Kasus App Akut.docx

  • Uploaded by: Yobi Syumarta
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kasus App Akut.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,165
  • Pages: 12
LAPORAN KASUS PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP KAB. 50 KOTA

APPENDISITIS AKUT

Oleh: dr. Cici Octari

Pembimbing: dr. Yola Herda Putri dr. Yulva Roza

RSUD ACHMAD DARWIS SULIKI 2017

1

Nama Peserta: dr. Cici Octari Nama Wahana: RSUD Ahmad Darwis Suliki Topik: appendicitis akut Tanggal (kasus): 10-09-2016 Nama Pasien: Ny. I Tanggal Presentasi:

Nama Pendamping: - dr. Yulva Roza - dr. Yola Herda Putri

Tempat Presentasi Obyektif Presentasi □Keilmuan □Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Puskata □Diagnostik □Managemen □ Masalah □ Istimewa □ □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ □ Bumil Neonatus Lansia □Deskripsi: Perempuan 34 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan bawah □Tujuan: Menegakan diagnosis, memberikan tatalaksana awal, melakukan konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam □ Tinjauan □ Riset □Kasus □ Audit Bahan Pustaka Bahasan: □ Diskusi □presentasi dan diskusi □ Email □Pos Cara Membahas: Nama: Nomor Registrasi: Data Pasien: Telp: Terdaftar Sejak : Nama Klinik: Data Utama Untuk Bahan Diskusi 1. Diagnosis / gambaran klinis Nyeri perut kanan bawah sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat demam (+), mual (+), muntah (-). Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas di titik McBurney, Rovsing sign (+), Obturator sign (+), Psoas sign (+). 2. Riwayat Pengobatan : 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. 4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien. 5. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai seorang buruh tani. 6. Lain-lain PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Fisik  Keadaan umum : tampak sakit sedang  Kesadaran : CMC  Tekanan Darah : 110/70 mmHg  Nadi : 88x/menit  Frekuensi Nafas : 22 x/ menit  Suhu : 37,90 C 2

Status Internus  Kepala : Tidak ada kelainan  Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik  Kulit : Turgor kulit baik  Thoraks o Paru Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/o Jantung Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula sinistra RIC V Perkusi : Batas jantung normal Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak ada  Abdomen Inspeksi : Tidak tampak membuncit Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di titik McBurney dan epigastrium, nyeri lepas (+), rovsing (+), Psoas sign (+), obturator sign (+), defans muskuler (-), Tidak teraba massa di perut kanan bawah Perkusi : Timpani Auskultasi : Bising usus (+) normal  Ekstremitas : Refilling capiller baik Laboratorium:  Hb : 15,1 gr/dl  Leukosit : 18.900/mm3  Trombosit : 270.000/mm3  Hematokrit : 51, 6%  Ureum : 8 mg/dl  Kreatinin : 1,1 mg/dl  GDR : 112 mg/dl  PT : 13,1  APTT : 22  INR :  Gol. Darah : A  Urinalisa : - Warna : kuning - Glukosa : normal - Protein : (+) - Reduksi : (-) 3

-

Bilirubbin : (-) Urobilin : (-) Sedimen : eritrosit (-), leukosit (+), silinder (-), kristal (-), sel epitel (-)

Diagnosis  Appendisitis akut Tatalaksana  IVFD RL 20 gtt/’  In cefotaxime 2x 1gr i.v (ST)  Inj. Ranitidine 2x1amp i.v  Puasa  Ok cito Follow up 11-09-2016 S/ Demam tidak ada Muntah tidak ada Nyeri pada luka bekas operasi Flatus (+) O/ KU = sedang, Kes = CMC Kulit : teraba hangat Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal. Abdomen : distensi (-), pain LBO (+), BU (+) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-) A/ Post Appendectomy H+1 P/ Mobilisasi Boleh minum  kembung (-) Diet ML IVFD RL 20 gtt/i Inj Cefotaxime 2x1 gr IV Inj Ranitidin 2x1 amp IV Inj Ketorolac 2x1 amp IV 12-09-2016 S/ Demam tidak ada Muntah tidak ada Nyeri pada luka bekas operasi O/ KU = sedang, Kes = CMC Kulit : teraba hangat Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal. Abdomen : distensi (-), pain LBO (+), BU (+) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-) A/ Post Appendectomy H+2 P/ Diet ML 4

IVFD RL 20 gtt/i Inj Cefotaxime 2x1 gr IV Inj Ranitidin 2x1 amp IV Inj Ketorolac 2x1 amp IV 13-09-2016 S/ Demam tidak ada Muntah tidak ada Nyeri pada luka bekas operasi O/ KU = sedang, Kes = CMC Kulit : teraba hangat Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal. Abdomen : distensi (-), pain LBO (+), BU (+) Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-) A/ Post Appendectomy H+3 P/ BOLEH PULANG - Cefixime 2x100mg - Ranitidine 2x1 tab - As. Mefenamat 3x1 tab

5

TINJAUAN PUSTAKA 1. Pendahuluan Apendiks adalah suatu sisa sekum yang tidak berkembang. Apendiks merupakan organ berbentuk seperti tabung yang panjannya rata-rata 10cm (3-15cm). Organ ini tidak diketahui fungsinya. Apendiks memiliki empat lapisan yang sama dengan bagian saluran cerna lainya dan mukosanya menyerupai mukosa kolon. Gambaran khas pada organ ini adalah banyaknya jaringan limfoid di mukosa dan submukosa, yang pada anak-anak seluruhnya terdiri dari lapisan foliker gerinativum dan pulpa limfoid. jaringan limfoid ini mengalami atrofi progresif selama kehidupan hingga hampir lenya pada usia lanjut.

Gambar 1. Posisi Apendix

Pada 65% kasus, apendix terletak intraperitoneal. Kedudukan ini memungkinkan apendix

bergerak,

dan

ruang

geraknya

bergantng

pada

panjang

mesoapendiks

penggantungnya. pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendiks bergantuk dari letak apendiks. Persarafan parasimpatik berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu nyreri viseral pada apendisitis berasal bermula disekitar umbilikus. Perdarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang meruppakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat msalnya karena trombosis karena infeksi, apendiks akan menalami gangren.2

6

2. Fisiologi pada Apendix Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekreator yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun Universitas Universitas Sumatera Sumatera Utara menanggapi bahwa, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.2

Gambar 2. Pendarahan Appendix

3. Epidemologi Insiden apendiditis akut dinegara maju lebih tinggi dariada inegara berkembang. Namun dalam tiga-emapt dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan karena meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu seharihari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, Hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding kecuali paa usian 20-30 dimana insiden laki-laki lebih tinngi dibandingkan perempuan2

4. Etologi Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat, hiperplasia dari folikel limfoid, kemudian adanya fekalit dalam lumen appendiks, adanya tumor appendiks, adanya benda asing seperti cacing askariasis, dan adanya 7

erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica. Penyebabnya hampir selalu akibat obstruksi lumen appendix oleh apendikolit, fekalomas (tinja yang mengeras), parasit (biasanya cacing ascaris), benda asing, karsinoid, jaringan parut, mukus,dan lain-lain2

5. Patofisiologi Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses

penyumbatan

yang

mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.2 Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Pada orangtua kemungkinan terjadi perforasi lebih besar karena daya tahan tubuh sudah lemah dan telah ada gangguan pembuluh darah. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan perut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbvasi.2

6. Manifestasi klinis Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing (apendix) baik disertai maupu tidak disertai dengan rangsangan peritonitis lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupaakan nyeri viseral epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini disertai mual dan kadang ada muntah. umumnya, nafsu makan akan menurun. Dalam beberpa jam nyeri akan 8

berpindah ke kanan bawah pada titik Mcburney dan nyeri akan menetap. Disini nyeri akan dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epegastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga pasien merasa memerlukan pencahar. Tindakan ini berbahaya karena akan mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pesien mengeuh sakit perut ketika berjalan atau batuk.2,7 Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. Bila apendiks terletak retrosekal, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jeas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena apendiks terlindungi oleh sekum. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau nyeri ketika berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang penegang dari dorsal. Radang pada apendiks yang terletak di ronga pelvis dapat menimulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat. Jika apendiks tadi menempel ke kandun kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi berkemih akibat rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih.2

Keterangan: 0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan. 9

7. Penatalaksanaan Terapi untuk apendisitis selalu opreatif karena lumen yang terobstruksi tidak dapat sembuh dengan antibiotik saja. Apendisitis tanpa ruptur diterapi dengan apendiktomi segera setelah evaluasi medis selesai. Ruptur apendisitis dengan peritonitis lokal atau flegmon, dioperasi setelah resusitasi awal untuk memperbaiki cairan serta elektrolit yang hilang. Pemberian antibiotik dapat digunakan untuk melawan aktivitas bakteri gram negatif dan anaerobik enterik. Ruptur apendisitis dengan peritonitis membutuhkan reusitasi cairan yang lebih luas.2,4 Perlu dilakukan laparotomi dan insisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat serta pembersihan kantung nanah. Akhir-akhir ini mulai banyak dilaporkan pengolahan apendisitis perforasi secara laparoskopi apendektomi.2 Penatalaksanaan medikamentosa yang diberikan pada pasien tersebut adalah obat-obatan antibiotik yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder pasca operasi

8. Komplikasi Komplikasi yang paling berbahaya adalah perforasi. Perforasi apendiks akan menyebabkan peritonitis purulenta yang ditnadai dengan demam tinngi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut serta perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defens muskular terjadi di seluruh perut. Peristalsis usus dapat menurun sampe menghilang akibat adanya ileus peistaltik. Abses rongga peritoium dapat terjadi bila pus yang menyebar telokalisasi di suatu tempat. paling sering dirongga pelvis dan subdiafragma. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.7 Massa perpendikuler terjadi apabila apendisitis ganggrenosa atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum atau lekuk usus halus. Pada massa perpendikuler dengan dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaraban pus keseluruh rongga peritoneum jika erforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata.2 Kemudian peritonitis, syok sepsis, gangguan peristaltic, dan Ileus.

10

9. Prognosis Pada kasus-kasus apendisitis yang didiagnosis dengan tepat dan mendapatkan penanganan yang sesegera mungkin maka prognosisnya baik. Mortalitas dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persipan prabedah, dan stadiumnya. Angka mortalitas pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar.

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Gleadle.Jonathan.At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Erlangga, 2007.h. 93. 2. Sjamsuhidajat, De jong. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2011.h.75568. 3. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2000.h.1364-67 4. Schwartz SI. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2000.h.436-606. 5. Sudoyo AW. Setiyohadi B, Idrus A.. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jakarta: FKUI; 2006.h.366-7 6. Sudiono J, kurniadhi B,b hendrawan A, Djimantoro B. Penuntun praktikum patologi anatomi. Jakarta: EGC. 2001.h.32 7. Mansjoer. A. Dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2000.

12

Related Documents

Kasus App Akut.docx
May 2020 1
App
June 2020 31
App
November 2019 66
App
December 2019 34
App
May 2020 10
App
June 2020 9

More Documents from "api-206942798"