Kebijakan Penulisan Resep Memuat 9 Elemen
Elemen pemesanan / penulisan resep yang lengkap : 1. Data identifikasi pasien yang akurat 2. Elemen dari pemesanan/penulisan resep 3. Bilamana nama generik atau nama dagang diperlukan 4. Bilamana indikasi untuk penggunaan diperlukan pada suatu “prn”/bila perlu atau pesanan obat lain 5. Prosedur khusus pemesanan obat LASA 6. Tindakan yang harus diambil bila pemesanan obat tidak lengkap, tidak terbaca, atau tidak jelas 7. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan seperti pada pesanan dan setiap elemen yang dibutuhkan dalam pemesanan yang emergensi, dalam daftar tunggu (standing) automatic stop 8. Pemesanan obat secara verbal atau melalui telepon : write back, read back, reconfirmation. 9. Jenis pesanan yang berdasarkan BB (pasien anak)
Penjelasan : 1. Identifikasi data pasien : a. Rawat inap : nama lengkap, TTL, Nomor rekam medis, diberi gelang identitas pasien. b. Rawat jalan : Nama lengkap, Nomor rekam medis. 2. Elemen penulisan resep a. Identifikasi dokter : Nama, SIP, alamat rumah dan praktik, NO. Telepon, Hari & jam praktek. b. Inscriptio : Nama kota tempat praktek, tanggal penulisan resep. c. Invocatio : Tanda R/ sebagai tanda pembuka penulisan resep. d. Praescriptio / Ordinatio : Nama obat, jumlah & kekuatan obat, cara pembuatan, bentuk sediaan obat yang dipilih dan jumlahnya.
e. Signatura : aturan penggunaan obat (frekuensi, jumlah perkali pakai, waktu obat diminum, dan informasi lain yang diperlukan) f. Identifikasi pasien : Nama pasien pada bagian “pro”, bila pendirita anak anak atau lansia perlu dituliskan umurnya, sebaiknya cantumkan pula berat badan pasien dan alamat pasien. g. Penutup : tanda penutup dan tanda tangan dokter penulis resep.
3. Bilamana nama generik atau nama dagang diperlukan Nama generik dan nama dagang diperlukan bila terjadi pergantian obat atau subsitusi obat dikarenakan obat yang ditulis di resep oleh dokter tidak tersedia di Instalasi Farmasi.
4.
Bilamana indikasi untuk penggunaan diperlukan pada suatu “prn”/bila perlu atau pesanan obat lain. a.
Untuk aturan pakai jika perlu atau “pro re nata”, harus dituliskan dosis maksimal dalam sehari.
5. Prosedur khusus pemesanan obat LASA. LASA (Look alike Sound Alike), obat yang memiliki kemasan mirip atau obat yang memiliki nama terdengar mirip. Contoh : heptasan vs histapan (nama dan kemasan mirip ) ceftriaxon vs cefotaxim (kemasan dan nama mirip), becom c vs Becom z ( ucapan mirip) PENANGANAN : a. Permintaan tertulis : 1. Tambahan merk dagang dan nama generiknya pada resep, terutama untuk obat-obat yang “sering” bermasalah. 2. Tulis secara jelas menggunakan huruf tegak kapital. 3.
Hindari singkatan-singkatan yang membuat bingung.
4.
Tambahkan bentuk sediaan juga di resep, misalnya metronidazol 500 mg; sediaan tablet dan infusnya sama-sama 500 mg.
5.
Sertakan kekuatan obat.
6.
Sertakan petunjuk penggunaan.
7.
Tambahkan juga tujuan/indikasi pengobatan, supaya semakin jelas.
8.
Pihak dokter yang meresepkan obat diharapkan menulis nama obat yang dapat dibaca dengan jelas oleh pembaca resep, atau menggunakan fasilitas resep yang dicetak elektronik tanpa tulis tangan jika memang sudah tersedia.
9.
Menggunakan tall-man lettering, penebalan, atau warna huruf berbeda pada pelabelan nama obat
a. Permintaan Lisan. 1.
Batasi permintan verbal, hanya untuk obat-obatan tertentu, misalnya hanya dalam keadaan emergency.
2. Sebisa mungkin menghindari order obat secara lisan terutama melalui telepon, kemungkinan kesalahan mendengar sangat tinggi. 3. Diperlukan teknik mengulang permintaan, dibacakan lagi permintaannya, jadi ada kroscek. b.
Bagi tenaga kesehatan
1.
Apoteker mengidentifikasi obat yang diresepkan dengan teliti, disesuaikan dengan nama dagang, nama generik, indikasi, serta kekuatan sediannya.
3.
obat LASA diberi label
5.
Cocokkan indikasi resep dengan kondisi pasien sebelum dispensing atau administrating.
6. Membuat strategi pada obat yang penyebab errornya diketahui, misalnya pada obat yang kekuatannya berbeda atau pada obat yang kemasannya mirip. 7. Laporan error yang aktual dan potensial (berpeluang terjadi error) 8. Diskusikan penyebab terjadinya error dan strategi ke depannya. 9. Sewaktu penyerahan, tunjukkan obat sambil memberikan informasi, supaya pasien mengetahui wujud obatnya dan untuk mereview indikasinya. 10. Di rumah sakit, panitia farmasi dan terapi (PFT) bisa membuat kebijakan untuk obat-obat ini. Misal, aturan penulisan obat atau logo obat-obat LASA.
6. SOP bila resep tidak terbaca atau tidak jelas a. Resep yang diterima oleh petugas apotek dilakukan identifikasi kelengkapan resep, yaitu : - Tanggal resep, nama dokter, nomor resep, nama pasien, tanggal lahir pasien. - Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian) ditulis dengan jelas. - Resep obat dari golongan Narkotika dan Psikotropika harus dibubuhi dengan tandatangan yang lengkap, alamat & nomor telepon yang dapat dihubungi dari dokter yang menuliskan resep. - Tidak menggunakan istilah dan singkatan sehingga mudah dibaca dan tidak disalahgunakan. b. Resep yang kurang jelas penulisannya didiskusikan terlebih dahulu bersama staf apotek dan membaca riwayat pengobatan pasien. c. Jika resep belumjelas maka apoteker mengkonfirmasikan ke perawat dan meminta perawat yang menangani pasien tersebut agar melihat status pemberian obat. d. Jika resep belum jelas maka menghubungi dokter untuk memperoleh kejelasan resep. e. Apabila dokter tidak dapat dihubungi maka dapat menghubungi ke bagian pelayanan medik untuk selanjutnya meneruskan informasi ke dokter/SMF/ dokter jaga apakah resep tersebut obatnya harus diganti. f. Apabila sudah mendapatkan kejelasan dari dokter, maka perawat secepatnya mengkonfirmasikan resep ke instalasi farmasi untuk segera dilayani dan disiapkan obatnya.
7. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan. a. RS mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk menuliskan resep atau memesan obat-obatan. b. Dalam situasi emergensi, RS mengidentifikasi petugas tambahan yang diijinkan untuk menuliskan resep/pesanan obat. c. Obat yang diijinkan bila elemen resepnya lengkap : - Obat emergensi . Epinefrin, Lidocain, Sulfas Atropin, Ephedrin. Resep emergensi (darurat) diberi tanda CITO ! atau cito (digarisbawahi atau diberi tanda seru) pada bagian atas resep diparaf. Selain CITO, bisa juga menggunakan URGENT (penting), STATIM (penting), atau PIM (Periculum In Mora = berbahaya bila ditunda)
- Obat automatic stop order (Narkotik, sedatif, hipnotik, antikoagulan). Obat-obat ini harus jelas aturan pakainya, bila saat penggunaan tidak sesuai dengan aturan pakai, apoteker dapat menghentikan obat.
8. Pemesanan obat secara verbal atau melalui telepon a. pesanan obat secara verbal atau melalui telepon hanya diperbolehkan pada situasi urgent b. pesanan obat secara verbal atau melalu telepon tidak diperbolehkan bila penulis resep ada dan tersedia di rekam medis pasian,kecuali penulis resep sedang melakukan pelayanan emergency/sedang melakukan tindakan pelayanan. c. pesanan obat secara verbal/melalui telepon tida berlaku untuk: -obat kemoterapi -obat narkotik d. yang berhak memberikan resep obat secara verbal/melalui telepon kepada perawat/bidan yg bersangkutan hanya apoteker/asisten apoteker. 9.
Jenis pesanan yang berdasarkan berat badan Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat bahwa respon
penderita
terhadap
obat
sangat
individualistis.
Penentuan
dosis
perlu
mempertimbangkan: 1) Kondisi pasien (seperti: umur, berat badan, fisiologi dan fungsi organ tubuh) 2) Kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan) 3) Indeks terapi obat (lebar/sempit) 4) Variasi kinetik obat 5) Cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti) Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik (berat badan atau luas permukaan tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan dosis anak (antara lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian dari rumus yang dipaka