Kebangkitan Yesus: Fisik atau Metafora? 1 Kor. 15:12-20 Transito, 11 April 2009 Deky Hidnas Yan Nggadas, M. Div. 12
Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati? 13 Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. 14 Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. 15 Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. 16 Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. 17 Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. 18 Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. 19 Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. 20 Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Pendahuluan Pada tanggal 5 April 2007, Ioanes Rakhmat, Dosen Kajian Perjanjian Baru di STT Jakarta, melayangkan sebuah artikel berjudul: “Kontroversi Temuan Makam Yesus,” di Harian Kompas. Sebagai kesimpulan dari artikelnya, Ioanes Rakhmat menyatakan, ”Jika sisa-sisa jasad Yesus memang ada di bumi ini, maka kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga tidak bisa lagi dipahami sebagai kejadian-kejadian sejarah obyektif, melainkan sebagai metafora. Para penulis Perjanjian Baru sendiri pasti memahami keduanya sebagai metafora; jika tidak demikian, mereka adalah orang-orang yang sudah tidak lagi memiliki kemampuan membedakan mana realitas dan mana fantasi dan delusi.” Isi tulisan Ioanes Rakhmat di atas, sebenarnya merupakan manifestasi aktual bagi orang-orang Kristen di Indonesia mengenai apa yang telah menjadi semacam “pengakuan bersama” dari para sarjana modern. Mereka menolak bahwa Yesus telah bangkit secara fisik. Misalnya, Marianne Sawicki,1 John Dominic Crossan,2 dan John Hick,3 yang mempopularkan teori bahwa cerita mengenai kubur kosong itu adalah kreasi Gereja mula-mula. Jasad Yesus telah ditemukan maka hari ini kita tidak boleh lagi percaya bahwa Yesus bangkit secara fisik dari kematian.4 Kebangkitan Yesus hanya boleh dipahami secara metafora. Yang mereka maksudkan dengan kebangkitan metafora adalah bahwa spiritnya Yesus yang “bangkit” di dalam kehidupan murid-murid, bukan tubuh fisik-Nya yang bangkit dari antara orang mati. Para murid memang pernah melihat Yesus, tetapi itu hanya semacam visi (penampakkan tubuh rohaniah Yesus), bukan tubuh fisik-Nya.5 1
Seeing the Lord (New York: Fortres Press, 1994) The Birth of Christianity (New York: Harper Collins, 1998) 3 “The Resurrection of Jesus,” dalam A Talk Given to Ecumenical Churches Audience in Birmingham (Birmingham: n.p., 2006), 4 Lih. misalnya: Simco Jacobavici & Charles Pellegrino, The Jesus Family Tomb: the Discovery, the Investigation, and the Evidence That Could Change History [sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia]. Mengenai temuan Makam Talpiot, lihat ulasan Kritis yang dilakukan oleh beberapa sarjana Injili, misalnya: Darrel L. Bock & Daniel B. Wallace, Mendongkel Yesus dari Takhta-Nya: Upaya Mutakhir untuk Menjungkirbalikkan Iman Gereja mengenai Yesus Kristus (Jakarta: Gramedia, 2009) 5 Teori ini tidak dapat menjelaskan mengapa visi seperti itu dapat dilihat oleh sedemikian banyak orang pada waktu yang bersamaan. Sebuah fenomena yang tidak pernah terjadi dalam sejarah. Memang dalam sejarah, pernah ada orang yang mengaku mendapat visi tentang para pendahulunya yang sudah meninggal, tetapi itu tidak pernah terjadi 2
Deky H. Y. Nggadas, M. Div. | Kebangkitan Yesus: Fisik atau Fakta?
1
Bahkan seandainya Paulus percaya bahwa Yesus bangkit secara fisik dari antara orang mati (1 Kor. 15), maka keyakinan itu sebenarnya melampaui fakta yang sesungguhnya. Itu adalah rekayasa teologis Paulus sendiri, karena begitu dipengaruhi oleh pengalaman perjumpaannya dengan Yesus di dekat Damsik (Kis. 9 & 22). Pandangan inilah yang digemakan dalam novel Nikos Kazantzakis, yang kemudian dirilis menjadi film yang berjudul: The Last Temptation of Christ. Dalam film tersebut, terdapat sebuah dialog imaginatif antara Yesus dan Paulus: Yesus : I’m a man like everyone else. Why are you spreading these lies? Paulus : I’m glad I met you. Now I’m rid of you…. I’ve created truth out of longing and faith…. If it’s necessary to crucify you, then I’ll crucify you – and I’ll resurrect you, like it or not. The enemy is death and I’ll defeat death by resurrecting you – Jesus of Nazareth, Son of God, Messiah. Diakui atau tidak, dialog di atas sebenarnya menggemakan pernyataan Friedrich Nietczhe, seorang filsuf ateis, yang pernah menyatakan bahwa Paulus “the genius of hatred” telah menjadikan Yesus “a God who died for our sins; redemption by faith; resurrection after death – all these things are falsifications of true Christianity.”6 Tendensi-tendensi di atas, tampaknya membuat kita harus mengaku bersama D. L. Moody, yang pernah berkata, “Faith is love in the battle field.” Kalimat singkat ini terus relevan untuk diperdengarkan kepada setiap orang Kristen bahwa kehidupan iman kita bukanlah sesuatu yang take it for granted. Hari ini, saudara dan saya yang menyebut diri Kristen, harus sadar bahwa kita sedang berada “di medan pertempuran”. Sebuah pertempuran yang taruhannya adalah tetap berdiri teguh dan berkata, “Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati,” atau mengibarkan bendera putih dan mengaku bersama para sarjana modern: “Kristus tidak bangkit dari antara orang mati.” Mungkinkah Yesus hanya bangkit secara metafora dan bahwa tubuh fisiknya telah terurai di dalam kubur yang kelam, seiring berjalannya waktu? Benarkah Yesus, yang hari ini kita rayakan kebangkitan-Nya, sesungguhnya tidak pernah “beranjak” dari kubur kelam itu? Apakah kita harus dengan getir melepaskan pengakuan akan kebangkitan fisik Yesus, dan menerima kenyataan yang dikemukan Crossan, bahwa penemuan makam Talpiot merupakan “paku terakhir yang ditancapkan pada peti mati literalisme biblis”?7 Kebangkitan dalam Tradisi Yahudi dan Hellenisme: Isu Konteks 1 Korintus 15 Ketika Paulus mendirikan Jemaat Korintus, para petobat baru yang menjadi anggotanya terdiri atas orang-orang Yunani (non-Yahudi) termasuk juga sebagian kecil orang-orang Yahudi. Isu mengenai kebangkitan, yang dibicarakan Paulus dalam 1 Korintus 15 berkaitan erat dengan pandangan kedua tradisi tersebut: tradisi Hellenisme dan tradisi Yahudi. Pertama, pandangan tentang kebangkitan dalam tradisi Yahudi. Pandangan Yudaisme mengenai kebangkitan sangat dipengaruhi oleh pandangan mereka tentang doktrin “Two Aeon” (Doktrin Dua Zaman). Bagi orang-orang Yahudi, sejarah itu dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu masa sekarang (This Present Age) dan Masa Mendatang atau Masa Mesianik (The Age to Come atau Messianic Age). Masa Sekarang ini ditandai dengan penderitaan, kesulitan, bahkan kematian. Masa Sekarang akan berakhir denga kehadiran Mesias dalam Sejarah yang akan membebaskan Israel dari penjajahan, termasuk menghapuskan segala bentuk penderitaan manusia. Mereka kemudian merumuskan bahwa kebangkitan bukan terjadi dalam keberlangsungan Masa Sekarang, melainkan baru akan terjadi jika Akhir Zaman telah tiba. Meskipun golongan Zaduki tidak percaya bahwa ada kebangkitan, namun secara umum orang-orang Yahudi menerima bahwa kebangkitan
secara kolektif, apalagi dalam jumlah sebanyak lebih dari 500 orang. 6 Dikutip dalam: J. W. Fraser, Jesus and Paul (Abingdon, Berks, England: Marcham Books, 1974), 9. 7 Dikutip dalam: Ioanes Rakhmat, “Makam Keluarga Yesus, Tubuh Kebangkitan, dan Metafora,” dalam Yesus, Maria Magdalena, Yudas, dan Makam Keluarga (Tangerang, Banten: Cirao Credentia Center, 2007)
Deky H. Y. Nggadas, M. Div. | Kebangkitan Yesus: Fisik atau Fakta?
2
akan terjadi. Jadi mereka percaya bahwa ada kebangkitan orang mati, tetapi bukan sekarang, melainkan nanti, pada akhir zaman (bnd. Yoh. 11:24). Kedua, jika orang Yahudi percaya bahwa kebangkitan bisa terjadi walaupun baru terjadi pada akhir zaman (kecuali kaum Zaduki), maka orang Yunani menolak ide tentang kebangkitan sama sekali. N. T. Wright, dalam penyelidikannya terhadap konsep kebangkitan dalam tradisi nonYahudi, menyatakan, “In so far as the ancient non-Jewish world had a Bible, its Old Testament was Homer. And in so far as Homer had anything to say about resurrection, he was quite blunt: it doesn’t happen.”8 Skeptisisme terhadap kebangkitan yang ada di antara jemaat Korintus juga dapat kita temukan dalam perjumpaan Paulus dengan para filsuf di Athena (Kis. 17:32).9 Yang paling penting, selain kita mengetahui mengapa Paulus perlu berbicara mengenai kebangkitan dalam pasal 15, adalah bahwa kebangkitan yang dibicarakan di sini tidak mungkin bersifat metafora. Berdasarkan latar belakang ini, kita seharusnya diyakinkan bahwa tidak lain yang dimaksudkan Paulus adalah kebangkitan secara fisik. Dan ide kebangkitan fisik inilah yang melatarbelakangi pertanyaan Paulus dalam ayat 12, “Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati?” Oleh karena itu, tidak tepat jika Ioanes Rakhmat bersama dengan para sarjana yang mempengaruhinya berpendapat bahwa kebangkitan yang dibicarakan Paulus dalam pasal ini tidak berkenaan dengan kebangkitan secara rohani dan bukan secara fisik.10 Darrel L. Bock dan Daniel Wallace menegaskan bahwa teori kebangkitan rohaniah yang mereka usulkan sebenarnya menunjukkan ketidakfamiliaran mereka (atau pengabaian) terhadap tradisi Yahudi [dan Yunani] yang melatarbelakangi 1 Korintus 15.11 George Eldon Ladd juga menegaskan, “…kebangkitan Kristus secara jasmani merupakan satu-satunya penjelasan yang memadai untuk menerangkan iman Kebangkitan dan fakta-fakta ‘historis’”.12 Jika demikian, apakah signifikansi dari keyakinan akan kebangkitan tubuh Yesus dari antara orang mati bagi kekristenan? Signifikansi Kebangkitan Kristus Bagi kekristenan, Kebangkitan bukan hanya merupakan sesuatu yang dilekatkan pada akhir cerita kehidupan Yesus. Lebih dari itu, kehidupan Yesus dihadirkan sebagai persiapan KematianNya dan diikuti oleh Kebangkitan-Nya. Khotbah Petrus pada hari Pentakosta, hari lahirnya Gereja, menekankan berulang-ulang bahwa Yesus yang mati disalibkan itu, kini telah bangkit dari antara orang mati. Fakta kebangkitan itulah yang mengubah hidupnya, dari seorang penakut yang tidak berani mengaku diri sebagai pengikut Kristus pada hari Yesus ditangkap dan diadili, menjadi seorang pemberita Injil yang berkobar-kobar dan tak gentar. Fakta yang sama juga yang menjadikan Paulus si penganiaya itu menjadi sebagaimana yang kita dalam Kisah Para Rasul dan Suratsuratnya. Fakta itu pula yang membuat Tomas, Si Peragu itu, menurut tradisi, pergi ke India dan mati demi Injil di sana. Coba beritahu saya, apakah pernah satu kali saja Petrus, Paulus, dan muridmurid yang lain pernah berkata bahwa Kebangkitan Kristus adalah Kebangkitan Metafora? Pernahkah Petrus, misalnya, berdiri dan berkhotbah sambil berkata, “Saudara-saudara, kami adalah murid-murid Kristus yang memberitakan kebangkitan-Nya. Tapi, jangan salah paham. Tubuh-Nya masih di kubur milik Yusuf Arimatea. Dia bangkit, tetapi bukan fisiknya. Dia bangkit secara metaforik di dalam kami. Spirit-Nya menguasai hidup kami. Dan kami rela mati untuk berita ini.” 8
N. T. Wright, The Resurrection of the Son of God (London: SPCK, 2003), 32; bnd. Aeschylus, Outis est’ Anastasis – Eumenides 647, yang menyatakan: “Once a man has died and the dust has soaked up his blood, there is no resurrection.” 9 Lih. Paul Barnett, Paul, Missionary of Jesus (Grand Rapids Michigan/Cambridge, U.K.: Eerdmans, 2008), 161. 10 Lih. Rakhmat, “Makam Keluarga Yesus, Tubuh Kebangkitan, dan Metafora”. 11 Bock dan Wallace, Mendongkel Yesus dari Takhta-Nya, 252-257. 12 G. E. Ladd, I Believed in Resurrection of Jesus (Grand Rapids: Eerdmans, 1975), 27.
Deky H. Y. Nggadas, M. Div. | Kebangkitan Yesus: Fisik atau Fakta?
3
Tidak pernah! Jika memang kebangkitan metaforalah yang dimaksudkan Injil-injil termasuk dalam 1 Korintus 15, begitu bodohkah orang-orang Kristen pada waktu itu sehingga mempercayai begitu saja teori tentang kebangkitan tubuh Yesus? Tidak terdorongkah mereka untuk pergi dan membawa keluar jasad Yesus sambil berkata, “Hentikan omong kosong ini. Kalian orang-orang gila, tidak tahukah kalian bahwa jasad Yesus masih di dalam kubur itu?” Yang jelas, orang yang pernah punya medical record sebagai orang gila itu adalah Nietczhe13 dan Ioanes Rakhmat,14 bukan para murid Yesus. Mengapa isu kebangkitan metafora baru dilontarkan pada abad-abad terakhir ini? Jawabannya hanya satu: para murid termasuk seluruh isi Perjanjian Baru tidak pernah mengajarkan kebangkitan metafora. Bahkan para skeptisis yang mengajarkan teori kebangkitan metafora hanya dapat melontarkan teori mereka berdasarkan “hipotesis iman” karena ide mengenai kebangkitan metafora merupakan sesuatu yang asing pada abad-abad pertama. Dapatkah mereka menunjukkan bukti bahwa pernah ada ajaran mengenai kebangkitan metafora pada masa Yesus dan rasul-rasul? Akan tetapi itu adalah ajaran Crossan, Rakhmat, Hick, dsb., dan jika mereka hidup pada abad pertama maka teori mereka akan ditertawakan oleh para murid. Itulah sebabnya, A. M. Ramsey menulis, “Injil tanpa Kebangkitan bagaikan Injil tanpa bab terakhirnya; Injil tanpa Kebangkitan, bukanlah Injil sama sekali…. Teisme Kristen adalah Teisme Kebangkitan.”15 Alan Richardson juga menegaskan, “Iman di dalam Kebangkitan-Nya bukanlah salah satu aspek pengajaran Perjanjian Baru, melainkan esensi Perjanjian Baru.”16 Dengan demikian, teori kebangkitan metafora bukan hanya keliru tetapi juga patut dikasihani. Dan sayangnya, para sarjana yang berdedikasi seperti mereka yang saya sebutkan di atas, harus menukar sukacita dan kuasa kebangkitan Yesus ini dengan sebuah teori jerami seperti itu. Dengan kata lain, perayaan Paskah pada hari ini bukanlah sebuah “keinginan” yang tidak berdasar atas fakta historis. Perayaan kita hari ini adalah kesaksian bersama bahwa tidak pernah ada paku mati, sebagaimana yang dibayangkan Crossan, yang sedemikian berkuasa mengunci keyakinan kita akan kebangkitan fisik Yesus. Sebaliknya, paku mati itu justru akan menancap pada peti mati Crossan bersama rekan-rekannya, karena mereka telah menolak Sang Pemilik Hidup ini, yang dulu pernah berkata, “Akulah Kebangkitan dan hidup, barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yoh. 11:25). Selamat Paskah 2009!
13 14
Nietzche mengakhiri hidupnya dalam keadaan gila. Ioanes Rakhmat pernah mengalami gangguan mental ketika menyelesaikan studi doktoralnya di Negeri
Belanda. 15 16
A. M. Ramsey, The Resurrection of Christ (London: Press, 1945), 7-8. Alan Richardson, History, Sacred and Profane (Philadelphia: Westminster, 1964), 198.
Deky H. Y. Nggadas, M. Div. | Kebangkitan Yesus: Fisik atau Fakta?
4