Perbandingan Peranan Jalur Kredit

  • Uploaded by: Lukman Hakim Hassan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Perbandingan Peranan Jalur Kredit as PDF for free.

More details

  • Words: 8,660
  • Pages: 36
PERBANDINGAN PERANAN JALUR KREDIT PADA MASA SEBELUM DAN KETIKA KRISIS EKONOMI 1990.1-2000.41

LUKMAN HAKIM

LATAR BELAKANG Kebutuhan lahirnya mekanisme transmisi kebijakan moneter baru, seperti dikemukakan oleh Boediono (1998:1-3), perlu dicermati dengan seksama. Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah transmisi yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter

untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, terutama

pendapatan nasional. Saat ini telah muncul anggapan bahwa mekanisme transmisi lama tidak dapat lagi mengendalikan secara pasti perkembangan agregat-agregat moneter. Mekanisme transmisi lama menyatakan bahwa Bank Indonesia (BI), dapat mengendalikan M(0), dan dengan asumsi multiplier uang (money multiplier) tetap, BI akan dapat mengendalikan M(1) dan M(2). Melalui pengendalian M(1) dan M(2), Bank Indonesia dapat mempengaruhi PDB nominal atau permintaan agregat. Pada kenyataannya, saat ini telah terjadi perubahan perilaku masyarakat dalam memegang uang. Hal ini terbukti kebutuhan uang masyarakat saat ini, sekitar 70 % adalah uang kartal M(0),

sedangkan sisanya 30 % tidak dapat

dipengaruhi oleh BI. Sebab lain adalah besarnya multiplier uang dan velositas pendapatan (income velocity) tidak stabil, sehingga gerakannya sulit diperkirakan. Sehingga kebijakan pemerintah seperti operasi pasar terbuka (open market operation) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar, selalu meleset dari yang 1

Telah diterbitkan dalam Buku ”Beberapa Agenda Perekonomian Indonesia: Kritik dan Solusi,” karya Lukman Hakim, Budi Santosa dan Esty Setyaningrum “ Media Ekonomi Publishing (MEP), Januari 2004.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

diperkirakan.

Terlebih ketika dewasa ini, Indonesia sedang mengalami krisis,

sehingga banyak masyarakat yang lebih memilih memegang uang untuk kepentingan spekulasi. Fenomena di atas mempertegas bahwa hadirnya mekanisme transmisi kebijakan moneter baru multak diperlukan. Karena kegagalan mekanisme transmisi akan menyebabkan target-target pengendalian makro ekonomi akan sulit dilakukan. Persoalannya adalah mekanisme transmisi baru yang seperti apa yang sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini. Seperti diketahui bahwa mekanisme transmisi yang lama adalah pendekatan monetaris, yang cenderung pada pendekatan jalur kuantitas (quantity channel). Pendekatan jalur kuantitas yang terpenting terdiri atas jalur moneteris dan jalur kredit. Jalur moneteris sering disebut juga sebagai jalur langsung, menganggap bahwa kenaikan jumlah uang beredar akan langsung menaikkan pengeluaran masyarakat (spending), yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Selain jalur langsung, pada pendekatan kuantitas terdapat juga jalur kredit (credit channel) kadang disebut sebagai pendekatan baru mekanisme transmisi (new monetary transmission mechanism). Pendekatan kredit ini beranggapan bahwa meningkatnya jumlah uang beredar sebagai akibat adanya ekspansi moneter akan meningkatkan kredit; berikutnya akan meningkatkan investasi (I) dan pendapatan (Y). Jalur kredit (credit channel) terdiri atas jalur neraca bank ( balance sheet channel) dan jalur pinjaman bank ( bank lending channel). Sedangkan pendekatan Keynesian tradisional atau sebagian besar termasuk dalam

pendekatan jalur harga (price channel) pada intinya sebuah kebijakan

moneter untuk mempengaruhi pendapatan harus melalui tingkat suku bunga. Pendekatan Keynesian pada tahun 70-an mengalami perkembangan pesat dengan munculnya beberapa jalur, seperti jalur kekayaan (wealth channel) dan jalur harga relatif (teori portofolio). Bahkan perkembangan terakhir, pada jalur harga ini telah muncul jalur baru seperti jalur nilai tukar (exchange rate channel)(Miskhin, 1995: 4). 2

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Dalam upaya mencari paradigma baru mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia, beberapa peneliti telah melakukan riset untuk menemukan jalur-jalur alternatif. Diantaranya adalah para pemikir dari Bank Indonesia yang mengartikan bahwa perubahan mekanisme transmisi lama ke yang baru, berarti berubah dari jalur

kuantitas (monetaris) ke jalur harga (Keynesian). Menurut

mereka mekanisme transmisi kebijakan moneter yang cocok adalah jalur suku bunga atau jalur nilai tukar. Dasar pemikiran utamanya menyatakan bahwa suku bunga dan nilai tukar merupakan variabel penting dalam transmisi kebijakan moneter. (Sarwono dan Warjiyo, 1998; 10). Secara empiris, studi mengenai peranan tingkat suku bunga pada mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia, telah dilakukan oleh Warjiyo dan Zulverdi (1998; 25-58) untuk kurun waktu 1989-1997.

Studi ini

menyimpulkan bahwa jalur tingkat bunga cukup berperan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Hasil utama dari studi ini adalah merekomendasikan agar suku bunga Pasar Uang Surat Berharga (PUAB) digunakan sebagai instrumen utama Bank Indonesia. Sebaliknya studi Agung (1998) menunjukkan peranan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebagai instrumen MTM yang handal. Meskipun beberapa hasil studi di atas lebih menonjolkan peranan tingkat suku bunga pada mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia. Namun masih terbuka kemungkinan pemikiran lain tentang jalur alternatif yang dapat menjelaskan dan menemukan mekanisme transmisi kebijakan moneter baru. Salah satunya yang perlu dipertimbangkan adalah jalur kredit. Jalur kredit lahir sebagai kritik terhadap konsepsi mekanisme transmisi kebijakan Keynesian, yang menganggap tingkat suku bunga merupakan jalur yang paling penting dalam mekanisme transmisi. Mereka percaya bahwa dengan tingkat suku bunga jangka pendek akan dapat mempengaruhui harga modal (cost of capital) dan pada gilirannya akan meningkatkan pengeluaran.

3

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Persoalannya, menurut Bernanke dan Gertler (1995: 27), dalam studi empiris komponen suku bunga sebagai variabel harga modal

sangat sulit

diindentifikasi. Berbeda dengan pendekatan bukan suku bunga akan sangat mudah mengindentifikasi

dampaknya terhadap variabel-variabel akselerator seperti

output, penjualan, atau aliran kas yang sangat berpengaruh terhadap pengeluaran. Permasalahan lain adalah adanya asumsi awal bahwa tingkat suku bunga jangka pendek akan sangat berpengaruh dalam mekanisme transmisi. Namun menurut studi empiris, hal ini tidak terlihat, seperti ditunjukkan perilaku tingkat suku bunga federal (the federal fund rate) di Amerika Serikat, yang memberikan dampak sangat sementara terhadap makro ekonomi. Idealnya sebuah jalur sebagai perantara dari kebijakan moneter harus dapat berpengaruh dalam jangka panjang, seperti misalnya peranan tingkat suku bunga riil jangka panjang. Karena setidaknya hal ini merupakan salah satu jawaban dari teka-teki yang terdapat dalam “kotak hitam” (black box), yang selalu menjadi pertanyaan abadi bagaimana bekerjanya kebijakan moneter sehingga mempengaruhi pendapatan. Untuk itu dibutuhkan

sebuah jalur yang bersifat jangka panjang.

Sekaligus jalur yang dapat mengantisipasi keadaan ketidaksempurnaan informasi (imperfect information), dan adanya kemungkinan terjadinya kesalahan seleksi kredit (adverse selection) dan juga penyalahgunaan (moral hazard), jalur itu dikenal dengan jalur kredit (credit channel). Studi tentang peranan jalur kredit dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter belum banyak dilakukan di Indonesia, meskipun di beberapa negara lain telah banyak dilakukan. Diantaranya telah dilakukan oleh King (1986; 290-303); Kashyap, Stein, dan wilcox (1993; 78-98); Gertler dan Gilchrist (1993; 43-64); Kashyap, Lamont, dan Stein, (1994, 565-591). Keempat studi itu untuk kasus Amerika Serikat. Sedangkan studi yang terbaru dilakukan oleh Kim (1999; 2-31) untuk kasus Republik Korea. Seperti telah dikemukakan di muka, jalur kredit sebenarnya terdiri atas dua sub jalur yakni jalur pinjaman bank (bank lending channel) dan jalur neraca bank (balance sheet channel). Studi Kim untuk kasus 4

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Korea Selatan itu, lebih memfokuskan

terhadap jalur pinjaman bank pada

mekanisme transmisi kebijakan moneter pada kurun waktu 1993.1-1998.5 (data bulanan). Studi Kim tersebut mempunyai dua tujuan pokok, pertama adalah menginvestigasi apakah jalur kredit merupakan mekanisme transmisi utama di Korea, terutama jika dikaitkan dengan berlangsungnya krisis moneter dewasa ini. Kedua, mengindentifikasi karakteristik kepanikan kredit (credit crunch) dan menemukan beberapa kelemahan dari pelaksanaan jalur kredit di Korea. Untuk mengestimasi tujuan pertama digunakan model vector autoregression (VAR), sedangkan tujuan kedua menggunakan model ketidakseimbangan kredit (a disequilibrium model of loan market) dengan metode full information maximum likelihood (FIML). PERUMUSAN MASALAH Studi Kim (1999) tentang eksistensi jalur kredit pada masa krisis di Republik Korea mempunyai kemiripan dengan situasinya yang dihadapi Indonesia dewasa ini. Terlebih ketika Indonesia membutuhkan mekanisme transmisi kebijakan moneter baru, maka jalur kredit dapat menjadi sebuah alternatif. Oleh karenanya diperlukan sebuah studi tentang eksistensi jalur kredit pada mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia, kami mengajukan penelitian mengenai peranan jalur kredit yang dapat dicakup dalam satu pertanyaan pokok yakni apakah jalur kredit telah berperan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter selama periode 1990-2000? Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Menganalisis peranan jalur kredit dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter, 2)Membandingkan peranan jalur kredit pada masa sebelum dan ketika krisis moneter, 3)Menganalisis keseimbangan permintaan dan penawaran kredit. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Mekanisme transmisi kebijakan moneter didefinisikan sebagai jalur yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian, 5

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

terutama pendapatan nasional. Konsep standar mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai dari instrumen yang mempengaruhi sasaran operasional, sasaran antara dan sasaran akhir. Pada prinsipnya, instrumen yang dimiliki oleh bank sentral terdiri atas pengelolaan penawaran uang (M), tingkat suku bunga (i), dan cadangan minimum perbankan (R). Semua instrumen di atas dapat dikendalikan secara langsung oleh bank sentral,

kecuali penawaran uang (M) dapat dikendalikan secara tidak

langsung. Pengendalian penawaran uang dilakukan melalui pembelian dan penjualan surat berharga melalui operasi pasar terbuka (open market operation). (Friedman, 1976; 663-665). Instrumen bank sentral mempengaruhi sasaran operasional, melalui perubahan uang primer ataupun perubahan tingkat suku bunga baik suku bunga antar bank (PUAB) ataupun suku bunga federal. Uang primer digunakan sebagai sasaran operasional merupakan pendekatan tradisional yang paling banyak diterapkan di berbagai negara. Tingkat suku bunga pasar uang dijadikan sebagai sasaran operasional, mulai banyak dipakai oleh bank sentral di berbagai negara seperti Spanyol, Jerman, Perancis dan Jepang. Amerika Serikat menggunakan tingkat suku bunga federal (Fed) sebagai sasaran operasionalnya. Tabel 1 Penjelasan Mekanisme Transmisi Standar Instrumen • • •

OPT melalui penjualan surat berharga Cadangan minimun bank Kebijakan diskonto

Sasaran Operasional • •

Uang primer Tingkat suku bunga Federal; PUAB

Sasaran Akhir

Sasaran Antara • • •

Uang Beredar (M2 dan M3) Kredit Perbankan Nilai Tukar

• •

Pendapatan Inflasi

Sasaran operasional akan secara efektif berpengaruh terhadap sasaran antara, dengan asumsi adanya pengganda uang dan velositas yang stabil. Sasaran 6

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

antara mencakup beberapa besaran moneter seperti uang beredar (M2 & M3), kredit perbankan dan nilai tukar. Amerika Serikat menggunakan M2 dan M3 sebagai sasaran antara dan, Jerman hanya memakai M3. Finlandia dan Perancis menggunakan nilai tukar sebagai sasaran antara. (Oh, 1999, 124) Gambar 1

Price Channel

Interest Rate Channel Exchange Rate Channel Other Asset Price Effects

Monetary Transmission Channel Quantity Channel

Direct Channel Credit Channel

Sumber : Oh, 1999, 104 Perdebatan teoritis mengenai mekanisme transmisi kebijakan moneter, antara paham moneteris dan Keynesian, masih terus berlangsung.

Paham

monetaris sering disebut jalur kuantitas (quantity channel), sedangkan paham Keynesian diasosiasikan sebagai paham harga (price channel). Pada jalur kuantitas (quantity channel) mencakup jalur langsung (direct channel) dan jalur kredit (credit channel), lihat gambar 1. Jalur harga mencakup jalur tingkat suku bunga (interest rate channel); jalur nilai tukar (exchange rate channel); dan jalur efek harga aset (other asset price effects). Jalur efek harga aset merupakan termasuk dalam kelompok jalur harga, namun dikemukakan oleh kubu moneteris, sehingga jalur ini dapat dianggap sebagai kompromi dari dua aliran besar tersebut. Kontroversi Pandangan Kredit dan Uang Sebelum membahas jalur kredit, sebaiknya perlu dijelaskan terlebih dahulu mengapa instrumen kredit dianggap penting dibandingkan dengan uang (M1). Akar pembahasan tentang eksistensi kredit telah dimulai sejak Patinkin (1956), dengan membagi kepemilikan aset menjadi tiga yakni uang, surat berharga (bonds) dan 7

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

pinjaman (loans) dengan asumsi bahwa terdapat subtitusi sempurna antara aset serta tidak ada pembatasan kredit (credit rationing). Hal itu divisualisasikan pada gambar 2, kurva LM mewakili uang dan, kurva CC mewakili kredit (commoditiescredit). (Bernanke dan Blinder, 1988, 435-439). Gambar 2 Hubungan Antara LM dan CC i C

L

M

C

Y

Dari gambar 2 terlihat bahwa kurva CC berslop negatif seperti kurva IS. Kurva CC akan menjadi seperti IS jika pinjaman dan surat berharga diasumsikan bersubstitusi sempurn, maka baik peminjam/borrower (Lp → - ∞) ataupun yang dipinjamani/lender (λp→ ∞) atau permintaan komoditi tidak sensitif terhadap tingkat suku bunga pinjaman (Yp =0). Hal ini akan menyebabkan pasar pinjaman tidak relevan terhadap IS/LM, fenomena ini disebut sebagai pandangan uang (money view). Sebaliknya, apabila uang dan surat berharga bersubstitusi sempurna (Di → - ∞) akan menyebabkan kurva LM horisontal disebut sebagai pandangan kredit (credit view). Keynesian menyatakan kondisi seperti ini sebagai jebakan likuiditas (liquidity trap).

8

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Secara teoritis dapat ditarik kesimpulan bahwa pandangan kredit membuat kebijakan moneter lebih ekspansif dibandingkan dengan pandangan uang. Studi dilakukan oleh Bernanke dan Blinder (1988, 438-439) pada dekade 80-an, untuk membandingkan pengaruh goncangan peranan uang dan kredit terhadap output. Studi itu menyimpulkan bahwa pengaruh goncangan uang terhadap output jauh lebih besar dibandingkan kredit, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa peranan kredit jauh lebih stabil dibandingkan peranan uang. Jalur Kredit Jalur kredit merupakan kritik terhadap jalur tingkat suku bunga, terutama berkaitan dengan dampak tingkat bunga pada kebijakan moneter mempengaruhi pengeluaran pada jangka panjang. Mekanisme transmisi kebijakan Keynesian menganggap tingkat suku bunga jangka pendek merupakan jalur yang paling penting dalam mekanisme transmisi. Tingkat suku bunga jangka pendek akan dapat mempengaruhi harga modal (cost of capital) dan pada gilirannya akan meningkatkan pengeluaran.

Menurut Bernanke dan Gertler (1995: 27), dalam

studi empirisnya, menunjukkan bahwa komponen suku bunga sebagai variabel harga modal sangat sulit diindentifikasi. Idealnya sebuah jalur kebijakan moneter akan dapat berpengaruh dalam perspektif jangka panjang. Jalur tersebut harus mampu menjawab teka-teki yang disebut sebagai “kotak hitam”(black box), yang selalu menjadi pertanyaan abadi bagaimana bekerjanya kebijakan moneter sehingga mempengaruhi pendapatan. Jalur kredit mungkin merupakan jawaban terhadap teka-teki “kotak hitam” tersebut. Jalur kredit merupakan jalur yang bersifat jangka panjang, sekaligus jalur yang dapat mengantisipasi keadaan ketidaksempurnaan informasi (imperfect information), dan adanya kemungkinan terjadinya “seleksi yang merugikan” (adverse selection) dan “pamrih buruk” (moral hazard). Jalur kredit dibagi lagi menjadi dua sub jalur yakni jalur pinjaman bank (bank lending channel) dan jalur neraca bank (balance-sheet channel). Skema umum jalur pinjaman bank (bank lending channel) ditunjukkan dengan 9

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

meningkatnya penawaran uang (M), akan menyebabkan kenaikan deposito bank (D). Peningkatan deposito bank akan meningkatkan pinjaman bank (L), kemudian mempengaruhi peningkatan investasi (I) dan pendapatan (Y). (Mishkin,1995b,7-9) M ↑ ⇒ D↑ ⇒ L ↑ ⇒ I↑ ⇒ Y ↑

1

Jalur neraca bank (balance-sheet channel) digerakkan melalui modal (net worth) pada perusahaan. Modal rendah menunjukkan rendahnya jaminan (collateral), mengakibatkan meningkatnya masalah “seleksi yang merugikan” (adverse selection) dan “pamrih buruk” (moral hazard) (as & mh). Sebaliknya modal besar mengindikasikan tingginya jaminan, akan mengurangi masalah “seleksi yang merugikan” dan “pamrih buruk”. Jalur neraca bank bekerja dalam tiga cara, yakni pertama, ketika terdapat kenaikan penawaran uang (M) akan menaikkan tingkat harga (Pe), menurunkan masalah “seleksi yang merugikan” dan “pamrih buruk”. Berikutnya akan meningkatkan pinjaman (L). Peningkatan pinjaman akan berdampak positif terhadap investasi (I), dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan (Y). M ↑ ⇒ Pe ↑ ⇒ as & mh ↓ ⇒ pinjaman (L)↑ ⇒

I ↑ ⇒ Y↑

2

Kedua, jalur neraca bank berperan melalui penurunan tingkat suku bunga (i) akan berpengaruh terhadap meningkatnya aliran modal (cash flow) bank tersebut. Meningkatnya aliran modal justru akan mengurangi masalah masalah “seleksi yang merugikan” dan “pamrih buruk”, yang pada gilirannya akan meningkatkan pinjaman (L), investasi (I), dan pendapatan. (Y). M ↑ ⇒ i ↓ ⇒ aliran modal ↑ ⇒ as & mh ↓ ⇒ L↑ ⇒ I↑ ⇒ Y ↑

3

Ketiga, jalur neraca bank berjalan ketika terdapat kenaikan penawaran uang (M) akan meningkatkan

harga (Pe) yang berdampak pada peningkatan aset

keuangan. Meningkatnya aset keuangan akan menurunkan kemungkinan adanya kesulitan keuangan, sehingga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian aset seperti perumahan dan barang lain. Pembelian aset pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan (Y).

10

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

M ↑ ⇒ Pe ↑ ⇒ aset keuangan ↑ ⇒ kemungkinan dari kesulitan keuangan ↓ ⇒ pengeluaran perumahan dan barang ↑ ⇒ Y ↑

4

Penelitian Sebelumnya Tabel 2 Perbandingan Model King (1986) dan Kim (1999) Model VAR King (1986) VAR Kim (1999) Permintaan kredit King (1986) Penawaran kredit King (1986) Permintaan kredit Kim (1999) Penawaran kredit Kim (1999)

Variabel v = (GNP, DD, LOTH, LC& I, RLOAN, RTB) v= (Y, CPI, L, S, M) Log (LC&I)D = f [LogLC&It-1, RLOAN, PIHAT, RCP6M, LogGNP] Log (LC&I) S = f [LogLC&I t-1, RLOAN, PIHAT, RMORT, LogDD, Time Trend] LD = f [L t-1, (RL-RCB) t , IP t-1 ] LS= f [L t-1 , (RL-RCD) t , DEP , IP t-1, DMY]

Keterangan Variabel : Log(LC&I)=total kredit industri & komersial RMORT = suku bunga rata-rata pegadaian RCP6M = suku bunga CP empat-enam bulan Log(GNP) = pendapatan nasional nominal RLOAN

= suku bunga kredit industri /komersial Log(DD) = permintaan deposito bank komersial PIHAT = prediksi inflasi LOTH = kredit lain (untuk konsumsi dan perumahan)

Time Trend= waktu L = total kredit RL =suku bunga kredit RCB =suku bunga surat berharga RCD =suku bunga sertifikat deposito IP = indeks industri DEP =indeks deposito bank riil DMY = variabel boneka mulai krisis 1997

Studi ini menggunakan model VAR (vector autoregression), dan model ketidakseimbangan kredit (a disequilibrium model of loan market) dengan metode full information maximum likelihood (FIML). Studi serupa telah dilakukan secara lebih khusus oleh King (1986) untuk kasus Amerika Serikat dan Kim (1999) untuk kasus Republik Korea. Meskipun menggunakan model dan metode yang sama, kedua penelitian itu memiliki perbedaan variabel.

11

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

METODOLOGI Dalam studi ini akan digunakan dua model yang diestimasi dengan metode ekonometri yang berbeda. Model pertama adalah model keseimbangan kredit yang menggunakan metode Full Information Maximum Likelihood (FIML). Sedangkan metode impulse response dari Vector Regressions (VAR ) akan dipergunakan untuk mengestimasi peranan jalur kredit dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter. Berikut ini akan dibahas berturut-turut metode FIML, VAR, dan penyajian model yang akan diestimasi. Metode Simultan FIML Metode FIML adalah bagian dari metode maximum likelihood (ML). ML lahir sebagai metode yang menyempurnakan metode ekonometri sebelumnya. Berbeda dengan OLS yang kadang mempunyai estimator tidak efisien dan pada saat lain tidak konsisten, ML akan mempunyai esimator parameter yang konsisten dan dalam sampel yang besar akan efisien asimtotiknya. FIML digunakan untuk mengestimasi

persamaan simultan yang bersifat overidentified. (Pindyk dan

Rubinfeld, 1998: 273) Metode VAR Vector Autoregression (VAR) dikemukakan pertama kali oleh Sims (1980). Latar belakang lahirnya VAR merupakan reaksi terhadap kegagalan model besar makroekonomi dalam mengestimasi situasi perekonomian pada era 70-an. Sims mencoba mengembangkan model ekonometri dengan meminimum-kan pengujian asumsi secara apriori. Sims mempermasalahkan jumlah variabel observasi yang terlalu banyak yang merupakan kendala pada sebuah sistem ekonometri, seperti yang terjadi pada model FRB-MIT yang mempunyai 90 variabel eksogen. (Sims, 1980a, 5) Sims berpendapat jika memang benar-benar simultan pada sekelompok variabel seharusnya semua variabel mempunyai posisi yang sama, sehingga diantara variabel-variabel itu sulit dibedakan antara variabel endogen dan eksogen. Dari sinilah Sims, mulai meragukan eksistensi dari variabel eksogen. (Gujarati : 1995, 746) 12

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Beberapa kritik di atas yang merupakan sumber inspirasi bagi Sims dalam mengembangkan VAR. VAR merupakan kelanjutan dari kritik monetaris terhadap Keynesian. Beberapa karakteristik VAR menunjukkan keberpihakan terhadap moneteris, yakni pertama metode VAR dikembangkan atas dasar kritik terhadap model-model besar tersebut. Kedua, VAR menawarkan model yang sederhana dan menggunakan jumlah variabel yang minimalis, dengan variabel independennya adalah kelambanannya (lag) yang semuanya variabel endogen. Ketiga, VAR merupakan kelanjutan dari uji kausalitas Granger (1969), dan Sims (1972), karakteristik VAR tidak dapat dilepaskan dari karakteristik kausalitas Granger, seperti memfokuskan pada studi terhadap sebuah indentitas. Sebagian besar indentitas ditemukan dalam khazanah pemikiran monetaris seperti teori kuantitas uang (MV=PT); hubungan tingkat suku bunga dengan inflasi (i = r + π), dan beberapa indentitas yang lain. (Gujarati, 1995, 620). Keberpihakan Sims terhadap monetaris juga dapat dilihat dari hasil-hasil studi yang dilakukannya. Artikel pertama Sims mengenai VAR diterbitkan oleh Econometrica pada Januari 1980, menggunakan enam variabel yakni penawaran uang (M), pendapatan nasional riil(Y), tingkat gaji (W), tingkat harga (P) dan, tingkat harga impor (PM). Studi ini membandingkan antara Amerika Serikat dan Jerman, pada kurun waktu 1949-1975. Studi kedua Sims (1980b: 250) yang diterbitkan oleh American Economic Review, Mei 1980, membandingkan siklus bisnis (business cycle) pada masa perang dan paska perang di Amerika Serikat. Hasil studi ini membenarkan pendirian monetaris bahwa penawaran uang sangat berperan pada masa perang, namun tidak berperan pada paska perang. Di dalam VAR terdapat tiga metode estimasi, yakni kausalitas, impulse response, dan variance decomposition. Berikut ini akan dijelaskan satu persatu : Kausalitas VAR juga dapat digunakan analisis kausalitas, selain uji kausalitas Granger. Uji kausalitas VAR juga sering disebut sebagai uji kausalitas Sims, karena kemukakan pertama kali oleh Sims (1972). Untuk menggambarkan perbedaan uji 13

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

kausalitas Granger dan Sims, dapat dilihat dalam ilustrasi persamaan berikut ini (Thomas : 1997; 461) Uji kausalitas Granger (1969) yt = α0 + α1y t-1 + α2y t-2 + α3y t-3 + β1x t-1 + β2 x t-2 + β3I t-3 + ε t

5

Uji kausalitas Sims (1972) xt = γ0 + γ1 x t-1 +γ2x t- 2 + γ3x t- 3 + δ1 y t+3 + δ2 y t+2 + δ3 y t+1 + δ4 y t-1 + δ4 y t-2 + δ4 y t-3 + ε t

6

Perbedaan fundamental antara uji kausalitas Granger dan Sim

yang

pertama terletak pada penggunaan variabel akan datang, yang tidak terdapat pada uji kausalitas Granger. Uji kausalitas Granger hanya memasukkan variabel masa lampau, sedangkan uji kausalitas Sims menggunakan keduanya. Kedua, perbedaan lain adalah pada penentu signifikansi pada uji kausalitas Granger menggunakan uji serentak atau F-statistik, sedangkan uji kausalitas Sims, lebih melihat secara uji individual (t-statistik). VAR secara subtansial lebih dekat dengan kausalitas Sims namun secara teknikal lebih dekat dengan kausalitas Granger. Hal ini dapat dilihat dari konstruksi model, dapat dijelaskan secara sederhana sebagai berikut misalkan terdapat dua variabel endogen indeks produksi (IP) dan penawaran uang (M1) maka bentuk model VAR akan diformulasikan sebagai berikut : (Gujarati: 1995: 747) IPt

= α11IPt-i

+ α12 M1t-1 + ε1 t

7

M1t

= α21IPt-i

+ α22 M1t-1 + ε2 t

8

Perubahan ε1 t akan berpengaruh terhadap perubahan nilai IP. Perubahan tersebut akan merubah semua nilai

IP dan M1 yang akan datang , sejak variabel IP

kelambatan (IPt-1) terjadi pada kedua persamaan itu. Jika terdapat inovasi, ε1t dan ε2 t tidak berkorelasi, interpretasi akan berlaku terus menerus. ε1 Sedangkan

t

adalah inovasi untuk IP dan ε2

t

adalah inovasi untuk M1.

ε2t adalah mengukur efek dari salah satu standar deviasi sebuah

kebijakan (shock) moneter terhadap variabel IP dan M1 yang diteliti pada saat ini dan yang akan datang. (Eviews; 1997; 497). 14

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Responsi Terhadap Adanya Aksi (Impulse Response) Responsi Terhadap Adanya Aksi adalah salah satu asesoris pada VAR yang digunakan untuk melihat respon variabel endogen terhadap adanya pengaruh inovasi (shock) variabel endogen yang lain (Pindycks dan Rubinfeld; 1991: 385). Inovasi diinterpretasikan sebagai “goncangan kebijakan” (policy shock), lihat Bernanke dan Blinder (1992: 902) atau juga sering disebut aksi.Secara statistis responsi terhadap adanya aksi dirumuskan dalam persamaan Sims (1980b, 256257). Jika kita mempunyai sebuah model linier vektor stokastik x yang diformulasikan sebagai berikut: ∞

xt = Σ As et-s

9

s=o

Dimana et = xt – E(xt | xt-1 ,xt-2 , ), kemudian memilih matrik trangular B, sehingga menghasilkan Bet yakni sebuah kovarian diagonal matriks dan B juga mempunyai diagonalnya sendiri, oleh karena itu A perlu dipindah menjadi C = AB1 dan e menjadi f = Be, sehingga menjadi : ∞

xt = Σ Cs f t-s

10

s=o

Dari formula di atas koefisien C adalah responsi terhadap adanya aksi atau inovasi (responses to innovations). Dekomposisi Varian (Variance Decomposition) Dekomposisi varian merupakan metode lain dari sistem dinamik dengan menggunakan VAR. Jika responsi terhadap adanya aksi menunjukkan efek dari sebuah kebijakan (shock) variabel endogen terhadap variabel lain. Sebaliknya dekomposisi varian

akan menguraikan inovasi pada sebuah variabel endogen

terhadap komponen goncangan (shock)

variabel endogen yang lain di dalam

VAR.Berhubungan dengan persamaan 3.6. di atas, perlu ditetapkan terlebih dahulu matriks varian-kovarian dari xt – E(xt | xt-k’ ,xt -k –1’ ,… ) pada periode k sehingga persamaannya:

15

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

k

Vk = Σ Cs Var(f t ) C’s

11

s=o

Sehingga nilai Var(ft) inilah yang disebut sebagai dekomposisi varian. MODEL ESTIMASI Model Keseimbangan Kredit Model keseimbangan kredit pada hakekatnya adalah model ketidakseimbangan pasar kredit (disequilibirum a loan market). Dalam mengestimasi model ini akan menggunakan fungsi likelihood dan metode maximum likelihood. Model ini telah dikembangkan oleh Fair dan Kalejian (1974: 178), Laffont dan Garcia (1977; 1188-1190), Sealey (1979; 691), King (1986;297) dan Kim (1999; 22-24). Kemudian dimodifikasi menjadi model berikut ini : LKREDtD = α0 + α1 LSKRED + α2 LSBI + α3 LGDPR

12

LKREDtS = β0 + β1 LSBI + β3 LDEP + β4 LGDPR + β5DUM

13

D t

S

LKREDt = min (LKRED , LKREDt )

Comment [LH1]: Comment [LH2]: Comment [LH3]: Comment [LH4]:

14

Tabel 3 Hubungan Antar Variabel Secara Teoritis Variabel Dependen LKREDtD LKREDtS

Variabel Independen LSKRED +

LSBI -

LGDPR LDEP + + +

DUM +

Pada model permintaan kredit (LKREDtD), variabel independen yang berpengaruh positif terhadap variabel dependen adalah variebel suku bunga kredit (LSKRED), dan variabel output riil (LGDPR). Variabel yang mempunyai pengaruh negatif adalah suku bunga oblikasi yang diwakili oleh suku bunga SBI (LSBI). Sementara itu, pada model penawaran kredit (LKREDtS), variabel yang mempunyai hubungan positif adalah variabel output riil (LGDPR), total deposito (LDEP) dan variabel boneka (DUM) yang merupakan representasi dari situasi krisis ekonomi Indonesia mulai periode 1997.1. Varibel yang mempunyai hubungan negatif adalah suku bunga SBI (LSBI). 16

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Berikut ini adalah deskripsi variabel dua model di atas Tabel 4 Diskripsi Data Model Simultan Variabel KREDtD = KREDtS =volume kredit permintaan (D) dan penawaran(S) SBI = suku bunga jangka pendek obligasi GDPR = output SKRED = suku bunga kredit DEP = deposito bank DUM = variabel boneka

Diskripsi total kredit dari beberapa kelompok perbankan dan kelompok alokasi suku bunga Sertifikat Bank Indonesesia (SBI) Pendapatan nasional riil harga konstan 1993 besarnya bunga kredit jangka panjang, minimal 3 tahun Total deposito 1 bulan variabel berkaitan dengan krisis moneter

Model VAR Model VAR telah banyak digunakan untuk melihat pengaruh kebijakan moneter Diantaranya adalah Gordon dan Leeper (1994; 1233-1245), yang melihat dampak dinamis dari kebijakan moneter. Model VAR juga dapat untuk mengukur efektifitas kebijakan moneter seperti yang dilakukan oleh Rudebusch, (1998; 907931). Salah satu alasannya mengapa VAR lebih cocok untuk melihat pengaruh sebuah kebijakan, adalah VAR menganggap semua variabel adalah endogen. VAR pertama kali dikembangkan oleh Sims (1980: 1-7), sebagai reaksi terhadap pendekatan ekonometri simultan tradisional. VAR juga sering dianggap sebagai pendekatan “atheoritical” atau tidak mendasarkan pada teori ekonomi tertentu, oleh karenanya metode VAR juga dapat mengestimasi persamaan indentitas, seperti halnya kausalitas Engle-Granger. (Thomas 1997; 457-462). Gujarati (1995; 746-753). Secara konvensi studi mekanisme transmisi kebijakan moneter dengan menggunakan model VAR, minimal terdapat tiga variabel pokok yakni variabel output; variabel harga dan juga variabel tingkat suku bunga. (Ramaswamy dan Slok, 1998: 379). Pada model ini terdapat 5 variabel yakni terdiri atas volume kredit (LKRED); output riil (LGDPR); penawaran uang (M2); suku bunga PUAB; dan

17

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

suku bunga SBI. Kelima variabel itu akan diestimasi dengan metode VAR dengan formulasi seperti di bawah ini : ∆Xt = α + Σ 5i = 1Ai∆Xt-1 + ut, E(ut us) = Ω, if t ≠s

18

Di mana Ai matriks kuadrat; ut menunjukkan rata-rata vektor zero, tidak ada korelasi variabel, dan kesejajaran matriks varian Ω, diasumsikan positif dan simetris; α adalah 3X1 vektor kolom dari parameter-parameter; vektor Xit adalah variabel-variabel endogen di atas. Tabel 5 Diskripsi Data Model VAR Variabel KRED= total kredit M2= penawaran uang GDPR = output riil SBI = suku bunga jangka pendek obligasi PUAB = suku bunga jangka pendek perbankan

Diskripsi Total kredit dari beberapa kelompok perbankan dan kelompok alokasi Uang luas Pendapatan nasional riil harga konstan 1993 Suku bunga Sertifikat Bank Indonesesia (SBI) Suku bunga antar bank (intercall money), over night

ANALISIS HASIL Pada bab ini akan dibahas hasil pengolahan data dari dua model yang diestimasi yakni model keseimbangan kredit dan model VAR. Pembahasan akan mencakup uji prasyarat, analisis hasil, dan interpretasi ekonomi. Model Ketidakseimbangan Kredit Identifikasi Model Uji identifikasi bertujuan untuk mencari apakah persamaan yang diestimasi termasuk

dalam kategori kurang

terindentifikasi

(underidentified),

tepat

terindentifkasi (exactindentified), dan sangat teridentifikasi (overidentified). Persamaan yang termasuk dalam kategori kurang teridentifikasi, hanya dapat diestimasi dengan metode indirect least square (ILS). Sedangkan persamaan yang masuk dalam tepat dan sangat terindentifikasi dapat diestimasi dengan metode simultan antara lain TSLS, FIML, dan GMM.

18

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Seperti telah dijelaskan di muka, formula dari kategori kurang terindentifikasi adalah [(K-k)<(m-1)]. Adapun syarat untuk persamaan yang termasuk tepat dan sangat teridentifikasi harus memenuni kriteria masing-masing [(K-k)=(m-1)] untuk tepat terindentifksi dan [(K-k)>(m-1)] untuk sangat terindentifikasi. Apabila dilihat dari kedua persamaan yang akan diestimasi, ditemukan besarnya (K-k) pada persamaan permintaan dan penawaran kredit masing-masing 5 dan 4. Untuk kedua persamaan itu jumlah (m-1) masing-masing sebanyak 1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua persamaan itu termasuk sangat terindentifikasi (over identified), maka metode simultan dalam model ini dapat diterapkan. Sesuai dengan beberapa referensi sebelumnya, metode simultan yang digunakan dalam mengestimasi model ini adalah Full Information Maximum Likelihood (FIML). Tabel 6 Uji Indentifikasi Persamaan Simultan Persamaan Permintaan Kredit Penawaran Kredit

K-k 5 4

m-1 1 1

Keterangan over identified over identified

Hasil Estimasi Permintaan Kredit LKRED

=12,41

+ 0,0006LSKRED (0.591324)

(4.541)

+ 2,616LSBI (26.066)

− 1,145LGDPR (-4,138) R2 = 0,624619 DW= 1,024147

Penawaran Kredit LKRED

=12,40 4.59

+ 2,614LSBI 26.63

+ 0,000092LDEP -0.21

F = 22.18613

− 1,144LGDPR -4.26

+ 0,0008DUM 1.47

R2 = 0,624737 DW= 1,024147

F=16.23178

19

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Uji Statistik Pada uji ini akan dibandingkan semua persamaan dengan menggunakan uji parsial (uji-t), uji serentak (uji-F), dan uji goodness of fit (R2). Sistematika pembahasannya akan dimulai dari uji serentak dan uji goodness of fit, terakhir uji parsial. Uji serentak bertujuan mendeteksi apakah semua variabel independen secara serentak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan uji-F, dengan menggunakan α =0.05 untuk dua sisi. Dengan menggunakan tabel-F, terlebih dahulu diketahui f1 yakni variabel independen plus konstanta, dan f2 adalah pengurangan antara sampel dengan f1, maka ditemukan nilai F-tabel. Apabila F-statistik bernilai lebih besar dari pada nilai F-tabel, maka persamaan tersebut lolos uji F. Sebaliknya jika F-statistik berada di bawah nilai Ftabel, maka persamaan tersebut tidak lolos uji F. Dari hasil uji-F ditemukan bahwa dari dua persamaan itu semuanya lolos uji. Tabel 7 Pengujian Serentak (Uji F) Persamaan Permintaan Kredit Penawaran Kredit

F-stat 22.18613 16.23178

F-tabel 2,61 2,61

Keterangan lolos lolos

Berikutnya adalah uji goodness of fit (R2). Uji ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar variasi dari variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Dari tabel 5.3 terlihat bahwa kedua persamaan mempunyai R2 sebesar 0,6. Artinya variasi variabel independen dari persamaan permintaan dan penawaran kredit dapat menjelaskan 60 % dari variabel dependen. Tabel 8 Uji Goodness of fit (R2) Persamaan Permintaan Kredit Penawaran Kredit

R2 0,624619 0,624737

Keterangan dapat menjelaskan 60% dapat menjelaskan 60%

20

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Uji parsial bertujuan untuk menetapkan signifikansi hubungan setiap variabel independen terhadap variabel dependen. Uji ini menggunakan uji t., dengan besarnya t-tabel 1,684. untuk semua persamaan ternyata hanya sedikit yang lolos. Pada persamaan permintaan kredit (LKREDD)yang lolos uji-t adalah hubungan antara LSBI ⇒ LKREDD dan LGDPR ⇒ LKREDD. Untuk persamaan penawaran kredit (LKREDS) adalah LSBI ⇒ LKREDS dan LGDPR ⇒ LKREDD. Dengan demikian yang berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran kredit adalah suku bunga administrasi atau yang ditetapkan pemerintah yakni LSBI dan pendapatan nasional riil. Tabel 9 Pengujian Parial (Uji t) LKREDD LKREDS

LSKRED Tidak

LSBI Lolos Lolos

LGDPR LDEP Lolos Lolos Tidak

DUM Tidak

Ket: : t-tabel = 1,684

Uji Ekonomi Dari uji ekonomi akan diperlihatkan bahwa terdapat beberapa variabel sesuai dengan teori, tetapi beberapa yang lain tidak. Pada persamaan permintaan kredit, tidak ditemukan hubungan antar variabel yang sesuai dengan teori. Hubungan antar variabel yang sesuai teori pada persamaan penawaran kredit ditemukan dalam hubungan LGDPR ↑ ⇒ LKREDS ↑ dan DUM ↑⇒ LKREDD ↑. Interpretasi Ekonomi Persamaan Permintaan Kredit Pada persamaan permintaan kredit, hubungan suku bunga kredit (LSKRED) terhadap total kredit (LKREDD)menunjukkan hubungan positif. Berarti jika suku bunga kredit mengalami peningkatan maka total kredit juga akan meningkat. Hal ini tidak sesuai dengan teori. Secara teoritis semestinya hubungan suku bunga kredit terhadap total kredit adalah negatif. LSKRED ↑ ⇒ LKREDD↑

19

21

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Demikian halnya, yang terjadi hubungan antara suku bunga SBI terhadap permintaan kredit (LKREDD). Hubungan teoritis antara dua variabel itu adalah negatif. Artinya jika suku bunga SBI naik maka permintaan krediti akan turun. Temuan empiris berkata lain, ternyata hubungan kedua variabel itu menunjukkan tanda positif. Berarti jika suku bunga SBI naik maka total kredit juga naik. LSBI ↑

⇒ LKREDD ↑

20

Tabel 10 Uji Ekonomi LKREDD LKREDS

LSKRED +

LSBI + +

LGDPR LDEP + -

DUM +

Sementara itu, secara empiris hubungan antara pendapatan nasional riil terhadap total kredit mempunyai hubungan berkebalikan. Peningkatan pendapatan nasional akan diikuti dengan peningkatan permintaan terhadap kredit. Padahal secara teoritis hubungan keduanya semestinya positif, maka temuan empiris inipun tidak sesuai dengan teori. LGDPR ↑ ⇒ LKREDD↓

21

Penawaran Kredit Pada penawaran kredit hubungan suku bunga SBI terhadap total kredit menunjukkan hubungan positif. Artinya jika tingkat suku bunga SBI mengalami peningkatan maka penawaran kredit juga akan meningkat. Hal ini berbeda dengan teori, yang menyatakan bahwa hubungan keduanya adalah negatif. LSBI

↑ ⇒ LKREDS ↑

22

Berikutnya adalah hubungan deposito terhadap penawaran kredit. Deposito adalah cara paling murah untuk mendapatkan tambahan dana segar bagi perbankan. Oleh sebab itu, hubungan antara deposito dengan penawaran kredit semestinya positif. Hasil estimasi menunjukkan hal yang sebaliknya. Kenaikan deposito justru akan menurunkan penawaran kredit. LDEP

↑ ⇒ LKREDS ↓

23 22

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Dalam model penawaran kredit hubungan antar variabel yang sesuai dengan teori adalah pengaruh pendapatan nasional riil dan variabel boneka terhadap penawaran kredit. Variabel boneka representasi dari kondisis krisis ekonomi. LGDPR ↑ ⇒ LKREDS ↑

24

Dari formula 5.6 terlihat bahwa jika pendapatan nasional riil meningkat maka akan terjadi peningkatan juga terhadap penawaran kredit. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan output riil nasional akan mendorong peningkatan penawaran kredit. DUM

↑ ⇒ LKREDS ↑

25

Sementara itu, hubungan variabel krisis yang diwakili oleh variabel boneka (dum) mempunyai pengaruh positif terhadap penawaran kredit. Hal itu berarti krisis ekonomi mempunyai dampak langsung terhadap penawaran kredit, berarti dengan adanya krisis ekonomi kredit semakin meningkat. Hal ini bertentangan dengan teori. Teori menyatakan bahwa pada masa krisis ekonomi cenderung akan terjadi credit crunch (kegentingan kredit). Kegentingan kredit mendorong semakin menurunnya pasok kredit ke masyarakat. Analisis Hasil Estimasi Impulse Response Responsi terhadap inovasi (impulse response) merupakan salah satu alat estimasi dari metode VAR yang paling penting. Alat ini telah banyak digunakan oleh berbagai studi untuk mengestimasi beberapa hubungan variabel. Impulse response

adalah

responsi

sebuah

variabel

dependen

jika

mendapatkan

goncangan/inovasi (shock) variabel independen sebesar 1 % standar deviasi. Analisis ini merupakan analisis perbandingan antara masa sebelum dan ketika krisis. Masa sebelum krisis meliputi 28 kuartal atau 1990.1-1996.4, sedangkan masa krisis mencakup 16 kuartal yaitu 1997.1-2000.4. Perbandingan Peranan Kredit dan M2 Perbandingan peranan kredit dan M2 dalam mempengaruhi output telah menjadi isu utama dalam perbincangan mengenai jalur kredit. Pada masa sebelum krisis 1990.1-1996.4, terlihat bahwa responsi output riil terhadap inovasi M2 jauh 23

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

lebih responsif, dibandingkan dari inovasi Kredit. Responsi output riil terhadap inovasi M2 terletak di atas garis dasar (base line) atau positif. Sementara itu, responsi output riil terhadap kredit berada di bawah garis dasar atau negatif. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pada periode sebelum krisis pengaruh M2 terhadap output riil jauh lebih kuat dari pada kredit, lihat gambar 3. Pada masa krisis atau periode 1997.1-2000.4, sampai dengan 7 kuartal pertama responsi output riil terhadap inovasi M2 dan kredit di bawah garis dasar atau negatif. Memasuki kuartal ke-8, pengaruh kredit sudah bergerak positif jauh meninggalkan M2. Pengaruh M2 sendiri mulai tampak pada kuartal 10 sampai dengan kuartal ke-14, besarnya pengaruh tetap masih kalah dengan kredit. Dengan

Gambar 3 Perbandingan Responsi GDPR Terhadap Inovasi M2 dan Kredit 1990.1-1996.4

Response of LGDPR to One S.D. Innovations 0.03 0.02 0.01 0.00 -0.01 -0.02 -0.03 5

10

15 LKRED

20

25

LM2

24

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Gambar 4 Perbandingan Responsi GDPR Terhadap Inovasi M2 dan Kredit 1997.1-2000.4 Response of LGDPR to One S.D. Innovations 0.02

0.01

0.00

-0.01

-0.02 2

4

6

8 LKRED

10

12

14

16

LM2

begitu dapat dinyatakan bahwa pada masa krisis ekonomi kredit lebih berpengaruh terhadap output riil dibandingkan oleh M2, lihat gambar 4. Berarti dengan temuan itu menjawab tesis apakah jalur kredit berperan dalam krisis ekonomi yang tengah berlangsung? Seperti tesis Kim (1999) untuk kasus Korea Selatan. Studi ini berhasil membuktikan peranan jalur kredit dalam mekanisme transmisi Indonesia pada masa krisis ekonomi Perbandingan Peranan Suku Bunga SBI dan PUAB Isu yang tidak kalah penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah peranan suku bunga jangka pendek sebagai instrumen kebijakan. Seperti telah disinggung di muka studi Agung (1998), peneliti dari Bank Indonesia, menemukan peranan suku bunga SBI sebagai instrumen yang baik dalam MTM Indonesia. Peneliti lain dari Bank Indonesia, Zulverdi dan Warjiyo (1998) lebih menjagokan suku bunga PUAB sebagai instrumen kebijakan moneter. Oleh karena 25

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

itu, dalam sub bab ini akan membahas perbandingan peranan suku bunga SBI dan PUAB terhadap kredit, lihat gambar 5. Pada masa sebelum krisis ekonomi (1990.1-1996.4), reaksi kredit lebih responsif terhadap inovasi suku bunga PUAB dibandingkan dengan suku bunga SBI. Responsi kredit terhadap suku bunga SBI selalu negatif atau di bawah garis dasar. Reaksi kredit terhadap inovasi suku bunga PUAB positif sampai dengan kuartal 15, kemudian bergerak di bawah garis dasar. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pada masa sebelum krisis suku bunga PUAB lebih kuat berpengaruh terhadap kredit dibandingkan suku bunga SBI. (lihat gambar 5.3)

Gambar 5 Perbandingan Responsi Kredit Terhadap Inovasi SBI dan PUAB 1990.1-1996.4 Response of LKRED to One S.D. Innovations 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00 -0.05 2

4

6

8 LSBI

10

12

14

16

LPUAB

Situasi yang hampir sama terjadi pada masa krisis ekonomi, dimana suku bunga PUAB juga lebih berpengaruh terhadap kredit dibandingkan suku bunga PUAB. Seperti ditunjukkan dalam gambar 6 responsi kredit terhadap suku bunga PUAB menunjukkan fluktuasi yang sangat berarti. Sampai dengan kuartal ke-6 responsi dari kredit ditunjukkan pergerakan di atas garis dasar, kemudian setelah itu menurun di bawah garis dasar. Sedangkan responsi terhadap suku bunga SBI 26

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

selalu berada di bawah atau tepat pada garis dasar, sehingga pengaruhnya tidak tampak. Oleh karena itu, suku bunga PUAB pada masa krisispun tetap memberikan pengaruh yang kuat terhadap kredit. Gambar 6 Perbandingan Responsi Kredit Terhadap Inovasi SBI dan PUAB 1997.1-2000.4

Response of LKRED to One S.D. Innovations 0.6

0.4

0.2

0.0

-0.2 2

4

6

8 LSBI

10

12

14

16

LPUAB

KESIMPULAN DAN SARAN Studi peranan jalur kredit ini membagi analisis menjadi dua yaitu analisis mengenai keseimbangan kredit dan analisis peranan jalur kredit dalam makanisme transmisis kebijakan moneter. Analisis mengenai keseimbangan kredit diselesaikan dengan menggunakan model ketidakseimbangan (disequilibrium) kredit

yang

diestimasi dengan menggunakan metode Full Information Maximum Likelihood (FIML). Sedangkan analisis mengenai peranan jalur kredit menggunakan metode impulse response salah bagian dari metode Vector Autoregression (VAR). Hasil analisis keseimbangan kredit menunjukkan bahwa sebagian besar hasil estimasi tidak sesuai dengan teori. Meskipun demikian, beberapa

interpretasi

faktual telah didapatkan. Pada persamaan permintaan dan penawaran kredit, variabel dependen yang sangat kuat berpengaruh terhadap variabel independen (LKREDt) adalah suku bunga SBI dan output riil (GDPR). Hal ini menandakan bahwa baik kebijakan pemerintah dalam hal ini suku bunga SBI dan kemajuan 27

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

ekonomi masyarakat yang diwakili oleh GDPR merupakan pendorong kuat dari permintaan dan penawaran kredit. Dalam model VAR mengenai perbandingan peranan jalur kredit (KRED) dengan jalur uang (M2) dalam mempengaruhi output riil, dihasilkan bahwa pada masa sebelum krisis M2 jauh lebih berperan dari pada kredit. Namun pada masa krisis, kredit justru lebih berperan di bandingkan M2. Dengan demikian jalur kredit lebih berperan pada masa krisis. Dalam model VAR yang kedua membandingkan peranan suku bunga SBI dan suku bunga PUAB dalam mempengarui kredit. Hasil empiris menunjukkan bahwa suku bunga PUAB baik pada masa sebelum krisis maupun ketika krisis, lebih berperanan dibandingkan suku bunga SBI. Meskipun suku bunga PUAB layak menjadi instrumen kebijakan moneter, dan SBI secara gradual telah diganti T-Bills, perlu dipikirkan adanya suku bunga jangka pendek yang secara langsung dapat dikendalikan oleh Bank Indonesia. Demi menghindari adanya fenomena kegentingan kredit (credit crunch), Pemerintah perlu terus menerus mendorong perbankan untuk lebih serius dalam manyalurkan kreditnya. Daftar Pustaka Agung, Juda, (1998), “Financial Deregulation and the Bank Lending Channel in Developing Countries: The Case of Indonesia", Asian Economic Journal, Vol 12 No 3, hlm 273-294 Agung, Juda, (2000), “Financial Constraint, Firm's Investments and The Channel of Monetary Policy in Indonesia", Applied Economics, Vol 32, hlm 1637-1646 Becker, Torbjorn. (1997), "An Investigation of Ricardian Equivalence in a Common Trends Model," Journal of Monetary Economics, 39, hlm 405-431 Bernanke, Ben S dan Alan S. Blinder, (1988), "Credit, Money, and Aggregate Demand," AEA Papers and Proceedings, Vol 78 No 2, May, hlm 435-439 28

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Bernanke, Ben S dan Alan S. Blinder, (1992), "The Federal Funds Rate and the Channels of Monetary Transmission", The American Economic Review, , Vol 82, September, hlm 901-921 Bernanke, Ben S dan Mark Gertler, (1995), “Inside the Black Box: The Credit Channel of Monetary Policy Transmission,” Journal of Economic Perspectives, Vol 9 No 4, Fall, hlm 27-48 Binhadi, (1995), Financial Sector Deregulation, Banking Development and Monetary Policy: The Indonesian Experience 1983-1993, Jakarta : Institut Bankir Indonesia. Boediono, (1998), “Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Vol 1 No 1, Juli, hlm 1-4 Brunner, Karl dan Allan H. Meltzer, (1988), "Money and Credit in the Monetary Transmission Process," AEA Papers and Proceedings, Vol 78 No 2, May, hlm 446-454 Chusman, David O. dan Tao Zha, (1997), "Identification Monetary Policy in a Small Opern Economy under Flexible Exchange Rates", Journal of Monetary Economics, 39, hlm 433-448 Cochrane, John H. (1998), "What Do The VARs Mean? Measuring The Output Effect of Monetary Policy," Journal of Monetary Economics, 41, hlm 277-300 Coleman, Wilbur John, II, (1996), " Money and Output: A Test of Reverse Causation, " The American Economic Review, Vol 86, No 1, March, hlm 90-111. Dueker, Michael J. (2002), "The Monetary Policy Innovation Paradox in VARs: A" Discrete" Explanation," Review, Federal Reserve Bank of St. Louis, March/April, Vol 84 No 2, hlm 43-49. Engle, RF, dan CWJ Granger, (1991), Long-Run Economic Relationships: Reading in Cointegration, New York : Oxford University Press. Fair, Ray C dan Harry H. Kelejian, (1974) “ Methods of Estimation for Market in Disequilibrium : A Further Study” Econometrica, Vol 42 No 1, January, hlm 177-190

29

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Friedman, Benyamin M. (1988), "Monetary Policy Without Quantity Variables," AEA Papers and Proceedings, Vol 78 No 2, May, hlm 440445 Getler, Mark dan Simon Gilchrist, (1993), “The Role of Credit Market Imperfections in the Transmission of Monetary Policy: Argument and Evidence”, Scandinavian Journal of Economics, January, 95:1, hlm 4364 Getler, Mark dan Simon Gilchrist, (1994), “Monetary Policy, Business Cycles, and The Behavior of Small Manufacturing Firms”, Quarterly Journal of Economics, Vol CIX Issue 2, May, hlm. 309-340 Gordon, David B dan Eric M. Leeper, (1994), “The Dynamic Impacts of Monetary Policy: An Exercises in Tentative Identification”, Journal of Political Economy Vol. 102 No 6, hlm. 1228-1247 Greene, William H, (2000), Econometric Analysis, 4th, New Jersey: Prentice Hall Gujarati, Damodar, (1995), Basic Econometrics, McGraw-Hill; Singapore. Hakim, Lukman dan Nopirin, (2001), "Perbandingan Peranan Jalur Kredit dan Jalur Tingkat Suku Bunga pada Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter 1990-1999", Sosiohumanika, Program Pascasarjana UGM, Vol 14, No 1, Januari. Hamilton, James D. (1997), "Measuring The Liquidity Effect," The American Economic Review, March, Vol 87, No 1, hlm. 80-97 Harris, RID, (1995), Using Cointegration Analysis in Econometric Modelling, Marylands Avenue: Prentice Hall. Hendry, David F, (1995), Dynamic Econometrics, New York : Oxford University Press. Joseph, Charles dan Anton H. Gunawan, (2000), Monetary Policy and Inflation Targeting in Emerging Economies, Jakarta : Bank Indonesia dan IMF Kakes, Jan. (2000), Monetary Transmission in Europe: The Role of Financial Markets and Credit, Messachusetts USA: Edward Elgar Publishing

30

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Kashyap, Anil K, Jeremy C. Stein, dan David W. Wilcox, (1993), “ Monetary Policy and Credit Conditions: Evidence from the Composition of External Finance,” American Economic Review Vol 83, No1, March, hlm. 78-98 Kashyap, Anil K, Owen A. Lamont, dan Jeremy C. Stein, (1994), “Credit Conditions and The Cyclical Behavior of Inventories” Quaterly Journal of Economics, August, hlm. 565-591 Kim, Hyun E, (1999), “ Was the Credit Channel a Key Monetary Transmission Mechanism following the Recent Financial Crisis in the Republic of Korea”, Policy Research Working Paper 2103, The World Bank, April. King, Stephen R, (1986), “Monetary Transmission: Trough Bank Loans or Bank Liabilities” Journal of Money, Credit and Banking, Vol 18 No 3 August, hlm 290-303 Kiyotaki, Nobuhiro, dan John More, (1997), "Credit Cycle," Journal of Political Economy Vol. 105, No 2, hlm. 211-247 Laffont, Jean Jacques dan Rene Garcia, (1977), “Disequilibrium Econometrics for Business Loans”, Econometrica, , Vol 45, No 5, July, hlm. 1187- 1204 Leeper, Eric M, Christopher A. Sims, dan Tao Zha (1996), "What Does Monetary Policy Do? " Brooking Papers on Economic Activity, November, diambil dari ftp.econ.yale.edu/pub/sims/bpea. Leeper, Eric M. (1997), "Narrative and VAR Approaches to Monetary Policy: Common Identification Problems", Journal of Monetary Economics, 39, hlm 641-657 Meltzer, Allan H. (1995), "Monetary, Credit and (Other) Transmission Process: A Monetarist Perspective, " Journal of Economic Perspectives, Vol 9 No 4, Fall, hlm 49-72 Meng, Choy Keen, (2000), "Sources of Macroeconomic Fluctuation in Singapore: Evidence from A Structural VAR Model, " The Singapore Economic Review, Vol 44, No 1, hlm 74-98. Miskhin, Frederic S. (1995), “ Symposium on the Monetary Transmission Mechanism,” Journal of Economic Perspectives, Vol 9 No 4, Fall, hlm 3-10 31

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Pindyck, Robert S dan Daniel L. Rubinfeld, (1998), Econometric Models and Economic Forecast, 4 th, Singapore: McGraw-Hill International Studies. Romer, Christina D dan David H. Romer. (1997), "Identification and The Narrative Approach: A Reply to Leeper", Journal of Monetary Economics, 39, hlm 656-665 Rudebusch, Glenn D, (1998), “Do Measures of Monetary Policy in a VAR Make Sense”, International Economic Review Vol 39 No 4 November, hlm. 907-931 Sarwono, Hartadi A dan Perry Warjiyo, (1998), "Mencari Paradigma Baru Manajemen Moneter Dalam Sistem Nilai Tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran Untuk Penerapannya di Indonesia", Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Vol.1, No.1, July. hlm 5-23 Sealey, CW JR, (1979), "Credit Rationing in the Commercial Loan Market: Estiamtes of a Structural Model Under Conditions of Disequilibrium, " The Journal of Finance, Vol XXXIV, No 3, June, hlm. 689-702. Sims, Christopher A. (1980a), “Macroeconomic and Realty”, Econometrica, January, Vol 48, No 1, hlm. 1- 48 Sims, Christopher A. (1980b), “Comparison of Interwar and Postwar Business Cycles: Monetarism Reconsidered", The American Economic Review, January, Vol 70, No 2, hlm. 250-257 Stiglitz, Joseph E dan Andrew Weiss, (1981), "Credit Rationing in Markets with Imperfect Information, " The American Economic Review, Vol 1, No 3, June, hlm 440-445 Thomas, RL, (1997), Modern Econometrics: An Introduction, England : Addison-Wesley. Warjiyo, Perry dan Doddy Zulverdi, (1998), “Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter di Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Vol. 1 No 1, Juli . hlm 25-58 Warner, Elizabeth J dan Christopher Georges, (2001), "The Credit Channel of Monetary Policy Transmission: Evidence from Stock Returns," Economic Inquiry, Vol 39, No1, January, 74-85

32

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

LAMPIRAN Uji Akar-akar Unit Seperti telah disinggung di muka biasanya data yang digunakan pada VAR tidak stasioner, oleh karena itu perlu dilakukan uji akar-akar unit. Uji akar-akar unit pada penelitian ini menggunakan uji Dickey-Fuller (DF) dan Augmented Dickey-Fuller (ADF). (Thomas, 2000, 405-409) : k

DX = a0 + a1 BXt + S bi Bi DXt

27

i=1

k

DX = c0 + c1T + c2 BXt + S bi Bi DXt

28

i=1

Formula 12 adalah DF test, pada persamaan itu mengandung intersep (a0) namun tidak mengandung variabel kecenderungan waktu atau trend (T). Sedangkan formula 13 adalah ADF test yang mengandung intersep (c0 ) dan variabel kecenderungan waktu (T). Hasil dari uji DF dan ADF harus dibandingkan dengan tabel nilai kritik McKinnon, jika hasil uji DF dan ADF lebih rendah dari nilai tabel, maka perlu uji derajad integrasi. Uji derajad integrasi tidak lain adalah transformasi derivatif dari data tersebut, tujuannya adalah mencari derajat integrasi yang sama diantara data dari variabel yang diteliti. Biasanya data VAR, mencapai derajat integrasi sama pada derajat satu atau I(1). Penetapan Tingkat Kelambanan (lag) Optimal Salah satu kesulitan menggunakan VAR adalah penetapan kelambanan

tingkat

yang optimal. Beberapa penelitian mutakhir tentang VAR untuk

menetapkan tingkat kelambanan yang optimal menggunakan Akaike information criteria (AIC) dan Schwarz criteria (SC). Baik AIC ataupun SC kadang juga dipergunakan sebagai pengganti R2 (cofficient of determination), sehingga R2 bukan satu-satunya indikator validitas sebuah model ekonometri. (Thomas, 1997; 181-182) (Greene, 2000; 306). Namun sejak variabel kelambanan banyak

33

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

digunakan pada model-model ekonometri, AIC dan SC juga dapat digunakan untuk menetapkan tingkat kelambanan yang optimal. (Greene, 2000; 717) :

AIC (q) = log (e’e)/T + 2q/T

29

SC(q) = AIC (q) + (q/T)(logT –1)

30

Dari persamaan 3.11 dan 3.12 terlihat beberapa notasi seperti e adalah residual, sedangkan T dan q masing-masing merupakan jumlah sampel jumlah variabel yang beroperasi dalam persamaan itu. Untuk menetapkan tingkat kelambanan yang paling optimal, model VAR harus diestimasi dengan berbedabeda tingkat kelambanannya, kemudian dibandingkan nilai AIC dan SC-nya, nilai yang paling rendah yang dipakai sebagai patokan pada tingkat kelambanan paling optimal. Penelitian ini nantinya akan menguji tingkat kelambanan yang paling optimal dari tingkat kelambanan 2; 4 dan, 6. Hasil Uji Akar Unit dan Derajat Integrasi Data runtut waktu biasanya mempunyai permasalahan stasionaritas, termasuk data ekonomi. Untuk menguji masalah stasionaritas ini dilakukan uji akar-akar unit. Pada prinsipnya uji akar-akar unit adalah mengamati apakah koefisien variabel tertentu dari model outoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Salah satu metode pengujian uji akar-akar unit adalah uji DF (Dickey & Fuller) dan ADF (Augmented Dickey & Fuller). Standar hasil pengujian DF dan Tabel 5.8 Uji Akar Unit Variabel LKRED LM2 LGDPR LPUAB LSBI

Nilai DF -1.432823 -1.125039 -0.383919 -1.735075 -1.856718

Nilai kritis Mc Kinnon

Nilai ADF -1.281239 -2.894917 -2.487831 -1.653569 -1.877638

Keterangan Tidak lolos Tidak lolos Tidak lolos Tidak lolos Tidak lolos

DF 1% 5%

ADF -3.7204 -2.9850

-4.3738 -3.6027 34

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

-3.2367

-2.6318

10 %

ADF nilai kritis yang dikembangkan oleh McKinnon. Data dianggap stasioner jika nilai AD dan ADF lebih besar dari pada nilai kritis Mc Kinnon.Dari uji akar-akar unit yang dilakukan, semua data yang dipergunakan dalam penelitian ini tidak stasioner. Semua data tidak stasioner, maka perlu dilanjutkan pada uji derajat integrasi. (lihat tabel 5.8) Tabel 5.8 Uji Derajat Integrasi Variabel LKRED LM2 LGDPR LPUAB LSBI

Nilai DF -3.078507 -4.335504 -3.955732 -3.273524 -1.829218

Nilai kritis Mc Kinnon

Nilai ADF -3.570108 -4.224000 -3.865194 -3.495697 -1.908746

Keterangan Lolos 5 % Lolos 1 % Lolos 5 % Lolos 5 % Tidak Lolos

DF 1% 5% 10 %

ADF -3.7343 -2.9907 -2.6348

-4.3942 -3.6118 -3.2418

Uji derajat integrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit. Uji ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I(0). Pada uji ini, data dideferensiasikan pada derajat tertentu, sampai semua data menjadi stasioner pada derajat yang sama. Berdasarkan uji derajat integrasi diketahui bahwa semua data lolos dari uji derajat integrasi derajat satu I(1). Tiga data, nilai AD dan ADFnya berada di atas nilai kritis McKinnon 5 %, satu data di atas nilai kritis 1 %, dan satu data tidak lolos. Agung (1998) dengan mengutip Sim (1980) dan Doan (1992) menyatakan bahwa dalam mengoperasikan metode VAR tidak dianjurkan menggunakan bentuk turunan pertama. Jika data turunan pertama digunakan akan menghilangkan informasi penting tentang hubungan variabel-variabel dalam sebuah sistem seperti

35

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

kemungkinan adanya hubungan kointegrasi. Oleh karena itu, dalam studi ini tidak akan digunakan turunan pertama dalam mengoperasikan metode VAR. Hasil Uji Tingkat Kelambanan Optimal Pada metode VAR penetapan kelambanan (lag) optimal menjadi sangat penting karena variabel independen yang dipakai tidak lain adalah lag dari variabel endogennya. Untuk menetapkan lag yang optimal digunakan nilai kriteria informasi Akaike (AIC) dan Schwartz (SC) yang hasilnya seperti terlihat pada tabel 5.9. Pada model jalur kredit nilai terendah baik AIC ataupun SC terletak pada lag 2. Oleh karena itu dapat ditetapkan bahwa lag optimal yang akan dipakai pada model adalah lag 2. Tabel 5.9. Uji Kelambanan Optimal Model Model Jalur Kredit

Kelambanan 2 4 6

Akaike 299.0738 363.2993 499.9495

Schwartz 301.3493 367.7326 506.6291

36

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Related Documents

Perbandingan
June 2020 24
Jalur Panel.docx
June 2020 24
Resiko Kredit
April 2020 19
Kredit Faizi1
November 2019 22

More Documents from ""