[APINDO TRAINING CENTER Vol. 5, April 2018
Dapatkah “Cuti Melahirkan” bagi Pekerja Laki-laki Diterapkan Pada Sektor Usaha Swasta? Oleh : M Aditya Warman Head of Research APINDO Training Center
ABSTRAK Perspektif tentang kesamaan gender antara laki-laki dengan perempuan dalam dunia kerja kita menguat. Berbagai pihak tidak hanya pengusaha, bahkan pemerintah mulai memberikan perhatiannya pada kasus kesamaan kewajiban atas pengurusan keluarga, yakni dalam hal melahirkan anggota keluarga yang baru. Seorang pekerja laki-laki kini dianggap perlu untuk menemani dalam jangka waktu selama yang dibutuhkan oleh istri sang istri dalam proses melahirkan maupun setelahnya. Dengan catatan dalam kondisi-kondisi tertentu, pekerja lakilaki melalui Peraturan Kepala Badan Kesejahteraan Nasional (BKN) dapat diberikan Cuti Alasan Penting (CAP) di mana salah satunya adalah menemani sang istri yang tengan dan pasca melahirkan. Pemberian tenggat waktu maksimal satu bulan tentu mendatangkan berbagai tanggapan dari pihak perusahaan, pekerja maupun pemerintah sendiri selaku pembuat peraturan. Akankah ketetapan ini membawa dampak positif bagi keluarga tanpa meninggalkan jejak dampak negative bagi perusahaan?
Tidak hanya di Indonesia, negaranegara lainnya di dunia juga memberlakukan cuti melahirkan bagi kaum wanita seperti pada gambar di bawah ini. Saat di Indonesia peraturan mengenai “Cuti Melahirkan” tengah berkembang dan meluas pemberiannya kepada pekerja laki-laki yang berstatus sebagai suami.
Gambar 1. Sebaran Cuti Melahirkan di Seluruh Negara
Melalui perspektif yang berbeda terhadap suatu kebijakan perusahaan atau lembaga, dalam memberikan izin meninggalkan pekerjaan dalam waktu lama atau cuti, saat ini baru saja diterbitkan Peraturan dari Kepala Badan Kesejahteraan Nasional (BKN) mengenai adanya hak “Cuti Melahirkan” bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) laki-laki yang telah menikah. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Kenegaraan ini terang saja menimbulkan beragam pandangan baik positif maupun negatif. Selain itu peraturan ini juga melahirkan persepsi yang berbeda dari setiap mata yang memandang ataupun telinga yang mendengar. Bagaimana sebenarnya “Cuti Melahirkan” bagi PNS ini diimplementasikan? Melalui beberapa sub bahasan berikut ini dipaparkan dan diangkat
Research by DPN APINDO - Apindo Training Center
Page 1
[APINDO TRAINING CENTER Vol. 5, April 2018 dari berbagai sisi baik pekerja maupun pengusaha (pemberi kerja). Peraturan Cuti Pekerja Secara Umum Berbicara mengenai hak pekerja baik laki-laki maupun perempuan untuk memperoleh cuti tentu dimiliki oleh seluruh pekerja, tidak hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) saja melainkan juga bagi para pekerja di perusahaan swasta. Tetapi seiring dengan perkembangan dunia pekerjaan saat ini, Kepala Badan Kesejahteraan Nasional (BKN) memandang perlunya penyeimbangan kebutuhan cuti bagi kaum laki-laki dan perempuan, khususnya dalam hal pemberian hak untuk cuti melahirkan. Hal ini tertuang dalam Peraturan Kepala BKN Nomor 24 tahun 2017 tentang tata Cara Pemberian Cuti PNS. Dalam konteks PNS, saat ini ketetapan cuti melahirkan tidak hanya diperuntukkan bagi pekerja wanita PNS saja melainkan juga bagi pekerja laki-laki yang telah berstatus menikah (suami). Cuti melahirkan untuk pekerja laki-laki ini masuk dalam kategori Cuti Alasan Penting (CAP). Beberapa hal yang termasuk dalam Cuti dengan Alasan Penting adalah apabila Ibu/Bapak/IStri/Suami/Anak/Adik/Kakak/M ertua atau Menantu sakit keras atau meninggal. Dalam penjabarannya secara umum terkait hak untuk memperoleh cuti melahirkan bagi pekerja perempuan, tertuang dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Undang-undang tersebut dikatakan bahwa pekerja atau buruh perempuan berhak memperoleh istirahat (cuti) selama 1,5 bulan atau kurang lebih 45 hari kalender, sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Jelas terlihat di sini bahwa hanya pekerja wanita atau istri saja yang memiliki hak untuk cuti atau
istirahat dalam rangka melahirkan baik secara normal maupun operasi Caesar. Namun merujuk pada Peraturan Kepala BKN yang menyatakan bahwa PNS Lakilaki berhak mendapatkan cuti untuk menemani istri melahirkan dengan alasan tertentu yang dianggap penting oleh pimpinan yang diberikan kewenangan untuk memberikan cuti tersebut. Lamanya masa waktu cuti maksimal adalah satu bulan, namun telah ditegaskan dalam peraturan tersebut dalam pelaksanaannya tidak harus satu bulan, namun disesuaikan dengan kebutuhan, dengan melampirkan surat keterangan rawat inap dari unit layanan kesehatan. Cuti adalah hak bagi setiap pekerja setelah melewati masa kerja dalam waktu tertentu sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan terkait. Termasuk juga bagi para pegawai swasta yang memiliki hak cuti untuk kebutuhankebutuhan tertentu. Beberapa cuti yang menjadi hak para pekerja baik PNS maupun swasta adalah sebegai berikut : No 1
2 3
4
5
Research by DPN APINDO - Apindo Training Center
Cuti Cuti Tahunan
Keterangan 12 hari (pemanfaatannya disesuaikan dengan ketentuan perusahaan) Cuti Bersama Sesuai Peraturan Pemerintah. Cuti Di Luar PNS (setelah bekerja Tanggunan minimal 5 tahun Negara berturut-turut). Cuti Alasan Ibu/Bapak/IStri/Suami Penting /Anak/Adik/Kakak/Me rtua atau Menantu sakit keras atau meninggal. Cuti lainnya Sesuai kebijakan yang diatur perusahaan. sesuai peraturan perusahaan
Page 2
[APINDO TRAINING CENTER Vol. 5, April 2018 Perusahaan yang taat hukum salah satunya adalah yang memberikana apa yang menjadi hak para karyawannya, salah satunya yaitu pemberian hak cuti sesuai dengan yang telah ditentukan oleh perusahaan atau yang telah disepakati oleh pengusaha dan serikat pekerja. Salah Kaprah Pemahaman Melahirkan Bagi Laki-laki
Cuti
Berdasarkan artikel di www.setkab.go.id dalam artikel yang berjudul “Tidak Potonng Cuti Tahunan PNS Laki-laki Berhak Cuti Saat Dampingi Istri Melahirkan”, adalah tidak diberikan secara cuma-cuma selama satu bulan lamanya bagi PNS laki-laki yang mengajukan cuti karena alasan penting menemani istrinya melahirkan. Melainkan kebutuhan tersebut akan tetap dilihat lagi tingkat urgensinya, serta disesuaikan dengan masa waktu yang sebenarnya yang diperlukan untuk kebutuhan tersebut. Pengajuan cuti ini juga wajib melampirkan surat keterangan rawat inap dari unit layanan kesehatan yang menampung istri PNS untuk diberikan layanan melahirkan. Diberikannya kesempatan bagi PNS laki-laki untuk dapat mengajukan cuti menemani istri melahirkan merupakan poin tambahan dalam kategori atau jenis Cuti Alasan Penting di mana sebelumnya hanya terdapat cuti Ibu / Bapak / Istri / Suami / Anak / Adik / Kakak / Mertua atau Menantu sakit keras atau meninggal. Maka dapat dikatakan bahwa terbitnya cuti yang fenomenal ini adalah hanya sebuah tambahan kecil dari satu jenis cuti yang sebelumnya sudah ada, dan dalam aplikasinya pun tetap membutuhkan lampiran keterangan tertentu dan waktu pelaksanaan sesuai kebijakan pimpinan kerja atau kepala lembaga yang diberi kewenangan.
Dampak Bagi Pekerja dan Pengusaha Sektor Swasta atas Penerapan Kebijakan Cuti Melahirkan Bagi Pekerja Laki-laki Terbitnya peraturan kepala BKN terkait penambahan poin kategori Cuti karena Alasan Penting yakni poin menemani istri yang sedang melahirkan tentu saja menimbulkan polemik baru di dunia usaha sektor swasta. Dampak yang berkonotasi negatif ini tidak hanya hadir bagi para pekerja tetapi juga bagi para pengusaha. Dari sisi pekerja sektor usaha swasta, cuti untuk menemani istri yang melahirkan mungkin ada yang dapat diberikan oleh perusahaannya namun ada juga yang tidak. Sebenarnya, pemberian hak untuk cuti menemani istri yang sedang melahirkan dapat saja diberikan oleh setiap perusahaan namun dengan tetap memperhatikan tingkat urgensi dan alasan yang diajukan. Pemberian kebijakan ini sebenarnya sejalan dengan regulasi yang baru saja diterbikan untuk para PNS laki-laki tersebut. Dalam hal pengajuan cuti menemani istri yang melahirkan PNS pun tetap harus melampirkan surat keterangan rawat inap istri dari unit layanan kesehatan terkait, dan atasan yang diberikan wewenang untuk memberikan izin cuti atau tidak tetap akan melihat tingkat urgensi atas kebutuhan ini. Waktu pelaksanaan cuti pun diatur tersendiri oleh atasan dengan lagi-lagi melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh pegawainya, dengan masa waktu cuti paling lama adalah satu bulan. Dengan demikian jelas sudah bahwa tidak serta merta setiap PNS laki-laki otomatis behak mendapatkan cuti untuk menemani istri yang melahirkan selama satu bulan. Tetapi tetap mengikuti peraturan pada lembaga tempatnya bekerja, terkait pemberian hak cuti dan juga lamanya waktu cuti karena alasan penting tersebut. Selain pekerja, para pengusaha di sektor swasta pun terkena dampak atas penetapan peraturan ini, yaitu bertambahnya
Research by DPN APINDO - Apindo Training Center
Page 3
[APINDO TRAINING CENTER Vol. 5, April 2018 kemungkinan kebijakan yang perlu diberikan kepada pekerja laki-laki terkait kebutuhan menemani istri yang sedang melahirkan. Walaupun tidak saat ini namun tetap saja seiring dengan berjalannya waktu, semakin panjang masa telah ditetapkannya peraturan Kepala BKN tersebut maka tidak dapat dihindari suatu waktu nanti akan datang tuntutan-tuntutan dari pekerja untuk memiliki ketetapan yang sama dengan para PNS terkait cuti karena alasan penting. Selain kemungkinan adanya tuntutantuntutan tersebut, para pengusaha juga harus mulai waspada mengenai adanya lost time tambahan seiring dengan bertambahnya kebijakan cuti yang harus diberikan. Berapa banyak waktu yang akan hilang jika beberapa pekerja mengambil cuti dalam waktu yang sama dikarenakan alasan-alasan yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan.
diperlukan juga mutlak dipenuhi untuk mendapatkan cuti yang dimaksud. Kesimbangan antara menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak dari pengusaha dan pekerja merupakan kunci kelangsungan hidup perusahaan untuk mencapai Visi, Misi serta goals yang telah ditetapkan. ***
Solusi Bersama Pekerja dan Pengusaha Sektor Swasta dalam Penerapan Cuti Melahirkan Pekerja Laki-laki Bukan tidak mungkin suatu hari nanti Cuti Melahirkan bagi pekerja laki-laki yang kini berlaku bagi PNS maka akan berlaku pula bagi para pekerja swasta. Lantas bagaimana para pengusaha dapat menciptakan solusi terbaik dalam rangka menunaikan hak-hak karyawan? Hal ini tentu perlu diimbangi pula dengan pola pemanfaaatan yang bijak dari para pekerja atas kelonggaran yang diberikan. Penetapan syarat-syarat bagi pekerja yang ingin mengajukan cuti dalam rangka menemani istri melahirkan mutlak disusun oleh perusahaan. Hal ini tidak bertujuan untuk mempersulit melainkan membentuk ketertiban yang baru demi kelancaran pekerjaan dan roda bisnis perusahaan. Dari sisi pekerjapun demikian, memenuhi setiap persyaratan yang
Research by DPN APINDO - Apindo Training Center
Page 4
[APINDO TRAINING CENTER Vol. 5, April 2018
Research by DPN APINDO - Apindo Training Center
Page 5