MAKALAH KEPERAWATAN JIWA “TERAPI PERILAKU”
Dosen: Ns.Jihan Rabial S,Kep Oleh Kelompok IV: Misbal Ayani Erlita Maifidar
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nyalah sehingga tugas “ TERAPI PERILAKU“ ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Terima kasih kami ucapkan kepada pihak – pihak yang telah membantu kami dalam penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dari teman – teman yang bersifat membangun. Demikianlah penulisan makalah kami ini semoga bermanfaat bagi para pembaca.
Matang Glumpang Dua ,11 Februari 2019
Kelompok 4
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar belakang Watson dkk selama 1920 melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan
kondisi (deconditioning) pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku formal. Pada tahun 1927, ivan pavlov terkenal dengan percobaannya pada anjing dengan memakai suara bell untuk mengkondisikan anjing bahwa bell = makanan, yang kemudian dikenal juga sebagai stimulus dan respon. Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh bf skinner, ogden lindsley, dan harry c. Salomo. Selain itu termasuk juga wolpe yusuf dan hans eysenck. Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga negara, yaitu afrika selatan (wolpe), amerika serikat (skinner), dan inggris (rachman dan eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku. Skinner dkk. Di amerika serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku. Ogden lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan fred s. Keller untuk mengembangkan programmed instruction. Program ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi aphasia dan berhasil. Gerald patterson menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak dengan masalah perilaku.
B. Tujuan Tujuan umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang layak, namun belum dipelajari;
1. Meningkatkan perilaku, atau 2. Menurunkan perilaku 3. Reinforcement positif: memberi penghargaan thd perilaku 4. Reinforcement negatif: mengurangi stimulus aversi 5. Mengurangi perilaku: 6. Punishment: memberi stimulus aversi 7. Respons cost: menghilangkan atau menarik reinforce
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Terapi perilaku (behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh teori belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. Terapi perilaku adalah penggunaan prinsip dan paradigma belajar yang ditetapkan secara eksperimental untuk mengatasi perilaku tidak adaptif. Dalam prakteknya, terapi perilaku adalah penekanan pada analisis perilaku untuk menguji secara sistematik hipotesis mana terapi didasarkan.
a.
Teori dasar metode terapi perilaku
Perilaku maladaptif dan kecemasan persisten telah dibiasakan (conditioned) atau dipelajari (learned)
Terapi untuk perilaku maladaptif adalah dg penghilangan kebiasaan (deconditioning) atau ditinggalkan (unlearning)
Untuk menguatkan perilaku adalah dg pembiasaan perilaku (operant and clasical conditioning)
b. Fungsi dan peran terapis Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalahmasalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive. c.
Hubungan antara terapis dan klien Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek yang esensial dalam
proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga
hubungan terapeutik lebih terbangun daripada hanya memaksakan teknik-teknik kaku kepada para klien. .
B. Bentuk bentuk terapi perilaku
1. Sistematis desensitisasi Adalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi pavlov/terapi operant conditioning therapy yang dikembangkan oleh psikiater afrika selatan, joseph wolpe. Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan relaksasi untuk mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk bereaksi terhadap situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi phobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam phobianya. Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mental yang menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki ketakutan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular, mereka cenderung untuk menghindarinya. Tujuan dari desensitisasi sistematis untuk mengatasi ini adalah pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia sampai dapat ditolerir.
2. Exposure and response prevention (erp), Untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan obsessive compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang dicapai ketika subjek menghadapirespons dan menghentikan pelarian. Metodenya dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul kemampuan menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi mengurangi tingkat kecemasannya. Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping strategy terhadap keadaan yang bisa menyebabkan kecemasan perasaan dan pikiran.
Coping strategy ini dipakai untuk
mengontrol situasi, diri sendiri dan yang lainnya untuk mencegah timbulnya kecemasan.
3. Modifikasi perilaku,
Menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan negatif. Penggunaan pertama istilah modifikasi perilaku nampaknya oleh edward thorndike pada tahun 1911. Penelitian awal tahun 1940-an dan 1950-an istilah ini digunakan oleh kelompok penelitian joseph wolpe, teknik ini digunakan untuk meningkatkan perilaku adaptif melalui reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive melalui hukuman (dengan penekanan pada sebab). Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.
4. Flooding, Adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka. Misalnya ketakutan pada laba laba (arachnophobia ), pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi. Banjir ini diciptakan oleh psikolog thomas stampfl pada tahun 1967. Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia antara lain psychopathologies. Bekerja pada prinsip-prinsip pengkondisian klasik-bentuk pengkondisian pavlov klasik-di mana pasien mengubah perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif. Tehnik terapi:
1. Mencari stimulus yang memicu gejala gejala 2. Menaksir/analisa kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien dari keadaan normal sebelumnya. 3. Meminta klien membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapis. 4.
Bergerak mendekati pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
5. Ulangi lagi prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
5. Latihan relaksasi Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad. Sebagian besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada metode yang dinamakan relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang tertentu, dimulai dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau sebaliknya. Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien mempraktekkan relaksasi sendiri. Khayalan mental atau mental imagery adalah metode relaksasi dimana pasien diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri sendiri di dalam tempat yang berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh benson, respon relaksasi.
6. Observational learning, Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do. Ada 4 proses utama observasi pembelajaran.
Attention to the model.
Retention of details (observer harus mampu mengingat kebiasaan model)
Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi)
Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya).
Reinforcement. Punishment may discourage repetition of the behavior
7. Latihan asertif Tehnik latihan asertif membantu klien yang: 1.
Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’ baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung.
2.
Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
3. Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata “tidak”.
4.
Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Prosedur: Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang rnenurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas di hadapan atasannya itu.
Cara terapinya: Pertama-tama klien memainkan peran sebagai atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas terhadap atasan.
8. Terapi aversi Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang. Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan alkohol, napza, kompulsif, fetihisme, homoseksual, pedhophilia, judi, penyimpangan seksual lainnya. Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak diinginkan.
Efek-efek samping:
Emosional tambahan seperti tingkah laku yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan hanya apabila penghukum hadir.
Jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan menarik diri secara berlebihan,
Pengaruh hukuman boleh jadi digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum, mis; seorang anak yang dihukum karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua pelajaran, sekolah, semua guru, dan barangkali bahkan membenci belajar pada umumnya.
9. Pengondisian operan Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dsb. Menurut skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.
Perkuatan positif,
Adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhankebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.
Pembentukan respon,
Adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsurunsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. Jadi, misalnya, jika seorang guru ingin
membentuk tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuatpemerkuat primer maupun sekunder.
Perkuatan intermiten,
Diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terusmenerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi.
Penghapusan,
Adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u tingkah laku yang diinginkan.
Modeling,
Metodenya dengan mengamati seorang kemudian mencontohkan tingkah laku sang model. Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman
langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat.
Token ekonomi,
metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatanperkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka.
C. Hasil terapi perilaku Terapi perilaku telah berhasil dalam berbagai gangguan dan mudah diajarkan. Cara ini memakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan terapi lain dan lebih murah digunakan. Keterbatasan metode adalah bahwa cara ini berguna untuk gejala perilaku yang terbatas, bukannya disfungsi global (sebagai contohnya, konflik neurotic, gangguan kepribadian). Ahli teori yang berorientasi analitik telah mengkritik terapi perilaku dengan mengatakan bahwa menghilangkan gejala sederhana dapat menyebabkan gejala pengganti. Dengan kata lain, jika gejala tidak dipandang sebagai akibat dari konflik dalam diri ( inner conflict ) dan jika penyebb inti dari gejala tidak di jawab atau di ubah, hasilnya adalah timbulnya gejala baru. Satu interpretasi terapi perilaku dicontohkan oleh pernyataan controversial dari eysenck: “ teori belajar tentang gejala neurotic adalah semata – mata kebiasaan yang dipelajari; tidak terdapat neurosis yang mendasari gejala, tetapi semata- mata gejala itu sendiri. Sembuhkan gejalanya dan anda telah menghilangkan neurosis.” Beberapa ahli terapi percaya bahwa terapi
perilaku adalah pendekatan yang terlalu disederhanakan kepada psikopatologi dan interaksi kompleks antara ahli terapi dan pasien. Substitusi gejala mungkin tidak dapat dihindari, tetapi kemungkinannya adalah suatu pertimbangan penting dalam menilai kemanjuran terapi perilaku. Seperti pada bentuk terapi lainnya, suatu pemeriksaan masalah, motivasi dan kekuatan psikologis pasien harus dilakukan sebelum menerapkan pendekatan terapi perilaku.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Terapi perilaku adalah penggunaan prinsip dan paradigma belajar yang ditetapkan secara eksperimental untuk mengatasi perilaku tidak adaptif. Dalam prakteknya, terapi perilaku adalah penekanan pada analisis perilaku untuk menguji secara sistematik hipotesis mana terapi didasarkan. Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan, dorongan, dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil. Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan masalahmasalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.
B.
Saran Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan masyarakat pada umumnya dan
mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan dengan gangguan perilaku. Oleh karena penyandang sering dihadapkan pada berbagai masalah psikososial yang menghambat kehidupan normal, maka seyogyanya kita memaklumi pasien dengan cara menghargai dan menjaga privasi klien tersebut. Hal itu dilaksanakan agar pasien tetap dapat bersosialisasi dengan masyarakat dan tidak akan menimbulkan masalah pasien yang menarik diri.
DAFTAR PUSTAKA 1. Gerald corey, konseling dan psikoterapi, refika aditama, 2009, bandung 2. Michel hersen, encyclopedia of psychotherapy, pacific university, forest grove, oregon. Ap. 3. Windy dryden, developments in psychotherapy, sage publications ltd, 2006, london. 4. John and rita sommers, counseling and psychotherapy theories in context and practice, john wiley & sons, inc, 2004, new jersey. 5. Dan berbagai sumber di internet.