Keganasan Tonsil.docx

  • Uploaded by: iwe
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Keganasan Tonsil.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,946
  • Pages: 28
1

BAB I PENDAHULUAN Jaringan

limfoid

membantu

melindungi

tubuh

terhadap

infeksi.

Tenggorokan memiliki empat jenis tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucium), tonsil lingual, dan tonsil tubarius (Gerlacht’s tonsil). Keempat empatnya membentuk lingkaran yang disebut ring of waldeyer. Penyebab tumor ini belum diketahui dengan pasti, tapi diduga sering berhubungan dengan erat dengan merokok, penyalahgunaan alkohol, dan virus HPV. Di Amerika Serikat pada tahun 2001, kanker orofaring menempati urutan ke7 kanker paling banyak di antara pria dengan angka kejadian 16,7 per 100.000 orang. Kebanyakan tumor/kanker tonsil adalah karsinoma sel skuamosa yang muncul di jaringan pada lapisan di mulut. Walaupun itu dapat kemungkinan untuk limfoma ( tipe kanker sistem imun) untuk berkembang di tonsil. Banyak pasien dengan karsinoma tonsil datang sudah dalam keadaan lanjut karena lesi awal biasanya asimptomatik. Oleh karena itu, diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai tumor dan keganasan pada tonsil, sehingga diagnosis yang cepat dan tepat serta penatalaksanaan yang sesuai dapat diberikan

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terdapat di dalam faring, dilapisi epitel skuamosa dan ditunjang oleh jaringan kripta di dalamnya.11 Terdapat empat macam tonsil yaitu: 1. Tonsil faringeal (adenoid) 2. Tonsil palatine (tonsil faucium) 3. Tonsil tubarius (Gerlacht’s tonsil) 4. Tonsil lingualis Keempat tonsil ini membentuk struktur yang dinamakan cincin waldeyer

Gambar 2.1: Cincin waldayer11

Tonsil palatina terletak pada fossa tonsilaris, berbentuk oval, dengan ukuran: P=20-25 mm, L= 15-20 mm, tebal 15 mm, dan berat kurang lebih 1.5 gram.11 Batas-batas tonsila palatina dalam rongga mulut: -

anterior

-

posterior : arcus palatopharyngeus

-

superior : palatum molle

: arcus palatoglossus

3

-

inferior

: tonsil lingual

-

medial

: ruang oropharynx

-

lateral

: m. constrictor pharynges superior

Kripta Tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan. Kripta ini berbentuk celah kecil yang dilapisi epitel berlapis gepeng dan mengandung sel sel epitel, limfosit, bakteri, dan sisa makanan. Pada kripta superior sering terjadi tempat pertumbuhan organisme karena kelembaban serta suhu yang optimal untuk pertumbuhan mikroorganisme.11 Vaskularisasi Tonsil Tonsil diperdarahi oleh beberapa cabang pembuluh darah yaitu: 1. Aliran arteri tonsil11

Gambar 2.2: Vaskularisasi arteri tonsil11

2. Aliran Vena tonsil

Gambar 2.3: Vaskularisasi vena tonsil11

4

Gambar 2.4: Vaskularisasi tonsil11

Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal. 11 3. Aliran limfe tonsil dan sistem aliran limfe leher Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. 11

Gambar 2.5: Sistem aliran limfe leher11

Kelenjar Limfe yang selalu terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian jugularis interna, yang terbentang antara klavikula sampai

5

dasar tengkorak. Rangkaian jugularis interna ini dibagi dalam kelompok superior, media, inferior. Kelompok kelenjar limfe yang lain adalah submental, submandibular, servikalis superfisial, retrofiring, paratrakeal, spinalis aksesorius, skalenus anterior, dan supraklavikula.1 Letak kelenjar limfe leher menurut sloan kattering memorial cancer center classification dibagi dalam lima daerah penyebaran kelompok kelenjar yaitu daerah: I.

Kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibular

II.

Kelenjar yang terletak di sepertiga atas dan termasuk kelenjar limfa jugular superior kelenjar digastrik, dan kelenjar servikal posterior superior

III. Kelenjar limfa jugularis diantara bifurkasio karotis dan persilangan m,omohioid dengan sternocleidomastoid dan batas posterior m sternocleidomastoid. IV. Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula V.

Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal.1

Gambar 2.6: Daerah kelenjar limfe leher1

Tumor tonsil yang berasal dari daerah pilar anterior, akan menyebar ke palatum molle lateral, trigonum retromolar, mukosa bukal serta fossa tonsilar. Aliran limfe yang terkena adalah level II/ daerah jugularis superior.16

6

Tumor tonsil yang berasal dari daerah fossa tonsilar biasanya bersifat exophytic atau ulcerative. Lesi penyebarannya mirip dengan pilar anterior tonsil. Aliran limfe yang terkena adalah level V.16 Tumor tonsil yang berasal pilar posterior tonsil dapat menyebar kearah bawah sehingga pharingeppiglotic fold dan bagian posterior dari kartilagi tiroid terkena, Aliran limfe yang terkana adalah level V.16 4. Inervasi tonsil Terutama melalui N. palatine mayor dan minor (cabang N. V2) dan N. lingualis (Cabang N.IX). Nyeri pada tonsil sering menjalar ke telinga hal ini terjadi karena N IX juga mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui jacoban’s nerve. 11

Gambar 2.7: Inervasi tonsil11

7

Keganasan Tonsil 2.2 Definisi Tumor tonsil Merupakan suatu keganasan yang terdapat di salah satu dari tiga tipe tonsil pada tenggorokan. Tumor tonsil paling sering terjadi pada tonsil palatina,

meskipun dapat juga terjadi pada tonsil faringeal atau di tonsil lingual.3 2.3 Epidemiologi Keganasan tonsil adalah kasus yang tidak umum dan mencakup sedikit lebih dari 0,5% keganasan baru tiap tahunnya di Amerika. Di Indonesia karsinoma tonsil merupakan keganasan nomor 4 di bidang THT setelah karsinoma nasofaring, karsinoma hidung-sinus paranasalis dan karsinoma laring. Tumor tonsil yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel skuamosa yang ditemukan pada 90% kasus rongga mulut. Limfoma adalah keganasan paling banyak ke-2 di tonsil. Sisanya adalah keganasan yang jarang meliputi tumor kelenjar ludah minor dan lesi metastatik.1,4,5 Karsinoma sel skuamosa paling sering timbul pada usia 50 dan 70 tahun. Tumor-tumor ini 3 hingga 4 kali lipat lebih sering timbul pada pria dibandingkan wanita, dan seringkali berhubungan dengan riwayat merokok dan meminum alkohol. Sekitar 60% pasien datang dengan metastase servikal, dimana 15% kasusnya adalah bilateral. Metastase jauh ditemukan pada sekitar 7 % kasus, mencapai paru, tulang tengkorak, dan hati.4

Gambar 2.8: Daerah penyebaran tumor tonsil4

8

Limfoma adalah keganasan tonsil ke-2 yang paling sering terjadi. Limfoma tonsil biasanya timbul dengan sebuah massa submukosa pada salah satu tonsil yang membesar dan asimetris. Jika terjadi limfadenopati, maka biasanya pembesaran nodus-nodus limfe akan terlihat pada leher sisi yang sama. Limfoma tonsil biasanya muncul sebagai massa pada tonsil yang tidak nyeri, meskipun nyeri tenggorokan biasa dijumpai. Sesekali, dapat timbul gejala otalgia. Karena kayanya jaringan limfoid pada bagian ini, semua cincin Waldeyer, tonsil lingual, nasofaring, dan tonsil adalah tempat limfoma yang sering dijumpai. Cincin Waldeyer adalah lokasi utama limfoma Non-Hodgkin sekitar 5-10% dari semua pasien limfoma, dan mencapai lebih dari 50% dari semua limfoma ekstranodal primer kepala dan leher.1

2.4 Etiologi Penyebab keganasan dari daerah tonsil mirip dengan tumor lain saluran atas aerodigestive. Secara umum, tembakau dan alkohol telah diidentifikasi sebagai faktor etiologi utama. Karena sebagian besar tumor orofaring ditemukan pada pasien dengan kebiasaan minum alkohol dan perokok berat, kegiatan ini tampaknya memiliki efek sinergis. Kurang dari 4% dari seluruh karsinoma orofaringeal muncul di non-perokok dan non-peminum. Faktor lain etiologi penting adalah paparan radiasi sebelumnya.7 Menurut National Cancer Institute, didapatkan faktor risiko karsinoma sel skuamosa termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru-baru ini, beberapa indikasi menunjukkan bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Walaupun virus Epstein-Barr (EBV) adalah pertimbangan utama dalam karsinoma nasofaring, papilloma virus (HPV) telah ditunjukkan sebagai lebih dari ancaman di daerah ini. Beberapa studi telah mengidentifikasi indikasi adanya HPV pada sekitar 60% dari karsinoma tonsil. 5 HPV adalah virus DNA double-strain yang menginfeksi sel-sel epitel basal dan dapat ditemukan pada 36% dari karsinoma sel skuamosa dari oropharing. Meskipun lebih dari 100 strain telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 yang paling sering terkait dengan kanker. Kode genom virus untuk oncoproteins E6, dan E7 yang mana meningkatan aktivitas pada strain yang sangat onkogenik. menyebabkan

9

degradasi p53 penekan tumor, mencegah kematian sel yang terprogram. Hasil onkoprotein E7 dalam hilangnya retinoblastoma (Rb) supresor tumor. Kehilangan PRB

menyebabkan

akumulasi

p16,

yang

biasanya

akan

menghambat

perkembangan siklus sel melalui cyclin D1 dan CDK4/CDK6 acara dimediasi. Namun, pemeriksaan E7 tidak sesuai siklus sel normal, dengan cepatnya pada siklus sel dari G1 ke fase S. Karena akumulasi ini, p16 dapat digunakan sebagai penanda kegiatan HPV5

2.5 Klasifikasi Seperti pada tumor lainnya, Tumor tonsil dibagi menjadi tumor tonsil jinak dan tumor tonsil ganas. Tumor tonsil jinak terdiri dari kista tonsil, papilloma tonsil, dan polip tonsil. Sedangkan tumor tonsil ganas dibagi menjadi karsinoma sel skuamosa tonsil dan limfoma tonsil.

Kista tonsil Kista epitel tonsil merupakan jenis yang cukup sering. Permukaannya berkilau, halus, dan berwarna putih atau kekuningan. Kista ini tidak memberikan gejala apapun, akan tetapi kista yang lebih besar akan menyebabkan suatu benjolan di tenggorokan dan mungkin perlu di operasi.12

Gambar 2.9: Kista tonsil12

10

Squamous Papiloma tonsil Papilloma skuamosa merupakan tumor jinak yang sering ditemukan. biasanya terlihat menggantung dari pedicle uvula, tonsil, atau pilar. Biasanya tampak massa bergranular yang timbul dari plica anterior pada bagian posteriorrnya. Lesi ini biasanya tidak berkeratinisasi12

Gambar 2.10: Papilloma tonsil12

Polip Tonsil Massa tonsil tersebut menunjukkan gambaran polip pada pemeriksaan histologi.12

Gambar 2.11: Polip Tonsil12

Karsinoma sel kuamosa Karsinoma sel skuamosa tonsil menunjukkan pembesaran dan ulserasi dari tonsil, tapi bisa juga tidak selalu disertai dengan ulserasi. Tampilannya hampir sama dengan limfoma dan hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan histologis. Sekitar 90% kanker tonsil adalah karsinoma sel skuamosa. Tumor ini relatif sering terjadi terutama pada usia 50 dan 70. Perbandingan laki – laki dan perempuan adalah 3 – 4 : 1 dan sering dikaitkan dengan perokok dan peminum alcohol. 60% pasien datang

11

dengan metastase ke serviks bilateral sebanyak 15%, sedangkan metastase jauh ditemukan sekitar 7%.13

Gambar 2.12: Karsinoma sel skuamosa tonsil13

Limfoma Tonsil Limfoma merupakan jenis yang paling umum kedua pada keganasan tonsil. Limfoma tonsil biasanya ditandai dengan massa submukosa dan pembesaran asimetris pada salah satu tonsil. Bila terdapat limfadenopati , maka pembesaran kelenjar getah bening diamati pada sisi yang sama.12

Gambar 2.13: Limfoma tonsil12

2.6 Manifestasi Klinis Kebanyakan pasien karsinoma tonsil hadir dalam keadaan penyakit lanjut karena lesi awal biasanya tanpa gejala ketika kecil. Hal ini tidak biasa bagi rongga mulut dan leher untuk dilupakan ketika mengevaluasi pasien dalam praktek umum, walaupun tumor kecil sesekali ditemukan secara kebetulan oleh seorang dokter gigi atau dokter keluarga. Pasien juga cenderung mengabaikan tumor kecil dengan harapan bahwa mereka spontan akan remisi. Secara keseluruhan, gejala berkurang pada sekitar

12

67-77% dari pasien dengan tumor lebih besar dari 2 cm. dan sering dijumpai metastasis nodus regional.13 Tumor daerah tonsil bagian anterior sering muncul sebagai lesi datar dengan relatif sedikit besar atau infiltrasi jaringan. Perkembangan penyakit mengarah ulcerasi dengan tumor menonjol perbatasan yang tergulung dan berikutnya invasi ke palatoglossal. Tumor kemudian dapat menyebar ke trigonum retromolar anterior, mukosa bukal, dan basis lidah, palatum mole superior dan palatum durum posterior, atau ke dalam fosa tonsil posterior. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan reffered otalgia atau rasa sakit akibat ulserasi atau infiltrasi jaringan dalam. Pertumbuhan ke dalam mukosa bukal dan lemak bukal menyebabkan rasa penuh di pipi, sementara perluasan lebih lanjut ke daerah pterygoid menyebabkan trismus. Potensi untuk menyebar ke rahang bawah dengan invasi periosteum dan terdapat rasa sakit, dan menyebar tersebut bukan jarang ditemukan pada tumor besar. Keterlibatan lidah juga akan menyebabkan rasa sakit dan gangguan mobilitas.13 Diantara gejala-gejala tersebut, trismus adalah yang berbahaya karena dapat mengindikasikan adanya keterlibatan ruang parafaring (ruang masticator dan mandibula). Tumor yang demikian dapat cukup besar hingga melibatkan atau menyelubungi selubung karotis. Selain itu, tumor tersebut dapat meluas hingga ke tulang tengkorak dan mediastinum. Jika tak dapat terlihat dengan inspeksi, limfadenopati servikal dapat teraba dengan palpasi yang seksama. Tumor-tumor tonsil primer dapat tumbuh total di bawah permukaan, sehingga tidak bisa dilihat dokter atau hanya terlihat sebagai sedikit peningkatan ukuran tonsil atau kekerasan daerah tersebut. Jika tumor telah melibatkan dasar lidah, maka nodus-nodus kontralateral juga dapat terkena. 13 Selain itu, juga dapat dijumpai adanya suatu massa eksofitik seperti jamur dengan ulserasi sentral dan tepi-tepi yang meninggi, yang dapat berwarna merah tua hingga putih. Pemotongan lesi pada biopsi dapat memperlihatkan tekstur granuler (suatu fungsi yang menandakan derajat keratinisasi), keras (suatu fungsi penanda derajat fibrosis), dan kistifikasi (suatu fungsi nekrosis). Jelas bahwa temuan ini bervariasi, tergantung pada spesifikasi tumor berdasarkan parameterparameter diatas.13

13

Disimpulkan Manifestasi Klinis Tumor tonsil berupa: -

Stadium awal biasanya tidak ada keluhan

-

Stadium lanjut akan timbul gejala tetapi tidak spesifik

-

Didapatkan rasa nyeri waktu menelan (odinofagia)

-

Rasa nyeri ditelinga (otalgia) karena nyeri alih (referred pain)

-

Kesulitan menelan (disfagia)

-

Merasa ada benda asing

-

Kadang-kadang pasien tidak bisa membuka mulut (trismus)

2.7 Patofisiologi Karsinoma sel skuamosa tonsil mungkin terbatas pada fossa tonsil, tetapi perluasan untuk struktur berdekatan adalah umum. Karsinoma umumnya menyebar di sepanjang sulkus glossotonsillar sampai ke dasar lidah dengan tingkat bervariasi. Selain itu, penyebaran sering ke superior sampai ke palatum mole atau nasofaring. Fossa tonsil dibatasi lateral oleh m. constrictor superior, yang mungkin menjadi tempat penyebaran karsinoma.9 Namun, jika penyebaran melewati m. constrictor superior, tumor memperoleh akses ke ruang parafaringeal, melibatkan otot-otot pterygoid atau mandibula. Perluasan superior ruang parafaringeal dapat menyebabkan keterlibatan dasar tengkorak, dan penyebaran inferior dapat menyebabkan keterlibatan leher lateral. Akhirnya, penyebaran luas dalam ruang parafaringeal mungkin melibatkan arteri karotis. Metastasis ke daerah limfatik umum terjadi. Metastasis leher dijumpai pada sekitar 65% dari pasien. Pada pasien dengan leher klinis negatif, sekitar 30% dari pasien ini akan mengalami penyakit leher okulta. Unsur-unsur penyebab kanker (onkogen) dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu energi radiasi, senyawa kimia dan virus.

10

1. Energi radiasi Sinar ultraviolet, sinar-x dan sinar gamma merupakan unsur mutagenik dan karsinogenik. Radiasi ultraviolet dapat menyebabkan terbentuknya dimmer pirimidin.

Kerusakan

pada

DNA

diperkirakan

menjadi

14

mekanisme dasar timbulnya karsinogenisitas akibat energi radiasi. Selain itu, sinar radiasi menyebabkan terbentuknya radikal bebas di dalam jaringan. Radikal bebas yang terbentuk dapat berinteraksi dengan DNA dan makromolekul lainnya sehingga terjadi kerusakan molekular. 10 2. Senyawa kimia Sejumlah besar senyawa kimia bersifat karsinogenik. Kontak dengan senyawa kimia dapat terjadi akibat pekerjaan seseorang, makanan, atau gaya hidup. Adanya interaksi senyawa kimia karsinogen dengan DNA dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA. Kerusakan ini ada yang masih dapat diperbaiki dan ada yang tidak. Kerusakan pada DNA yang tidak dapat diperbaiki dianggap sebagai penyebab timbulnya proses karsinogenesis. 3. Virus Virus onkogenik mengandung DNA atau RNA sebagai genomnya. Adanya infeksi virus pada suatu sel dapat mengakibatkan transformasi maligna, hanya saja bagaiamana protein virus dapat menyebabkan transformasi masih belum diketahui secara pasti. 9 Berdasarkan beberapa penelitian, DNA merupakan makromolekul yang penting dalam proses karsinogenesis, hal ini didasari dari: a. Sel kanker memproduksi sel kanker, dimana adanya perubahan esensial yang menyebabkan timbulnya sel kanker diteruskan dari sel induk kepada sel turunan, berhubungan dengan peranan DNA. b. Adanya karsinogen akan merusak DNA, sehingga menyebabkan mutasi pada DNA. c. Banyak sel tumor yang memperlihatkan kromosom yang abnormal. d. DNA sel kanker dapat menyebabkan transformasi sel normal menjadi sel kanker. Rokok telah terbukti sebagai karsinogen pada percobaan terhadap binatang karena mengandung banyak radikal bebas dan epoxides yang berbahaya. Pengaruh yang ditimbulkan oleh rokok berupa perubahan mukosa saluran aerodigestivus. Hal ini berhubungan dengan kerusakan gen p53, dimana jika

15

terjadi mutasi, hilang atau rusaknya gen p53 maka resiko untuk terjadinya kanker akibat rokok akan meningkat. Peningkatan

angka

kejadian

keganasan

berhubungan erat dengan penggunaan alkohol dan rokok. Resiko untuk terjadinya kanker kepala dan leher pada orang perokok dan peminum alkohol 17 kali lebih besar daripada yang tidak perokok atau peminum alkohol.6 Menurut Hanh dkk, terdapat 6 faktor yang menyebabkan perkembangan untuk sel: 1. Berproliferasi autonom 2. Menghambat sinyal growth inhibition 3. Kemampuan menghindari apoptosis 4. Immortal 5. Angiogenesis 6. Menginvasi jaringan lain dan metastasis Patogenesis tumor ganas merupakan proses biasanya memakan waktu yang cukup lama. Pada tahap awal terjadi inisiasi karena ada inisiator yang memulai pertumbuhan sel yang abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik. Bersamaan dengan atau setelah inisiasi, terjadi promosi yang dipicu oleh promoter sehingga terbentuk sel yang polimorfis dan anaplastik. Selanjutnya terjadi progresi yang ditandai dengan invasi sel-sel ganas ke membrane basalis. Semua proses ini terjadi pada tahap induksi tumor dan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.14: Inisiasi, promosi dan progresi sel kanker.14

16

Faktor utama yang menyebabkan inisiasi keganasan adalah akibat ketidakmampuan DNA untuk memperbaiki sistem yang mendeteksi adanya transformasi sel akibat paparan onkogen. Kerusakan pada DNA meliputi hilangnya atau bertambahnya kromosom, penyusunan ulang kromosom, dan penghapusan kode kromosom. Penghapusan atau penggandaan bagian-bagian memungkinkan Sedangkan

kromosom

untuk ditempati oleh onkogen atau gen supresor tumor.

penyusunan

ulang kromosom dapat berubah menjadi aktivasi

karsinogenik.6 Perubahan genetik pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher belum diketahui secara pasti. Califano dkk mengemukakan hilangnya kromosom 9p21 atau 3p menyebabkan perubahan dini pada mukosa kepala dan leher sehingga mengakibatkan munculnya

karsinoma

sel

skuamosa.

Namun,

teori

lain

menyatakan bahwa hilangnya kromosom 17p pada gen supresor tumor juga turut berperan tethadap keganasan kepala dan leher. Selain itu, hilangnya kromosom 3p21 men yebabkan perubahan hyperplasia dan displasia, sedangkan hilangnya kromosom 6p, 8p, 11q, 14q, dan 4q26-28 menyebabkan terjadinya invasi ke jaringan sekitar.10 Keganasan tonsil dapat diklasifikasikan menurut jaringan asal: epitel, kelenjar, atau limfoid. Histopatologi kini telah mengungkapkan bahwa 90-95% dari lesi ini adalah karsinoma sel skuamosa. Limfoma dan tumor kelenjar ludah minor mayoritas terdiri dari tumor yang tersisa. Varian sel skuamosa termasuk nonkeratinizing dan keratinizing karsinoma, lymphoepithelioma, dan karsinoma sel verrucous.15 Karsinoma biasanya mengenai daerah tonsila. Daerah ini meluas dari trigonum retromolar termasuk arkus tonsila posterior dan anterior demikian juga dengan fosa tonsilarnya sendiri. Tumor yang meluas ke inferior ke dasar lidah dan ke superior pada palatum mole.15

17

Gambar 2.15: Lokasi penyebaran tumor15

Pada tahun 1989, Brandsma dan Abramson adalah yang pertama kali melaporkan adanya DNA HPV tipe 16 pada dua dari tujuh kasus SCCs tonsil menggunakan hibridisasi Southern blot. Sejak laporan awal itu, sejumlah besar penelitian telah melaporkan tentang deteksi DNA HPV dalam SCCs tonsil. Namun, praktis tidak ada data yang tersedia di deteksi DNA HPV dalam jaringan tonsil dari cincin Waldeyer's selain tonsil palatina. Satu tahun setelah laporan asli, Ishibashi dan rekan kerjanya menggambarkan sebuah SCC tonsil tambahan terinfeksi dengan bentuk episomal DNA HPV tipe 16. Jenis HPV yang sama juga terdeteksi dalam dua metastasis kelenjar getah bening, menyarankan peran langsung untuk infeksi HPV pada perkembangan SCC. 15

2.8 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium 

Tes fungsi hati: Pengetahuan fungsi hati adalah penting, karena (1) riwayat diet dan alkohol pada pasien seringkali menyebabkan memburuknya fungsi hati, (2) kemungkinan digunakannya agen-agen kemoterapi atau obat lainnya yang dimetabolisir hati (misal: pereda nyeri), dan (3) kemungkinan metastasis ke hati.5



Tes fungsi paru:

18 o

Pembedahan kepala dan leher membawa tambahan risiko terjadinya komplikasi nafas perioperasi dan pasca-operasi.

o

Pengetahuan mengenai cadangan nafas diperlukan jika akan dilakukan operasi semacam ini.5



Tes fungsi ginjal: Bila dipertimbangkan penggunaan agen kemoterapi tertentu, maka diperlukan tes fungsi ginjal untuk memastikan apakah pasien dapat mengeliminasi agen yang dikeluarkan melalui ginjal.5



Studi masa pembekuan dan koagulasi (termasuk hitung trombosit, typing, cross-match). o

Kepala dan leher adalah salah satu bagian tubuh yang sangat kaya dengan vaskularisasi.

o

Pendarahan adalah salah satu masalah terbesar pada bedah tonsil.

o

Adalah bijak untuk menyiapkan keperluan transfusi.5

Pencitraan 

Radiografi dada polos diperlukan untuk menilai adanya kemungkinan metastasis ke paru.5



CT scan leher secara bilateral, dengan dan tanpa kontras, diperlukan untuk meneliti keberadaan metastase dan menilai perluasan tumor. Selain itu, jika tumor meluas ke atas hingga ke bagian tulang, maka keterangan mengenai invasi tulang merupakan bagian pengetahuan juga. Hal ini penting dalam untuk menentukan stadium tumor tonsil. 5

Gambar 2.16: Axial CT Scan, menunjukkan pembesaran tonsil kiri5 

MRI juga sangatlah diperlukan untuk menilai ukuran tumor dan invasi ke jaringan lunak.5

19 

PET (Positron Emission Tomography), menggunakan material radioaktif untuk mengidentifikasi aktivitas metabolisme jaringan.5

Gambar 2.17: PET Scan karsinoma sel skuamosa tonsil kanan5

Biopsi Biopsi merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan jaringan diagnostik: o

Keganasan tonsil dapat berupa limfoma; karena itu, ahli patologi dan timnya harus selalu sedia menerima dan merawat jaringan dengan baik.5

o

Harus disiapkan sediaan fiksasi yang khusus. Beberapa jaringan mungkin diperlukan untuk studi yang cepat, dimana studi ini bergantung pada waktu dan membutuhkan penanganan yang segera. Beberapa jaringan harus dibekukan dalam cairan nitrogen.5

o

Fakta bahwa karsinoma sel skuamosa biasanya berasal dari kripta yang dalam, membuat ahli bedah mengambil biopsi yang dalam agar neoplasma yang sebenarnya dapat terangkat. Karena tendensinya untuk mengalami pendarahan, maka prosedur ini adalah prosedur yang sulit, dan ahli bedah harus siap untuk kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.5

Temuan-temuan patologi anatomi: Karsinoma sel skuamosa Kebanyakan karsinoma sel skuamosa tonsil palatina berdiferensiasi sedang hingga buruk. Varian-varian berikut ini, meskipun pada dasarnya adalah karsinoma sel skuamosa yang sering dijabarkan: 

Karsinoma basoskuamosa



Karsinoma non-keratinisasi (sel transisional atau tipe sinonasal).

20 

Tipe tak terdiferensiasi atau limfoepitelioma5

Limfoma Penentuan tipe limfoma adalah penting dan hanya dapat dilakukan dengan bantuan studi khusus oleh ahli patologi. Marker sel dan jaringan untuk menentukan tipe limfoma cukup sensitif. Marker ini membutuhkan jaringan beku yang segar dan sediaan fiksasi khusus selain diperlukannya pengecatan imunohistokimiawi.5 Kebanyakan karsinoma tonsil adalah limfoma sel-B besar non-Hodgkin yang difus. Limfoma sel-B derajat-rendah yang bersifat mucosa-associated lymphoid tissue (MALT) yang terdiri dari sel-sel kecil, jarang didapati pada tonsil. Hal ini mengejutkan, karena tonsil terdiri dari gabungan susunan epitel dan limfosit yang sangat erat, yang menurut teori, akan membentuk lingkungan yang ideal untuk berkembangnya limfoma MALT. Kenyataannya, mereka sangat jarang dijumpai pada daerah ini.5 Metastasis ke tonsil Metastasis ke tonsil biasanya jarang terjadi. Hal ini aneh dikarenakan tonsil kaya akan jaringan limfoid. Tetapi terdapat temuan metastasis dari Ca mammae, paru, ginjal, kolorectal, dll.5

2.9 Penatalaksanaan Filosofi dalam penatalaksanaan karsinoma tonsil yaitu penanganan pada tumor primer dan kelenjar limfe regional karena meskipun tumor primer yang kecil tetap mempunyai resiko terjadinya metastase ke kelenjar limfe regional. Prinsip penatalaksanaanya meliputi pembedahan, radioterapi, atau kombinasi keduanya. Secara umum, keputusan jenis penatalaksanaan dipengaruhi oleh ukuran tumor, ada atau tidaknya metastase ke kelenjar limfe, ketersediaan fasilitas radioterapi atau bedah, keadaan umum pasien, dan persetujuan pasien. Karsinoma tonsil T1 dan T2 dapat diberikan radioterapi dengan dosis 60007000 cGy, angka kesembuhan sebesar 76%-87% pada staging T1 dan sebesar 54%81% pada staging T2. Angka rekurensi lokal pada staging T1 < 20%, dan pada staging T2 < 30%. Rekurensi secara umum terjadi pada 2 tahun pertama terapi.

21

Perluasan keganasan sampai ke pangkal lidah merupakan penyebab paling banyak terjadinya rekurensi. Lee et al dan Wong et al melaporkan angka kesembuhan untuk staging T1 sebesar 100% dan untuk staging T2 sebesar 85%-92% pada tindakan bedah karsinoma tonsil jika resolusi tumor tidak sempurna setelah tindakan radioterapi. Tindakan bedah sebagai terapi primer yang diindikasikan untuk staging T1 dan T2 jika sebelumnya telah dilakukan radioterapi dan pada situasi tidak memungkinkan dilakukan radioterapi misalnya keadaan umum pasien jelek atau minimnya fasilitas radioterapi. Angka kesembuhan sama pada tindakan tunggal bedah maupun radioterapi pada staging T1 dan T2. Penatalaksanaan pada staging T3 dan T4 berbeda dengan pada staging T1 dan T2. Pada penelitian studi retrospektif dilaporkan radioterapi, tindakan bedah, dan kombinasi keduanya merupakan penatalaksanaan definitif tetapi dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi. Ketika pada staging T1 dan T2 dapat dikontrol dengan 7000 cGy, dosis tersebut tidak adekuat untuk mengontrol pada staging T3 dan T4. Dipostulatkan pemberian lebih dari 7500 cGy mungkin akan meningkatkan angka kesembuhan dan survival rate tetapi tindakan tersebut tidak bijaksana karena meningkatkan resiko pada jaringan lunak (nekrosis) dan tulang (osteomyelitis). Kombinasi radioterapi dan tindakan bedah menjadi terapi utama pada karsinoma tonsil stadium lanjut. Keuntungan definitif dari radioterapi yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan bedah adalah untuk mencegah rekurensi. Kurang lebih 20% pasien mengalami rekurensi setelah dilakukan terapi tunggal dengan radioterapi, dan < 50% dari mereka yang survival ratenya lebih dari 2 tahun. Studi yang membandingkan antara radioterapi atau tindakan bedah dengan kombinasi keduanya dilaporkan signifikan secara statistik menurunkan angka rekurensi, dengan 25%-50% menurunkan angka rekurensi jika dilakukan terapi kombinasi. Perez et al melaporkan angka rekurensi sebesar 52% pada pasien yang hanya dilakukan radioterapi, sedangkan pada kombinasi radioterapi dan tindakan bedah angka rekurensi hanya sebesar 33%. Studi yang lain seperti yang dilakukan oleh Mizono et al dan Spiro et al juga melaporkan pada terapi kombinasi mengalami perbaikan angka kesembuhan.

22

Pada N0 drekomendasikan untuk dilakukan terapi pada semua staging karena mempunyai resiko jika tidak ditangani. Pada yang tidak diterapi, N0 akan menjadi positif pada 10%-25% pasien. Terapi yang dilakukan yaitu dengan radioterapi, tindakan bedah, atau kombinasi keduanya. Diseksi leher sama efektifnya dengan radioterapi untuk mencegah terjadinya metastase ke kelenjar linfe regional. Pada pasien dengan metastase ke kelenjar limfe dilakukan diseksi leher jika pada tumor primer dilakukan tindakan bedah, sedangkan setelah dilakukan tindakan bedah

kemudian

dilakukan

radioterapi

diindikasikan

pada

penyebaran

ekstrakapsuler atau metastase ke kelenjar limfe multipel. Tindakan radioterapi dilakukan ketika ukuran tumor kecil dengan metastase ke kelenjar limfe, dan diseksi leher diperlukan jika penyembuhan dengan radioterapi kurang sempurna. Untuk ukuran tumor besar atau metastase ke kelenjar limfe ekstensif, terapi primer yaitu dengan terapi kombinasi (tindakan bedah dan radioterapi), dengan angka kesembuhan 70%-90% pada N1 dan N2 , serta 60% pada N3.7 Pada radioterapi digunakan radiasi ionisasi, yaitu penyinaran yang menyebabkan ionisasi pada sel sasaran sehingga mengganggu sel-sel yang berada dalam salah satu pembiakan sel (Rand & Margaret, 1999). Kepekaan sel terhadap sinar radiasi tergantung pada kecepatan pertumbuhan sel. Makin aktif dan cepat pertumbuhan suatu jenis sel, makin peka sel tersebut terhadap pengaruh radiasi. Radioterapi dapat diberikan sebagai terapi utama pada kasus kanker yang radiosensitif seperti pada karsinoma tonsil yang secara patologi anatomi merupakan karsinoma sel skuamosa, kanker yang operasinya sangat sukar atau dengan resiko yang sangat besar17

2.10 Komplikasi Komplikasi dari berbagai bentuk terapi adalah termasuk berikut ini: Rasa nyeri, Xerostomia, Infeksi, Penyembuhan luka yang buruk, Disfagia , pembentukan fistula, trismus , potensi terjadinya bekas luka, Kelemahan umum.4

23

2.11 Staging Prognosis dari tumor tonsil tergantung dari stadium saat pasien datang pertama kali untuk berobat. Untuk menentukan stadium digunakan klasifikasi TNM.5 Staging karsinoma tonsil adalah berdasarkan AJCC Cancer Staging Manual, yaitu: 

Tx: tumor primer tidak dapat ditemukan



T0: tidak ada bukti tumor primer



Tis: karsinoma in situ



T1: Tumor <2 cm



T2: Tumor 2 - 4 cm



T3: Tumor >4 cm



T4a: Tumor invasi laring, otot dalam atau ekstrinsik lidah, otot pterigoid medial, palatum durum, atau mandibula



T4b: Tumor invasi otot pterigoid lateral, lateral nasofaring, dasar tengkorak atau meyelubungi arteri karotis

Kategori nodus AJCC (kecuali tiroid dan karsinoma nasofaring) 

Nx: Nodus limfe regional tidak dapat ditemukan



N0: Tidak ada metastasis nodus regional



N1: Metastasis pada 1 nodus limfe ipsilateral, 3 cm atau kurang



N2: Metastasis pada 1 nodus limfe ipsilateral, > 3 cm tapi tidak lebih dari 6 cm; nodus limfe multipel ipsilateral yang tidak > 6 cm; nodus limfe bilateral atau kontralateral, yang tidak > 6 cm



N2a: Metastasis 1 nodus limfe ipsilateral > 3 cm tapi tidak > 6 cm.



N2b: Metastasis nodus limfe multipel bilateral, tidak ada yang > 6 cm



N2c: Metastasis nodus limfe bilateral atau kontralateral, tidak > 6 cm



N3: Metastasis nodus limfe > 6 cm

Metastasis jauh: 

Mx: Metastasis jauh tidak ditemukan



M0: Tidak ada metastasis jauh



M1: Metastasis jauh5

24

Stadium Tabel 2.1: Stadium keganasan tonsil5

Stage I : Karsinoma terlokalisir pada tonsil Stage II : Karsinoma meluas ke palatum molle, pilar tonsil, lidah, tanpa pembesaran kgb Stage III : Karsinoma meluas ke palatum molle, pilar tonsil, lidah, dengan pembesaran kgb Stage IV : Karsinoma sudah berhubungan dengan kulit, nodul yang terfiksasi, dan sudah ber- metastasis

Gambar 2.18: Limfonodi pada karsinoma tonsil5

25 2.13 Prognosis

Prognosis berhubungan dengan staging tumor saat didiagnosis. Makin besar tumor atau makin lanjut staging tumornya, prognosis bertambah jelek. Dengan terdapatnya metastase, prognosis lebih jelek. Kalau tumor sudah masuk ke dalam jaringan , prognosis menjadi lebih jelek dan pada terapi sering harus diikuti dengan diseksi leher Ang et al dalam penelitiannya menganalisis pada pasien dengan HPV positif

maupun negatif yang diacak secara random dengan perlakuan diberikan radioterapi pada karsinoma tonsil staging III-IV. Pasien dengan HPV positif survival rate bertambah rata-rata 3 tahun (82.4% vs 57.1%, p<0,001) dan menurunkan resiko kematian sebesar 58% jika dibandingkan pada pasien dengan HPV negative Prognosis dari tingkat survival 5-tahun pada karsinoma sel skuamosa daerah tonsil yang diterapi adalah sebagai berikut:3 

Stadium I - 80%



Stadium II - 70%



Stadium III - 40%



Stadium IV - 30%

26

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Tumor tonsil di klasifikasikan menjadi 2 yaitu tumor tonsil jinak dan tumor tonsil ganas Tonsil menjadi lokasi yang paling umum untuk terjadinya keganasan dari orofaring. Keganasan tersebut meliputi karsinoma sel skuamosa tonsil dan limfoma maligna. Gejala – gejala dari kanker tonsil bervariasi seperti benjolan asimetris pada tonsil, benjolan pada daerah leher, nyeri telinga, nyeri menelan persisten, dll. Pemeriksaan yang digunakan untuk diagnostik meliputi tes laboratorium, radiologi ( CT scan atau MRI ) dan biopsi. Penatalaksaana tumor tonsil dilakukan dengan operasf bila jinak tapi bila termasuk

ganas

tergantung

dari

stadium

tumor

tersebut,

penyinaran/radiasi, pembedahan ataupun dengan sitostatika.

mulai

dari

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Munir M. Tumor telinga hidung tenggorok. Dalam: Buku Ajar ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Penerbit FKUI. 2007.p.166 2. Wiswanatha B. Tonsil and adenoids. Available from Hyperlink: URL: http://emedicine.medscape.com/article/ 1899367-overview.htm. 3. De jong, Sjamsuhidajat. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. 2002. Jakarta: EGC 4. Seikaly H, Rassekh CH. Orofaryngeal cancer. In: Byron J, Bailey MD, editors, Head and neck surgery – Otolaryngology. 3th ed. Lippincott William & Wilkins; 2001.p.125. 5. Kokot N. Malignant Tumors of Tonsil. Available from Hyperlink: URL: http://emedicine.medscape.com/article/ 848034-overview.htm 6. Scher L. Richard, Richtsmeier J. William. Tumor Biology and Immunology of Head and Neck Cancer. Edition. United States of America. 1998. 140111. 7. Amarudin, Tolkha dan Cristanto, Anton. 2007. Kajian Manfaat Tonsilektomi. Yogyakarta : Departemen THT Universitas Gajah Mada. 8. Kreimer AR, Clifford GM, Boyle P, Franceschi S. Human papillomavirus types in head and neck squamous cell carcinomas worldwide: a systematic review. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. Feb 2005;14(2):467-75 9. Murray, K Robert. Kanker, Gen Kanker dan Faktor Pertumbuhan dalam Biokimia Harper. Edisi 24. Jakarta. EGC. 1999. 779-98 10. Nguyen T. C hau, Padh ya A. Tapan. Cell Biology of Head and Neck Squamous Cell Carcinoma. Available from: www.emedicine.com Last update 13 Oct 2008. 11. Liston SL. Embriologi, anatomi, dan fisiologi rongga mulut, faring, esofagus dan leher. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PH, Boies buku penyakit THT. Edisi 6. EGC, 1997.p.266. 12. http://www.ghorayeb.com/TonsillarMassesBenign. 13. http://emedicine.medscape.com/article/848034-overview

28

14. Kuhuwael, F, G., 2006. Penatalaksanaan Keganasan Kepala dan Leher. Dexa Media. 19: 143-7. 15. Guay, M, E., Laverty, R., 1995. Tonsillar carcinoma. Eur Arch Otorhinolaryngol. 252:259-64. 16. http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/oropharyngeal/HealthProf essional/page1 17. Sjamsuhidajat, R., 2004. Neoplasma dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.

Jakarta: EGC pp 131-2.

Related Documents


More Documents from "zulfahmi"

Keganasan Tonsil.docx
May 2020 15
Bab Ii.docx
May 2020 4
Keganasan Tonsil.pptx
May 2020 17