Makalah Sistem Keuangan Islam
ijk
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI PRODUK KEUANGAN SYARIAH – ASURANSI KARTU KREDIT SYARIAH
Oleh: Rhesa Yogaswara 207000377
Magister Bisnis dan Keuangan Islam Universitas Paramadina Jakarta 2008
I.
PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya perbankan syariah, maka diperlukan pula perkembangan dari produk-produk syariah yang lebih mendetil. Saat ini nasabah masih banyak menggunakan produk-produk konvensional yang sangat kental dengan jelas menggunakan bunga, yang tidak lain bunga ini merupakan riba. Dalam industri keuangan, kartu kredit merupakan sebuah produk jasa pinjaman dari sebuah bank, yang sangat memberikan manfaat bagi nasabah. Dimana manfaat yang paling dapat dirasakan nasabah adalah waktu dan tempat yang fleksibel untuk memperoleh manfaat dari sebuah kartu kredit. Namun resiko pinjaman menjadi sebuah resiko yang harus bisa diminimalisasi oleh sebuah bank penerbit kartu kredit. Sehingga diperlukan sebuah produk jasa bagi bank dan nasabah yang dikeluarkan oleh asuransi yang membantu pemilik kartu kredit syariah membayar hutangnya apabila pemilik kartu meninggal dunia, sehingga beban hutang pemilik kartu kredit syariah tidak terlalu memberatkan ahli waris. Manfaat ini pun turut membantu meminimalisasi resiko pinjaman bagi bank penerbit kartu kredit syariah. Banyaknya akad yang terjadi disini perlu kita kaji agar terhindar dari halhal yang melanggar syariah seperti adanya unsur bunga dan gharar. Sehingga produk asuransi kartu kredit pun sesuai dengan akad-akad syariah.
II.
LANDASAN HUKUM Landasan-landasan yang diambil dalam mengembangkan produk asuransi kartu kredit syariah ini adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. Dengan akad yang digunakan sebagaimana digunakan dalam fatwa tersebut adalah akad Kafalah, Qardh, dan Ijarah. Penjelasan yang lebih rinci dari akad Kafalah, Qardh, dan Ijarah ini pun sudah diatur dalam fatwa DSN. Untuk akad Kafalah, aturannya telah tertuang dalam fatwa DSN nomor 11/DSN-MUI/IV/2000, fatwa DSN nomor 19/DSNMUI/IV/2001 mengenai akad Al-Qardh, dan berikutnya adalah fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 mengenai akad Ijarah. Sementara untuk Asuransi Syariahnya, landasan yang diambil adalah dengan menggunakan Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001. Dimana akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah mudharabah dan hibah. Penjelasan yang lebih rinci dari akad Mudharabah sudah diatur dalam fatwa DSN nomor 07/DSN-MUI/IV/2000, sementara akad hibah merupakan kategori akad tabarru’ yang tidak diatur secara aspek hukum karena akad tabarru’ bukan merupakan akad tijarah yang mutlak perlu diatur dari sisi hukum. Selain fatwa-fatwa diatas, kita pun menggunakan Fatwa DSN No.12/DSNMUI/IV/2000 mengenai akad Hiwalah untuk jasa pemindahan pinjaman dari kartu kredit konvensional ke kartu kredit syariah.
______________________________________________________________________________________________________ Perencanaan dan Implementasi Produk Keuangan Syariah – Asuransi Kartu Kredit Syariah – Rhesa Yogaswara
2
III.
SKEMA Dengan dilatarbelakangi adanya suatu kebutuhan akan produk asuransi kartu kredit syariah, maka skema dari produk keuangan syariah ini adalah sebagai berikut:
Bank Syariah 3. Akad Qardh 1. Akad Ijarah 4. Akad Wakalah bil Ujrah
Pemegang Kartu
6. Akad Hibah
2. Akad Kafalah 5. Akad Mudharabah
Asuransi Syariah
Gambar 1. Skema Akad Asuransi Kartu Kredit Syariah
Aturan-aturan dalam akad-akad yang digunakan dalam asuransi kartu kredit syariah dengan skema diatas merupakan akad-akad yang telah diatur dalam fatwa-fatwa MUI yang telah dijelaskan dalam sub bab Landasan Hukum sebelumnya. Yang pertama adalah adanya akad Ijarah sebagaimana disebutkan dalam fatwa DSN Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 bahwa penerbit kartu kredit syariah adalah bank syariah yang menyediakan jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Pemegang Kartu dikenakan membership fee sebagai biaya sewa atas Ijarah ini. Dan bank syariah pun berhak mendapat merchant fee dari asuransi yang telah mengeluarkan produk asuransi kartu kredit syariah ini sebagai upah/imbalan (ujrah), atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq) dan penagihan (tahsil al-dayn). Kemudian yang kedua adalah akad Kafalah dimana bank syariah penerbit kartu kredit syariah ini berperan sebagai penjamin (kafil) bagi pemegang kartu kredit syariah terhadap pihak asuransi syariah atas semua kewajiban bayar (dayn) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan asuransi. Atas pemberian Kafalah ini, bank penerbit kartu kredit syariah dapat menerima fee (ujrah kafalah) dari pemegang kartu. Yang ketiga adalah akad Qardh. Dalam hal ini bank syariah penerbit kartu kredit syariah adalah sebagai pemberi pinjaman (muqridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) untuk membayarkan premi asuransi kartu kredit syariah kepada pihak asuransi. Yang keempat adalah akad Wakalah bil Ujrah, dimana Bank penerbit kartu kredit syariah berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang kartu berperan sebagai Al-Muwakkil. Pemegang kartu dan pihak Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah dimana bank sebagai wakil dari pemegang kartu untuk mengurus dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh pihak asuransi. Besar ujrah harus
______________________________________________________________________________________________________ Perencanaan dan Implementasi Produk Keuangan Syariah – Asuransi Kartu Kredit Syariah – Rhesa Yogaswara
3
disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase. Yang kelima adalah akad Mudharabah, dimana bank penerbit kartu berperan sebagai Shahibul mal sebagai perwakilan dari pemegang kartu, dan pihak asuransi adalah pihak yang berperan sebagai mudharib yang berfungsi untuk mengatur dana yang dikumpulkan dari seluruh pemegang kartu selaku pemegang polis. Dan yang terakhir adalah akad Hibah. Dalam akad ini, peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong pemegang kartu yang lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah. IV.
SKEMA IMPLEMENTASI Agar produk asuransi kartu kredit syariah ini bisa diterima di pasar, maka perlu ada sebuah strategi untuk meningkatkan pasar kartu kredit syariah. Salah satu strateginya adalah dengan mengajak pasar untuk berpindah dari menggunakan kartu kredit konvensional ke kartu kredit syariah. Namun tentunya, proses pemindahan nasabah lama atau “existing customer” tidaklah mudah. Perlu banyak pertimbangan bagi mereka untuk masuk ke perbankan syariah. Salah satu pertimbangannya adalah sudah syariah kah bank penerbit kartu kredit syariah?... Tentunya bank penerbit kartu kredit syariah perlu memiliki strategi yang sesuai syariah pula. Sehingga skema perpindahan dari kartu kredit konvensional ke kartu kredit syariah pun harus sesuai dengan akad-akad syariah. Dalam kasus ini, bank syariah bisa membuka suatu jasa perpindahan pinjaman dari bank lain ke bank syariah tersebut atau biasa dikenal dengan nama Transfer Balance. Akad Hiwalah bisa dijadikan landasan dari sebuah akad untuk jasa Transfer Balance ini, sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN No.12/DSNMUI/IV/2000 mengenai akad Hiwalah. Berikut adalah skema perpindahan akad Hiwalah untuk jasa Transfer Balance. Bank Syariah Muhal a’laih 2. Akad Hiwalah 5. Hutang
3. Pelunasan Hutang
4. Perpindahan Hutang
Pemegang Kartu Muhil
1. Hutang
Bank Konvensional Muhal
Gambar 2. Skema Akad Hiwalah dalam produk jasa Transfer Balance
______________________________________________________________________________________________________ Perencanaan dan Implementasi Produk Keuangan Syariah – Asuransi Kartu Kredit Syariah – Rhesa Yogaswara
4
Dengan melihat skema diatas, terlihat bahwa proses Transfer Balance diawali dari sebuah permintaan dari pemegang kartu (Muhil) kepada bank syariah (muhal a’laih) untuk melunasi pinjaman pemegang kartu kepada bank konvensional (Muhal). Setelah pengajuan Transfer Balance disetujui oleh bank syariah dengan menggunakan rukun dan syarat yang diatur dalam fatwa DSN mengenai Hiwalah, maka pihak bank syariah akan melunasi pinjaman pemegang kartu kepada bank konvensional. Setelah proses pelunasan selesai, maka kewajiban hutang dari pemegang kartu pun sudah berpindah ke bank syariah. Maka dengan diterapkannya akad hiwalah ini dalam jasa Transfer Balance, maka strategi untuk meraih pangsa pasar sudah sesuai dengan syariah. V.
CHANNEL PEMASARAN Dengan telah ditetapkannya landasan hukum dari seluruh proses bisnis asuransi kartu kredit syariah, maka langkah teknis sebagai proses eksekusi pun perlu dirumuskan sebagai langkah kongkrit dari penetrasi pasar. Channel-channel pemasaran pun harus menjadi pertimbangan agar tidak melanggar rukun-rukun dan syarat dari setiap akad yang terdapat dalam proses ini. Yang pertama adalah ujung tombak perusahaan di lapangan, dimana tenaga penjual atau Direct Sales adalah channel pertama bagi bank syariah untuk menggarap pasar baru untuk sebuah kartu kredit. Channel direct sales ini dirasa kurang efisien dalam menggarap pasar kartu kredit konvensional yang sudah ada untuk ditarik ke kartu kredit syariah. Direct Sales Agent lebih diarahkan untuk membuka pasar baru, dimana strategi canvasing adalah strategi yang paling sering digunakan oleh Direct Sales Agent. Namun bila di lapangan tim penjual menemukan pasar kartu kredit konvensional, pasar tersebut bisa langsung diarahkan untuk berpindah ke bank syariah untuk produk ini. Tanpa melanggar rukun dan syarat dari seluruh akad, direct sales bisa menggunakan form pengajuan yang ditandataangani oleh pemegang kartu untuk jasa transfer balance dan asuransi kartu kredit syariah. Yang kedua adalah Customer Service, dimana dari sisi administrasi, customer service memliki cara yang sama dengan tim direct sales. Namun dari sisi penetrasi pasar, pasar ini adalah pasar yang sudah cukup berpotensi. Hal ini dikarenakan Walk-in-Customer adalah pasar yang memang memiliki keinginan atau sudah memiliki keinginan dalam berhubungan dengan bank syariah. Sehingga penetrasi dari tim ini pun bisa lebih optimal dibandingkan dengan direct sales. Yang ketiga adalah Call Center dimana dari sisi pasar, petugas ini berfungi seperti customer service di kantor cabang sebuah bank. Yaitu lebih melakukan penetrasi pasar yang memang memiliki hubungan dengan bank atau memiliki ketertarikan untuk berhubungan dengan bank. Namun dari sisi administrasi, sigahat yang menjadi rukun dan syarat dari akad-akad dalam asuransi dan kartu kredit syariah ini terjadi melalui telepon dan tidak terjadi tatap muka, bahkan formulir pengajuan pun tidak ada. Sehingga dari sisi teknologi, sebuah perbankan syariah mutlak perlu menjadi perhatian, karena sistem perekam
______________________________________________________________________________________________________ Perencanaan dan Implementasi Produk Keuangan Syariah – Asuransi Kartu Kredit Syariah – Rhesa Yogaswara
5
suara bisa dijadikan sebagai bukti dari pengajuan dan persetujuan dari pemegang kartu. Yang keempat adalah telemarketing, dimana telemarketing berperan seperti Direct Sales yang membuka pangsa pasar baru, namun dari sisi administrasi dan kebutuhan teknologi sama seperti Call Center. Channel yang kelima adalah internet banking, dimana calon pemegang kartu kredit syariah pun bisa diperoleh dari pangsa pasar dari dunia maya. Teknologi e-Commerce bisa dijadikan sebagai sebuah infrastruktur khusus bagi channel pemasaran lainnya. Sehingga aspek teknologi pun mutlak perlu dimiliki oleh bank syariah untuk menghindari dan mencegah terjadinya kejahatan di dunia maya. Dan channel pemasaran yang terakhir adalah channel melalui para pemegang kartu sendiri, dimana sistem referensi bisa diterapkan. Beberapa bank konvensional meneybutnya dengan istilah Member Get Member. Sistem ini sama seperti Direct Sales baik dari sisi perannya untuk membuka pangsa pasar baru dan dari sisi administrasinya dengan menggunakan formulir pengajuan. Yang membedakan disini hanyalah pelaku pemasaran dari produk ini. Sehingga dengan menjabarkan channel-channel pemasaran ini, akad-akad syariah bisa lebih dipertegas untuk setiap prosesnya agar tidak melanggar rukun dan syarat dari setiap akadnya. VI.
SIMULASI PERHITUNGAN Simulasi perhitungan dari asuransi kartu kredit syariah perlu diberikan untuk memberikan sebuah kejelasan agar tidak menimbulkan ketidakjelasan (gharar) dan memastikan bahwa riba tidak terjadi. Yang pertama adalah dari proses transfer balance yang menggunakan akad Hiwalah. Bank syariah akan menganalisa dari calon pemegang kartu apakah memenuhi syarat untuk diberikan pinjaman atau tidak. Jika memang layak, maka bank syariah akan menentukan batas pinjaman dari sebuah kartu kredit syariah. Dan bank syariah akan membayarkan hutang pemegang kartu kepada bank konvensional seluruhnya, atau sebesar total hutang bila besarannya lebih kecil atau sama dengan batas pinjaman yang diberikan oleh bank syariah. Dari akad ini, bank tidak akan menerima upah apapun dari pemilik kartu berdasarkan dari beberapa sumber, bahwa sebetulnya akad Hiwalah merupakan akad tabarru’ yang tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Dalam fatrwa DSN No.12/DSN-MUI/IV/2000 mengenai akad Hiwalah, belum ada penjelasan yang lebih mendetil mengenai hal ini. Setelah berpindahnya hutang pemegang kartu ke bank syariah, maka bank berhak mendapatkan upah sewa dari pemegang kartu yang dapat menggunakan kartu kredit syariahnya untuk berbagai transaksi sesuai dengan ketentuan bank. Besaran dari upah ini harus dalam bentuk nominal yang telah disepakati diawal. Setelah pemegang kartu sepakat untuk mendapatkan fasilitas tambahan asuransi kartu kredit syariah, maka bank syariah akan melakukan akad kafalah yang menjamin pemegang kartu kepada pihak asuransi atas pembayaran premi setiap bulannya. Atas penjaminan ini kepada pihak asuransi, maka bank syariah
______________________________________________________________________________________________________ Perencanaan dan Implementasi Produk Keuangan Syariah – Asuransi Kartu Kredit Syariah – Rhesa Yogaswara
6
berhak mendapat upah dari pemegang kartu yang nominalnya harus disepakati diawal. Yang ketiga adalah akad Qardh, dimana bank memberikan pinjaman kepada pemegang kartu untuk membayarkan premi setiap bulannya kepada pihak asuransi. Untuk akad ini, bank dan pemegang kartu tidak boleh melakukan kesepakatan akan adanya upah dari akad Qardh. Namun pemegang kartu boleh secara sukarela memberikan sumbangan kepada bank selama tidak diperjanjijan dalam akad. Sementara itu, yang diperbolehkan dalam akad ini adalah biaya administrasi bila memang ada, maka biaya tersebut akan ditanggung oleh pemegang kartu. Yang keempat adalah biaya akad Wakalah dimana bank syariah berhak mendapatkan upah dari pemegang kartu atas amanahnya untuk mengurus segala kebutuhan administrasi asuransi kartu kredit syariah dengan pihak asuransi. Maka upah yang diperoleh bank syariah pun harus disepakati diawal. Yang kelima adalah merchant fee yang diperoleh bank syariah dari pihak asuransi karena jasanya sebagai perantara, pemasaran dan penagihan. Dan yang terakhir adalah akad Mudharabah, dimana bank syariah adalah perwakilan dari pemagang kartu sebagai shahibul mal dan pihak asuransi sebagai mudharib yang mengelola dananya. Untuk akad ini, bank tidak mendapat upah apapun karena bank syariah sebenarnya bukanlah sebagai shahibul mal. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan tabel mortalita untuk asuransi jiwa dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya. Berikut adalah sebuah contoh perhitungan yang dapat digambarkan dari pemaparan upah yang diperbolehkan diatas dengan asumsi penggunaan kartu kredit per bulan untuk satu pemegang kartu: Hak dari Bank Syariah Membership Fee (Ijarah) : Kafalah Fee : Biaya administrasi (Qardh) : Wakalah Fee : Merchant Fee : Total :
Rp.10.000,Rp.10.000,Rp.10.000,Rp.10.000,Rp.10.000,Rp.50.000,-
Hak Asuransi Syariah Profit Sharing (mudharabah) : Belum bisa ditentukan diawal Kewajiban Asuransi Syariah Merchant Fee : Klaim asuransi (hibah) maks :
Rp. 10.000,Rp.40.000.000,-
Hak pemegang kartu Klaim asuransi (hibah) maks : Rp. 40.000.000,Profit Sharing (mudharabah) : Belum bisa ditentukan diawal
______________________________________________________________________________________________________ Perencanaan dan Implementasi Produk Keuangan Syariah – Asuransi Kartu Kredit Syariah – Rhesa Yogaswara
7
Kewajiban pemegang kartu Membership Fee (Ijarah) : Kafalah Fee : Biaya administrasi (Qardh) : Wakalah Fee : Premi asuransi : Total : VII.
Rp.10.000,Rp.10.000,Rp.10.000,Rp.10.000,Rp.10.000,Rp.50.000,-
KESIMPULAN DAN SARAN Saat ini sebuah produk jasa bagi bank dan nasabah yang dikeluarkan oleh asuransi yang membantu pemilik kartu kredit syariah membayar hutangnya apabila pemilik kartu meninggal dunia sudah menjadi kebutuhan bagi para pengguna kartu kredit. Sehingga beban hutang pemilik kartu kredit syariah tidak terlalu memberatkan ahli waris. Manfaat ini pun turut membantu meminimalisasi resiko pinjaman bagi bank penerbit kartu kredit syariah. Sehingga berbagai akad bisa dijadikan landasan untuk mengembangkan sebuah asuransi kartu kredit syariah. Seperti Fatwa DSN No.54/DSNMUI/X/2006 tentang Syariah Card, nomor 11/DSN-MUI/IV/2000 untuk akad kafalah, fatwa DSN nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 akad Al-Qardh, nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 akad Ijarah, asuransi syariah menggunakan Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001, dan nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 untuk akad mudharabah. Skema perpindahan dari bank konvensional ke bank syariah pun perlu untuk menerapkan landasan hukum secara syariah. Fatwa DSN No.12/DSNMUI/IV/2000 telah mengatur mengenai akad Hiwalah untuk jasa pemindahan pinjaman dari kartu kredit konvensional ke kartu kredit syariah. Setelah landasan hukum bagi perpindahan tersebut, proses dari channelchannel pemasaran bagi produk ini seperti call center, telemarketing, customer service, direct sales, internet banking dan sistem referensi pun perlu diatur agar tidak melanggar rukun dan syarat dari setiap akad-akad yang terdapat didalamnya. Dan yang terakhir adalah upah apa saja yang menjadi hak dari bank syariah selaku penerbit kartu kredit. Seperti halnya membership fee, upah akad kafalah, upah akad wakalah, dan merchant Fee. Sementara hak dari pihak asuransi syariah adalah adanya profit sharing dari akad mudharabah. Dan terakhir adalah hak dari pemegang kartu, dimana pemegang kartu berhak mendapat klaim asuransi dan profit sharing dari akad mudharabah.
VIII. DAFTAR PUSTAKA Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah No.53/DSN-MUI/III/2006, Majelis Ulama Indonesia Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah No.52/DSN-MUI/III/2006, Majelis Ulama Indonesia
______________________________________________________________________________________________________ Perencanaan dan Implementasi Produk Keuangan Syariah – Asuransi Kartu Kredit Syariah – Rhesa Yogaswara
8
Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Al-Qardh, No.19/DSN-MUI/IV/2001, Majelis Ulama Indonesia Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Hawalah, No.12 /DSN-MUI/IV/2000, Majelis Ulama Indonesia Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Kafalah, No.11/DSN-MUI/IV/2000, Majelis Ulama Indonesia Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, No.21 /DSN-MUI/IX/2001, Majelis Ulama Indonesia Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Pembiayaan Ijarah, No.09/DSNMUI/IV/2000, Majelis Ulama Indonesia Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Pembiayaan Mudharabah, No.07/DSNMUI/IV/2000, Majelis Ulama Indonesia Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Syariah Card, No.54 /DSNMUI/X/2006, Majelis Ulama Indonesia Dewan Syariah Nasional, Fatwa tentang Wakalah No.10/DSN-MUI/IV/2000, Majelis Ulama Indonesia Fatimah, Siti. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Hiwalah di BMT Bina Ihsanul Fikri (BIF) Gedongkuning Yogyakarta. Thesis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2008.
______________________________________________________________________________________________________ Perencanaan dan Implementasi Produk Keuangan Syariah – Asuransi Kartu Kredit Syariah – Rhesa Yogaswara
9