Jual Beli Dalam Agama Islam.docx

  • Uploaded by: Risma Alfia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jual Beli Dalam Agama Islam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,873
  • Pages: 11
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah. Jual beli merupakan suatu interaksi antara penjual dan pembeli dimana keduanya melakukan kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang. Allah telah berfirman dalam Al-qur’an surat Al-baqoroh ayat 275 yang artinya:“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Pada makalah ini akan dibahas tentang hukum-hukum jual beli menurut hukum islam. Dalam hukum jual beli terdapat bentuk akad jual beli yang telah dibahas oleh para ulama’ dalam fiqih muamalah. Tentang syarat-syarat, rukun-rukun dan hukum-hukum jual beli dalam islam.Dalam dunia islam, jual beli harus memberi manfaat antara penjual dan pembeli tanpa ada yang dirugikan. Karena jual beli juga merupakan sarana tolong-menolong sesama manusia. 1.2. Rumusan Masalah Dalam penulisan karya tulis ilmiyah ini ada beberapa rumusan masalah, yaitu: 1. Apa pengertian jual beli? 2. Apa syarat, rukun dan hukum jual beli dalam islam? 3. Apa sajakah jual beli yang terlarang?

1.3. Tujuan Masalah Dalam penulisan karya tulis ilmiyah ini mempunyai beberapa tujuan masalah, yaitu: 1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian jual beli. 2. Untuk mengetahui dan memahami syarat, rukun dan hukum jual beli dalam islam. 3. Untuk mengetahui dan memahami beberapa jual beli yang telarang.

1.4. Manfaat Penelitian Dalam penelitian karya tulis ilmiyah ini terdapat beberapa manfaat, yaitu: 1. Denagan mengetahui pengertian jual beli, masyarakat dapat mengetahui definisi-definisi jual beli. 2.

Dengan mengetahui syarat-syarat, rukun-rukun dan hukum-hukum jual beli dalam islam, masyarakat dapat mengetahui hal-hal tersebut.

3.

Dengan mengetahui jual beli yang terlarang, masyarakat dapat mengetahui macammacam jual beli yang dilaang dalam islam.

1

BAB II PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN JUAL BELI Jual beli dalam bahasa arab disebut ba’i yang secara bahasa adalah tukar menukar, sedangkan menurut istilah adalah tukar menukar atau peralihan kepemilikan dengan cara pergantian menurut bentuk yang diperbolehkan oleh syara’ atau menukarkan barang dengan barang atau barangdengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas kerelaan kedua belah pihak. Hukum melakukan jual beli adalah boleh atau , sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275 yang artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. 2. RUKUN JUAL BELI Dalam menetapkan rukun jual-beli, diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut

Ulama

Hanafiyah,

rukun

jual-beli

adalah

ijab

dan

qabul

yang

menunjukkanpertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Adapun rukun jual-beli menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu: a.

Bai’ (penjual)

b. Mustari (pembeli) c.

Shighat (ijab dan qabul)

d. Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).

3. SYARAT JUAL BELI Transaksi jual-beli baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat jual-beli, yaitu: a.

Adanya dua pihak yang melakukan transaksi jual-beli

b. Adanya sesuatu atau barang yang dipindah tangankan dari penjual kepada pembeli c.

Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ijab qabul).

d.

Agar tidak terjai penipuan, maka keduanya harus berakal sehat dan dapat membedakan (memilih).

e. Dengan kehendaknya sendiri, keduanya saling merelakan, bukan karena terpaksa.

2

Syarat benda dan uang yang diperjual belikan sebagai berikut: a.

Bersih atau suci barangnya Tidak syah menjual barang yang najis seperti anjing, babi, khomar dan lain-lain yang najis.

b.

Ada manfaatnya: jual beli yang ada manfaatnya sah, sedangkan yang tidak ada manfaatnya tidak sah, seperti jual beli lalat, nyamuk, dan sebagainya.

c.

Dapat dikuasai: tidak sah menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli kuda yang sedang lari yang belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang sudah hilang atau barang yang sulit mendapatkannya.

d. Milik sendiri: tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau barang yang hanya baru akan dimilikinya atau baru akan menjadi miliknya. e.

Mestilah diketahui kadar barang atau benda dan harga itu, begitu juga jenis dan sifatnya. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka hukumnya boleh.

4. MACAM – MACAM JUAL BELI A. Jual beli yang batal, adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid). Dengan kata lain, menurut jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama. Adapun ulama hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal, dan rusak. B. Jual beli yang di larang dalam islam Jual beli yang dilarang dalam islam sangatlah banyak menurut jumhur ulama. Berkenaan dengan jual beli yang di larang dalam islam, Wahbah Al-Juhalili meringkasnya sebagai berikut :

1. Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad ) Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dan dapat memilih, dan mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka yang di pandang tidak sah jual belinya adalah berikut ini : a.

Jual beli orang gila Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli orang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk, sakalor, dan lain-lain.

b. Jual beli anak kecil Menurut ulama fiqih jual beli anak kecil di pandang tidak sah, kecuali dalam perkara – perkara yang ringan atau sepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak mimayyiz yang belum baligh, tidak sah sebab tidak ada ahliyah. Adapun menurut ulama Malikiyyah, Hanafiyyah, dan Hanabilah, jual beli anak-anak kecil dianggap sah jika diizinkan walinya. Mereka antara lain beralasan, salah satu cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan cara memberikan keleluasaan untuk jual beli, juga pengamalan atas firman Allah, yang artinya: 3

“ dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapat mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. (Q.S. An-Nisa’ :6) c.

Jual beli orang buta Jual beli orang buta di kategorikan sahih munurut jumhur ulama jika barang yang dibelinya diberi sifat ( diterangkan sifat-sifatnya ). Menurut Safi’iyah, jual beli orang buta tidak sah sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik.

d. Jual beli terpaksa Menurut ulama Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli ini tidak sah , sebab tidak ada keridaan ketika akad. e.

Jual beli fudhul Adalah jual beli milik orang tanpa seizinnya. Munurut Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli di tangguhkan sampai ada izin pemilik. Menurut Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli fudhul tidak sah.

f.

Jual beli orang yang terhalang Maksudnya adalah terhalang karena kebodohan, bangkrut ataupun sakit.

2. Terlarang Sebab Ma’qud Alaih ( barang jualan ) Secara umum, ma’qud alaih adalah harta yang di jadikan alat pertukaran olah orang yang akad, yang biasa di sebut mabi’ (barang jualan) dan harga. a.

Jual-beli benda yang tidak ada atau di khawatirkan tidak ada

b. Jual-beli barang yang tidak dapat di serahkan c.

Jual-beli gharar ataui di sebut juga dengan jual beli yang tidak jelas (majhul)

d. Jual-beli barang yang najis dan yang terkena najis. e.

Jual-beli barang yang tidak ada ditempat akad (ghaib), tidak dapat dilihat.

5. HUKUM JUAL BELI Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-quran dan sunah Rasulullah saw. Terdapat beberapa ayat al-quran dan sunah Rasulullah saw, yang berbicara tentang jual beli, antara lain : a. Al-Qur’an 1. Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 275 “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” 2. Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 198 “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”

4

3. Allah berfirmanSurah An-Nisa ayat 29 “…kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…” b. Sunnah Rasulullah SAW 1. Hadist yang diriwayatkan oleh Rifa’ah ibn Rafi’ : “Rasulullah saw, ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan apa yang paling baik. Rasulullah sawa, menjawab usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (H.R AlBazzar dan Al-Hakim). Artinya jual beli yang jujur, tanpa diiringi kecurangankecurangan mendapat berkah dari Allah SWT. 2. Hadist dari al-Baihaqi, ibn majah dan ibn hibban, Rasulullah menyatakan : “Jual beli itu didasarkan atas suka sama suka” 3. Hadist yang diriwayatkan al-Tirmizi, Rasulullah bersabda : “Pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya disurga) dengan para nabi,shadiqqin, dan syuhada” 6. HADIST JUAL BELI 1. penjelasan hadits Riwayat Thabrani dibawah ini1[3]:

َ ( :َ ََّ ‫هى‬ َ‫ن‬ ‫ َقال‬-‫َا‬ ‫ْهم‬ ‫َن‬ ‫ّلله ع‬ ‫ِيَ ا‬ ‫َض‬ ‫ر‬- ٍ‫َبَّاس‬ ‫ْنِ ع‬ ‫ِب‬ ‫َنِ ا‬ ‫َع‬ ‫و‬ ٌَ ‫ْ ه‬ ََّ ‫َّى‬ ‫َت‬ ‫ة ح‬ ‫مر‬ ََ ‫َ ث‬ ‫تبَاع‬ ‫َن‬ ‫ّللِ صلى هللا عليه وسلم أ‬ ‫ه ا‬ ‫َسهول‬ ‫ر‬ ََ َ‫ و‬,َ ‫ه‬ ‫ِي‬ ‫ٌ ف‬ ‫َل َلبَن‬ ‫ و‬,ٍ ‫هر‬ ‫َل‬ ‫ٌ ع‬ ‫هوف‬ ‫َ ص‬ ‫هبَاع‬ ‫ََل ي‬ ‫َم‬ ‫تطْع‬ َْ‫َى ظ‬ ‫لداره‬ َّ َ ‫ِي‬ ‫َقطْن‬ ‫َا‬ ‫ِ و‬ ‫ْسَط‬ ‫َْْلَو‬ ‫ِي ا‬ ‫ِيُّ ف‬ ‫َان‬ ‫َلطَّبَر‬ ‫َاه ا‬ ‫َو‬ ‫ْعٍ) ر‬ ‫َر‬ ‫ض‬ ُّ ِ ِ َ ‫َهو‬ ‫ و‬,َ ‫َة‬ ‫ِم‬ ‫ِكْر‬ ‫لع‬ ‫ِيل‬ ‫َاس‬ ‫مر‬ َ‫َْل‬ ‫ِي ا‬ ‫َ ف‬ ‫هد‬ ‫َاو‬ ‫هو د‬ ‫َب‬ ‫َه أ‬ ‫َج‬ ‫ْر‬ ‫َخ‬ ‫َأ‬ ‫و‬ َ َ ‫موه‬ ِْ ‫بنِ ع‬ ‫َى ا‬ ‫َل‬ ‫ً ع‬ ‫ْقوفا‬ َ ً ‫ْضا‬ ‫َه أي‬ ‫َج‬ ‫ْر‬ ‫َأخ‬ ‫ و‬.‫ه‬ ‫َّاجِح‬ ‫َلر‬ ‫ا‬ ٍ‫َبَّاس‬ ‫هق‬ َْ‫َْلبَي‬ ‫َه ا‬ ‫َّح‬ ‫َج‬ ‫َر‬ ‫ و‬,ٍ ‫ِي‬ ‫ٍ َقو‬ ‫َاد‬ ‫إسْن‬ ‫ب‬ ُّ‫ِي‬ ِِ Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang menjual buah-buahan hingga masak, bulu yang masih melekat di punggung (hewan hidup), dan susu dalam tetek. (Riwayat Thabrani dalam kitab al-Ausath. dan Daruquthni. Abu Dawud meriwayatkan dalam hadits-hadits mursal ikrimah, ia juga meriwayatkan secara mauquf dari Ibnu Abbas dengan sanad kuat yang diperkuat oleh Baihaqi).

ََّ :َ ‫ َقال‬-‫َا‬ ‫ْهم‬ ‫َن‬ ‫ّلله ع‬ ‫ِيَ ا‬ ‫َض‬ ‫ر‬- َ ‫مر‬ َ‫ه‬ ‫ْنِ ع‬ ‫ِب‬ ‫ْ ا‬ ‫َن‬ ‫َع‬ ‫و‬ َ ( ََّ ‫ّللِ صلى هللا عليه وسلم ع‬ ‫ه ا‬ ‫َسهول‬ ‫َى ر‬ ‫نه‬ ِ‫َن‬ ْ ْ َ‫َا‬ ‫ِن‬ ‫ِ إ‬ ‫ِه‬ ‫ِط‬ ‫َائ‬ ‫َ ح‬ ‫مر‬ ََ ‫َ ث‬ ‫َبِيع‬ ‫ْ ي‬ ‫َن‬ ‫ِ; أ‬ ‫َة‬ ‫بن‬ ‫هز‬ ‫الم‬ َ َ ً ‫ْما‬ ‫َر‬ ‫َ ك‬ ‫َان‬ ‫ْ ك‬ ‫ِن‬ ‫َإ‬ ‫ و‬,ً‫ْال‬ ‫َي‬ ‫ٍ ك‬ ‫مر‬ ‫ِت‬ ‫ْالً ب‬ ‫نخ‬ ‫َان‬ ‫ك‬ َْ ً ‫ْعا‬ ‫َر‬ ‫َ ز‬ ‫َان‬ ‫ْ ك‬ ‫ِن‬ ‫َإ‬ ‫ و‬,ً‫ْال‬ ‫َي‬ ‫ِيبٍ ك‬ ‫َب‬ ‫ِز‬ ‫َه ب‬ ‫َبِيع‬ ‫ْ ي‬ ‫َن‬ ‫أ‬ َ ,ٍ َ‫ِك‬ ‫َل‬ ‫ْ ذ‬ ‫َن‬ ‫َى ع‬ ‫نه‬ ‫َام‬ ‫ِ طَع‬ ‫ْل‬ ‫ِكَي‬ ‫َه ب‬ ‫َبِيع‬ ‫ْ ي‬ ‫َن‬ ‫أ‬ ِ ‫ْه‬ ‫َي‬ ‫َل‬ ‫ٌ ع‬ ‫َق‬ ‫َّف‬ ‫هت‬ ‫ِه ) م‬ ‫هل‬ ‫ك‬

5

Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli muzabanah, yaitu seseorang yang menjual buah kebunnya, jika kurma basah dijual dengan kurma kering bertakar, anggur basah dijual dengan anggur kering bertakar, dan tanaman kering dijual dengan makanan kering bertakar. Beliau melarang itu semua. (Muttafaq Alaihi). 2. Dalam hadits di atas menjelaskan dalam jual beli tersebut adalah batasan buah yang masih ada di pohonnya bisa dijual adalah jika sudah layak dimakan. Tanda-tanda buah itu sudah bisa dimakan berbeda-beda sesuai dengan jenis buahnya. Hal itu telah diisyaratkan di dalam riwayat Anas bin Malik ra.:

َ ‫اَّللِ صلى هللا عليه وسلم‬ ََّ َ‫َسُو‬ َ‫ن‬ َّ ‫ل‬ ‫هى‬ ‫ن ر‬ ‫أ‬ ْ ِ ََّ َ ْ َ ‫َّى‬ َ ْ ‫ْع‬ ‫بي‬ ‫َن‬ ‫َع‬ ‫د و‬ ‫يسْو‬ ‫َت‬ ‫َبِ ح‬ ‫ِن‬ ‫الع‬ ‫ْع‬ ‫بي‬ ‫َن‬ ‫ع‬ ِ ْ ََّ َ ‫َّى‬ ‫د‬ ‫يشْت‬ ‫َت‬ ‫َبِ ح‬ ‫الح‬ Rasulullah saw. melarang menjual anggur hitam hingga warnanya menghitam dan menjual biji-bijian hingga sudah keras (HR Abu Dawud). Dalam hal buah-buahan, secara umum terdapat dua jenis. Pertama: buah-buahan yang ketika sudah tua/cukup umur bisa dipetik dan selanjutnya bisa masak, seperti mangga, pisang, dan pepaya. Jika sudah ada semburat warna merah atau kuning yang menandakan sudah cukup tua, buah itu bisa dipetik dan nantinya akan masak. Jika belum tampak tanda-tanda seperti itu buah dipetik maka tidak bisa masak. Buah-buahan jenis ini, jika sudah tampak tanda-tanda perubahan warna itu, yakni sudah cukup tua untuk dipetik, maka sudah boleh dijual meski masih di pohonnya. Kedua, buah-buahan yang harus dipetik ketika sudah masak seperti semangka, jambu, salak, jeruk, anggur, rambutan dan sejenisnya. Jika sudah seperti itu maka buah yang masih dipohonnya boleh dijual. Batas tersebut bisa diketahui dengan mudah oleh orang yang berpengalaman tentangnya. Ada juga tanaman yang kebanyakan dari jenis sayuran seperti ketimun, buncis, dan kacang panjang, yang jika bunganya sudah berubah menjadi buah, maka saat itu sudah mulai layak untuk dikonsumsi. Buah tanaman sejenis ini, jika bunga sudah berubah menjadi buah, sudah boleh dijual. Adapun jenis biji-bijian, seperti padi, kedelai, jagung dan sebagainya, maka sesusai hadis Anas di atas, sudah boleh dijual ketika sudah keras. Tampaknya kelayakan buah untuk dikonsumsi itu tidak harus terpenuhi pada seluruh buah di kebun. Hal itu adalah sangat sulit. Sebabnya, buah di satu kebun bahkan satu pohon memang tidak memiliki tingkat ketuaan yang sama dan tidak bisa masak secara bersamaan. Ketuaan dan menjadi masak itu terjadi secara bertahap hingga seluruh buah di kebun menjadi tua/masak. Karena itu, maksud yabduwa shalâhuhu itu adalah jika ada sebagian buah sudah layak dikonsumsi, maka buah yang sama di satu kebun itu boleh dijual semuanya, baik yang sudah mulai masak maupun yang belum. Batas mulai layak dikonsumsi itu bergantung pada masing-masing jenis buah. Misalnya jika sudah ada sebagian mangga yang masak maka semua mangga yang ada di 6

satu kebun itu boleh dijual. Jika ada sebagian semangka yang sudah layak dikonsumsi maka seluruh semangka jenis yang sama di kebun itu boleh dijual, termasuk yang masih muda. Jika sudah ada sebagian bunga ketimun yang berubah menjadi buah maka semua ketimun di seluruh kebun itu boleh dijual. Jika ada sebagian tongkol jagung manis sudah layak dipetik maka seluruh jagung manis di kebun itu boleh dijual. Jika buah yang masih di pohon itu dijual, lalu terjadi bencana cuaca seperti hujan, angin, hawa dingin, angin kering/panas, dsb, maka penjual wajib menarik diri dari harga buah yang mengalami cacat atau rusak dan mengembalikannya kepada pembeli. Aplikasi dalam kehidupan Aplikasi berdasarkan hadits jual beli di atas dalam kehidupan ini dapat di contohkan seperti kasus seorang pemborong jambu ia memborong jambu yang masih mengkal dipohonnya. Sedangkan buah jambu yang terdapat pada pohon tersebut belum jelas takarannya, sehingga dapat merugikan sebelah pihak. Ada hal yang menarik yang bisa kita ambil pelajaran moralnya dari perilaku semacam ini. Kita haruslah sabar dalam menjalani hidup, jangan terlena dengan anganangan atau perkiraan-perkiraan yang menawarkan mendapatkan keuntungan secara instan. Biarlah berjalan sesuai dengan prosesnya. Bila dipaksakan sebelum waktunya, maka akan terasa pahit, seperti memakan buah yang belum matang langsung dimakan. Maka pasti akan terasa pahit di lidah. Namun, bila kita bersabar sampai datang waktunya, maka akan terasa manis, terjauh dari kemungkinan rugi, seperti kita makan buah yang sudah matang, maka akan terasa enak di lidah.

7. MANFAAT DAN HIKMAH JUAL BELI 1) Manfaat jual beli : Manfaat jual beli banyak sekali, antara lain : a)

Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.

b)

Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan atau suka sama suka

c)

Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang dagangannya dengan ikhls dan menerima uang, sedangkan pembeli memberikan uang dan menerima barang dagangan dengan puas pula. Dengan demikian, jual beli juga mampu mendorong untuk saling bantu antara keduanya dalam kebutuhan seharihari.

2)

d)

Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram.

e)

Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah swt.

f)

Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.

Hikmah jual beli Hikmah jual beli dalam garis besarnya sebagai berikut : Allah swt mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan kepada hamba-hamba-Nya, karena semua manusia secara pribadi mempunyai 7

kebutuhan berupa sandang, pangan, dan papan.Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama manusia masih hidup. Tak seorang pun dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri, karena itu manusia di tuntut berhubungan satu sama lainnya. Dalam hubungan ini, taka da satu hal pun yang lebih sempurna daripada saling tukar, dimana seorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

8. CONTOH HUKUM JUAL BELI a. Hukum Jual Beli Online Menurut Agama Islam

Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, sesuai firman Allah dalam Al-qur’an. Jual dan beli sudah dilama ada dan dikenal oleh manusi, bahkan semenjak dari jaman kenabian, dan kebanyakan para istri -istri nabi berprovesi sebagai seorang pedagang, contohnya siti khodijah istri Nabi Muhammad SAW juga merupakan seorang pedagang yang sukses dizamannya. Di dalam islam soal jual beli telah diatur baik bagi penjual ataupun pembeli ada syarat syarat yang harus dipenuhi agar jual beli tersebut sah Dulu jual beli seorang penjual dan pembeli langsung bertatap muka dalam transaksinya namun dengan bekembanganya teknologi dijaman sekarang kita mengenal yang namanya jual beli online. karena sekarang ini internet merupakan bagian dari gaya hidup atau mungkin sudah termasuk daftar kebutuhan hidup. Rukun Jual Beli menurut islam adalah adanya penjual, pembeli, barang yang di jual dan Ucapan ijab qabul. Dalam Islam berbisnis melalui online diperbolehkan selagi tidak terdapat kezaliman, monopoli, serta unsur-unsur riba, dan juga penipuan. Karena dalam alqur’an sudah dijelaskan tentang bahaya riba seperti yang terdapat didalam Alquran surat Albaqarah, Ar Rum, dan an Nisa’. Syarat-syarat hukum jual beli online itu diperbolehkan jika:

8

1. Kamu tidak melanggar hukum agama, seperti misalnya jual beli barang haram, penipuan dan jual beli yang curang. 2. Ada akad jual beli, kesepekatan antar penjual dan beli jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. 3. Adanya kontrol, sangsi dan aturan hukum yang tegas dan jelas dari pemerintah untuk menjamin keamanan jual beli online agar tidak terjadi hal hal yang tidak dinginkan. Hukum jual beli online haram atau tidak diperbolehkan jika jual beli secara online tidak sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan yang telah dijelaskan di atas. Karena kemaslahatan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam jual beli dan usaha harus dalam perlindungan negara atau lembaga yang berkompeten. Jadi jelas bahwasannya hukum jual beli online diperbolehkan asalkan tidak melanggar syari’at dan merugikan orang lain. Semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi kamu.

b. HUKUM JUAL BELI EMAS MENURUT AGAMA ISLAM

Definisi Jual beli Emas Dalam dunia perniagaan ada banyak barang dan jasa yang diperniagakan termasuk emas dan logam mulia lainnya. Jual beli emas adalah aktifitas tukar menukar barang dengan emas sebagai objek jual belinya. Pembeli membeli emas dari penjual atau wakilnya dengan menggunakan uang atau menukarnya dengan barang lainnya. Jual beli emas sudah banyak dilakukan oleh umat muslim, biasanya emas lebih banyak dijual sebagai perhiasan untuk mempercantik diri atau sebagai emas batangan sebagai simpanan harta seseorang (baca kecantikan wanita dalam islam dan wanita yang baik menurut islam) . Nilai jual emas cukup tinggi dipasaran dan harganya semakin naik dari hari ke hari oleh sebab itulah banyak orang yang tergiur untuk mendapatkan banyak keuntungan dari menjual emas. Dasar Hukum Jual Beli Emas Emas sendiri disebutkan dalam hadits termasuk dalam barang ribawi atau barang yang sebenarnya ridak boleh ditukar dengan benda lainnya melainkan juga harus ditukar dengan emas dan takaran yang sama. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini (baca juga hukum pinjam uang dibank dan bunga bank menurut islam) 

Emas harus Ditukar Emas Dalam sebuah hadits, Rasul SAW bersabda bahwa emas haruslah ditukar dengan emas sebagaimana lima benda ribawi lainnya. Sebagaimana hadist Nabi yang artinya :

9

“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)



Tidak melebihkan jumlahnya Dalam jual beli emas, pembeli maupun penjual tidaklah boleh menjual atau membelinya dengan menambahkan atau mengurangi harganya untuk mencegah terjadinya riba. (baca hukum riba dalam islam dan bahaya riba didunia akhirat ) “Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali semisal atau sama, dan jangan kalian melebihkan sebagian atas sebagian yang lain”, artinya jangan kalian menambahkan dan janganlah kalian menjual dirham al-wariq, yaitu perak (alfidhah), dengan dirham kecuali sam atau semisal, dan janganlah kalian melebihkan sebagian atas sebagian lainnya, dan janganlah kalian menjual sesuatu yang tidak ada (ghaib) dengan sesuatu yang ada ditempat (an-najiz)”)

Hukum Jual Beli Emas Karena emas adalah salah satu barang ribawi maka emas tidak bisa diperjualbelikan kecuali dengan nilai yang sama atau jumlah uang yang setara dengan nilai emas tersebut. Para ulama juga berpendapat bahwa emas bisa diperjualbelikan asal dibayar segera untuk menghindari terjadinya riba nasiah dan jual beli emas secara kredit atau yang belum ada barangnya dalam hal ini jual beli ghaib tidaklah diperbolehkan. Sebagaimana diriwayatkan dalam suatu hadits mengenai jual beli kurma yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah berikut ini : (baca juga cara menghindari riba dan macam-macam riba). Sesungguhnya Rasul SAW mengangkat seorang pria di Khaibar”), artinya Rasul SAW mengangkatnya sebagai wali (semacam gubernur) di Khaibar, (”kemudian ia datang membawa kurma janib (tamr janib)”), artinya jenis kurma yang baik, (kemudian Rasul SAW bersabda : Apakah seluruh kurma di khaibar seperti ini ?”) artinya Apakah seluruh kurma di khaibar berasal dari jenis yang baik ini ?, (“ Ia menjawab : Tidak, Demi Allah Ya Rasulllah”) artinya faktanya tidak seperti itu, karena kurma khaibar beragam jenisnya., (kami mengambil (menukar) satu sha’ jenis ini (jenis kurma yang baik) dengan 2 sha’ jenis (kurma lainnya), 2 sha’ jenis ini dengan 3 sha’ (jenis kurma lainnya)”) artinya kami menjual kurma yang baik, lalu kami memberikan kurma yang baik sebesar 1 sha’, (“Jenis yang baik”) artinya yang setara dengan 3 sha’ atau 2 sha’ kurma lainnya. Lalu Nabi SAW bersabda : (“Jangan kamu lakukan”) artinya jangan kamu menjual 1 sha’ dengan 2 sha’ dari jenis kurma karena itu adalah riba, (“ jual lah sekelompok kurma (al-jam’u) dengan (harga) beberapa dirham, kemudian belilah dengan (harga) beberapa dirham kurma yang baik (janib)”) Dengan demikian jelaslah bahwa emas hanya boleh diperjualbelikan dengan nilai setara dan tidaklah diperbolehkan menukar emas kualitas yang baik dengan emas yang kualitasnya berbeda atau dengan kata lain emas yang nilainya atau kualitasnya lebih rendah daripada nilai emas tersebut. Jual beli emas juga harus dilakukan segera dan dibayar secara kontan agar tidak menimbulkan riba dan masalah dikemudian hari. Wallahu A’lam Bis Shawab. (baca juga pinjaman tanpa riba dan pinjaman dalam islam)

10

BAB III PENUTUP a) Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu diperbolehkan dalam Islam.Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi antara mereka.Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan.Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek akad dan objek akad yang kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu semua telah dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama. b) Saran Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap manusia, namun pada zaman sekarang manusia tidak menghiraukan hukum islam. Oleh karena itu, sering terjadi penipuan dimana-mana. Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita berhati-hati dalam bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam dalam interaksinya. Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli dan mengharamkan riba.Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan sampai kita melakukun riba. Karena sesungguhnya riba dapat merugikan orang lain.

11

Related Documents


More Documents from ""