POLRI SUKABUMI AL-MUQADDIMAH
Hadirin Jama’ah Idul Adha Mesjid AlMuttaqien SECAPA POLRI Rahimakumullah! Hari ini, seluruh umat Islam sedunia, khusus di tempat kita, sedang girah menghormati Idul Adha, Kita penuhi langit dengan takbir, tahmid, munajat, do’a dan istigfar.
|2
Kita isi dengan ruku, sujud dan mohon ampun keharibaan Allah Ta’ala. Kadang suara rilih, bathin yang merintih, wajah yang merunduk, kesedihan hati yang mendalam, cucuran air mata yang deras, dan isak tangis yang tersendasendat, menyertai sepanjang malam kita. Kenapa semua kepiluan itu terjadi? Tiada lain karena kita semua baru sadar bahwa, betapa kecilnya diri ini, betapa tak berdayanya diri ini, dan betapa tidak bermaknanya diri kita ini di hadapan ke-Maha-Besaran Allah, َأْكَبر ال َأْكَبر ال َأْكَبر
ال Hadirin Jama’ah Rahimakumullah!
Idul
Adha
Sementara itu, di belahan bumi nun jauh di Makkah sana, saudara-saudara kita, para tamu Allah, jema’ah haji dengan jumlah lebih dari 3 juta orang, berpakaian kain lusuh, rambut yang penuh debu, keringat yang membasahi sekujur tubuh. Di tanah para nabi yang suci, di belantara pasir yang lengang dan sepi, di padang Arafah tempat wukuf untuk meratapi nasib diri, di Muzdalifah tempat bersujud di bawah naungan langit dan alas bumi, di Mina tempat para
|3
jama’ah melempar Jumrah, di Makkah tempat bertawaf dan sa’i. Semua ibadah itu demi memenuhi panggilan Illahi untuk tunaikan ibadah haji. Ribuan ragam bahasa yang biasa terlontar dari jutaan mulut manusia, saat ini menggema dalam satu bahasa dan nada yang sama: takbir, tahmid, tahlil َأْكَبببر اللهبَأْكَبر الب َأْكَبببر الب. Di sela-sela suara talbiyah, sesekali terdengar isak tangis tersendu anak manusia, karena menyesali dosa, cela dan alpa yang pernah diperbuat. Gemuruh dada terasa terus berguncang, seakan ancaman neraka dekat di depan mata. Rasa takut datang tak alang kepalang, takut mati, takut siksa kubur, takut terbuka keaiban di hadapan Allah, takut dan terus takut. Kenapa kita harus takut? Karena kita selama ini lalai melupakan Allah Ta’ala; karena kehilangan arah hidup; karena terlalu sibuk dengan urusan dunia sehingga menjadi hubbud dunya wakarahiyatul maut; karena tak ingat lagi bahwa hidup ini hanya sementara dan dunia hanya sebuah tempat persinggahan sesaat, bila
|4
dibandingkan dengan kekekalan dan keabadian akhirat. Jika demikian halnya, apakah gerangan yang mesti kita lakukan? Kepada siapakah kita harus bertauladan? Jawabnya adalah, kita harus bertauladan kepada Nabi Ibrahim AS. Nabi Ibrahim AS adalah sosok manusia yang mampu menjawab dengan jelas pertanyaan Allah: “Akan pergi kemanakah kalian? (Faaina tadzhabuun? QS At-Takwir : 26). Ia menjawab: ”Aku akan berangkat menuju Allah, tentulah Ia akan memberi petunjuk padaku (Inni dzaahibun ilaa rabbi sayahdiin, QS 37 : 99). Hadirin Jama’ah Rahimakumullah!
Idul
Adha
Panggilan, teguran, bahkan peringatan untuk kembali kepada Allah itu, bukanlah hanya ditujukan kepada Nabi Ibrahim AS semata, bukan pula pada orang terdahulu saja. Panggilan itu ditujukan kepada semua manusia termasuk kepada kita yang ada di mesjid ini. Meski kita tidak peduli, walau kita tidak hiraukan panggilan
|5
itu, suatu saat kita semua pasti kembali walau secara terpaksa kepada Allah, yakni di saat nyawa meninggalkan jasad kita, suka atau tidak suka, siap atau tidak, kita mengalami kematian itu, syahdan kita mengucap Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raajiuun. Sejatinya Allah SWT terus memanggil kita sejak kini, untuk segera kembali kepadanya, bukankah ketika Allah bertanya kepada kita faainnaa tadzhabuun? Mau pergi kemanakah kalian wahai manusia? Kita menjawab tidak jelas bahkan mungkin kita tidak pernah merasa ditanya oleh Allah, atau mungkin kita menjawab salah. Kita tidak tahu kemanakah kita sedang pergi? Apakah tujuan kita dalam hidup ini? Ingin menumpuk harta kekayaan? Mau menduduki tahta yang tinggi? Atau hanya sekedar menghabiskan usia? Atau hanya mengisi waktu dan menyia-nyiakan masa? Ataukah kita sekedar turut suami, mengurusi anak? Ataukah kegiatan-kegiatan rutin yang membosankan?
|6
Seruan Allah, kembalilah kalian kejalan-Ku segera, saat ini, di sini dan sekarang juga! Arahkan bahtera kehidupan kita sekalian guna menapaki jalan Allah secara sadar dan suka rela, sebelum kembali kepada Allah secara terpaksa melalui kematian dan meregang nyawa!. Hadirin Jama’ah Idul Adha Mesjid AlMuttaqien SECAPA POLRI Rahimakumullah! Bercerminlah pada Nabi Ibrahim AS, ketika ia disuruh mengorbankan anak tercinta Ismail AS untuk disembelih. Meskipun titah itu bertentangan dengan akal sehat, tidak rasional, dan sekilas terasa keterlaluan, akan tetapi karena hal itu titah Allah, Ia terima, Ia rela, Ia laksanakan dengan segera. Hadirin Jama’ah Rahimakumullah!
Idul
Adha
Sekarang tugas kita adalah, kenalilah keIbrahiman-an kita, kenalilah dalam diri kita dimensi kepasrahan, kepatuhan, ketundukan dan kesumerahan kita akan perintah Allah. Tingkatkanlah kesadaran kita untuk berkorban, untuk mengulurkan tangan, untuk merasa turut
|7
sedih terhadap saudara kita yang terkena bencana banjir, longsor, goncangan gempa, kehilangan sanak saudara, punahnya tempat tinggal, tertimbunnya perkampungan dan musibah lainnya. Dan lebih penting lagi, kenalilah ke-Ismail-an kita, demi melaksanakan titah Allah untuk disembelih dirinya, nabi Ismail AS rela, sembari berdoa “semoga ketika disembelih Ia menjadi orang yang sabar” (Qaala Yaa Aabatif’al Maatu’maruu Satajidunii Insyaallah Minasshabiriin. QS As-Shafat : 102) Kita baru punya karakter seperti Ismail AS, manakala Allah menyuruh menyembelih harta kita, kita segera berinfak-shadaqah. Allah menyuruh menyembelih waktu tidur kita, kita segera bertahajud. Allah meminta menyembelih saat sibuk kita untuk shalat, kita segera laksanakan shalat. Allah suruh menyembelih kepangkatan kita, kita memanfaatkannya untuk mengakkan kebenaran, keadilan, dan menolong kaum lemah. Ketika Allah menyuruh menyembelih rasa malas kita untuk mengaji, untuk memakmurkan mesjid, kita segera
|8
mengaji dan memakmurkan mesjid. Dan ketika kita diperintah mencari rizqi yang halalan thayiban, kita segera lakukan serta manakala Allah menyuruh kita berjuang dengan harta dan jiwa, kita segera menyambutnya dengan suka cita. Hadirin Jama’ah Rahimakumullah!
Idul
Adha
Marilah berhenti sejenak (berwukuf) merenung di mesjid ini, meresapi siapa diri kita, dan sembari mengadukan kesalahan-kesalahan kita pada Allah; Mari kita tundukkan kepala, fokuskan hati, tarik nafas, tekan dada dan pasrahkan jiwa raga kita dihadapan ke-Maha-Besaran Allah, Amin Ya Rabbal ‘alamiin : Ya Allah! Telah lama kami mengabaikan-Mu, kami telah salah menapaki jalan hidup. Tubuh kami telah penuh dibaluti lumpur kebusukan. Tunjukilah kami jalan menuju ridha-Mu, seperti Engkau telah tunjukkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail AS. Ya Allah! Kami sangat ingin meraih ketinggian derajat laksana Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS,
|9
karena itu sebagian dari kami berkurban hewan demi mengikuti sunnah Nabi-Mu, terimalah hewan kurban kami, terimalah dharma bakti dan pengorbanan kami, Amin! Ya Allah! Saat ini, di mesjid ini kami sadar, atas segala dosa, keaiban dan kesalahan, karena itu ampunilah kami ya Allah, ampunilah kedua orang tua kami, tetangga kami, pemimpin – pemimpin kami, dan seluruh kaum muslimin, Amin! Pada saat ini pula, Ya Allah! Kami mohon, benahilah dan bangkitkanlah Negeri indah ini hingga menjadi Negeri “Baldatun Thayyibattun Warabbun Ghafuur!” Do’a :
Jumat, 10 Dzulhijjah 1430 H
| 10
27 November 2009 M Khatib Mesjid Jami AlMuttaqin SECAPA POLRI Sukabumi
Drs. Ade Juanda, M.Ag
Biodata Khatib
Nama TTL
: Drs. Ade Juanda, M.Ag : Sukabumi, 25 Maret 1965
| 11
Alamat : Perumahan Assyifa Blok M4 No.2, Karamat Kota Sukabumi Profesi : Pengajar Pendidikan : Pasca Sarjana IAIN Sunan Gunung Djati Bandung Organisasi : Sekretaris MUI Kota Sukabumi – Khatib Jum’at Mesjid AlMuttaqien SECAPA POLRI Sukabumi – Ketua V DKM Mesjid Agung Kota Sukabumi – Sekretaris Umum ICMI ORDA Kab. Sukabumi