Kegentingan Kredit Perbankan Syariah

  • Uploaded by: Lukman Hakim Hassan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kegentingan Kredit Perbankan Syariah as PDF for free.

More details

  • Words: 6,077
  • Pages: 18
ARTIKEL ILMIAH Penelitian Dosen Muda 2007 Model Kegentingan Kredit Bank Syariah Pada Masa Krisis Lukman Hakim, S.E, M.Si Siti Aisyah Tri Rahayu, S.E, M.Si Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk menganalis faktor-faktor yang menyebabkan kegentingan kredit dalam perbankan syariah. Kegentingan kredit adalah situasi dimana kredit perbankan tidak dapat tersalur secara optimal kepada sektor riil. Studi ini menggunakan dua model yakni pertama model permintaan dan penawaran kredit yang diestimasi dengan Two Stage Least Square (TSLS) dan model Vector Autoregression (VAR). Variabel yang dipergunakan dalam studi ini adalah permintaan dan penawaran kredit perbankan syariah (LKRED), nisbah mudharabah (MD), indeks produksi (PI), kapasitas kredit (LKAP), kredit macet (NPF), dan nisbah pembiayaan dan deposit (FDR). Pada persamaan permintaan kredit, hubungan nisbah bagi hasil mudharabah (MD) terhadap total kredit syariah (LKREDD) menunjukkan hubungan negatif. Hal ini sesuai dengan teori. Yakni jika nisbah mudharabah meningkat maka akan menurunkan permintaan kredit syariah atau MD↑⇒LKREDD↓. Demikian halnya, yang terjadi hubungan indeks produksi (PI) yang merupakan proxy dari pertumbuhan ekonomi terhadap permintaan kredit (LKREDD), juga sesuai dengan teori. Yaitu jika indeks produksi meningkat maka permintaan terhadap kredit syariah juga akan meningkat atau PI ↑\ ⇒ LKREDD ↑. Sementara itu, pada model penawaran kredit hubungan nisbah bagi hasil mudharabah (MD) terhadap total kredit syariah (LKREDD) menunjukkan hubungan positif. Hal ini sesuai dengan teori. Yakni jika nisbah mudharabah meningkat maka akan meningkatkan penawaran kredit syariah atau MD ↑ ⇒ LKREDS↑. Berikutnya adalah hubungan kapasitas kredit terhadap penawaran kredit. Semakin tinggi kapasitas kredit yang dimiliki oleh perbankan syariah, maka semakin besar dana yang dapat disalurkan. Oleh sebab itu, hubungan antara kapasitas kredit terhadap dengan penawaran kredit adalah positif. Hasil estimasi menunjukkan kesesuaian dengan teori yakni kenaikan kapasitas kredit akan meningkatkan penawaran kredit atau KAP ↑ ⇒ LKREDS ↑. Hubungan kredit macet (NPF) dengan penawaran kredit perbankan syariah adalah negatif. Semakin tinggi kredit macet akan menyebabkan penurunan penawaran kredit perbankan syariah. Hasil estimasi sesuai dengan teori ini, yakni meningkatnya kredit macet (NPF) akan menurunkan panawaran kredit perbankan syariah atau NPF ↑ ⇒ LKREDS ↓. Hubungan nisbah pinjaman dan simpanan (FDR) terhadap penawaran kredit perbankan syariah adalah positif. Semakin tinggi FDR maka akan semakin meningkatkan kredit perbankan syariah. Hasil estimasi menunjukkan kesesuaiannya dengan teori, yaitu semakin tinggi FDR akan mendorong peningkatan penawaran kredit atau FDR ↑ ⇒ LKREDS ↑. Berdasarkan hasil persamaan simultan itu, kegentingan kredit perbankan syariah disebabkan oleh sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan dengan semakin tinggi nisbah mudharabah (MD) menyebabkan penurunan permintaan kredit perbankan syariah. Sementara dari

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

sudut penawaran kredit, kredit macet (NPF) merupakan faktor utama yang dapat mengurangi penawaran kredit. Sementara itu, berdasarkan hasil metode VAR menunjukkan bahwa untuk perkembangan berikutnya, yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang berkompeten dalam mengembangkan perbankan syariah adalah situasi ekonomi yang kondusif seperti ditunjukkan dengan variabel indeks produksi (IP) yang sangat berpengaruh pada permintaan kredit dan semakin besarnya kapasitas kredit (KAP) yang dimiliki oleh perbankan syariah yang sangat berpengaruh pada penawaran kredit syariah. PENDAHULUAN Kegentingan kredit (credit crunch) merupakan fenomena ekonomi di mana kredit perbankan tidak dapat disalurkan secara optimal kepada sektor riil. Penyebab fenomena ini dapat dilihat dari dua sudut yakni penawaran dan permintaan kredit. Dari sisi penawaran, kegentingan kredit terjadi sebagai akibat terlalu berhati-hatinya perbankan dalam memilih nasabah sebagai akibat trauma masa lalu seperti krisis ekonomi. Sementara dari sudut permintaan, kegentingan kredit disebabkan oleh rendahnya kemauan nasabah untuk meminjam uang, karena terlalu tingginya kemungkinan risiko yang akan ditanggungnya. Beberapa peneliti seperti Gosh dan Gosh (1999) dan Agung, dkk (2001) menengarai bahwa kegentingan kredit di Indonesia pada masa krisis ekonomi pada periode 1997-2001 lebih disebabkan oleh sisi penawaran dari pada sisi permintaan. Berdasarkan hal itu, pertanyaannya apakah hal ini juga berlaku pada perbankan syariah, di mana mempunyai skop dan karakteristik berbeda dengan bank konvensional. Karena seperti disinyalir oleh Starr dan Yilmaz (2005) tentang kegentingan kredit pada perbankan syariah di Turki lebih disebabkan adanya masalah di sisi permintaan kredit. Yakni karena transaksi syariah lebih didominasi (90%) oleh murabahah atau dari pada mudharabah. Murabahah merupakan bentuk transaksi pembelian barang melalui bank, mirip dengan kredit konsumen pada perbankan konvensional. Sementara mudharabah adalah sistem transaksi bagi untung dan hasil (profit-loss sharing) atau jika usaha untung atau rugi baik pihak pemodal (bank) maupun pengusaha harus bersama menanggungnya (Antonio, 1999). Mudharabah (bagi hasil) merupakan sistem andalan transaksi perbankan syariah untuk menggantikan konsep riba atau tingkat tingkat suku bunga yang diterapkan oleh perbankan konvensional. Tabel 1. Komposisi Dana Pihak Ketiga Yang Dihimpun Perbankan Syariah (dalam Juta Rupiah) Jenis Dana 2003 2004 2005 Nilai Share Nilai Share Nilai Share Giro Wadiah 637,478 11,1 1,184,188 11,2% 2,045,333 13,1% Tabungan Mudharabah 1,610,616 28,1 3,055,105 28,9% 4,109,139 28,1% Deposito Mudharabah 3,476,815 60,7 6,319,735 59,9% 7,810,206 58,8% Total 5,724,909 100% 10,559,028 100% 13,488,779 100%

Sumber: Bank Indonesia, 2005. Konsep mudharabah dipergunakan baik untuk mengumpulkan modal dari masyarakat maupun untuk menyalurkan kredit kepada nasabah. Dari sudut pengumpulan dana mudharabah mendominasi penghimpunan dana perbankan syariah di Indonesia. Yakni pada tahun 2003, deposito mudharabah telah mencapai 60,7% dari total pengumpulan dana perbankan syariah. Pada tahun 2004 dan 2005 mengalami penurunan masing-masing menjadi 59,9% dan 58,8%

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

(lihat tabel 1). Sementara itu, untuk menyalurkan kredit selama periode itu justru paling besar ditempati transaksi murabahah yakni sekitar 71,5% pada tahun 2003, 66,3% (2004) dan 62,29 (2005). Sebaliknya, model penyaluran kredit mudharabah relatif masih rendah, seperti pada tahun 2003 hanya sebesar 14,4%, menjadi 17,4% pada tahun 2004 dan 20,51% pada tahun 2005 (lihat tabel 2). Tabel 2. Komposisi Pembiayaan Yang Diberikan (dalam Juta Rupiah) Jenis Pembiayaan Musyarakah Mudharabah Piutang Murabahah Piutang Istishna Lainnya Total

2003 Nilai 305,997 794,244 3,955,815 295,960 178,151 5,530,167

2004 Share 5,5% 14,4% 71,5% 5,4% 3,2% 100%

Nilai 1,195,187 1,907,390 7,275,753 310,596 289,692 10,978,618

2005 Share 10,9% 17,4% 66,3% 2,8% 2,6% 100%

Nilai 1,898,389 3,123,759 9,487,318 280,527 413,149 15,231,942

Share 12,46% 20,51% 62,29% 1,85% 2,89% 100%

Sumber: Bank Indonesia, 2005.

Dari pemaparan di atas terlihat bahwa untuk penghimpunan dana, cara mudharabah sudah mampu menghimpun dana relatif besar, sementara untuk pembiayaan mudharabah masih kalah jauh da ri murabahah. Di kalangan praktisi perbankan syariah memang sering ada adegium bahwa banyak masyarakat menyimpan uang di perbankan syariah dengan sistem mudharabah karena bagi hasilnya tinggi, sehingga masyarakat merasa “diuntungkan”. Sebaliknya dalam urusan pembiayaan masyarakat justru menghindari mudharabah, karena bagi hasilnya tinggi di mana yang diuntungkan adalah pemilik modal (bank). Berdasarkan uraian di atas, menghasilkan menghasilkan perumusan masalah yakni apakah telah terjadi kegentingan kredit dalam perbankan syariah seperti halnya terjadi di Turki? Apakah fenomena itu disebabkan dari sudut permintaan atau penawaran kredit? Bagaimana permodelan dari fenomena itu dan solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah tersebut? Tujuan dari penelitian ini adala menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kegentingan kredit dalam perbankan syariah baik dari sudut permintan dan penawaran. Selain itu studi ini juga menawarkan alternatif permodelan kegentingan kredit pada perbankan syariah.

TINJAUAN PUSTAKA Istilah credit crunch (kegentingan kredit) muncul untuk pertama kalinya pada tahun 1966 di Amerika Serikat. Menengarai terjadinya proses disintermediasi perbankan sebagai akibat menipisnya deposito masyarakat sebagai akibat kebijakan uang ketat yang diberlakukan oleh pemerintah. Situasi ini menyebabkan perbankan mengalami kekurangan likuditas yang menyebabkan bank harus sangat selektif dalam menyalurkan kredit. Sementara itu, Bernanke dan Lown (1991) mendefinisikan credit crunch sebagai keengganan bank dan penghematan pinjaman (the reluctance of bank and thrift to lend). Dengan kata lain terjadi penurunan pasokan kredit sebagai akibat merosotnya kemauan bank untuk menyalurkannya. Akhir-akhir ini banyak studi tentang kegentingan kredit di beberapa negara yang terkena krisis. Korea merupakan negara yang paling banyak sebagai studi kasus tentang kegentingan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

kredit, misalnya seperti Kim (1999), Gosh dan Gosh (1999). Kendati pun untuk artikel yang terakhir Gosh dan Gosh (1999) membandingkan situasi Korea dengan Indonesia. Selain itu Agung, dkk (2001) lebih memfokuskan kepada kasus Indonesia, sedangkan Agenor, dkk (2000) meneliti kegentingan kredit di Thailand. Studi-studi itu pada intinya melihat bahwa faktor penawaran kredit menjadi masalah utama terjadinya kegentingan kredit. Sementara itu, studi tentang kegentingan kredit biasanya tidak dapat dilepaskan dengan esensi peranan jalur kredit (credit channel) dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Beberapa studi di Amerika Serikat diantaranya adalah King (1986; 290-303); Kashyap, Stein, dan wilcox (1993; 78-98); Gertler dan Gilchrist (1993; 43-64); Kashyap, Lamont, dan Stein, (1994, 565-591). Akar pembahasan tentang eksistensi kredit telah dimulai sejak Patinkin dalam Bernanke dan Blinder (1988), dengan membagi kepemilikan aset menjadi tiga yakni uang, surat berharga (bonds) dan pinjaman (loans) dengan asumsi bahwa terdapat subtitusi sempurna antara aset serta tidak ada pembatasan kredit (credit rationing). Hal itu divisualisasikan pada gambar 1, kurva LM mewakili uang dan, kurva CC mewakili kredit (commodities-credit) (Bernanke dan Blinder, 1988, 435-439).

Grafik 1. Hubungan Antara LM dan CC i C

L

M

C

Y

Dari gambar 1 terlihat bahwa kurva CC berslop negatif seperti kurva IS. Kurva CC akan menjadi seperti IS jika pinjaman dan surat berharga diasumsikan bersubstitusi sempurn, maka baik peminjam/borrower (Lp → - ∞) ataupun yang dipinjamani/lender (λp→ ∞) atau permintaan komoditi tidak sensitif terhadap tingkat suku bunga pinjaman (Yp =0). Hal ini akan menyebabkan pasar pinjaman tidak relevan terhadap IS/LM, fenomena ini disebut sebagai pandangan uang (money view). Sebaliknya, apabila uang dan surat berharga bersubstitusi sempurna (Di → - ∞) akan menyebabkan kurva LM horisontal disebut sebagai pandangan kredit (credit view). Keynesian menyatakan kondisi seperti ini sebagai jebakan likuiditas (liquidity trap).

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Beberapa studi menunjukkan bahwa pandangan kredit membuat kebijakan moneter lebih ekspansif dibandingkan dengan pandangan uang. Studi dilakukan oleh Bernanke dan Blinder (1988, 438-439) pada dekade 80-an, untuk membandingkan pengaruh goncangan peranan uang dan kredit terhadap output. Studi itu menyimpulkan bahwa pengaruh goncangan uang terhadap output jauh lebih besar dibandingkan kredit, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa peranan kredit jauh lebih stabil dibandingkan peranan uang. Jalur kredit merupakan kritik terhadap jalur tingkat suku bunga, terutama berkaitan dengan dampak tingkat bunga pada kebijakan moneter mempengaruhi pengeluaran pada jangka panjang. Mekanisme transmisi kebijakan Keynesian menganggap tingkat suku bunga jangka pendek merupakan jalur yang paling penting dalam mekanisme transmisi. Tingkat suku bunga jangka pendek akan dapat mempengaruhi harga modal (cost of capital) dan pada gilirannya akan meningkatkan pengeluaran. Menurut Bernanke dan Gertler (1995: 27), dalam studi empirisnya, menunjukkan bahwa komponen suku bunga sebagai variabel harga modal sangat sulit diindentifikasi. Idealnya sebuah jalur kebijakan moneter akan dapat berpengaruh dalam perspektif jangka panjang. Jalur tersebut harus mampu menjawab teka-teki yang disebut sebagai “kotak hitam”(black box), yang selalu menjadi pertanyaan abadi bagaimana bekerjanya kebijakan moneter sehingga mempengaruhi pendapatan. Jalur kredit mungkin merupakan jawaban terhadap teka-teki “kotak hitam” tersebut. Jalur kredit merupakan jalur yang bersifat jangka panjang, sekaligus jalur yang dapat mengantisipasi keadaan ketidaksempurnaan informasi (imperfect information), dan adanya kemungkinan terjadinya “seleksi yang merugikan” (adverse selection) dan “pamrih buruk” (moral hazard). Jalur kredit dibagi lagi menjadi dua sub jalur yakni jalur pinjaman bank (bank lending channel) dan jalur neraca bank (balance-sheet channel). Skema umum jalur pinjaman bank (bank lending channel) ditunjukkan dengan meningkatnya penawaran uang (M), akan menyebabkan kenaikan deposito bank (D). Peningkatan deposito bank akan meningkatkan pinjaman bank (L), kemudian mempengaruhi peningkatan investasi (S) dan pendapatan (Y) (Mishkin,1995b,7-9). M ↑ ⇒ deposito bank (D)↑ ⇒ pinjaman bank (L) ↑ ⇒ S ↑ ⇒ Y ↑ Jalur neraca bank (balance-sheet channel) digerakkan melalui modal (net worth) pada perusahaan. Modal rendah menunjukkan rendahnya jaminan (collateral), mengakibatkan meningkatnya masalah “seleksi yang merugikan” (adverse selection) dan “pamrih buruk” (moral hazard). Sebaliknya modal besar mengindikasikan tingginya jaminan, akan mengurangi masalah “seleksi yang merugikan” dan “pamrih buruk”. Jalur neraca bank bekerja dalam tiga cara, yakni pertama, ketika terdapat kenaikan penawaran uang (M) akan menaikkan tingkat harga (Pe), menurunkan masalah “seleksi yang merugikan” dan “pamrih buruk”. Berikutnya akan meningkatkan pinjaman (L). Peningkatan pinjaman akan berdampak positif terhadap investasi (S), dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan (Y). M ↑ ⇒ Pe ↑ ⇒ as ↓ & mh ↓ ⇒ pinjaman (L)↑ ⇒ S ↑ ⇒ Y↑ Kedua, jalur neraca bank berperan melalui penurunan tingkat suku bunga (I) akan berpengaruh terhadap meningkatnya aliran modal (cash flow) bank tersebut. Meningkatnya aliran modal justru akan mengurangi masalah masalah “seleksi yang merugikan” dan “pamrih buruk”, yang pada gilirannya akan meningkatkan pinjaman (L), investasi (S), dan pendapatan. (Y). M ↑ ⇒ I ↓ ⇒ aliran modal ↑ ⇒ as ↓ & mh ↓ ⇒ pinjaman (L)↑ ⇒ S↑ ⇒ Y ↑ Ketiga, jalur neraca bank berjalan ketika terdapat kenaikan penawaran uang (M) akan meningkatkan harga (Pe) yang berdampak pada peningkatan aset keuangan. Meningkatnya aset

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

keuangan akan menurunkan kemungkinan adanya kesulitan keuangan, sehingga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian aset seperti perumahan dan barang lain. Pembelian aset pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan (Y). M ↑ ⇒ Pe ↑ ⇒ aset keuangan ↑ barang ↑ ⇒ Y ↑

⇒ kesulitan keuangan ↓ ⇒ pengeluaran perumahan dan

METODE PENELITIAN Model Simultan Dalam studi ini akan menggunakan dua metode yakni model ketidakseimbangan kredit yang diestimasi dengan metode simultan dan Vector Autoregressions (VAR). Model keseimbangan kredit pada hakekatnya adalah model ketidakseimbangan pasar kredit (disequilibirum a loan market) yang diestimasi dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Model ini telah dikembangkan oleh Fair dan Kalejian (1974: 178), Laffont dan Garcia (1977; 1188-1190), Sealey (1979; 691), King (1986;297), Kim (1999; 22-24), Gosh dan Gosh (1999) dan Agung, dkk (2001) Kemudian dimodifikasi menjadi model berikut ini : LKREDtD = α0 + α MD +α2 LPI LKREDtS = β0 + β1 MD +β2 LKAP + β3 FDR+β4NPF LKREDt = min (LKREDtD, LKREDtS) Hubungan teoritis antar variabel dalam adalah ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 3. Hubungan Teoritis Antar Variabel MD LKREDD LKREDS



+

PI +

LKAP

NPF

FDR

+



+

Model VAR Metode yang juga dipergunakan dalam studi ini adalah VAR. VAR telah banyak digunakan untuk melihat pengaruh kebijakan moneter Diantaranya adalah Gordon dan Leeper (1994; 1233-1245), yang melihat dampak dinamis dari kebijakan moneter. Model VAR juga dapat untuk mengukur efektifitas kebijakan moneter seperti yang dilakukan oleh Rudebusch, (1998; 907-931). Salah satu alasannya mengapa VAR lebih cocok untuk melihat pengaruh sebuah kebijakan, adalah VAR menganggap semua variabel adalah endogen. VAR pertama kali dikembangkan oleh Sims (1980: 1-7), sebagai reaksi terhadap pendekatan ekonometri simultan tradisional. VAR juga sering dianggap sebagai pendekatan “atheoritical” atau tidak mendasarkan pada teori ekonomi tertentu, oleh karenanya metode VAR juga dapat mengestimasi persamaan indentitas, seperti halnya kausalitas Engle-Granger (Thomas, 1997; 457-462; Gujarati, 1995; 746753). Dalam studi ini enam (6) variabel di atas juga akan diestimasi dengan metode VAR dengan formulasi seperti di bawah ini : ∆Xt = α + Σ 6i = 1Ai∆Xt-1 + ut, E(ut us) = Ω, if t ≠s Di mana Ai matriks kuadrat; ut menunjukkan rata-rata vektor zero, tidak ada korelasi variabel, dan kesejajaran matriks varian Ω, diasumsikan positif dan simetris; α adalah 6X1 vektor

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

kolom dari parameter-parameter; vektor Xit adalah variabel-variabel endogen di atas yakni LKRED, MD, LP, LKAP, FDR, NPF, berikut ini adalah deskripsi variabel dua model di atas Tabel 4. Diskripsi Data Variabel KREDtD = KREDtS MD = nisbah mudharabah PI = production index KAP=kapasitas kredit FDR=capital/asset NPF=non performing financing

Diskripsi Total kredit dari perbankan syariah Besarnya nisbah mudharabah Indeks produksi Kapasitas kredit perbankan syariah Nisbah capital/asset Kredit macet perbankan syariah

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Model Persamaan Simultan Uji Prasyarat Uji identifikasi bertujuan untuk mencari apakah persamaan yang diestimasi termasuk dalam kategori kurang terindentifikasi (underidentified), tepat terindentifkasi (exactindentified), dan sangat teridentifikasi (overidentified). Persamaan yang termasuk dalam kategori kurang teridentifikasi, hanya dapat diestimasi dengan metode indirect least square (ILS). Sedangkan persamaan yang masuk dalam tepat dan sangat terindentifikasi dapat diestimasi dengan metode simultan antara lain TSLS, FIML, dan GMM. Seperti telah dijelaskan di muka, formula dari kategori kurang terindentifikasi adalah [(Kk)<(m-1)]. Adapun syarat untuk persamaan yang termasuk tepat dan sangat teridentifikasi harus memenuni kriteria masing-masing [(K-k)=(m-1)] untuk tepat terindentifksi dan [(K-k)>(m-1)] untuk sangat terindentifikasi. Apabila dilihat dari kedua persamaan yang akan diestimasi, ditemukan besarnya (K-k) pada persamaan permintaan dan penawaran kredit masing-masing 5 dan 3. Untuk kedua persamaan itu jumlah (m-1) masing-masing sebanyak 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua persamaan itu termasuk sangat terindentifikasi (over identified), maka metode simultan dalam model ini dapat diterapkan. Sesuai dengan beberapa referensi sebelumnya, metode simultan yang digunakan dalam mengestimasi model ini adalah Two Stage Least Square (TSLS). Tabel 5. Uji Identifikasi Persamaan Simultan Persamaan Permintaan Kredit Penawaran Kredit

(K-k) 8-3=5 8-5=3

(m1) 1 1

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Keterangan over identified over identified

Hasil, Pengujian Statistik dan Interpretasi Ekonomi a. Hasil Berikut ini adalah hasil pengolahan model simultan dengan pendekatan TSLS: Permintaan Kredit LKRED

= 7,04

− 0,026MD

(13.58) R2 = 0,5555602

+ 0,009PI (2,579)

(−6,315) F = 23.3372

DW= 0,398653

− 0,00065MD

+ 1,0355LKAP

− 0,005NPF

(153,033)

(-2,412)

Penawaran Kredit LKRED

= −0,726 (-12,017)

R2 = 0,998896

(-2,208) F = 9771.809

+ 0,0039FDR (12,912)

DW = 0,852764

Uji statistik yang akan dilakukan adalah uji parsial (uji-t), uji serentak (uji-F), dan uji goodness of fit (R2). Sistematika pembahasannya akan dimulai dari uji serentak dan uji goodness of fit, terakhir uji parsial. b. Uji Serentak Uji serentak bertujuan mendeteksi apakah semua variabel independen secara serentak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan uji-F, dengan menggunakan α =0.05 untuk dua sisi. Dengan menggunakan tabel-F, terlebih dahulu diketahui f1 yakni variabel independen plus konstanta, dan f2 adalah pengurangan antara sampel dengan f1, maka ditemukan nilai F-tabel. Apabila F-statistik bernilai lebih besar dari pada nilai Ftabel, maka persamaan tersebut lolos uji F. Sebaliknya jika F-statistik berada di bawah nilai Ftabel, maka persamaan tersebut tidak lolos uji F. Dari hasil uji-F ditemukan bahwa dari dua persamaan itu semuanya lolos uji.

Tabel 6. Pengujian Serentak (Uji F) Persamaan Permintaan Kredit Penawaran Kredit

F-stat 23,3372 9771,809

Ftabel 2,61 2,61

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Keterangan lolos lolos

c. Uji Goodness of Fit Berikutnya adalah uji goodness of fit (R2). Uji ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar variasi dari variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Dari tabel 5.3 terlihat bahwa untuk permintaan kredit mempunyai R2 sebesar 0,555602 yang berarti variabel-variabel dipersamaan itu hanya dapat menjelaskan sebesar 55%, sisanya sekitar 45%. Sementara itu, untuk persamaan penawaran kredit mempunyai R2 sebesar 0,998896, yang berarti variabel-variabel dalam dalam persamaan itu dapat menjelaskan 99% atau mendekati sempurna, sisanya 1% yang dapat dijelaskan oleh variabel lain. Tabel 7. Uji Goodness of fit (R2) R2

Persamaan Permintaan Kredit Penawaran Kredit

Keterangan

0,555602 0,998896

dapat menjelaskan 55% dapat menjelaskan 99%

d. Uji Parsial Uji parsial bertujuan untuk menetapkan signifikansi hubungan setiap variabel independen terhadap variabel dependen. Uji ini menggunakan uji t., dengan besarnya t-tabel 1,684. untuk semua variabel lolos uji ini. Dengan demikian semua variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen dalam studi ini. Tabel 8. Pengujian Parsial (Uji t)

LKREDD LKREDS

MD

PI

(6,3152) Lolos (2,2088) Lolos

(2,5792) Lolos

LKAP

NPF

FDR

(153,0336) Lolos

(-2,412) Lolos

(12,9122) Lolos

Ket: : t-tabel = 1,684

e. Uji Teori Ekonomi Berdasarkan hasil pengolahan data hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen semua sesuai dengan teori ekonomi baik pada model permintaan maupun penawaran kredit. Ini menunjukkan bahwa baik model permintaan dan penawaran kredit dapat dipakai menjelaskan fenomena kegentingan kredit perbankan syariah.

Tabel 9. Uji Teori Ekonomi

LKREDD Hasil LKREDS Hasil

MD

PI

− −

+ +

+ −

LKAP

NPF

FDR

+ +

− −

+ +

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

f. Interpretasi Ekonomi (1) Persamaan Permintaan Kredit Pada persamaan permintaan kredit, hubungan nisbah bagi hasil mudharabah (MD) terhadap total kredit syariah (LKREDD) menunjukkan hubungan negatif. Hal ini sesuai dengan teori. Yakni jika nisbah mudharabah meningkat maka akan menurunkan permintaan kredit syariah. MD ↑ ⇒ LKREDD↓

1.

Demikian halnya, yang terjadi hubungan indeks produksi (PI) yang merupakan proxy dari pertumbuhan ekonomi terhadap permintaan kredit (LKREDD), juga sesuai dengan teori. Yaitu jika indeks produksi meningkat maka permintaan terhadap kredit syariah juga akan meningkat. PI ↑

⇒ LKREDD ↑

2.

(2) Persamaan Penawaran Kredit Sementara itu, pada model penawaran kredit hubungan nisbah bagi hasil mudharabah (MD) terhadap total kredit syariah (LKREDD) menunjukkan hubungan positif. Hal ini sesuai dengan teori. Yakni jika nisbah mudharabah meningkat maka akan meningkatkan penawaran kredit syariah. MD ↑ ⇒ LKREDS↑

3.

Berikutnya adalah hubungan kapasitas kredit terhadap penawaran kredit. Semakin tinggi kapasitas kredit yang dimiliki oleh perbankan syariah, maka semakin besar dana yang dapat disalurkan. Oleh sebab itu, hubungan antara kapasitas kredit terhadap dengan penawaran kredit adalah positif. Hasil estimasi menunjukkan kesesuaian dengan teori yakni kenaikan kapasitas kredit akan meningkatkan penawaran kredit. KAP ↑ ⇒ LKREDS ↑

4.

Hubungan kredit macet (NPF) dengan penawaran kredit perbankan syariah adalah negatif. Semakin tinggi kredit macet akan menyebabkan penurunan penawaran kredit perbankan syariah. Hasil estimasi sesuai dengan teori ini, yakni meningkatnya kredit macet (NPF) akan menurunkan panawaran kredit perbankan syariah. NPF ↑ ⇒ LKREDS ↓

5.

Hubungan nisbah pinjaman dan simpanan (FDR) terhadap penawaran kredit perbankan syariah adalah positif. Semakin tinggi FDR maka akan semakin meningkatkan kredit perbankan syariah. Hasil estimasi menunjukkan kesesuaiannya dengan teori, yaitu semakin tinggi FDR akan mendorong peningkatan penawaran kredit. FDR ↑ ⇒ LKREDS ↑

7.

(3) Kegentingan Kredit Perbankan Syariah Berdasarkan hasil persamaan simultan itu, kegentingan kredit perbankan syariah disebabkan oleh sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan dengan semakin tinggi nisbah mudharabah menyebabkan penurunan permintaan kredit perbankan syariah. Sementara dari sudut penawaran kredit, kredit macet (NPF) merupakan faktor yang dapat mengurangi penawaran kredit.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Hasil Model VAR Uji Prasyarat Data runtut waktu biasanya mempunyai permasalahan stasionaritas, termasuk data ekonomi. Untuk menguji masalah stasionaritas ini dilakukan uji akar-akar unit. Namun menurut Enders (1995) dengan mengutip Sim (1980) dan Doan (1992) menyatakan bahwa dalam mengoperasikan metode VAR tidak dianjurkan menggunakan bentuk turunan pertama. Jika data turunan pertama digunakan akan menghilangkan informasi penting mengenai hubungan variabel-variabel dalam sebuah sistem seperti kemungkinan adanya hubungan kointegrasi. Oleh karena itu, di sini tidak dilakukan uji akar-akar unit. Sementra itu, masalah terpenting dari metode VAR adalah penetapan kelambanan (lag) optimal karena variabel independen yang dipakai tidak lain adalah lag dari variabel endogennya. Untuk menetapkan lag yang optimal digunakan nilai kriteria informasi Akaike (AIC) dan Schwartz (SC) yang hasilnya seperti terlihat pada tabel 5.9. Pada model jalur kredit nilai terendah baik AIC ataupun SC terletak pada lag 2. Oleh karena itu dapat ditetapkan bahwa lag optimal yang akan dipakai pada model adalah lag 2. Tabel 10. Uji Kelambanan Optimal Model Model Permintaan dan Penawaran Kredit Perbankan Syariah

Kelambanan

Akaike

Schwartz

2 3 4

7,250 7,678 9,002

10,021 11,764 14,427

a. Variance Decomposition Berdasarkan hasil dari analisis dekomposisi varian terlihat bahwa sejak bulan ke-1 sampai bulan ke 60 dari yang diteliti terlihat perubahan komposisi yang cukup signifikan. Pada bulan pertama komposisi varian terbesar adalah pada variabel LKRED (49%), FDR (5,4%) dan LKAP (45%). Sementara pada pertengahan periode atau bulan ke-20 terjadi perubahan komposisi varian, FDR justru yang paling kuat mencapai 49%, LKAP mencapai 30,8% dan LKRED menurun menjadi 12,5%, sedangkan MD meningkat menjadi 6,1%. Kondisi seperti ini tidak berubah sampai akhir periode pada bulan ke-60 yakni posisi teratas tetap FDR (52,6%); LKAP (26,7%); LKRED (13%) dan MD (6,6%).

Tabel 11. Dekomposisi Varian (LKRED) Period 1 5 10 15 20

FDR

LKAP

5.404096 45.40975 14.86316 42.54096 31.92612 42.22830 45.26221 34.60064 49.24119 30.82227

LKRED

MD

NPF

PI

49.18616 32.65208 16.44785 12.07658 12.09684

0.000000 6.803292 5.125780 5.747569 6.161940

0.000000 1.475263 2.806331 1.533715 1.038369

0.000000 1.665250 1.465621 0.779291 0.639387

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

25 30 35 40 45 50 55 60

50.55296 51.20227 51.64035 51.96138 52.19883 52.37720 52.51453 52.62266

29.18021 28.35951 27.85271 27.49412 27.22771 27.02583 26.86998 26.74732

12.50703 12.74230 12.85931 12.93098 12.98428 13.02594 13.05851 13.08412

6.358781 6.455734 6.513034 6.552731 6.582181 6.604546 6.621823 6.635413

0.824290 0.706077 0.629925 0.576495 0.537318 0.507757 0.484921 0.466934

0.576731 0.534109 0.504670 0.484301 0.469682 0.458722 0.450244 0.443555

Respons Terhadap Impuls Respons terhadap impuls (impulse response) atau IR merupakan salah satu alat estimasi dari metode VAR yang paling penting. Alat ini telah banyak digunakan oleh berbagai studi untuk mengestimasi beberapa hubungan variabel. IR adalah respons sebuah variabel dependen jika mendapatkan goncangan/inovasi (shock) dari variabel independen sebesar 1 % standar deviasi. (1) Respons Kredit Syariah (LKRED) Terhadap Impuls MD dan PI

Grafik 2.

Respons Kredit Syariah (LKRED) terhadap Impuls dari nisbah Mudharabah (MD) dan Indeks Produksi (PI). Response of LKRED to Cholesky One S.D. Innovations

.002 .001 .000 -.001 -.002 -.003 -.004 -.005 10

20

30 MD

40

50

60

PI

Pada sub bab ini akan diuraikan impuls MD dan PI terhadap kredit syariah (LKRED). Dengan menggunakan metode VAR terlihat bahwa respons kredit syariah terhadap impuls PI lebih kuat dari pada terhadap MD. Sampai dengan bulan ke sepuluh respons kredit syariah terhadap impuls indeks produksi (IP) negatif, namun sejak bulan ke-11 terus berada di atas base line atau selalu positif sampai akhir periode. Sementara respons kredit syariah terhadap impuls nisbah mudharabah (MD) selalu negatif sampai akhir periode. Ini menunjukkan bahwa pengaruh

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

indeks produksi yang merupakan proxy dari situasi makro ekonomi berpengaruh lebih kuat dari pada besarnya nisbah mudharabah dalam permintaan kredit syariah. (2) Respons Kredit Syariah Terhadap Impuls LKAP, FDR, NPF.

Grafik 3.

Respons Kredit Syariah (LKRED) terhadap Impuls dari FDR, NPF dan LKAP.

Response of LKRED to Cholesky One S.D. Innovations .012 .008 .004 .000 -.004 -.008 -.012 -.016 10

20 FDR

30

40

NPF

50

60

LKAP

Pada grafik 5.2 terlihat bahwa respons kredit syariah terhadap impuls FDR, NPF dan LKAP menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Yang paling kuat berpengaruh adalah kapasitas kredit (LKAP), karena sejak awal hingga akhir periode senantiasa positif. Sementara, untuk FDR selalau negatif, sedangkan untuk NPF sedikit negatif dan mendekati base line, dan tidak pernah positif. Ini menegaskan bahwa dari sudut penawaran magnitude terbesar yang mempengaruhi penawaran kredit syariah adalah kapasitas kredit syariah (LKAP). SIMPULAN Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat diambil beberapa kesimpulan yakni: 1. Dengan menggunakan model persamaan simultan permintaan dan penawaran kredit perbankan syariah terlihat bahwa model estimasi sangat fit baik ditinjau dari uji serentak (F test), uji parsial (t test), uji goodness of fit (R2). Sementara dilihat dari sudut kesesuaian teori, semua hubungan variabel sesuai dengan teori.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

2. Pada persamaan permintaan kredit, hubungan nisbah bagi hasil mudharabah (MD) terhadap total kredit syariah (LKREDD) menunjukkan hubungan negatif. Hal ini sesuai dengan teori. Yakni jika nisbah mudharabah meningkat maka akan menurunkan permintaan kredit syariah atau MD↑⇒LKREDD↓. Demikian halnya, yang terjadi hubungan indeks produksi (PI) yang merupakan proxy dari pertumbuhan ekonomi terhadap permintaan kredit (LKREDD), juga sesuai dengan teori. Yaitu jika indeks produksi meningkat maka permintaan terhadap kredit syariah juga akan meningkat atau PI ↑\ ⇒ LKREDD ↑. 3. Sementara itu, pada model penawaran kredit hubungan nisbah bagi hasil mudharabah (MD) terhadap total kredit syariah (LKREDD) menunjukkan hubungan positif. Hal ini sesuai dengan teori. Yakni jika nisbah mudharabah meningkat maka akan meningkatkan penawaran kredit syariah atau MD ↑ ⇒ LKREDS↑ . Berikutnya adalah hubungan kapasitas kredit terhadap penawaran kredit. Semakin tinggi kapasitas kredit yang dimiliki oleh perbankan syariah, maka semakin besar dana yang dapat disalurkan. Oleh sebab itu, hubungan antara kapasitas kredit terhadap dengan penawaran kredit adalah positif. Hasil estimasi menunjukkan kesesuaian dengan teori yakni kenaikan kapasitas kredit akan meningkatkan penawaran kredit atau KAP ↑ ⇒ LKREDS ↑. Hubungan kredit macet (NPF) dengan penawaran kredit perbankan syariah adalah negatif. Semakin tinggi kredit macet akan menyebabkan penurunan penawaran kredit perbankan syariah. Hasil estimasi sesuai dengan teori ini, yakni meningkatnya kredit macet (NPF) akan menurunkan panawaran kredit perbankan syariah atau NPF ↑ ⇒ LKREDS ↓ . Hubungan nisbah pinjaman dan simpanan (FDR) terhadap penawaran kredit perbankan syariah adalah positif. Semakin tinggi FDR maka akan semakin meningkatkan kredit perbankan syariah. Hasil estimasi menunjukkan kesesuaiannya dengan teori, yaitu semakin tinggi FDR akan mendorong peningkatan penawaran kredit atau FDR ↑ ⇒ LKREDS ↑. 4. Berdasarkan hasil persamaan simultan itu, kegentingan kredit perbankan syariah disebabkan oleh sisi permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan dengan semakin tinggi nisbah mudharabah (MD) menyebabkan penurunan permintaan kredit perbankan syariah. Sementara dari sudut penawaran kredit, kredit macet (NPF) merupakan faktor utama yang dapat mengurangi penawaran kredit. 5. Sementara dengan hasil metode VAR hanyalah menegaskan bahwa untuk perkembangan berikutnya, yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang berkompeten dalam mengembangkan perbankan syariah adalah situasi ekonomi yang kondusif seperti ditunjukkan dengan variabel indeks produksi (IP) yang sangat berpengaruh pada permintaan kredit dan semakin besarnya kapasitas kredit (KAP) yang dimiliki oleh perbankan syariah yang sangat berpengaruh pada penawaran kredit syariah Saran Berdasarkan hasil-hasil itu, diperlukan beberapa saran agar kegentingan kredit perbankan syariah dapat diatasi yakni: 1. Semua pihak baik pelaku perbankan, Bank Indonesia, ulama, umara, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) harus bekerjasama memberikan penjelasan yang komprehensif kepada masyarakat tentang pentingnya perbankan syariah terutama pendekatan mudharabah. 2. Secara lebih khusus bagi para profesional dan MES harus lebih melakukan sosialisasi kepada masyarakat umat tentang pentingnya mudharabah dalam sistem perbankan syariah, sehingga masyarakat tidak enggan untuk melakukant transaksi berdasarkan prinsip-prinsip syariah tersebut.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

DAFTAR PUSTAKA Agenor, PR, JAizenman dan A Hoffimaister. 2000. “The Credit Crunch in East Asia: What Can Bank Excess Liquid Assets Tell Us?” NBER Working Paper Series 791. October. Antonio, Syafii. 1999. “Perbankan Syariah di Indonesia” Jakarta: Tazkia Institute. Ferry, Giovanni dan Tae Soo Kang. 1999. “The Credit Channel at Work: Lesson from the Republic of Korea’s Financial Crisis. ” Working Papers Series, World Bank No 2190 September. Agung, Juda et al. 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis. Jakarta: Bank Indonesia. Agung, Juda. 1998. “Financial Deregulation and the Bank Lending Channel in Developing Countries: The Case of Indonesia", Asian Economic Journal, Vol 12 No 3, hlm 273-294 Agung, Juda. 2000. “Financial Constraint, Firm's Investments and The Channel of Monetary Policy in Indonesia", Applied Economics, Vol 32, hlm 1637-1646 Bernanke, Ben S dan Alan S. Blinder. 1988. “ Credit, Money, and Aggregate Demand”, AEA Papers and Proceedings, Vol 78 (May), hal 435-439 Bernanke, Ben S dan Alan S. Blinder. 1992. “ The Federal Fund Rate and the Channels of Monetary Transmission, “ American Economic Review, Vol 82 (September), hal 901-21 Bernanke, Ben S dan Mark Gertler, 1995, “Inside the Black Box: The Credit Channel of Monetary Policy Transmission,” Journal of Economic Perspectives, Vol 9 No 4, Fall, Hal 27-48. Bernanke, Ben S, C.S. Lown dan B.M. Friedman, 1991, “The Credit Crunch”, Brooking Papers on Economic Activity 1991 (2):205-39. Brunner, Karl dan Allan H. Meltzer, (1988), "Money and Credit in the Monetary Transmission Process," AEA Papers and Proceedings, Vol 78 No 2, May, hlm 446-454 Domac, Ilker, 1999, “ The Distributional Consequences of Monetary Policy : Evidence from Malaysia”, Policy Research Working Paper 2170, World Bank, August. Epstein, Roy. J, 1987, A History of Econometrics, New York: Elsevier Science Publishers BV Fair, Ray C dan Harry H. Kelejian, (1974) “ Methods of Estimation for Market in Disequilibrium : A Further Study” Econometrica, Vol 42 No 1, January, hlm 177-190 Friedman, Benyamin M, 1976, “ Targets, Instruments, and Indicators of Monetary Policy”, dalam Richard S. Thorn, Monetary Theory and Policy, Washington: University Press of America Inc, Hal 657-689. Friedman, Benyamin M. 1988. "Monetary Policy Without Quantity Variables," AEA Papers and Proceedings, Vol 78 No 2, May, hlm 440-445

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Getler, Mark and Simon Gilchrist, 1993, “The Role of Credit Market Imperfections in the Transmission of Monetary Policy: Argument and Evidence”, Scandinavian Journal of Economics, January, 95:1, 43-64 Getler, Mark and Simon Gilchrist, 1994, “Monetary Policy, Business Cycles, and The Behavior of Small Manufacturing Firms”, Quaterly Journal of Economics, Vol CIX Issue 2, May, Hal. 309-340 Ghosh, Swati R dan Atish R. Ghosh. 1999. “East Asia in the Aftermath: Was There a Crunch?” IMF Working Paper. WP/99/38. March. Gordon, David B dan Eric M. Leeper, 1994, “The Dynamic Impacts of Monetary Policy: An Exercises in Tentative Identification”, Journal of Political Economy Vol. 102 No 6, Hal. 1228-1247 Greene, William H, 2000, Econometric Analysis, New Jersey : Prentice Hall Gujarati, Damodar, 1995. Basic Econometrics, McGraw-Hill; Singapore. Hakim, Lukman.2004. ”Perbandingan Peranan Jalur Kredit Pada Masa dan Sebelum Krisis 1990.1-2000.4” dalam Lukman Hakim et.al. Beberapa Agenda Perekonomian Indonesia: Kritik dan Solusi. Jakarta: DRFE Usakti Hakim, Lukman dan Nopirin. 2001. "Perbandingan Peranan Jalur Kredit dan Jalur Tingkat Suku Bunga pada Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 1990-1999". Sosiohumanika. Program Pascasarjana UGM, Vol 14, No 1, Januari. Hamilton, James D. (1997), "Measuring The Liquidity Effect," The American Economic Review, March, Vol 87, No 1, hlm. 80-97 Harris, RID, (1995), Using Cointegration Analysis in Econometric Modelling, Marylands Avenue: Prentice Hall. Hendry, David F, 1995, Dynamic Econometrics, New York: Oxford University Press. Joseph, Charles dan Anton H. Gunawan, (2000), Monetary Policy and Inflation Targeting in Emerging Economies, Jakarta : Bank Indonesia dan IMF Junggun, Oh, 1999, “Inflation Targeting, Monetary Transmission Mechanism and Policy Rules in Korea”, Economic Papers The Bank of Korea Vol 2 No 1 March, Hal 102-148 Kakes, Jan. (2000), Monetary Transmission in Europe: The Role of Financial Markets and Credit, Messachusetts USA: Edward Elgar Publishing Kashyap, Anil K, Jeremy C. Stein, dan David W. Wilcox, (1993), “ Monetary Policy and Credit Conditions: Evidence from the Composition of External Finance,” American Economic Review Vol 83, No1, March, hlm. 78-98 Kashyap, Anil K, Jeremy C. Stein, dan David W. Wilcox, 1993, “ Monetary Policy and Credit Conditions: Evidence from the Composition of External Finance,” American Economic Review Vol 83, No1, March Hal. 78-98 Kashyap, Anil K, Owen A. Lamont, dan Jeremy C. Stein, (1994), “Credit Conditions and The Cyclical Behavior of Inventories” Quaterly Journal of Economics, August, hlm. 565-591 Kashyap, Anil K, Owen A. Lamont, dan Jeremy C. Stein, 1994, “Credit Conditions and The Cyclical Behavior of Inventories” Quaterly Journal of Economics, August, Hal. 565-591

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Kim, Hyun E. 1999. “ Was the Credit Channel a Key Monetary Transmission Mechanism following the Recent Financial Crisis in the Republic of Korea”, Policy Research Working Paper 2103, The World Bank, April. King, Stephen R, 1986, “Monetary Transmission: Trough Bank Loans or Bank Liabilities” Journal of Money, Credit and Banking, Vol 18 No 3, August 1986 Hal 290-303. Laffont, Jean Jacques dan Rene Garcia. 1977. “Disequilibrium Econometrics for Business Loans”, Econometrica, , Vol 45, No 5, July, hlm. 1187- 1204 Leeper, Eric M, Christopher A. Sims, dan Tao Zha. 1996. "What Does Monetary Policy Do? " Brooking Papers on Economic Activity, November, diambil dari ftp.econ.yale.edu/pub/sims/bpea. Leeper, Eric M. 1997. "Narrative and VAR Approaches to Monetary Policy: Common Identification Problems", Journal of Monetary Economics, 39, hlm 641-657 Lucas, Robert E dan Thomas J Sargent. 1997. “After the Phillips Curve: Persistence of High Inflation and High Employment “ MA: Federal Reserve Bank of Boston dalam Brian Snowdon and Howard Vane, A Macroeconomic Reader, London: Routledge, Hal 270-294 Mankiw, N Gregory, 1997, Macroeconomics , NewYork : Worth Publishers. Meltzer, Allan H. .1995. "Monetary, Credit and (Other) Transmission Process: A Monetarist Perspective, " Journal of Economic Perspectives, Vol 9 No 4, Fall, hlm 49-72 Mishkin, Frederic.S, 1995, “Symposium on the Monetary Transmission Mechanism,”Journal of Economic Perspectives, Vol 9 No 4,Fall, Hal 3-10 Mishkin, Frederic.S, 1995, The Economics of Money, Banking, and Financial Market, 4th edition, New York: The HarperCollins Pindyck, RS dan Daniel L. Rubinfeld, 1998, Econometric Model & Economic Forecast, NewYork: Mc Graw-Hill. Ramaswamy, Ramana dan Torsten Slok,1998, “The Real Effect of Monetary Policy in the European Union: What Are The Differences ?” IMF Staff Papers, Vol 45 No 2, June, Hal 374-396 Romer, Christina D dan David H. Romer. 1997. "Identification and The Narrative Approach: A Reply to Leeper", Journal of Monetary Economics, 39, hlm 656-665 Sealey, CW JR, (1979), "Credit Rationing in the Commercial Loan Market: Estiamtes of a Structural Model Under Conditions of Disequilibrium, " The Journal of Finance, Vol XXXIV, No 3, June, hlm. 689-702. Sims, Christopher A. 1972, “Money, Income and Causality”, American Economic Review, Vol 62 (Sept), hal 540-552. Sims, Christopher A. 1980a, “Macroeconomic and Realty”, Econometrica, January, Vol 48, No 1, Hal. 1- 48 Sims, Christopher A. 1980b, “Comparison of Interwar and Postwar Business Cycles: Monetarism Reconsidered”, American Economic Review, Vol 70 (May), hal 250-257. Starr, Martha dan Rasim Yilmaz. 2005. ”Bank Runs in Emerging-Market Countries: The Experience of Turkey’s Islamic Banks in the 2001 Crisis. Paper presented MEE Session on Microfinance at the 2005 ASSA Meeting At American University.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Stiglitz, Joseph E dan Andrew Weiss, (1981), "Credit Rationing in Markets with Imperfect Information, " The American Economic Review, Vol 1, No 3, June, hlm 440-445 Thomas, RL, 1997, Modern Econometrics: An Introduction, England : Addison-Wesley. Warjiyo, Perry dan Doddy Zulverdi, 1998, “Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Vol. 1 No 1, Juli . Hal 25-58 Warner, Elizabeth J dan Christopher Georges. 2001. "The Credit Channel of Monetary Policy Transmission: Evidence from Stock Returns," Economic Inquiry, Vol 39, No1, January, 74-85.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Related Documents


More Documents from ""