Diagnosis dan Penatalaksanaan Migrain Kronis di Layanan Primer. Warner J. Becker, MD, FRCPC Latar Belakang— Migrain kronik sering dijumpai, mempengaruhi sekitar 1% populasi umum, dan menyebabkan kecacatan yang signifikan. Tujuan. — Untuk merangkum keterlibatan dari dokter layanan primer dalam tatalaksana migrain kronis secara optimal, dan menyediakan algoritma untuk membantu mereka dalam diagnosis dan tatalaksana pasien dengan migrain kronis. Metode — Analisis kebutuhan diagnostik dan tatalaksana pada migrain kronis, berdasarkan pada literatur medis dan pengalaman klinis. Hasil. — Migrain kronis merupakan akhir yang lebih parah dari spektrum migrain, biasanya timbul dari migrain episodik sebelumnya, dan ditandai dengan sakit kepala pada 15 hari sebulan atau lebih. Terutama, sakit kepala perlu memenuhi kriteria diagnostik migrain yang hanya 8 hari sebulan untuk memenuhi kriteria diagnostik migrain kronis. Ketika terlalu sering menggunakan obat akut, diagnosis kedua dari sakit kepala yang berlebihan harus dilakukan. Jika pasien memenuhi kriteria untuk migrain kronis, ini mengesampingkan dari diagnosis tension-type headache kronis. Terapi akut migrain kronis mirip dengan migrain episodik, kecuali pada penggunaan obat berlebihan merupakan risiko yang jauh lebih besar pada migrain kronis dan harus ditangani. Semua pasien harus dipertimbangkan untuk profilaksis farmakologis, dan aspek terapi perilaku harus ditekankan. Dua obat profilaksis dengan bukti terbaik untuk keberhasilan pada migrain kronis adalah topiramate dan onabotulinumtoxinA. Mengingat kecacatan yang disebabkan oleh migrain kronis, kedua obat harus tersedia bagi pasien jika diperlukan. Kesimpulan. — Penatalaksanaan migrain kronis sangat kompleks, dan banyak pasien yang relatif refrakter terhadap terapi. Rujukan spesialis sering kali diperlukan dan tidak boleh ditunda terlalu lama. Di sisi lain, dokter layanan primer harus dapat membuat diagnosis, memulai terapi, dan mengelola beberapa pasien yang refrakter tanpa rujukan. Waktu rujukan harus tergantung pada keahlian dokter layanan primer dalam manajemen sakit kepala dan respons pasien terhadap terapi awal. Kata kunci: migrain kronis, topiramate, onabotulinumtoxinA, amitriptyline, diagnosis, pengobatan. PENDAHULUAN Pasien dengan migrain kronis merupakan yang paling parah dan cacat dari berbagai spektrum migrain. Manajemen yang berhasil dari pasien ini seringkali kompleks, dan merupakan tantangan yang sangat nyata bagi dokter layanan primer, mengingat terbatasnya waktu yang mereka miliki untuk kunjungan pasien secara individu. Selain itu mungkin sulit bagi dokter layanan primer, mengingat ruang lingkup praktik mereka yang luas, untuk
mengumpulkan keahlian yang diperlukan untuk secara optimal merawat pasien yang sering refrakter ini. Bantuan spesialis akan sering diperlukan untuk keberhasilan manajemen migrain kronis, tetapi penting bahwa dokter layanan primer dapat mendiagnosis pasien ini secara akurat, memulai terapi yang tepat, dan berhasil mengelola mereka dalam jangka panjang secara sigifikan. Migrain kronis memiliki prevalensi minimal 1% pada populasi umum.1 Mengingat prevalensi yang relatif tinggi ini, banyak wilayah geografis tidak memiliki sumber daya spesialis yang memadai untuk mengelola semua pasien ini di tingkat spesialis. Peran Dokter Layanan primer Peran dokter layanan primer dalam diagnosis dan pengelolaan migrain kronis dapat diperdebatkan, dan mungkin berbeda-beda di berbagai negara dan sistem medis. Ini mungkin tergantung pada lokasi geografis dokter layanan primer (perkotaan vs pedesaan), dan apakah dokter layanan primer memiliki minat khusus pada gangguan sakit kepala. Akhirnya, ketersediaan ahli saraf atau spesialis lain dengan minat pada gangguan sakit kepala, waktu tunggu untuk melihat spesialis ini, kemampuan spesialis ini untuk mengikuti pasien migrain kronis dari waktu ke waktu, dan harapan pasien merupakan semua faktor yang berperan dalam manajemen migrain kronis pada dokter layanan primer.
Gambar. 1. — Peran dokter layanan primer dalam tatalaksana migrain kronis. [Gambar berwarna dapat dilihat di wileyonlinelibrary.com]
Telah disarankan, baik dalam review dari Eropa2 dan Amerika Serikat,3 bahwa peran dokter layanan primer terutama untuk mendiagnosis pasien, mengeksklusi sakit kepala sekunder, dan merujuk pasien ke spesialis. Review ini juga menekankan bahwa dokter layanan primer memainkan peran penting dalam memahami sepenuhnya penggunaan obat oleh pasien, dalam menetapkan batas frekuensi penggunaan obat akut yang tepat, dan dalam mengobati komorbiditas seperti kecemasan dan depresi. Akhirnya, disarankan bahwa dokter keluarga dapat membantu pasien mengelola pemicu migrain dan faktor gaya hidup yang dapat memperburuk migrain, dan membantu dengan akses ke terapi perilaku yang diperlukan seperti manajemen stres, terapi perilaku kognitif, dan teknik relaksasi. Juga disarankan bahwa penting bagi dokter layanan primer untuk “melaksanakan” rencana tatalaksana dari spesialis sakit kepala,2 untuk mendorong penggunaan buku harian sakit kepala dan kepatuhan dengan obat-obatan profilaksis, dan untuk memantau rencana perawatan secara umum.3 Karena migrain adalah penyakit kronis, di banyak rangkaian tatalaksana, diharapkan bahwa dokter layanan primer pada akhirnya akan mengambil alih tatalaksana sepenuhnya setelah pasien tampak distabilkan dengan bantuan spesialis. Hal di atas semua merupakan peran penting bagi dokter keluarga atau penyedia layanan primer untuk terlibat dalam perawatan pasien dengan migrain kronis. Dalam pandangan saya, mengingat tingginya prevalensi migrain kronis dan waktu tunggu yang lama untuk menemui spesialis di banyak lokasi, juga penting bahwa banyak dokter layanan primer, setelah mereka mendiagnosis migrain kronis, memulai terapi. Ini mungkin bermanfaat ketika pasien menunggu untuk menemui spesialis, atau sebagai alternatif dapat mengurangi jumlah pasien yang pada akhirnya perlu dirujuk ke spesialis sakit kepala. Pasien migrain kronis yang kurang refrakter dapat diobati dengan sukses oleh penyedia layanan kesehatan primer yang memiliki informasi lengkap dengan akses ke sumber daya yang sesuai. Gambar 1 merangkum peran potensial dokter layanan primer dalam manajemen migrain kronis. Diagnosis Pada dasarnya, pasien dengan migrain kronis adalah pasien dengan migrain yang telah berkembang menjadi pola sakit kepala yang sangat sering. Sakit kepala yang sering terjadi ini tidak harus bersifat migrain. Meskipun secara definisi pasien dengan migrain kronis telah mengalami setidaknya 15 hari sakit kepala sebulan selama 3 bulan atau lebih, hanya 8 dari hari sakit kepala ini per bulan yang memerlukan kriteria diagnostik migrain. Bagi banyak pasien dengan migrain kronis, sebagian besar atau bahkan semua hari sakit kepala mereka sebenarnya adalah migrain, dengan terlalu banyak mual atau fotofobia yang memenuhi syarat untuk sakit kepala tipe tegang, tetapi pasien lain mungkin memiliki banyak hari sakit kepala yang menyerupai tension-type headache. Penting untuk disadari bahwa jika pasien memenuhi kriteria diagnostik untuk migrain kronis, ini tidak termasuk diagnosis tension-type headache. Pasien tidak boleh diberikan kedua diagnosis, bahkan jika sebagian besar hari sakit kepala mereka adalah tension-type. Jika mereka memiliki 8 hari migrain per bulan, mereka memiliki migrain kronis bahkan jika mereka memiliki banyak hari sakit kepala per bulan yang menyerupai tension-type headache. Istilah "sakit kepala campuran" dan "sakit kepala kontraksi otot" tidak boleh digunakan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk membantu penyedia layanan primer dengan diagnosis migrain kronis. Berdasarkan InternationalHeadache Society Classification, yang dikenal sebagai International Classification of Headache Disorders, telah disarankan bahwa migrain kronis dapat didiagnosis dengan cukup akurat jika pasien mengalami sakit kepala setidaknya 15 hari sebulan dengan setidaknya 8 hari ini menunjukkan gejala migrain, dan jika biasanya durasi sakit kepala minimal 4 jam sehari.2 Sebuah kuesioner yang mempertimbangkan sejumlah tampilan klinis migrain kronis dan yang dapat diisi oleh pasien sebelum kunjungan dokter juga telah dikembangkan.5 Pasien dapat mengakses, melengkapi, dan mencetak alat skrining migrain kronis ini di situs web Allergan.6 Ini bukan alat diagnostik, tetapi dimaksudkan untuk mengingatkan pasien dan dokter bahwa pasien mungkin menderita migrain kronis. Tabel 1. — Kriteria Diagnostik untuk Migrain Kronik A. Sakit kepala (tipe tegang dan / atau migrain) pada 15 hari per bulan selama setidaknya 3 bulan. B. Memiliki setidaknya 5 serangan migrain dengan atau tanpa aura. C. On8 hari per bulan selama 3 bulan: a. Sakit kepala telah memenuhi kriteria untuk migrain dengan atau tanpa aura atau b. Sakit kepala diyakini oleh pasien sebagai migrain dan berhasil diobati dengan triptan atau ergot. D. Tidak diperhitungkan dengan diagnosis lain. Diubah dari: ICHD-3.Cephalalgia. 2013; 33 (9): 627-808 The Classification Committee of the International HeadacheSociety telah mengembangkan kriteria yang jelas dan mudah diterapkan untuk diagnosis migrain kronis, dan ini ditunjukkan pada Tabel 1. Gambaran penting dari kriteria diagnostik ini adalah bahwa pasien harus memiliki setidaknya 5 serangan migrain sebelumnya, meskipun sebagian besar pasien dengan migrain kronis memiliki riwayat migrain bertahun-tahun sebelum perkembangan migrain kronis. Karena itu, riwayat migrain episodik di masa lalu mungkin sulit untuk diperoleh dan mungkin memerlukan pertanyaan yang cermat, terutama pada pasien yang telah mengalami migrain kronis selama bertahun-tahun. Untuk membantu dokter layanan primer mengidentifikasi serangan migrain sebelumnya, dan untuk mengidentifikasi hari migrain per bulan pada sindrom sakit kepala pasien saat ini, kriteria diagnostik untuk migrain tanpa aura dan untuk migrain dengan aura diberikan pada Tabel 2. Meskipun sebagian besar pasien dengan migrain kronis memiliki riwayat migrain tanpa serangan aura, beberapa mungkin memiliki riwayat migrain dengan aura. Tampilan lain dari kriteria diagnostik adalah bahwa jika serangan sakit kepala pasien merespon dengan cepat terhadap pengobatan triptan di awal serangan, hari itu dianggap sebagai hari migrain bahkan jika sakit kepala belum mengembangkan semua karakteristik klinis yang diperlukan untuk diagnosis migrain sebelum resolusi. Penting untuk dicatat bahwa selama anamnesis, terutama jika buku harian sakit kepala tidak tersedia, pasien mungkin meremehkan jumlah hari migrain yang mereka alami per bulan. Dokter mungkin perlu menanyakan dengan hati-hati apakah ada mual dan/atau
fotofobia dan fonofobia selama berhari-hari dengan sakit kepala dengan intensitas sedang agar dapat dikategorikan dengan benar sebagai migrain atau tipe ketegangan. Menurut definisi, bahkan pada pasien dengan tension-type headache kronis, tidak boleh lebih dari satu fotofobia, fonofobia, atau mual ringan. Secara umum, pasien dengan riwayat migrain episodik yang terus mengalami sakit kepala migrain yang jelas tetapi sekarang mengalami sakit kepala lebih dari 14 dalam sebulan harus diduga kuat menderita migrain kronis. Dengan tidak adanya buku harian sakit kepala, menentukan apakah seorang pasien mengalami sakit kepala lebih dari 14 hari sebulan juga bisa menjadi masalah. Jika situasinya tidak jelas, pasien dapat ditanya "Pada berapa hari dalam sebulan Anda benar-benar bebas sakit kepala?" Jawaban untuk pertanyaan ini akan sering menunjukkan bahwa pasien memiliki lebih banyak hari sakit kepala sebulan daripada yang diperkirakan, karena pasien mungkin tidak mempertimbangkan hari sakit kepala mereka yang lebih ringan. Tabel 2A. — Kriteria Diagnostik untuk Migrain Tanpa Aura Setidaknya 5 serangan dengan: A. Durasi 4-72 jam B. Setidaknya 2 dari: lokasi unilateral, nyeri berdenyut, intensitas sedang atau berat bertambah parah oleh atau menyebabkan penghindaran aktivitas fisik selama serangan C. Setidaknya 1 dari: mual dan / atau muntah foto dan fonofobia D. Tidak ada penyebab lain yang tampak jelas Tabel 2B. — Kriteria Diagnostik untuk Migrain Dengan Aura Khas A. Setidaknya dua serangan dengan: B. Aura dengan gejala visual, sensorik, dan / atau bahasa, masing-masing sepenuhnya dapat dibalik C. Setidaknya dua dari: 1. Setidaknya satu gejala aura menyebar secara bertahap selama 5 menit dan / atau dua atau lebih gejala terjadi berturut-turut 2. Gejala aura individu bertahan 5 -60 menit 3. Setidaknya satu gejala aura adalah unilateral 4. Aura disertai, atau diikuti dalam 60 menit, dengan sakit kepala D. Tidak lebih baik diperhitungkan dengan diagnosis lain (misalnya, serangan iskemik transien, dll) Diubah dari: ICHD- 3 Cephalalgia. 2013; 33 (9): 627-808. Migrain kronis dan Medication Overuse Headache Karena pasien migrain kronis sering mengalami sakit kepala, mulai dari 15 hari dalam sebulan bahkan setiap hari dalam sebulan, banyak yang jatuh ke dalam penggunaan obat migrain akut yang berlebihan. Obat-obat ini dapat termasuk analgesik sederhana seperti
asetaminofen atau obat antiinflamasi non-steroid NSAID), triptan, atau analgesik kombinasi yang mengandung kodein atau opioid lainnya. Jika gambaran klinis pasien memenuhi kriteria diagnostik untuk migrain kronis dan medication overuse headache, pasien harus diberikan diagnosis, migrain kronis dan medication overuse headache.4 Kriteria diagnostik untuk medication overuse headache diberikan pada Tabel 3.4 Tabel 3. — Kriteria Diagnostik untuk dan Medication Overuse Headache A. Sakit kepala terjadi pada 15 hari sebulan pada pasien dengan gangguan sakit kepala yang sudah ada sebelumnya. B. Penggunaan berlebihan secara rutin selama> 3 bulan: 1. Ergot, triptan, opioid, atau kombinasi analgesik digunakan pada10 hari sebulan * 2. Analgesik sederhana (acetaminophen, NSAID) digunakan pada 15 hari sebulan C. Tidak lebih baik diperhitungkan dengan dignosis lain * Selain itu, total penggunaan beberapa obat yang berbeda tanpa terlalu sering menggunakan obat tunggal pada 10 hari sebulan dianggap terlalu sering digunakan . Diubah dari: ICHD-3Cephalalgia. 2013; 33 (9): 627-808. Penting untuk diketahuin bahwa meskipun penggunaan obat yang berlebihan mungkin ada pada pasien dengan migrain kronis, itu tidak selalu merupakan pendorong dari frekuensi sakit kepala yang tinggi. Penghentian penggunaan obat yang berlebihan tidak selalu menghasilkan berkurangnya frekuensi sakit kepala, meskipun hal itu akan terjadi pada proporsi yang signifikan dari pasien tersebut. Empat puluh lima persen pasien yang menghentikan penggunaan obat secara berlebihan mengalami peningkatan substansial dalam populasi rujukan,7 dan proporsi ini mungkin lebih tinggi pada populasi layanan primer. Pencegahan Migrain Kronis Dalam kebanyakan kasus, migrain kronis tampaknya mewakili perkembangan migrain dari pola episodik atau intermiten ke sindrom dengan serangan sakit kepala yang sangat sering. Ketika seseorang menganggap bahwa prevalensi migrain pada populasi umum adalah sekitar 12%8 dan prevalensi migrain kronis adalah sekitar 1%1 pada populasi umum, secara matematis kemungkinan bahwa seorang pasien dengan migrain episodik akan berkembang pada akhirnya menjadi migrain kronis adalah hal yang biasa. Pencegahan perkembangan migrain menjadi migrain kronis harus menjadi tujuan utama ilmu kedokteran, lebih banyak pengetahuan tentang mengapa beberapa pasien dengan migrain berkembang menjadi migrain kronis juga diperlukan. Mungkin beberapa migrain secara genetik telah ditentukan sebelumnya memiliki risiko tinggi terhadap perkembangan, tetapi sejumlah faktor risiko untuk perkembangan migrain telah diidentifikasi yang berpotensi dimodifikasi,9,10 dan ini memberi harapan bahwa setidaknya pada beberapa pasien migrain kronis dapat dicegah. Migrain kronis telah dikonseptualisasikan sebagai suatu kondisi di mana ambang batas untuk mengembangkan serangan migrain telah diturunkan secara dramatis, dan oleh karena itu serangan ini terjadi dengan frekuensi yang lebih besar. Sensitisasi sentral dari sistem nyeri kemungkinan memainkan peran penting dalam hal ini,12 dan memang pasien migrain kronis
telah ditemukan mengurangi ambang rasa sakit pada pengujian sensorik dibandingkan dengan kontrol. Ambang batas nyeri yang berkurang ini tampaknya melibatkan tubuh jauh di luar wilayah nervus trigeminal,13 dan ini menunjukkan bahwa sensitisasi sentral sistem nyeri bahkan termasuk tingkat thalamus. Beberapa faktor risiko untuk berkembang menjadi migrain kronis, termasuk frekuensi tinggi serangan migrain dan pengobatan akut serangan migrain yang buruk,10 menunjukkan bahwa pengobatan yang tepat untuk migrain episodik dapat mencegah atau menunda perkembangan menjadi migrain kronis. Ini mencakup tatalaksana akut dan profilaksis. Faktor risiko lain untuk pengembangan menjadi migrain kronis termasuk obesitas, terlalu sering menggunakan obat akut, terlalu banyak kafein, dan peristiwa kehidupan yang penuh tekanan juga memberikan peluang potensial untuk mengurangi prevalensi migrain kronis. Cedera kepala dan leher dapat menyebabkan transformasi yang sangat cepat dari migrain episodik ke migrain kronis, begitu juga pencegahannya, khususnya pada kecelakaan kendaraan bermotor, kemungkinan dapat mencegah kecacatan terkait migrain yang signifikan pada banyak orang. Penatalaksanaan Penatalaksanaan migrain kronis dalam banyak hal mirip dengan penatalaksanaan migrain episodik, dengan beberapa perbedaan penting. Terutama terkait untuk pengelolaan migrain kronis adalah aspek perilaku perawatan, pengobatan komorbiditas kejiwaan umum seperti kecemasan dan depresi, dan pencegahan dan manajemen penggunaan obat akut berlebihan. Aspek Perilaku Adapun migrain episodik, manajemen termasuk berurusan dengan faktor pemicu serangan migrain (pencetus serangan) dan faktor gaya hidup lainnya yang dapat memperburuk kecenderungan migrain pasien. Aspek-aspek terapi ini membutuhkan pendidikan pasien, dan dalam beberapa kasus penguasaan keterampilan perilaku tertentu diperlukan. Pacing, di mana pasien belajar untuk menghindari aktivitas dan jadwal mereka yang berlebihan agar tetap di bawah ambang migrain dalam hal stres dan kelelahan,14 adalah keterampilan penting bagi banyak pasien dengan migrain kronis. Terapi perilaku spesifik juga dapat membantu banyak pasien, termasuk pengajaran teknik relaksasi, biofeedback, dan terapi perilaku kognitif (CBT).15 Mengingat terbatasnya waktu dokter layanan primer untuk pertemuan pasien individu dan mungkin keahlian terbatas di bidang ini, rekrutmen profesional kesehatan nondokter (psikolog, terapis okupasi) dapat sangat membantu sehingga pasien dapat menguasai beberapa keterampilan penting ini. Manajemen Farmakologis Obat akut yang digunakan untuk serangan migrain pada pasien dengan migrain kronis mirip dengan yang digunakan pada migrain episodik, kecuali bahwa penekanan yang lebih besar perlu diberikan pada batas frekuensi penggunaan semua obat akut yang tepat. Secara umum, obat yang paling efektif untuk pengobatan serangan akut adalah triptan. NSAID juga merupakan obat akut yang penting. Mungkin perlu kombinasi triptan dan NSAID untuk keberhasilan yang lebih besar pada pasien yang serangannya tidak merespon baik terhadap
monoterapi. Anti-emetik, khususnya metoclopramide, domperidone, dan prochlorperazine, juga membantu jika mual adalah masalah yang signifikan.16 Ketika pasien tidak merespon dengan baik kombinasi NSAID-triptan, dihydroergotamine (1 mg subkutan atau intramuskular) atau ketorolac (60 mg intramuskular) dapat digunakan pada pasien tertentu, tetapi ini membutuhkan pelatihan pasien yang cermat dalam teknik injeksi oleh praktisi.17 Intranasal dihydroergotamine juga tersedia, tetapi penyerapannya kurang adekuat dan iritasi hidung sering terjadi. Acetaminophen biasanya kurang efektif daripada NSAID, dan obat yang mengandung opioid sebaiknya dihindari.18 Obat yang mengandung opioid dapat dipertimbangkan ketika obat lain dikontraindikasikan atau tidak efektif, atau kadang-kadang sebagai obat penyelamat ketika obat rutin pasien gagal, tetapi frekuensi penggunaan harus dipantau secara hati-hati karena obat ini berpotensi menyebabkan medication overuse headache. Karena kecenderungan mereka untuk menyebabkan medication overuse headache dan kekhawatiran tentang sifat pro-nociceptive mereka, banyak pendapat mengatakan bahwa opioid tidak boleh digunakan dalam migrain,19 dan analgesik kombinasi yang mengandung barbiturat juga harus dihindari. Seperti NSAID, asetaminofen juga dapat dikombinasikan dengan triptan jika perlu, meskipun bukti untuk penggunaan kombinasi ini terbatas. Penatalaksanaan Farmakologis Profilaktik (Pencegahan) Mengingat frekuensi sakit kepala yang tinggi pada pasien migrain kronis, obat akut biasanya tidak cukup untuk mengendalikan serangan, dan medication overuse headache adalah bahaya yang konstan. Karena itu, penekanan besar harus diberikan pada terapi pencegahan, baik perilaku dan farmakologis. Menurut definisi, pada dasarnya semua pasien dengan migrain kronis perlu mendapat pertimbangan serius untuk profilaksis farmakologis. Basis bukti untuk menggunalan obat pencegahan pada pasien dengan migrain kronis lebih sedikit dibandingkan migrain episodik. Dua penatalaksanaan farmakologis dengan bukti terbaik untuk keberhasilan pada migrain kronis adalah topiramate dan onabotulinumtoxinA (onabotA). Amitriptyline (dan dengan ekstensi nortriptyline) juga dapat dipertimbangkan untuk profilaksis migrain kronis.21 Obat-obatan ini memiliki lebih sedikit bukti untuk keberhasilan pada migrain kronis, tetapi banyak digunakan, dan merupakan obat-obatan yang biasa digunakan oleh dokter umum. Peran beta blocker dalam migrain kronis tidak jelas. Tidak dapat selalu diasumsikan bahwa obat yang efektif untuk migrain episodik juga akan efektif untuk migrain kronis, karena patofisiologi migrain kronis dapat berbeda secara signifikan dari migrain episodik. Pasien dengan migrain kronis mungkin memiliki tingkat sensitisasi sentral sistem nyeri yang jauh lebih besar. Ini mungkin menjadi alasan mengapa, walaupun onabotulinumtoxinA telah terbukti efektif dalam migrain kronis, bukti yang ada menunjukkan bahwa itu tidak lebih efektif daripada plasebo pada pasien dengan migrain episodik.22 Namun, obat yang digunakan untuk migrain episodik yang sering (misalnya, beta-blocker, candesartan, venlafaxine, divalproex sodium, dan lain-lain) dapat dipertimbangkan untuk
pasien dengan migrain kronis, terutama ketika kondisi yang ada seperti hipertensi atau kecemasan/depresi mungkin terjadi. juga diuntungkan oleh salah satu obat ini, atau ketika penggunaan terapi yang lebih terbukti seperti onabotulinumtoxinA tidak layak. Obat-obatan yang dapat dipertimbangkan untuk profilaksis migrain kronis ditunjukkan pada Tabel 4 dan Tabel 5c. Tabel 4.-profilaksis Obat Yang Dapat dipertimbangkan untuk migrain kronis * Good evidence untuk keberhasilan ** OnabotulinumtoxinA Topiramat Poor evidence untuk keberhasilan *** Amitriptyline divalproex sodium Tizanidine Gabapentin * Obat lain yang telah menunjukkan keberhasilan dalam migrain episodik (misalnya, beta blockers, candesartan, dan venlafaxine) juga digunakan pada migrain kronis tanpa bukti spesifik untuk keberhasilan pada gangguan tersebut. Mereka juga dapat dipertimbangkan untuk migrain kronis, terutama jika kondisi yang ada bersamaan seperti hipertensi atau kecemasan / depresi yang mungkin juga mendapat manfaat dari beberapa obat ini, atau jika ketika penggunaan terapi yang lebih terbukti seperti onabotulinumtoxinA tidak layak. ** Dua atau lebih baik dilakukan uji coba terkontrol plasebo tersamar ganda. *** Percobaan acak dan sering dilakukan pada pasien dengan diagnosis yang tidak jelas (misalnya, sakit kepala harian kronis). Dimodifikasi dari Referensi 11 dan 20. Jika pasien dengan migrain kronis juga memiliki medication overuse headache, merencanakan pasien untuk menghentikan penggunaan obat secara berlebihan, bersama dengan inisiasi profilaksis farmakologis direkomendasikan.23 Konversi Migrain Kronis ke Migrain Episodik Migrain hingga taraf tertentu merupakan kondisi yang ditentukan secara genetis, dan dalam arti itu tidak dapat "disembuhkan." Pasien memiliki kecenderungan migrain yang signifikan, dan ini akan tetap bahkan setelah terapi intensif. Salah satu tujuan terapi, bagaimanapun, adalah untuk mengubah pasien dari penderita migrain kronis menjadi penderita migrain episodik. Beberapa faktor telah dikaitkan dengan pemulihan migrain kronis menjadi migrain episodik. Ini termasuk frekuensi sakit kepala awal yang lebih rendah (15-19 vs 25-31 hari per bulan), kepatuhan terhadap obat profilaksis, penarikan obat akut yang berlebihan, latihan fisik,20 dan koreksi gangguan tidur.24 Pasien dengan migrain kronis dan profesional kesehatan perlu bekerja bersama untuk memaksimalkan faktor prognostik yang menguntungkan ini. Pertimbangan Praktis untuk Penatalaksanaan Migrain Kronis
Dokter layanan primer mungkin dapat memberikan penatalaksanaan lengkap untuk beberapa pasien migrain kronis, terutama jika seorang psikolog atau terapis okupasi dapat direkrut untuk membantu dengan aspek terapi perilaku. Jika penggunaan obat berlebihan merupakan faktor dalam peningkatan frekuensi sakit kepala pasien, penyedia layanan primer, melalui pendidikan pasien yang tepat, saran, dan profilaksis obat, mungkin dapat sangat meningkatkan kondisi pasien. Telah ditunjukkan, misalnya, bahwa dengan memberikan informasi dan saran kepada pasien tentang medication overuse headache dapat mengurangi frekuensi sakit kepala dan penggunaan obat akut pada banyak pasien medication overuse headache.25 Banyak pasien dengan migrain kronis akan memerlukan rujukan spesialis, dan jumlah yang sangat signifikan, mungkin sebagian besar pasien dengan migrain kronis, akan mendapat manfaat dari penatalaksanaan migrain yang komprehensif.26,27 Program semacam itu tidak tersedia di semua pusat, dan penting bahwa dokter layanan primer memiliki pemahaman yang baik tentang diagnosis dan pengobatan migrain kronis sehingga diagnosis, tatalaksana awal, dan tindak lanjut dan perawatan berkelanjutan dapat disediakan dalam pengaturan layanan primer. Sejumlah pedoman untuk pengobatan migrain ada, dan beberapa di antaranya telah dikembangkan secara khusus untuk dokter layanan primer.17,18 Beberapa dari obat-obatan ini sering memicu medication overuse headache, tetapi secara umum pedoman yang ada tidak membahas manajemen migrain kronis secara rinci. Mengingat ruang lingkup praktik yang luas dari sebagian besar dokter layanan primer, sebuah algoritma telah dikembangkan di sini untuk memberikan panduan cepat dan mudah untuk pengelolaan migrain kronis bagi dokter layanan primer. Algoritma Diagnostik Migrain Kronis Titik awal untuk algoritme pada Gambar 2 adalah pasien dengan sakit kepala harian kronis (sakit kepala 15 hari sebulan atau lebih). Algoritma ini berlaku untuk pasien dengan serangan sakit kepala yang bertahan lama (> 4 jam tidak diobati). Pasien dengan sakit kepala harian atau bahkan harian dengan durasi lebih pendek mungkin mengalami salah satu dari trigeminal autonom cephalgia, misalnya, sakit kepala kluster. Jenis sakit kepala ini tidak termasuk dalam algoritma. Sakit kepala sekunder perlu disingkirkan, dan biasanya anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan neurologis) cukup untuk tujuan ini, walaupun pemeriksaan termasuk neuroimaging mungkin diperlukan pada beberapa pasien. Untuk informasi lebih lanjut tentang eksklusi sakit kepala sekunder, lihat website.17 Jika sakit kepala sekunder dapat disingkirkan, maka migrain kronis perlu dibedakan dari tiga jenis sakit kepala primer lainnya yang dapat menyebabkan daily headache kronis, tension-type headache kronis, new daily persistent headache, dan hemicrania continua. Tension-type headache kronis sering terjadi. Sakit kepala biasanya bilateral, stabil dan tidak berdenyut, dan memiliki sedikit tampilan migrain terkait seperti mual, fotofobia, atau fonofobia.
Hemicrania continua adalah kelainan sakit kepala langka yang ditandai dengan sakit kepala terus menerus unilateral yang ketat dengan gejala otonom (injeksi mata konjungtiva pada sisi sakit kepala, dll). Ini merespons secara signifikan terhadap indometasin dan sedikit lainnya. New daily persistent headache ditandai dengan sakit kepala terus-menerus yang mungkin memiliki gejala migrain dan / atau sakit kepala tipe tegang. Hal penting dari diagnosis adalah onset yang berbeda dan dengan jelas pada berapa hari yang diingat, dengan nyeri menjadi kontinu dalam 24 jam onset. Sindrom sakit kepala sekunder harus dipertimbangkan pada pasien ini dan disingkirkan dengan hati-hati. Rujukan pasien dengan new daily persistent headache ke dokter spesialis direkomendaikan. Algoritma Manajemen Migrain Kronik Algoritma pada Gambar 3 merangkum pendekatan komprehensif untuk pasien begitu diagnosis migrain kronis dibuat. Ini termasuk pendidikan pasien sehubungan dengan diagnosis, pemicu migrain terkait dan faktor gaya hidup yang dapat memperburuk migrain, dan penilaian untuk penggunaan obat akut yang berlebihan. Pasien harus didorong untuk menyimpan buku harian sakit kepala, tidak hanya untuk mencatat frekuensi sakit kepala mereka dan responsnya terhadap terapi, tetapi juga untuk mencatat penggunaan obat mereka. Mencatat penggunaan obat sakit kepala akut termasuk triptan dan analgesik sangat penting sehingga penilaian yang jelas dapat dilakukan, apakah ada obat yang berlebihan atau tidak.
Gambar. 2. — Algoritma diagnostik migrain kronis. [Gambar berwarna dapat dilihat di wileyonlinelibrary.com]
Gambar 3. — Manajemen migrain kronis. [Sosok warna dapat dilihat di wileyonlinelibrary.com] Tabel 1C. — Jelaskan Diagnosis: Migrain Kronis
Beberapa pasien dengan migrain berkembang menjadi migrain kronis, bentuk parah dari migrain dengan frekuensi serangan migrain yang tinggi, dan sakit kepala lebih dari 14 hari dalam sebulan. Migrain kronis terjadi pada 1 hingga 2% dari populasi umum, dan mungkin berhubungan dengan kecemasan, depresi, dan penggunaan obat migrain akut yang berlebihan. Ini bisa sangat melumpuhkan. Penggunaan obat-obatan akut, konsumsi kafein yang banyak, obesitas, dan kejadiankejadian kehidupan yang membuat stres semuanya menempatkan seorang penderita migrain episodik yang berisiko lebih besar terkena migrain kronis. Untuk informasi lebih lanjut tentang diagnosis dan pengelolaan migrain dan obat sakit kepala yang terlalu sering digunakan pada orang dewasa, lihat http: // topalbertadoctors.org/cpgs/10065 Atau lihat Pedoman untuk manajemen perawatan primer sakit kepala pada orang dewasa. Becker WJ, Findlay T, Moga C, Scott NA, Harstall C, Taenzer P. Can Fam Physician. 2015 Aug; 61 (8): 670-9 Tabel 2C. — Faktor Perilaku untuk Keberhasilan Pengelolaan Migrain Kronik yang kronis Aktivitas untuk menghindari pemicu atau memperburuk migrain. Pemantauan mandiri untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi migrain. Mengelola pemicu migrain secara efektif. Melatih keterampilan manajemen stres yang baik termasuk teknik relaksasi
Makan teratur, manajemen berat badan yang baik, dan nutrisi Berolahraga secara teratur pada tingkat yang dapat ditoleransi. Mengurangi penggunaan kafein hingga tidak lebih dari 1 cangkir kopi (atau setara) per hari. Pertimbangkan untuk menghentikan kafein secara bertahap. Menjaga kebersihan tidur yang sehat termasuk waktu tidur yang teratur dan tidur yang cukup https://americanmigrainefoundation.org/ www.migrainecanada.org Gaya Hidup http://topalbertadoctors.org/cpgs/10065
Tabel 3C. — Bagaimana cara menggunakan Buku Harian Sakit Kepala
Buku harian sakit kepala tempat mencatat hari-hari dengan sakit kepala, dan berikan intensitas intensitas sakit kepala. Ini akan sangat membantu secara diagnostik, misalnya dalam membedakan migrain kronis dengan episodik. Skala empat level berdasarkan level fungsional paling mudah digunakan (05 tidak ada rasa sakit, 15 nyeri tetapi aktivitas mungkin, 25 aktivitas diperlambat, 35 aktivitas tidak mungkin, pasien terbaring di tempat tidur). Skala 0 hingga 10 poin juga dapat digunakan. Penggunaan obat akut dan respons pasien terhadap obat harus dicatat. Ini akan membantu dalam menentukan apa yang bekerja untuk pasien, dan apakah ada penggunaan obat akut berlebihan. Penggunaan obat profilaksis harus dicatat, dan buku harian akan membantu dalam menilai respons pasien terhadap profilaksis farmakologis. Mungkin juga bermanfaat untuk mendeteksi pemicu sakit kepala pasien jika pasien mencatat terjadinya pemicu potensial. Formulir buku harian yang dapat diisi oleh pasien dapat diunduh dari www.migrainecanada.org atau http://topalbertadoctors.org/cpgs/10065.
Tabel 4C. — Menghentikan Penggunaan Obat Secara berlebihan
Mendidik pasien: penggunaan obat secara berlebihan dapat meningkatkan frekuensi migrain, menghentikan penggunaan obat secara berlebihan dapat memperburuk sakit kepala untuk sementara waktu, tetapi kemungkinan perbaikan jangka panjang mungkin terjadi. Buku harian: pasien harus menggunakan buku harian untuk mencatat hari sakit kepala dan penggunaan obat.
Penggunaan asetaminofen dan NSAID harus dibatasi hingga <15 hari sebulan. Triptan, analgesik kombinasi, dan opioid harus dibatasi hingga <10 hari sebulan. Jika obat-obatan dari lebih dari satu kelas digunakan, penggunaan total harus tetap di bawah 10 hari sebulan.
Obat profilaksis harus dimulai.
Penarikan mendadak harus dipertimbangkan untuk pasien yang menggunakan asetaminofen, NSAID dan triptans secara berlebihan, dan penarikan bertahap untuk pasien yang menggunakan analgesik yang mengandung opioid dan / atau barbiturat.
Strategi untuk pengobatan sisa serangan sakit kepala yang parah harus disediakan, dengan batasan pada frekuensi penggunaan (yaitu triptan untuk pasien dengan penggunaan analgesik berlebihan, dihydroergotamine (DHE) untuk pasien dengan penggunaan triptan berlebihan, dll).
Pasien membutuhkan dukungan dan tindak lanjut.
http://topalbertadoctors.org/cpgs/10065
Cheung V, Amoozegar F, Dilli E Obat Sakit Kepala Berlebihan. Curr
Neurol Neurosci Rep. 2015; 15: 509
Dokter layanan primer dapat memainkan peran penting dalam membantu pasien menghentikan penggunaan obat secara berlebihan jika ada, dan juga dalam memulai profilaksis farmakologis. Pasien dengan migrain kronis umumnya akan memerlukan profilaksis farmakologis apakah ada obat yang berlebihan atau tidak. Jika satu atau lebih profilaksis oral tidak efektif atau tidak dapat ditoleransi, ada semakin banyak bukti untuk mendukung penggunaan onabotulinumtoxinA dalam profilaksis migrain kronis,28-30 dan penyedia layanan primer yang diperlukan harus membantu pasien mereka dalam mendapatkan akses ke terapi ini. Administrasi onabotulinumtoxinA untuk profilaksis migrain kronis memerlukan pelatihan dalam penggunaan Protokol PREEMPT.31 OnabotulinumtoxinA lebih mahal daripada banyak obat profilaksis lainnya, tetapi analisis telah mengkonfirmasi bahwa onabotulinumtoxinA secara keseluruhan adalah pilihan profilaksis migrain kronis yang cukup efektif secara biaya. American Academy of Neurology telah menyimpulkan bahwa onabotulinumtoxinA aman dan efektif dalam mengurangi jumlah hari sakit kepala per bulan dalam migrain kronis dan merekomendasikan bahwa itu harus diberikan sebagai pilihan pengobatan untuk pasien dengan migrain kronis.33 Profilaksis mungkin lebih efektif jika pasien menghentikan penggunaan obat akut mereka secara berlebihan, dan di sisi lain, profilaksis, termasuk profilaksis dengan onabotulinumtoxinA, dapat membantu pasien berhasil menghentikan penggunaan obat yang berlebihan.34 Pilihan pengobatan utama, setelah diagnosis migrain kronis dibuat, telah dibahas. Untuk meningkatkan kegunaan dari algoritma itu sendiri, Tabel 1-5c, yang memperbesar banyak langkah dalam algoritma disediakan. Tabel 5C. — Penggunaan Obat-Obatan Profilaktik pada Migrain Kronik
Meresepkan Obat Pencegahan Migrain 1. Mendidik pasien untuk minum obat setiap hari sesuai dengan frekuensi dan dosis yang ditentukan. 2. Pastikan bahwa pasien memiliki harapan yang realistis mengenai manfaat apa yang akan muncul. Yaitu: Serangan sakit kepala kemungkinan tidak akan hilang sepenuhnya. Penurunan frekuensi sakit kepala 50% atau lebih biasanya dianggap bermanfaat. Pada migrain kronis, perbaikan yang bahkan lebih rendah mungkin bermanfaat. Diperlukan waktu 4 hingga 8 minggu untuk mendapatkan manfaat yang signifikan. Jika manfaat terjadi dalam 2 bulan pertama, ini dapat meningkat selama beberapa bulan tambahan. 3. Tingkatkan dosis hingga obat terbukti efektif, sampai efek samping pembatas dosis terjadi, atau dosis target tercapai. 5. Berikan uji coba obat yang memadai. Kecuali jika efek samping mengharuskan penghentian, lanjutkan obat profilaksis selama minimal 8 minggu setelah titrasi dosis selesai sebelum mempertimbangkan obat yang tidak efektif. 6. Penghentian obat bertahap dapat dipertimbangkan setelah 6 sampai 12 bulan terapi berhasil, tetapi profilaksis dapat dilanjutkan lebih lama pada pasien yang memiliki kecacatan yang signifikan. 7. Selain pengurangan hari sakit kepala per bulan, pengurangan intensitas sakit kepala dan kecacatan terkait migrain perlu dipertimbangkan ketika menilai efektivitas terapi. 8. Pasien memerlukan evaluasi ulang secara berkala untuk memantau efek samping potensial, dan untuk menilai keberhasilan. Manajemen Migrain Kronis pada Kehamilan dan Laktasi Manajemen migrain kronis selama kehamilan dan menyusui menimbulkan tantangan khusus. Aspek perilaku manajemen termasuk pengurangan stres (cuti kerja jika perlu, dll) harus dimaksimalkan dan obat-obatan dijaga agar tetap minimum. Asetaminofen dan metoklopramid dianggap aman selama kehamilan dan menyusui. Meskipun tidak untuk penggunaan rutin, sumatriptan selama kehamilan dapat menjadi pilihan, tetapi risiko vs manfaat harus dipertimbangkan dengan cermat. Sumatriptan dianggap aman selama menyusui. Banyak obat profilaksis, termasuk topiramate dan onabotulinumtoxinA, tidak dianggap aman pada kehamilan atau menyusui. Disarankan bahwa penyedia layanan primer mendapatkan konsultasi spesialis ketika mengelola pasien dengan migrain kronis selama kehamilan dan menyusui, terutama jika profilaksis farmakologis sedang dipertimbangkan.35 KESIMPULAN Diagnosis migrain kronis relatif jelas jika dokter layanan primer familiar dengan kategori diagnostik yang relatif baru. Diagnosis merupakan langkah penting dalam penatalaksanaan, karena jika pasien keliru didiagnosis dengan tension-type headache kronis, kesalahan diagnostik umum, maka penatalaksanaan tidak akan sesuai untuk pasien.
Penatalaksanaan migrain kronis adalah kompleks, dan mencakup pendidikan pasien yang luas, pengobatan komorbiditas seperti kecemasan dan depresi, dan terapi farmakologis akut dan profilaksis. Penggunaan modalitas perilaku termasuk pelatihan relaksasi, terapi perilaku kognitif, dan pelatihan manajemen stres juga bisa sangat berguna, dan biasanya akan melibatkan kolaborasi antara dokter atau penyedia dan profesional kesehatan non-dokter. Walaupun penting bagi dokter layanan primer untuk mendiagnosis migrain kronis dan memulai terapi, ketika pasien harus dirujuk ke spesialis akan tergantung pada faktor pasien dan dokter. Pasien yang atipikal atau jelas refrakter terhadap terapi awal harus dirujuk segera dalam kebanyakan kasus, meskipun dokter layanan primer yang memiliki minat pada gangguan sakit kepala dan telah menjadi lebih ahli dalam bidang ini daripada sebagian besar rekan-rekan dapat mengelola pasien lebih lama sebelum merujuk. Adalah penting, bagaimanapun, bahwa tatalaksana migrain kronis yang relatif baru dan efektif seperti onabotulinumtoxinA tersedia untuk pasien migrain kronis. Dalam waktu dekat, hal yang sama kemungkinan akan berlaku untuk terapi anti-kalsitonin terkait gen peptida yang saat ini sedang dalam pengembangan. KESIMPULAN PENTING
Migrain kronis didefinisikan sebagai sakit kepala primer dengan onset bertahap dengan sakit kepala minimal 15 hari per bulan setidaknya 4 jam per hari selama minimal 3 bulan.
Migrain kronis sering dipersulit dengan penggunaan obat akut yang terlalu sering.
Penyedia layanan primer seringkali merupakan titik perawatan pertama untuk pasien ini dan seringkali dapat memberikan kontribusi besar untuk perawatan mereka.
Tujuan pengobatan adalah pembalikan dari migrain kronis kembali ke migrain episodik.
Penatalaksanaan migrain kronis mencakup pendidikan pasien yang ekstensif, pengobatan komorbiditas seperti kecemasan dan depresi, dan terapi farmakologis akut dan profilaksis.
Penggunaan modalitas perilaku termasuk pelatihan relaksasi, terapi perilaku kognitif, dan pelatihan manajemen stres juga bisa sangat berguna.
Ketika terdapat penggunaan obat akut berlebihan, pemberhentian obat akut sangat penting, dan batas penggunaan obat akut baru dapat mencegah regresi ke migrain kronis.
Kapan pasien harus dirujuk ke spesialis akan tergantung pada faktor pasien dan dokter. Pasien yang atipikal atau jelas refrakter terhadap terapi awal harus dirujuk segera dalam kebanyakan kasus.
Referensi 1. Natoli JL, Manack A, Dean B, et al. Global prevalence of chronic migraine: A systematic review. Cephalalgia. 2010;30:599-609. 2. Diener HC, Solbach K, Holle D, Gaul C. Integrated care for chronic migraine patients: Epidemiology, burden, diagnosis andtreatment options. Clin Med (Londn, Engl). 2015;15:344-350. 3. Starling AJ, Dodick DW. Best practices for patients with chronic migraine: Burden, diagnosis, and management in primary care. Mayo Clin Proc. 2015;90:408-414. 4. The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition (beta version). Cephalalgia. 2013;33:629-808. 5. Lipton RB, Serrano D, Buse DC, et al. Improving the detection of chronic migraine: Development and validation of Identify Chronic Migraine (ID-CM). Cephalalgia. 2016;36:203-215. 6. ChronicMigraine www.mychronicmigraine.ca website @2015. Accessed February 18, 2017. 7. Zeeberg P, Olesen J, Jensen R. Probable medication-overuse headache: The effect of a 2month drug-free period. Neurology. 2006;66:1894-1898. 8. Lipton RB, Bigal ME, Diamond M, Freitag F, Reed ML, Stewart WF. Migraine prevalence, disease burden, and the need for preventive therapy. Neurology. 2007;68:343-349. 9. Bigal ME, Lipton RB. What predicts the change from episodic to chronic migraine?. Curr Opin Neurol. 2009;22:269-276. 10. Lipton RB, Fanning KM, Serrano D, Reed ML, Cady R, Buse DC. Ineffective acute treatment of episodic migraine is associated with new-onset chronic migraine. Neurology. 2015;84: 688-695. 11. May A, Schulte LH. Chronic migraine: Risk factors, mechanisms and treatment. Nat Rev Neurol. 2016;12:455-464. 12. Mathew NT. Pathophysiology of chronic migraine and mode of action of preventive medications. Headache. 2011;51(Suppl 2): 84-92. 13. Cooke L, Eliasziw M, Becker WJ. Cutaneous allodynia in transformed migraine patients. Headache. 2007;47:531-539. 14. McLean A, Coutts K, Becker WJ. Pacing as a treatment modality in migraine and tension-type headache. Disabil Rehabil. 2012;34: 611-618. 15. Singer AB, Buse DC, Seng EK. Behavioral treatments for migraine management: Useful at each step of migraine care. Curr Neurol Neurosci Rep. 2015;15:14. 16. Becker WJ. Acute migraine treatment in adults. Headache. 2015; 55:778-793. 17. Toward Optimized Prac. (Headache) http://topalbertadoctors. org/cpgs/10065 released Jul 2012 updated Sept 2016. Accessed February 18, 2017. 18. Becker WJ, Findlay T, Moga C, Scott NA, Harstall C, Taenzer P. Guideline for primary care management of headache in adults. Can Fam Physician. 2015;61:670-679. 19. Tepper SJ. Opioids should not be used in migraine. Headache. 2012;52:30-34. 20. Schwedt TJ. Chronic migraine. BMJ. 2014;348:g1416. 21. Pringsheim T, Davenport W, Mackie G, et al. Canadian Headache Society guideline for migraine prophylaxis. Can J Neurol Sci. 2012;39:S1-S59. 22. Aurora SK, Gawel M, Brandes JL, Pokta S, Vandenburgh AM. Botulinum toxin type a prophylactic treatment of episodic migraine: A randomized, double-blind, placebo-controlled exploratory study. Headache. 2007;47:486-499.
23. Chiang CC, Schwedt TJ, Wang SJ, Dodick DW. Treatment of medication-overuse headache: A systematic review. Cephalalgia. 2016;36:371-386. 24. Calhoun AH, Ford S. Behavioral sleep modification may revert transformed migraine to episodic migraine. Headache. 2007;47:1178-1183. 25. Kristoffersen ES, Straand J, Vetvik KG, Benth JS, Russell MB, Lundqvist C. Brief intervention for medication-overuse headache in primary care. The BIMOH study: A doubleblind pragmatic cluster randomised parallel controlled trial. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2015;86:505-512. 26. Magnusson JE, Riess CM, Becker WJ. Effectiveness of a multidisciplinary treatment program for chronic daily headache. Can J Neurol Sci. 2004;31:72-79. 27. Sauro KM, Becker WJ. Multidisciplinary treatment for headache in the Canadian healthcare setting. Can J Neurol Sci. 2008;35:46-56. 28. Aurora SK, Dodick DW, Turkel CC, et al. OnabotulinumtoxinA for treatment of chronic migraine: Results from the doubleblind, randomized, placebo-controlled phase of the PREEMPT 1 trial. Cephalalgia. 2010;30:793-803. 29. Diener HC, Dodick DW, Aurora SK, et al. OnabotulinumtoxinA for treatment of chronic migraine: Results from the doubleblind, randomized, placebo-controlled phase of the PREEMPT 2 trial. Cephalalgia. 2010;30:804-814. 30. Khalil M, Zafar HW, Quarshie V, Ahmed F. Prospective analysis of the use of onabotulinumtoxinA (BOTOX) in the treatment of chronic migraine; real-life data in 254 patients from Hull, U.K. J Headache Pain. 2014;15:54. 31. Blumenfeld A, Silberstein SD, Dodick DW, Aurora SK, Turkel CC, Binder WJ. Method of injection of onabotulinumtoxinA for chronic migraine: A safe, well-tolerated, and effective treatment paradigm based on the PREEMPT clinical program. Headache. 2010;50:14061418. 32. Ruggeri M. The cost effectiveness of Botox in Italian patients with chronic migraine. Neurol Sci. 2014;35 Suppl 1:45-47. 33. Simpson DM, Hallett M, Ashman EJ, et al. Practice guideline update summary: Botulinum neurotoxin for the treatment of blepharospasm, cervical dystonia, adult spasticity, and headache: Report of the Guideline Development Subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology. 2016;86: 1818-1826. 34. Silberstein SD, Blumenfeld AM, Cady RK, et al. OnabotulinumtoxinA for treatment of chronic migraine: PREEMPT 24week pooled subgroup analysis of patients who had acute headache medication overuse at baseline. J Neurol Sci. 2013;331:48-56. 35. Toward Optimized Practice. (Primary Care Management of Headache in Adults, 2nd Edition)http://www.topalbertadoctors. org/download/597/Guideline%20for%20Primary% 20Care%20- Management%20of%20Headache%20in%20Adults.pdf?_2017021523 4414. Accessed February 18, 2017.