BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dunia, penggunaan e-KTP sudah banyak dijumpai di beberapa negara. Salah satu contohnya pada negara-negara Uni Eropa, seperti Belgia yang sudah menerapkannya mulai tahun 2000. Pemilik kartu bisa memanfaatkan berbagai fasilitas yang disediakan oleh pemerintah Belgia seperti, pembukaan rekening tabungan, transportasi umum, hingga pelayanan kesehatan. Selain itu kartu tersebut dapat dijadikan sebagai paspor untuk melakukan perjalanan ke negaranegara Uni Eropa lainnya, kecuali Rusia. Selain itu negara Malaysia adalah salah satu negara dengan penggunaan e-KTP yang sangat maju. Di negara ini kartu tersebut bernama MyKad. MyKad sudah harus dimiliki oleh seluruh warga negara Malaysia secara permanen dari umur 12 tahun. Fungsi dari MyKad adalah sebagai lisensi berkendara, dokumen perjalanan serta informasi kesehatan. Selain itu kartu ini sudah terintegrasi dengan Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Rencana kedepan dari pemerintah Malaysia adalah mengembangkan MyKad sebagai kartu perjalanan untuk traveller dan kartu pembayaran multi guna sebagai kartu kredit atau debit. Di Indonesia, e-KTP pertama kali diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2009 dengan 4 (empat) kota proyek percontohan nasional. Keempat kota tersebut ialah Padang, Makasar, Yogyakarta dan Denpasar. Sedangkan kabupaten atau kota lainnya diluncurkan pada tahun 2011 dengan mekanisme 2 (dua) tahap. Melalui Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Denpasar Ir. Nyoman Gde Narendra, memaparkan bahwa dipilihnya Kota Denpasar sebagai pilot proyek pembuatan e-KTP adalah karena komitmen Pemkot Denpasar dalam menciptakan tertib administrasi kependudukan sangat tinggi. Dalam sehari Dinas Dukcapil Kota Denpasar dapat melayani permohonan pembuatan KTP sebanyak 500-600. Selain itu, dijelaskan kembali oleh Narendra, yaitu Kota Denpasar menggunakan system jemput bola dan proaktif dengan menggunakan mobil keliling ke pelosok-pelosok desa yang jauh dari kota. Di RRC, kartu seperti e-KTP dikenal dengan Kartu identitas elektronik (e-IC). Kartu ini tidak dilengkapi dengan biometric atau rekaman sidik jari. Kartu e-IC hanya dilengkapi dengan data perorangan yang terbatas. Sedangkan di India, system yang digunakan untuk pengelolaan 1
data kependudukan adalah system UID (Unique Identification Data). UID diterbitkan melalui pendaftaran pada 68 titik pelayanan. Di Indonesia menggunakan system yang bernama NIK (Nomor Induk Kependudukan). Di Indonesia, program e-KTP dilaksanakan di lebih dari 6.214 kecamatan. Dalam perkembangannya, pemanfaatan kartu pintar e-KTP dibuat dengan chip yang memuat informasi data biodata, foto, citra tanda tangan dan sidik jari dengan metode pengamanan yang tinggi serta didukung oleh pemanfaatan teknologi biometric. Teknologi biometric mampu untuk mengidentifikasi ketunggalan identitas penduduk dari hasil perekaman data penduduk wajib e-KTP, sehingga dapat menghasilkan ketunggalan identitas penduduk (NIK yang unik dan tunggal) sebagai basis pembuatan database kependudukan nasional yang akurat dan data ketunggalan identitas pada e-KTP. E-KTP memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan KTP biasa atau biasa disebut dengan KTP nasional. Adapun beberapa kelebihannya antara lain: Identitas jati diri tunggal, tidak dapat dipalsukan, tidak dapat digandakan, serta dapat dipergunakan sebagai data untuk ikut serta dalam memilih dalam Pemilu atau Pilkada. Selain itu, sidik jari yang direkam dalam persyaratan e-KTP adalah seluruh jari (berjumlah sepuluh), namun hanya dua jari yang dimasukkan dalam chip, yaitu jempol dan telunjuk kanan. Sidik jari dipilih sebagai autentikasi eKTP karena bentuknya tidak berubah karena gurat-gurat sidik jari akan kembali ke bentuk semula walaupun kulit tergores dan tidak ada kemungkinan sama walaupun orang kembar Dalam prosesnya pembuatan e-KTP tidak jauh beda dengan tata cara dan prosedur pembuatan SIM dan Passport. Secara umum, penduduk datang ke tempat pelayanan membawa surat panggilan lalu petugas akan melakukan verifikasi data penduduk dengan database serta dilanjutkan dengan mengambil foto digital, tandatangan pada alat perekam tandatangan, perekaman sidik jari pada alat perekam sidik jari, serta merekam retina mata. Selanjutnya petugas membubuhkan tandatangan dan stempel pada surat panggilan yang sekaligus sebagai tanda bukti bahwa penduduk telah melakukan perekaman foto, tandatangan dan sidik jari. Setelah semua selesai yang bersangkutan akan dipersilahkan pulang untuk menunggu hasil proses pencetakkan selama 2 minggu dari tanggal pembuatan.
2
BAB II Pembahasan 2. 1.
Pengertian dan Penerapan E-KTP E-KTP atau electronic-KTP atau dalam bahasa Indonesia berarti Kartu Tanda Penduduk
elektronik adalah kartu tanda penduduk yang dibuat secara elektronik dan memuat system keamananan atau pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis database kependudukan nasional. Penerapan electronic-KTP merupakan amanat dari Undang-Undang nomor 23 tahun 2006 dan Undan-Undang nomor 35 tahun 2010 yang menyatakan aturan tata cara dan implementasi teknis dari E-KTP yang dilengkapi dengan sidik jari dan chip. Hammam Riza, Direktur Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (PTIK) BPPT, saat Kick off Meeting Workshop Sosialisasi Penerapan KTP Elektronik Berbasis NIK Nasional, yang berlangsung di Ruang Komisi BPPT mengatakan bahwa dilihat dari lokasinya, penerapan e-KTP akan dilaksanakan diseluruh Indonesia, meliputi 2348 kecamatan dan 197 kabupaten atau kota dan ditahun 2012 berada di 3886 di kecamatan dan 300 di kabupaten atau kota. Hamman menambahkan menurut beliau BPPT berperan dalam melaksanakan pengkajian, Technology Clearing House, audit sampai pada solusi teknologi. “Melalui acara ini, kita ingin menyatukan tekad untuk menyukseskan penerapan e-KTP. PRICE (Profesional, Integrity, Creative dan Excellence) adalah nilai-nilai BPPT yang akan kita usung dalam kegiatan ini.” tegas Hammam. 2. 2.
Permasalahan E-KTP Melihat dari kelebihannya, e-KTP dapat bermanfaat untuk penunjang kegiatan
pemerintah seperti halnya untuk kepentingan pemilu ke depan agar dapat lebih tertib dan dipercaya.
Namun, penggantian KTP menjadi e-KTP dapat menimbulkan penghalang atau
kegagalan karena jumlahnya besar mencapai 170 juta KTP hanya dalam waktu kurang dari 2 tahun. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan dukungan yang sangat luas yang bukan hanya dari pihak Kementerian Dalam Negeri, tetapi juga butuh dukungan dari seluruh badan pemerintahan dan juga masyarakat itu sendiri. Jika dukungan tersebut berjalan baik dan seiring pemahaman mengenai pentingnya e-KTP maka penghalang tersebut akan bisa diatasi.
3
2. 2. 1. Penggelembungan Dana 1 Milyar Dikutip dari laman tribunnews.com, 30 Oktober 2009, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang saat itu dipimpin Gamawan Fauzi berencana mengajukan anggaran Rp 6,9 triliun untuk penyelesaian Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAP), salah satu komponennya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK). Tujuh bulan kemudian atau 18 Mei 2010, Mendagri Gamawan Fauzi berjanji, pembuatan e-KTP selesai pada 2013. Lelang e-KTP pun dimulai pada 4 Februari 2011. Lima bulan berselang, indikasi masalah tercium. Tender proyek diketahui bermasalah pada 10 Agustus 2011. Penyebab masalah diketahui, tiga Konsorsium Solusi dan Konsorsium PT Telkom diduga menggelembungkan dana sebesar Rp 1 triliun rupiah. Tapi tak sampai sepekan, Mendagri Gamawan Fauzi membantah. Menurut Gamawan Fauzi, lelang e-KTP sudah sesuai aturan dan tidak ada penggelembungan harga. Awal September 2011, Anggota Komisi II DPR RI menggertak akan membentuk panitia kerja untuk memastikan proyek E-KTP berjalan sesuai rencana.
Tiga tahun kemudian atau 22 April 2014, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) mulai turun tangan. Dan kini terungkap, uang haram di balik proyek e-KTP. Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) menyebut ada 39 orang politisi dan mantan Menteri Dalam Negeri yang menikmati uang haram e-KTP. 2. 2. 2. Banyaknya Temuan Ombudsman Mengenai Permasalahan E-KTP Salah satu anggota staff Ombudsman, Ahmad Suaedy, memaparkan bahwa terjadi beberapa permasalahan terhadap pelaksanaan penggantian e-KTP. Salah satu permasalahannya mengenai jumlah blanko e-KTP yang tidak sesuai dengan jumlah permintaan pembuatan e-KTP. Kementerian Dalam Negeri tertanggal 12 Mei 2016 menyatakan pelayanan hanya sampai 31 September 2016. Jadi belum ada keterangan resmi ihwal perpanjangan mengurus e-KTP. Ahmad menilai belum adanya pembaruan terhadap surat edaran itu mengakibatkan dinas kependudukan dan catatan sipil di daerah yang merekam dan mencetak e-KTP takut melayani setelah September 2016. Para petugas dinilai tidak berani melayani karena belum ada surat resmi dari Kementerian Dalam Negeri untuk memperpanjang pemberian layanan e-KTP kepada penduduk. Ombudsman juga menemukan, selama dua tahun terakhir, terjadi penurunan minat mengurus eKTP. Menurut Ahmad, penurunan itu lantaran lambatnya pelayanan, sulitnya mengurus e-KTP, percaloan yang ditemukan Ombudsman. Pihaknya menemukan ada praktek percaloan, sehingga penduduk harus membayar Rp 200-300 ribu. Praktek itu terjadi baik di Pulau Jawa maupun luar 4
Jawa. Anggota Ombudsman lain, Ninik Rahayu, menuturkan pengiriman blangko juga tidak mengedepankan keamanan. Ia mengambil contoh di Surabaya. Pengembalian blangko di kota itu dilakukan secara manual menggunakan mobil. “Dari Surabaya setiap minggu ke Jakarta,” katanya. Selain itu, tidak adanya keseragaman dalam petunjuk teknis pengurusan e-KTP di setiap daerah. Bahkan ada temuan kantor yang menutup jam kerjanya pada pukul 12.00. Dari koneksinya pun bermasalah. Ombudsman menemukan ada sepuluh kecamatan di Kalimantan Selatan yang belum merekam e-KTP karena keterbatasan teknologi. 2. 2. 3. Isu E-KTP di Bali Dalam beberapa artikel berita di Bali, disebutkan bahwa adanya perpanjangan waktu dalam deadline perekaman KTP elektronik (e-KTP) yang sebelumnya ditetapkan tanggal 30 September 2016 telah diperpanjang sampai pertengahan 2017. Itu berarti hanya tersisa waktu dua bulan lagi untuk membuat e-KTP. Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Denpasar, jumlah warga Kota Denpasar yang belum melakukan perekaman e-KTP sebanyak 59.564 jiwa per 18 April 2017. Beliau juga menegaskan semakin lama waktu perekaman e-KTP maka proses penyelesaiannya akan semakin lama pula. Sebab adaa warga yang sudah merekam sejak 2013 saja, masih ada yang belum mendapatkan e-KTP sampai saat ini. Dari data yang diperoleh di Disdukcapil Denpasar, tercatat 54.650 jiwa warga Denpasar yang sempat mengalami masalah e-KTP, mulai dari perekaman ganda, kehilangan, dan lain-lain. Terhadap hal tersebut, 54 ribu warga tersebut harus melakukan proses dari awal dengan melakukan perekaman di Disdukcapil Denpasar. Di Karangasem, Banyak masyarakat yang mengeluhkan hal yang serupa ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Karangasem. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil I Wayan Sumidia mengakui, pelayanan tersebut macet, dan belum ada kepastian sampai kapan bisa normal kembali. Sumidia mengatakan, jaringan komunikasi data online,mengalami kemacetan karena terjadi perpindahan jaringan dari proveider Indosat ke Telkom Selain itu ada permasalahan lain yang dialami masyarakat dalam pembuatan e-KTP ini yaitu banyak blangko yang belum dikirim. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Denpasar telah menerima 10 ribu keping blangko e-KTP sejak 11 April 2017. Namun, hingga 5
saat ini, blangko belum juga didistribusikan. Narendra mengatakan blangko e-KTP yang sudah datang perlu dicetak terlebih dahulu di kantor Disdukcapil Denpasar. Setelah 10 ribu blangko selesai dicetak, barulah blangko didistribusikan melalui kecamatan, dan desa. Narendra menjelaskan kalau sedikit demi sedikit kami distribusikan akan percuma. Maka dari itu pihaknya akan mencetak semuanya terlebih dahulu nanti setelah itu baru akan di distribusikan. Narendra juga mengakatan ia belum berani memastikan sampai kapan 10 ribu blangko e-KTP dapat selesai dicetak, kemudian didistribusikan ke masyarakat. Sebab semua itu bergantung pada mesin pencetak e-KTP. Terkait dengan permohonan blanko e-KTP yang telah dikirimkan ke Kemendagri, Narendra mengatakan
bahwa
471.13/10231/Dukcapil,
pihak
Kemendagri
tertanggal
29
telah
mengeluarkan
September
2016
yang
surat
bernomor
ditandatangani
:
Dirjen
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh, menyebutkan bahwa persedian blanko e-KTP di Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri telah habis, dan diperkirakan blanko e-KTP baru tersedia pada bulan November.maka untuk sementara bagi masyarakat yang telah melakukan perekaman e-KTP tetapi belum mendapatkan fisik e-KTP, Kemendagri akan menerbitkan Surat Keterangan sebagai pengganti e-KTP, yang menerangkan bahwa penduduk tersebut benar-benar sudah melakukan perekaman e-KTP dan penduduk yang bersangkutan telah terdata dalam database kependudukan. 2.2.4 Setya Novanto Menjadi Tersangka Pada Senin, 17 Juli 2017 KPK menetapkan Setya Novanto yang kala itu menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP untuk 20112012. Penetapannya menjadikan ia sebagai tersangka keempat yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka setelah Irman, Sugiharto dan Andi Narogong. Setya Novanto diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan ikut mengambil andil dalam pengaturan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor. Tindakan Setya Novanto disangkakan berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keesokkan harinya, yakni pada Selasa, 18 Juli 2017 Setya Novanto mekakukan jumpa pers di Gedung Kompleks Parlemen Senayan dengan didampingi empat petinggi DPR lainnya, yakni 6
Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan. Dalam kesempatan itu ia mengatakan kepada para media bahwa ia menghargai proses hukum yang berlaku dan menjelaskan bahwa ia telah meminta surat resmi dari KPK terkait penetapannya sebagai tersangka. Di sisi lain ia juga mengatakan bahwa ia merasa didzalimi. Pada 22 Juli 2017 telah terjadi pertemuan antara Setya Novanto dengan Hatta Ali selaku Ketua Mahkamah Agung dalam sidang terbuka disertasi politisi Partai Golkar Adies Kadir di Surabaya, Jawa Timur. Ahmad Doli Kurnia, Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) kemudian melaporkan peristiwa itu kepada Komisi Yudisial (KY) pada 21 Agustus 2017. Mereka curiga bahwa Setya Novanto telah melakukan upaya kepada Mahkamah Agung agar ia bisa terbebas dari hukum, terutama lewat sidang praperadilan. Laporan GMPG ditanggapi dengan positif oleh Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari namun dibantah oleh Setya Novanto dan Mahkamah Agung.[ Mahkamah Agung mengklarifikasi bahwa keberadaan Hatta Ali di Surabaya adalah murni sebagai penguji disertasi Adies Kadier dan tidak ada kaitannya dengan kasus e-KTP. Menanggapi pelaporan Doli, Golkar kemudian memecatnya sebagai politisi di Partai Golkar. Selagi KPK sedang menyelidiki kasus Novanto dengan memeriksa para saksi, Setya Novanto mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 4 September 2017, Dalam sidang praperadilan, hakim tunggal yang akan bertugas adalah Hakim Chepi Iskandar. 2. 3
Solusi atau uapaya yang dilakuka :
A. Untuk Mempercepat Integrasi E-KTP Beberapa cara yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk mempercepat integrasi e-KTP adalah seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung yaitu dengan menggunakan teknik “jemput bola” atau yang lebih dikenal dengan nama “Predator” eKTP. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Klungkung mengambil tindakan cepat untuk mengatasi lamanya proses pembuatan e-KTP. Yaitu dengan melakukan pelayanan ke rumarumah warga Klungkung. Dikarenakan kondisi geografis dari Kabupaten Klungkung yang terjal, turunan dan gang kecil, membuat tidak bisanya diakses oleh roda empat. Seperti yang dilansir dari laman beritabali.com, Dengan menggunakan roda dua, petungas “predator” tersebut mengunjungi satu persatu rumah warga yang belum memiliki e-KTP dan kesulitan mengurus eKTP. Semenjak kehadiran “predator e-KTP tersebut, tercatat sudah 298 warga sudah menjadi 7
“mangsa” termasuk warga di Nusa Penida. Hal tersebut seharusnya bisa dicontoh oleh Pemerintah Daerah lainnya di seluruh Indonesia dengan melaksanakan teknik “jemput bola” untuk mempercepat integrasi dari KTP biasa ke e-KTP. B. Untuk memberantas korupsi : Menurut kami mengenai kasus Setya Novanto, yang dimana mengenai status tersangka yang telah diemban Setya Novanto ini dinilai akan berimbas secara kelembagaan. Hal itu tak terhindarkan, sebab Novanto ini menjabat sebagai Ketua DPR RI, pimpinan tertinggi lembaga tersebut. Pada kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik atau e-KTP, Novanto sudah ditetapkan sebagai tersangka untuk kali kedua oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun penetapan tersangkanya yang pertama gugur karena Novanto memenangkan gugatan praperadilan. Mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie menuturkan, meski persoalan hukum tersebut bersifat pribadi dan tak terkait jabatan, namun memberikan dampak pula kepada citra DPR. Pasti nantinya memberikan imbasnya ke nama dewan secara kelembagaan. Bagaiman e-KTP ini akan efektif jika kelembagaanya seperti itu. Kita ketahui masalah korupsi ini adalah masalah terbesar bangsa ini. Jangkauannya sudah pada level yang sangat memprihatinkan. Maka dari itu, menurut kelompok kami terdapat beberapa solusi untuk mengatasinya : Pertama, dari sisi struktur. Perlu ada reformasi kelembagaan yang mampu meminimalisasi terjadinya korupsi. Birokrasi yang memberikan celah akan munculnya mafia hukum haruslah dievaluasi dan diperbarui. Fungsi pengawasan terhadap para profesional di bidang hukum juga harus diperketat untuk menjaganya dari tindakan yang tidak terpuji. Selain memperketat pengawasan, sinkronisasi dan sinergitas antara lembaga pemberantasan korupsi dengan institusi penegak hukum lain juga perlu dipelihara dengan baik, supaya tidak saling bunuh-membunuh. Kedua, dari sisi substansi. Perlu ada pembaruan terhadap berbagai perangkat peraturan dan ketentuan normatif (legal reform), pola, dan kehendak perilaku masyarakat yang terkait dalam sistem hukum tersebut. Perlu ada mekanisme yang mampu mengadopsi adanya perubahan yang terjadi dalam dinamika masyarakat yang sedang berkembang, Ketiga, dari sisi budaya. Perlu ada upaya untuk mengedukasi masyarakat akan perlunya menaati dan menyadari pentingnya hukum sebagai regulasi yang berlaku secara umum. Aspek budaya hukum (legal culture) merupakan hal yang signifikan dan sangat berpengaruh terhadap efektif 8
atau tidaknya sebuah sistem. Budaya ini berkaitan erat dengan etika, komitmen, integritas, dan moral masyarakat maupun pejabat penegak hukum dalam menyikapi korupsi. Rendahnya budaya hukum inilah yang sangat penting untuk diagendakan dalam pembangunan hukum di Indonesia
9
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan dan Saran Dalam perkembangan kehidupan modern di tahun 2017 ini, telah terjadi banyak revolusi teknologi yang pada awalnya dengan system tradisional dan kini menjadi digital. Begitupula dengan penggunaan kartu tanda penduduk di Indonesia atau yang lebih dikenal dengan nama EKTP. Penggunaan e-KTP sendiri mulai direalisasikan pada era kepemimpinan SBY dengan menteri dalam negeri yaitu Gamawan Fauzi. Pada awalnya ditunjuk 4 kota untuk model percontohan pembuatan e-KTP. Adapun berbagai kelebihan pengunaan produk digital pada kartu tanda penduduk ialah bahwa kartu tersebut hanya dapat dipergunakan oleh si pemilik kartu tersebut karena di dalam kartu tersebut sudah berisi sidik jari si pemilik. Selain itu juga e-KTP juga digunakan sebagai alat all in one dalam melakukan proses transaksi ekonomi. Namun dalam perkembangannya, terjadi beberapa penyimpangan penggunaan dana, karena terdapat miliaran dana yang dicurigai mengalami penggelembungan dana, yang menyimpang dan diluar kesengajaan.
Selain itu pula Ombudsman juga menemui beberapa kejanggalan di lapangan
mengenai pembuatan e-KTP. Yaitu adanya minat masyarakat yang menurun dalam pembuatan eKTP, dikarenakan lamanya menunggu blanko e-KTP, dan juga adanya ajang percaloan di lapangan karena masyarakat tidak ingin “membuang waktu” atau menunggu lama untuk memperoleh e-KTP dan juga karena e-KTP juga sangat diperlukan dalam aktivitas masyarakat sehari-hari. Berdasarkan isu e-KTP di Bali, Permasalahan mengenai e-KTP di Indonesia dan khususnya, wilayah Bali adalah sama. Dalam proses perekaman datanya dan pencetakkannya cukup memakan waktu, terlebih lagi blangko yang tidak memadai dengan masyarakat yang akan membuat e-KTP. Pembuatan blangko yang dipengaruhi oleh mesin operasi yang digunakan sangat terbatas ini sangat mempengaruhi waktu yang digunakan untuk warga membuat e-KTP. Hal ini lah yang membuat warga tidak bersemangat lagi dalam mengubah KTPnya menjadi KTP elektronik. Padahal sesungguhnya e-KTP sangat berpengaruh besar terhadap kebutuhan hidup kita mendatang, mengingat Indonesia sangat gencar dalam melakukan perubahan seiring perkembangan jaman globalisasi. Dimana semua aspek akan melibatkan sebuah teknologi yang canggih. Maka dari itu tindakan yang tepat yang seharusnya pemerintah lakukan adalah memperhatikan sarana dan prasarana dalam pengembangan suatu kegiatan. Dalam hal 10
pembuatan e-KTP ini seharusnya pemerintah lebih tanggap lagi dalam pengadaan alat pencetak blangko. Pemerintah sendiri harusnya telah memprediksi bagaimana kapasitas saran dan prasarana yang akan digunakan sehingga dalam prosesnya, hambatan tidak lagi datang dari aspek sarana dan prasarana. Dari beberapa permasalahan diatas, adapun saran yang dapat kelompok kami sampaikan yaitu memperketat laporan penggunaan dana, karena dalam hal ini penggunaan dana yang sangat besar, dalam proses tersebut, lalu perlunya peningkatan pengawasan dari pihak berwajib yang berhubungan dengan megaproyek ini agar tidak terciptanya lagi penyelewengan dana dan permasalahan lainnya.
11
DAFTAR PUSTAKA https://kumparan.com/manik-sukoco/korupsi-kelembagaan
https://id.wikipedia.org/wiki/Kasus_korupsi_e-KTP
12