Jurnal Demam Tyfoid Pada Anak.pptx

  • Uploaded by: Toby Marshall
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jurnal Demam Tyfoid Pada Anak.pptx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,576
  • Pages: 25
1

Terapi Demam Tifoid pada Anak: Perbandingan Kegunaan Ciprofloxacin dengan Ceftriaxon Dr. Amna Naveed Dr. Zeeshan Ahmed

DIPRESENTASIKAN OLEH: CLARA SIMA IRMA MAKABA RINI SIANTARI SINCE IVANA RUMBIZK

YOGI HARYANTO

PEMBIMBING dr. Immaculata Purwaningsih, Sp.A

2

PENDAHULUAN Demam tifoid, merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhoid • Penyakit ini telah menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas yang signifikan. • Salmonella merupakan bakteri basil gram negatif penting yang menyebabkan sindrom klinis luas dengan karakteristik antaralain: gastroenteritis, demam enterik, bakteremia, infeksi endovaskular, dan infeksi fokal seperti osteomyelitis atau abses.

3

Lanjutan pendahuluan

• Demam enterik, juga disebut demam tifoid atau demam paratifoid, adalah penyakit demam sistemik yang paling sering disebabkan oleh Salmonella typhi. Selain itu dapat juga disebabkan oleh S. paratyphi A, S. typhi B, dan S. paratyphi C. • Komplikasi lebih yang dapat terjadi: perdarahan usus dan perforasi, atau infeksi fokal seperti abses visceral. • Demam tifoid merupakan penyakit dengan presentasi yang umum di klinik pediatrik. • Di negara barat, penyakit ini sudah berada pada tingkat eradikasi. Namun, secara global, setidaknya ada 13-17.000.000 kasus yang mengakibatkan 600.000 kematian. • Demam tifoid merupakan penyebab umum ke-4 dari sebagian besar kematian di Pakistan. • Penyakit ini ditularkan melalui fekal-oral dan akibat kontaminasi makanan dan air. 4

Lanjutan Pendahuluan • Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi typhoid sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius. • Insiden tertinggi pada anak-anak dan dewasa muda berusia antara 5-19 tahun. • WHO menunjukkan bahwa kejadian demam tifoid pada anak-anak Pakistan berusia 2-5 tahun adalah 573,2 per 100.000 orang per tahun. • Angka tertinggi penyakit ini pada anak usia 2-15 tahun. • Salmonella Typhi merupakan penyebab tersering bakteremia dalam kelompok usia tersebut, dan dalam penelitian terbaru dari India, Pakistan, dan Indonesia terdapat 149 sampai 573 kasus per 100.000 anak-anak.

Diagnosis definitif demam tifoid yakni dengan ditemukannya salmonella typhi dari kultur darah, feses, urin, sumsum tulang dll, dengan adanya gejala klinis yang khas. 5

Lanjutan Pendahuluan • Golongan Fluroquinolones misalnya Ciprofloxacin, adalah obat yang direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk anak-anak dan orang dewasa yang sensitif S. Typhi dan paratyphi serta yang resistens obat. • Sefalosporin generasi ketiga yaitu Ceftriaxone, juga berguna tetapi penggunaannya hanya untuk kasus-kasus multidrug resistens (resisten terhadap kloramfenikol, ampisilin, dan kotrimoxazole) secara berurutan meningkat dari 34% pada tahun 1999 menjadi 66% pada tahun 2005. • Dalam suatu penelitian prospektif di India Utara, ada pengembangan secara bertahap dari resistensi terhadap fluoroquinolones selama 7 tahun terakhir. • kami berencana melakukan penelitian untuk mengetahui respon klinis pada anak dengan demam tifoid yang diobati dengan ciprofloxacin dibandingkan dengan ceftriaxone Dengan demikian, diharapkan hasil penelitian ini akan memungkinkan dokter anak untuk memilih terapi lini pertama untuk pengobatan demam enterik dalam klinis/kasus yang sama.

6

Metodologi Tempat penelitian

Waktu

Sampel

• di Departemen Anak, di Rumah Sakit Holy Family, Rawalpindi.

• 25 Maret 2010-24 September 2010.

• Sebanyak 88 pasien dengan diagnosis klinis demam tifoid dilibatkan dalam penelitian ini. • 44 pasien diobati dengan ciprofloxacin (kelompok Ciprofloxacin), sedangkan 44 diobati dengan ceftriaxone (kelompok Ceftriaxone).

7

Teknik Sampling Consecutive (non-probability) Sampel diambil secara acak terkontrol dengan melibatkan: Anak-anak berusia 5-12 tahun, laki-laki dan perempuan dibagi dalam dua kelompok

Kelompok Ciprofloxacin Kelompok Ceftriaxone

Grup A diberikan Inj. Ciprofloxacin 10mg / kg (IV) dua kali sehari

Grup B diberi Inj. Ceftriaxone 70mg / kg (IV) sekali sehari selama 7 hari.

Kedua kelompok diamati waktunya menjadi afebris (tidak demam) (96 jam).

Kedua kelompok diamati waktunya menjadi afebris (tidak demam) (96 jam).

8

Hasil • Penelitian ini melibatkan 88 pasien dengan penyakit demam diduga sebagai demam tifoid atas dasar klinis. • Secara klinis, pasien mengalami demam> 37°C dengan setidaknya ada satu atau lebih dari tanda dan gejala berikut: sakit kepala Persistent, nyeri perut atau ketidaknyamanan, Adanya splenomegali / hepatomegali, Rose spot ( bintik-bintik merah seperti mawar) pada kulit, muntah, dan tidak ada bukti infeksi thora, usus, urin atau infeksi meningeal. • Rentang usia adalah dari 5 sampai 12 tahun dengan usia rata-rata 8.3±1,94 tahun. 41 (46,6%) adalah laki-laki dan 47 (53,4%) adalah perempuan. • Berat Badan anak-anak berkisar 14-41 kg dengan berat rata-rata 24,7±6.3 kg. • Selanjutnya, 15 anak (17%) menggunakan air matang untuk sehari-hari, sementara 73 (83%) menggunakan air tidak direbus sebagai kebutuhan seharihari. 9

Lanjutan Hasil

Rentang usia adalah dari 5 sampai 12 tahun dengan usia rata-rata 8.3±1,94 tahun

10

Lanjutan Hasil

Berat Badan anak-anak berkisar 14-41 kg dengan berat rata-rata 24,7±6.3 kg

11

Lanjutan Hasil

Jenis kelamin

ciprofloxacin

ceftriaxone

Pria

24 (54,5%)

17 (38,6%)

Wanita

20 (45,5%)

27 (61.4%)

Tabel 1. Distribusi Gender/ jenis kelamin dalam Kelompok Penelitian

Diagram 3. Distribusi Gender/ jenis kelamin dalam Kelompok Penelitian

12

Gambar 4. Air yang digunakan Direbus dan Tidak direbus

1 3

Lanjutan Hasil Tabel 2. Chi square test membandingkan frekuensi pasien yang menjadi tidak demam dalam 96 jam; antara kelompok ciprofloxacin dibandingkan kelompok ceftriaxone

14

Uji Chi-Square

Asymp. Sig. (2

Pearson Chi-Square

Nilai

df

sided)

20,965 (b)

1

0,000

18,700

1

0,000

24,607

1

0,000

Exact Sig.

Exact Sig.

(2-sided)

(1sided)

0,000

0,000

Kontinuitas Koreksi (a) kemungkinan Ratio Exact Test Fisher N Kasus Hari

88

15

Diskusi • Demam enterik adalah penyakit yang umum dialami anak-anak dan dewasa muda. • Hal ini memperbesar dampak sosial-ekonomi di masyarakat. • Oleh karena itu, munculnya strain resisten obat Salmonella telah membuat pengobatan demam enterik lebih sulit. • Dalam 2 dekade terakhir juga telah didapatkan adanya dan penyebaran (MDR) strain resisten dari S. typhi.

16

Lanjutan diskusi • Demam enterik merupakan masalah yang signifikan di usia prasekolah. Di antara anak-anak, 60% kasus berada dalam kelompok usia 5 sampai 9 tahun, 27% antara 2-5 tahun, dan 13% antara kelompok usia 0-2 tahun.

Setelah munculnya strain Salmonella typhi yang resisten kloramfenikol, ciprofloxacin telah menjadi pilihan obat untuk pengobatan demam tifoid bahkan dalam kelompok usia anak-anak. 17

Lanjutan diskusi • Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan efikasi klinis antara ciprofloxacin vs ceftriaxone dalam hal waktu rata-rata serta jumlah hari dalam pengobatan demam tifoid pada anak-anak.

• Maka, didapatkan hasil dalam penelitian ini ada 88 pasien dengan penyakit demam diduga sebagai demam tifoid. • Usia rata-rata adalah 8,3±1,94 tahun dan 41 (46,6%) adalah lakilaki. Berat rata-rata adalah 24,7±6.3 kg. • Hanya 15 (17%) yang menggunakan air matang untuk minum sehari-hari. 68 (77,3%) anak-anak secara total menjadi afebris dalam waktu 96 jam, sedangkan 20 (22,7%) gagal menjadi afebris dalam 96 jam. 18

Lanjutan diskusi

• Pada kelompok ciprofloxacin, 25 (56,8%) pasien menjadi afebris dalam 96 jam dan 19 (43,1%) gagal menjadi afebris dalam 96 jam. • Pada kelompok ceftriaxone, 43 (97,7%) pasien menjadi afebris dalam 96 jam dan 1 (2,3%) gagal menjadi afebris dalam 96 jam.

• Oleh karena itu, proporsi pasien yang menjadi afebris dalam waktu 96 jam secara signifikan lebih tinggi pada kelompok ceftriaxone dibandingkan dengan kelompok ciprofloxacin, p = 0.00. 19

Lanjutan diskusi Kesembuhan klinis dan bakteriologis diamati dengan terapi ceftriaxone intravena pada semua 32 pasien yang bakteriologis positif. Semua strain typhi S. terisolasi yang sama (100%) rentan terhadap ciprofloxacin dan ceftriaxone.

Dengan demikian, ada 50 persen strain yang resisten terhadap kloramfenikol. Nilai MIC kloramfenikol, siprofloksasin, dan ceftriaxone berkisar antara 125-500, 0,0625-0,5 dan <0,0625 mikrogram/ml, masing-masing

Penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun strain S. typhi rentan terhadap ciprofloxacin in vitro, pasien tidak menanggapi secara klinis dan bakteriologis terhadap terapi ciprofloxacin. Oleh karena itu, ciprofloxacin mungkin tidak mewakili pilihan yang dapat diandalkan dan berguna untuk mengobati demam tifoid MDR

20

Lanjutan diskusi • Di Rumah Sakit Lady Reading, Peshawar, penelitian tentang resistensi obat demam enterik dilakukan di Unit Pediatric "A" . kriteria inklusi adalah darah positif dan/ atau kultur sumsum tulang. • kriteria inklusi adalah kultur darah positif dan/ atau kultur sumsum tulang. Secara total, 50 pasien memiliki hasil kultur positif untuk salmonella (darah pada 26 pasien dan sumsum tulang pada 49 pasien).

Organisme terisolasi ditemukan salmonella typhi di 49 kasus dan salmonella paratyphi A dalam satu kasus 21

Lanjutan diskusi

Isolat tunggal S paratyphi A yang peka terhadap semua antimikroba diuji kecuali kotrimoksazol.

Dari 49 isolat S typhi, hanya 5 (10,2%) sensitif terhadap semua antimikroba tipus anti primer, sedangkan 44 (89,8%) resisten terhadap beberapa obat.

Semua isolat disini sepenuhnya sensitif terhadap ciprofloxacin dan ofloxacin, sementara kepekaan terhadap sefalosporin generasi ketiga bervariasi antara 57% dan 79%. Meskipun resistensi in vitro, 22 pasien (44%) menunjukkan respon klinis yang baik untuk amoksisilin dan kloramfenikol.

22

Lanjutan diskusi • Dari 28 pasien yang tersisa (56%), respon terhadap obat di atas masih kurang, dan mereka mulai menggunakan ofloksasin (pada anak-anak di atas 5 tahun) atau sefalosporin generasi ketiga. • Akibatnya, respon pasien terhadap obat tersebut baik dengan penurunan suhu badan sampai normal dalam waktu 8 hari setelah dimulainya pengobatan. • Tidak ada efek signifikan dari kuinolon yang dicatat pada anak-anak tersebut. Mereka menyimpulkan bahwa kuinolon dapat digunakan pada anak-anak di atas usia 5 tahun di multidrug - demam tifoid tahan.

23

Lanjutan diskusi

• Penyebaran cepat multidrug resistant (MDR) demam tifoid telah menimbulkan tantangan besar untuk pengobatan kasus ini di seluruh dunia saat ini. • Setelah munculnya resisten kloramfenikol strain Salmonella typhi, ciprofloxacin telah menjadi obat pilihan untuk pengobatan demam tifoid bahkan dalam kelompok usia anak. • Dengan demikian, studi di Kolkata, India, mengevaluasi peran terapi ceftriaxone di dikonfirmasi secara bakteri MDR kasus tipus yang tidak menanggapi 12-14 hari terapi ciprofloxacin. • Termasuk 140 anak-anak berusia 3-10 tahun. Karena itu, mereka menemukan bahwa ciprofloxacin mungkin tidak mewakili pilihan yang dapat diandalkan dan berguna untuk mengobati MDR demam tifoid. • Selain itu, ceftriaxone mungkin menjadi alternatif yang efektif untuk pengobatan kasus tersebut. 24

KESIMPULAN

Ceftriaxone lebih efektif pada anak dengan demam tifoid dalam hal proporsi yang lebih banyak dari anak-anak menjadi afebris dalam 96 jam

25

Related Documents


More Documents from "Yati"

December 2019 24
Portfolio 1
October 2019 33