Yahudi dan Islam Judul Buku
: Judaism and Islam
Geiger
: Abraham Geiger
Penerbit
: M.D.C.S.P.C.K. PRESS,
Tahun Terbit : 1898 Jumlah
: 170 hlm Berangkat dari sebuah essay, Abraham Geiger berusaha menunjukkan pada semua
orang tentang gagasanya yang telah dikeluarkan di Fakultas Filsafat Universitas Bonn “ Sebuah penyelidikan bahwa sumber hukum Al-Qur’an Nabi Muhammad,
berasal dari
Yahudi“. Abraham Geiger mengambil sudut pandang subjek yang mencakup semua gagasanya itu dengan pekerjaan yang berbeda. Buku ini ia tulis dengan memuat dua bagian pembahasan. Bagian awal buku ini menjelaskan tentang latar belakang pemikirannya tentang Al-Qur’an dan Islam, sedangkan sisanya menerangkan tentang hal-hal yang menurut Geiger diadopsi oleh Nabi Nabi Muhammad dari ajaran Yahudi. Disini Abraham Geiger mengambil asumsi bahwa Nabi Nabi Muhammad meminjam ajarannya dari Yahudi, dalam hal ini tentu saja semua hal dikecualikan dari yang hanya muncul dalam perkembangan Islam selanjutnya, dan dari jejak yang tidak ada dalam Al-Qur’an itu sendiri. Namun disisi lain semua gagasan religius dan legenda-legenda seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an telah ditelaah dan kembangkan oleh Geiger setelahnya. Kedua, menurut Abraham Geiger perbandingan antara perkataan Yahudi dengan ajaran Al-Qur’an dengan harapan menetapkan sumber yang pertama sebagai sumber terakhir, ini bisa terjadi hanya dengan syarat bahwa perkataan Yahudi itu memang sudah sebelumnya ada dalam Yahudi sebelum ajaran Islam datang atau jika meski baru belakangan ini terekam, perkataan itu sudah ada dalam sinagog. Ketiga, ketika melakukan pekerjaan ini harus mempertimbangkan serius gagasan itu, apakah itu hanya kesamaan ajaran dua sekte agama yang berberda ?, karena ada begitu banyak gagasan umum yang terjadi pada saat bangkitnya Nabi Muhammad, bahwa Abraham Geiger menyatakan sangat berhati-hati dalam menegaskan dengan gegabah bahwa ada satu ajaran yang ditemukan dalam Al-Qur’an diambil dari ajaran Yahudi.
Pada bagian pertama buku ini, Geiger memuat tiga segmen yang keseleruhunnya terfokus pada ajaran Nabi Muhammad yang diklaim oleh Geiger bahwa Nabi Nabi Muhammad meminjam dari ajaran Yahudi. Disini Geiger mengawali tulisannya dengan menyatakan Tidak cukup untuk memberikan ringkasan singkat tentang bagian-bagian yang tampaknya berhubungan dengan Yudaisme, untuk memastikan bahwa Nabi Muhammad benar-benar memiliki pengetahuan tertentu tentang hal itu, dan menggunakannya dalam pembentukan agama barunya, Dan lebih jauh lagi, perbandingan dengan itu membuat jelas ayat dalam Quran.. Oleh karena itu, pertama-tama Geiger menjelaskan hal ini sebagai pengembangan filosofis suatu proses, kemudian dikonfirmasi oleh bukti sejarah. Berikutnya Geiger menguraikan tiga pertanyaana dasar yang paling menyolok dalam tulisannya 1. Apakah Muhammad benar-benar berpikir dia akan mendapatkan sesuatu dengan meminjam dari Yudaisme? atau, dengan kata lain, apakah Muhammad mempunyai tujuan meminjam dari Yudaisme? 2. Apakah Nabi Muhammad mempunyai maksud tertentu, dan apa maksudnya ?dalam memperoleh pengetahuan Yudaisme , apakah dia benar meminjamnya ? lalu bagaimana mungkin dia melakukannya ? 3. Apakah tidak ada keadaan lain yang menghambat, atau pada semua kejadian membatasi peminjaman semacam itu?Apakah sesuai dengan rencananya sehingga bisa meminjam? Apakah itu diperbolehkan untuknya dan jika demikian dengan alasan apa? ? Pada poin pertama Geiger menyatakan bahwa Nabi Muhammad memiliki ketertarikan khusus terhadap Yahudi dan itu mempengaruhi kehidupan Nabi Muhammad, karena disisi lain ,menurut Geiger pada saat itu perkembangan Yahudi di Jazirah Arab sedang pesat dan memiliki banyak kekuatan yang bisa dilihat dari suku-suku yang terkadang bertemu Nabi Muhammad dalam sebuah pertempuran. Fakta ini didapat pada Bani Qoinuqo’ pada tahun kedua atau ketiga Hijriah dan juga Bani Nadhir pada tahun keempatnya. Menurut Geiger, Nabi Muhammad mengambil keuntungan dari peradaban Yahudi untuk menarik mereka agar mau mengikuti ajaran Nabi Muhammad. Karena dalam buku yang ia tulis mengatakan, untuk mendapatkan reputasi dan mendapat kesan, Nabi Muhammad menarik beberapa orang Yahudi yang mau (Geiger menambahkan keterangan 10 orang Yahudi) untuk bergabung dan sisanya akan menjadi para pengikut Nabi Muhammad.
Lebih jauh lagi, Geiger mengatakan bahwa Nabi Muhammad sengaja merubah tatanan yang dibuat oleh orang-orang Yahudi untuk para Malaikat. Dalam buku ini, Yahudi menegaskan bahwa Mikail berdiri di sebelah kanan Tuhan, dan Jibril di sebelah kiri, tetapi Nabi Muhammad mengubah posisi ini, untuk memberikan pangkat tertinggi bagi Jibril karena telah membawakan wahyu-wahyu-Nya. Ini terlepas dari posisi ”kanan” atau “kiri” yang diterima oleh orang-orang Yahudi memiliki maksud untuk mengadopsi tindakan belas kasihan atau hukuman. Tentu saja tidak ada masalah permusuhan antara Jibril dan Yahudi atau antara Jibril dan Mikail, perkataanya tidak lain adalah sebuah pertaubatan yang bagaimanapun pemikiran Nabi Muhammad membenarkannya dalam membuat tuduhan terhadap orangorang Yahudi. Pada bagian ini Geiger begitu menegaskan untuk mempertimbangkan perkembangan yang telah dicapi oleh tradisi dan sejarah Yahudi yang tentu menarik perhatian Nabi Muhammad selama tidak bertentangan dengan pemikiran Nabi Muhammad, karena itu Nabi Muhammad sangat ingin menggabungkan ajaran yang dipinjamnya dari Yahudi. Pada poin kedua bab pertama ini, Geiger menuliskan kemungkinan-kemungkinan cara memperoleh Nabi Muhammad melakukan peminjaman dari ajaran Yahudi. Disini Geiger mengumpulkan kemungkinan kedekatan Nabi Muhammad dengan Yahudi dengan berbagai diskusi, tapi Geiger menyorot Surat Ke-dua dari Al-Qur’an (Al-Baqarah : 76) karena menurutnya disini dipaparkan dengan jelas bahwa Yahudi digambarkan sebagai kaum munafik, Nabi Muhammad mempercayakan itu pada pengikutnya,kemudian orang-orang Yahudi berkata: “Maukah kamu mengenalkan mereka dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, supaya mereka membantahnya?” disini menunjukkan bahwa Muslim mempelajari Yahudi hanya dari percakapan saja. Dan lagi menurut Geiger,Nabi Muhammad memiliki hubungan akrab dengan orang-orang Yahudi di sekitarnya, seperti Abdullah bin Salam dan Waraqah. Awalnya, mereka adalah mantan Yahudi terpelajar dan sudah mengenal kitab suci dan bahasa Hebrew (Ibrani). Begitu juga dengan Habib bin Malik, ia seorang raja Arab yang sangat kuat dan juga beragama Yahudi. Namun, akhirnya mereka semua menjadi pengikut Nabi Muhammad. Hal ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad memiliki kesempatan yang luas untuk berinteraksi dengan orang Yahudi.Maka, Geiger menyimpulkan bahwa orang Islam mempelajarai ajaran Yahudi hanya melalui obrolan semata (conversation only), bukan melalui kitab suci. Sehingga wajar jika Nabi Muhammad banyak menyampaikan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Yahudi yang sebenarnya.
Lalu pada bagian terakhir bab satu , Geiger mengungkapkan kesamaan kata dalam AlQur’an sebagai pola yang mendukung Al-Qur’an, sehingga sesuai dengan tulisan-tulisan sebelumnya yang dikenali sebagai wahyu. Jika tidak demikian bagaimana bisa Nabi Muhammad bisa membuktikan keotentikan Al-Qur’an dengan menunjukkan pengulangan itu. Menurut Geiger, sebagai Nabi terakhir Nabi Muhammad harus menjadi Nabi penyempurna agar tidak ada Utusan lain setelah Nabi Muhammad. Jadi jelas bahwa, pinjaman dari agama lain cukup sesuai dengan tujuan umum Muhammad. Geiger juga mengatakan, walaupun Nabi Muhammad akan dicap sebagai kompilator belaka oleh bangsa Arab namun itu tetap tidak akan menghentikan Nabi Muhammad melakukan peminjaman terhadap Yudaism, karena Nabi Muhammad menganggap bahwa bangsa Arab tidak mengetahuinya. Menurutnya Nabi Muhammad hanya tinggal membuktikan keselaran yang harus ada antara berbagai wahyu dengan Tuhannya. Nabi Muhammad juga harus berhati-hati dalam mengambil ajaran Yahudi yang tidak bisa diterima oleh orang-orang Yahudi, dengan demikan, mungkin saja Nabi Muhammad menjadi sosok pemersatu antara agamanya dan agama mereka. Abraham Geiger dalam bab ini menyimpulkan, akan sangat mustahil jika tidak banyak yang bisa ditemukan dalam Al-Qur’an yang jelas-jelas selaras dengan ajaran Yahudi. Jelas bahwa Nabi Muhammad berusaha mendapatkan orang-orang Yahudi bisa berada di sisinya, dan ini bisa dilakukan karean Nabi Muhammad mendekati pandangan tentang keagamaan mereka. Memasuki bab kedua, Geiger ingin menunjukkan beberapa alasan historis umum untuk menyatakan bahwa peminjaman dari sumber Yahudi itu telah terjadi dan pada bagian ini Geiger ingin menunjukkan hal-hal yang telah diadopsi oleh Al-Qur’an dari ajaran Yahudi Pemikiran Abraham Geiger Terhadap Al-Qur’an Dalam tulisannya, Geiger menyebutkan ada 3 masalah utama yang diadopsi Nabi Muhammad dari tradisi Yahudi, yaitu; a. Beberapa Kosa Kata Al-Qur’an yang Berasal dari Tradisi Yahudi Tābūt ,Geiger mengatakan bahwa akhiran “ut” dalam kata ini merupakan bukti bahwa itu bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Ibrani asli yang berkenaan dengan ajaran Yahudi. Kata tābūt dalam ajaran Yahudi ada pada dua tempat. Salah satunya pada kisah Nabi Musa yang diletakkan ibunya ke dalam perahu.
Jannatu ‘Adn ,Kata ’adn dalam bahasa Arab bermakna kesenangan atau kebahagiaan (nama surga). Menurut Geiger, pada dasarnya kata ini berasal dari bahasa Ibrani. Dalam agama Yahudi, “’adn” adalah nama dari suatu daerah yang telah dihuni oleh orang tua mereka, yaitu Adam dan Hawa. Bagian daerah yang mereka tempati itu berupa kebun pohon yang biasa disebut dalam Injil dengan “Taman Eden”. Dalam perkembangannya, arti kata ini tidak lagi mewakili nama suatu tempat, tetapi digunakan untuk menunjuk arti surga, meskipun dalam tataran praksisnya bangsa Yahudi masih menggunakan Taman Eden sebagai sebuah tempat juga. Jahannam, Kata ini juga diklaim berasal dari Yahudi.yang berarti kebalikan dari Surga, mengacu pada Injil kata ini juga diambil dari suatu tempat, Kata “Jahannam” mengacu pada lembah Hinnom, yaitu suatu lembah yang penuh dengan penderitaan. Karena simbol dari penderitaan, kemudian mendorong penggunaan hinnom menjadi gehinnom dalam kitab Talmud untuk menandakan neraka. Huruf mim dalam akhir kata Jahannam, tidak ditemukan dalam huruf Syria ini menunjukkan bahwa kata ini berasal dari bahasa Ibrani Gehinnom. Ahbar , Kata ini beberapa ditemukan dalam Al-Qur’an dalam arti Guru. kata ini dianggap sama dengan habher dalam bahasa Ibrani Darasa , Menurut Geiger kata ini sangat tidak biasa dalam Al-Qur’an, pengertian tentang kata ini hanya terdapat pada surat ke-enam dimana terjadi dua kali Rabbani, Kata ini dianggap berasal dari Yahudi karena akhiran “an” pada kata “rabb”, yang berarti Tuhan kita atau guru. Menurut Geiger, akhiran “an” seperti itu adalah hal yang biasa dalam bahasa Yahudi yang bermakna pendeta (rahib), seperti pada kata; rabban dan ruhban. Sabt, Kata ini digunakan untuk menunjukkan hari sabtu (hari akhir pekan) oleh Islam, Yahudi dan Kristen. Dalam kitab Eksodus XVI : I, Ben Ezra memberikan pandangannya bahwa dalam bahasa Arab ada 5 hari yang diberi nama sesuai urutan angka, yaitu hari pertama, hari kedua,hari ketiga,hari keempat, dan hari kelima . Tetapi di hari keenam tidak demikian. Justru Islam menggunakan kata “sabt”, dan dianggap hari yang suci dalam seminggu. Oleh karena itu, menurutnya, kata “sabbat” dalam bahasa Arab Shin yang dilafalkan seperti Samech dalam bahasa Ibrani dipertukarkan ke dalam bahasa mereka.
Sakinat, Kehadiran Tuhan . Kata ini hanya muncul dalam tiga surat dan mempunyai arti yang berbeda-beda. Menurut Geiger, sama dengan kata darasa . seolah-olah mendapat pengaruh dari luar ketika Nabi Muhammad mendapat surat itu Taghut Furqon Mu’un Masani Malakut Taurat, Maknanya hukum. Kata ini hanya digunakan untuk tradisi pewahyuan dalam agama Yahudi. Nabi Muhammad dengan tradisi oralnya tidak bisa membedakan perbedaan makna kata ini secara pasti. Bahkan Nabi Muhammad memasukkan makna “Pentateukh” dalam kata ini.
b.Konsep Dalam Agama Islam Keimanan dan Doktrin Keagamaan Abraham Geiger menganggap ada beberapa aspek keimanan dan doktrin keagamaan yang diadopsi Nabi Muhammad dari ajaran sebelum Islam, seperti; Pertama, tentang penciptaan langit dan bumi beserta segala isinya dalam enam hari. Ia mengatakan bahwa dalam hal ini pemikiran Nabi Muhammad sejalan dengan ajaran Bibel. Namun, di ayat lain, Nabi Muhammad juga mengatakan bahwa bumi diciptakan selama dua hari, gunung dan tumbuhan diciptakan selama empat hari, dan langit dengan segala isinya selama dua hari. Ayat ini menurut Abraham, kontradiktif dengan ayat pertama. Maka dari itu, ia menganggap Nabi Muhammad sangat sedikit pengetahuannya tentang Bibel, sehingga akhirnya tak sejalan lagi. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa meskipun Nabi Muhammad mengakui adanya hari ke-tujuh, yaitu sabt, tapi Nabi Muhammad tidak mau mengakui kesakralan (kesucian) hari tersebut. Menurutnya, Nabi Muhammad telah menyinggung perasaan umat Yahudi dan menolak kepercayaan mereka tentang Tuhan yang beristirahat pada hari ke-tujuh tersebut.27
Kedua, Tujuh tingkatan surga. Dalam kitab suci disebutkan bahwa ada tujuh tingkatan surga dan semuanya telah diberi nama. Hal ini tertera dalam Chagiga 9; 2. Begitu juga dalam AlQur’an, Nabi Muhammad juga menyebutkan hal yang sama, seperti dalam Surat ke-dua AlQur’an ( ,Q.S. Al-Baqarah: 29 ) Ketiga, Kepercayaan tentang pembalasan di hari akhir. Orang Yahudi percaya tentang hal ini, begitu juga tentang balasan surga dan neraka. Geiger mengatakan bahwa ternyata hal ini juga muncul dalam agama Islam. Dalam Isaiah, v. 14, disebutkan bahwa penguasa neraka setiap hari bertanya, “Berikan kami makanan, agar kami merasa puas” Dan berbagai persamaan lainnya .
c. Aturan Hukum dan Moral Yahudi kaya akan ajaran tunggal dan Nabi Muhammad dianggap telah meminjam ajaran ini, di antaranya. Sholat Ada beberapa aspek dalam ibadah sholat yang dianggap Geiger sama dengan ajaran Yahudi, yaitu; 1. Sholat. Menurutnya, Nabi Muhammad itu seperti rabbi yang menentukan posisi berdiri bagi ibadah sholat. Seperti dikutip Geiger dari perkataan Nabi Muhammad, “Berdirilah ketika menghadap Tuhanmu, tetapi jika kamu takut, lakukanlah (shalat) sambil berjalan atau berkendaraan”. Tiga posisi ini juga terdapat dalam surat X. 13. Dengan kata lain, konsep sholat dalam kondisi berbahaya atau peperangan (sholat khauf) terdapat dalam agama Yahudi dan juga Islam. Kesamaan inilah yang dianggap Geiger sebagai “peminjaman” tradisi. 2. Larangan sholat bagi yang mabuk. Terkait kondisi genting yang disebutkan pada poin pertama, konsentrasi dalam menjalankan sholat menjadi hal yang urgen bagi seorang Muslim. Maka dari itu, menurut Geiger, Nabi Muhammad melarang umatnya untuk tidak menjalankan ibadah shalat ketika dalam keadaan mabuk. Larangan ini jugat terdapat dalam ajaran Talmud. 3. Legitimasi tayammum. Dalam ajaran Talmud, air adalah salah satu sarana untuk bersuci. Bila tidak ada air, maka pasir bisa menjadi alternatif utama. Begitu juga halnya
dalam agama Islam, yang memperbolehkan tayammum sebagai sarana bersuci.32 Selain tiga poin di atas, ada juga konsep ajaran Islam lainnya yang dianggap Geiger diadopsi dari agama Yahudi, seperti; batalnya wudu ketika menyentuh perempuan, etika sholat berjamaah, dan aturan dalam ibadah puasa. Aturan agama terkait perempuan, seperti; durasi masa ‘iddah selama tiga bulan dan durasi menyusui bayi selama dua tahun.