Jog Lose Mar

  • Uploaded by: khairul Amin
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jog Lose Mar as PDF for free.

More details

  • Words: 819
  • Pages: 2
Oleh Sutrisno Sepanjang Tahun 2008 tercatat banyak kasus pembunuhan dengan cara mutilasi yang terjadi di negara ini. Sebagaimana diberitakan di beberapa media massa, baik cetak maupun elektronika kasus mutilasi selalu menarik untuk didiskusikan, mengenai latar belakang dan motifnya. Kasus mutilasi yang masih segar dalam ingatan dilakukan oleh Verry Idham Henyasyah atau lebih dikenal sebagai Ryan. Peristiwa itu membuat kita terhenyak. Ternyata, di sekitar kita ada juga orang berdarah dingin yang dengan tenangnya bisa membunuh orang lain dengan cara mutilasi. Dan itu tidak hanya satu. Bayangkan, sebelas orang korban! Harian Joglosemar (29/7) dalam refleksinya dengan mengutip pendapat psikolog mengatakan bahwa Ryan adalah gay yang mempunyai penyimpangan jiwa lainnya atau inilah yang mendekati psikopat. Lebih baik Ryan dikatakan sebagai psikopat, ketimbang gay. Para ahli pun mengingatkan bahwa psikopat bergentayangan di sekitar kita. Kata Dr Robert Hare, saat menulis Without Conscience: the Disturbing World of the Psychopats Among Us, psikopat itu bisa berada di kantor, tempat olahraga, arena hiburan, bahkan di lingkungan terdekat, seperti tetangga, suami atau pacar sekalipun. Sesungguhnya, kasus mutilasi sudah banyak terjadi di republik ini. Sebagai praktik sadisme, kasus demi kasus yang terjadi sungguh di luar nalar manusia. Hanya binatanglah yang sanggup melakukan model pembunuhan sadis seperti itu. Maraknya kasus mutilasi yang terjadi melahirkan banyak kepedihan dan kesedihan. Bagi keluarga korban, peristiwa mutilasi sungguh tak pernah dibayangkan sebelumnya. Demikian juga masyarakat luas terkena dampak psikologis. Masyarakat menjadi sangat takut. Trauma. Menurut kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala, ada dua kemungkinan orang melakukan mutilasi. Pertama, pelaku khawatir dirinya akan ditangkap bila meninggalkan korbannya secara utuh. Mereka berpikir bila meninggalkan jejak, terungkapnya kasus tersebut akan sangat tinggi. Karena itu, untuk menghilangkan jejak, pelaku dengan sengaja melakukan mutilasi dengan harapan orang lain akan sulit mencari jejak korban maupun pelaku. Kedua, terlalu rapatnya beberapa kasus mutilasi yang terjadi akhir-akhir ini membuat para pelaku mengadopsi tayangan televisi atau media lainnya. Dengan demikian, para pelaku mengambil referensi dari berbagai ragam media massa, baik cetak maupun elektronik, yang tersebar di seluruh pelosok kota. Namun, kemungkinan yang paling besar adalah para pelaku panik dengan tindakan yang dilakukannya. Kemudian, mereka ingin aksi itu tidak diketahui banyak orang sehingga memutilasi korbannya. Kalau mereka mau membawa mayat yang dibunuhnya supaya tidak ketahuan, jalan satu-satunya adalah mutilasi. Tidak semua pelaku mutilasi adalah psikopat. Sebab, ada tujuan tertentu saat melakukan aksi tersebut, yaitu menghilangkan jejak. Untuk menunjukkan pelaku itu adalah psikopat, tidak bisa sembarangan. Kebanyakan aksi yang dilakukan pelaku merupakan aksi spontan. Literatur tentang patologi sosial menyebutkan adanya peningkatan kualitas dan kuantitas kejahatan sebagai bentuk cermin dari sebuah masyarakat. Umumnya pelaku kejahatan memiliki motivasi tertentu di balik aksinya, misalnya hasrat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat padahal mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap. Penyebab lainnya kecemburuan sosial yang kian meruncing antara kalangan the have dengan kalangan bawah. Pendekatan Holistik Untuk memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat yang sedang berurusan dengan hukum, Polri harus dapat melakukan tindakan baik penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Polri khususnya penyidik dibekali kemampuan dan ketrampilan penyidikan tindak pidana baik dalam KUHP atau di luar KUHP. Tentunya dibutuhkan kemampuan melihat, mengidentifikasi, menganalisa dan menangani kasus mutilasi

dengan memperhatikan kondisi psikis atau kejiwaan pelakunya. Akan lebih optimal lagi apabila penyidik Polri bekerja sama dan berkoordinasi dengan psikiater dan psikolog saat mendalami latar belakang atau penyebab pelaku mutilasi. Dengan demikian bantuan atau masukan dari psikiater dan psikolog menjadi pertimbangan bagi polisi. Kita amat berkepentingan agar kasus demi kasus pembunuhan sadis tersebut bisa segera diungkap. Kemudian pelakunya harus dihukum sesuai dengan kaidah yang berlaku. Selain, penanganan secara hukum, kita juga perlu menelusuri sebab lainnya. Sebagaimana sering disampaikan oleh para psikolog, bahwa kasus mutilasi erat kaitannya dengan gangguan kejiwaan. Sementara itu, gangguan kejiwaan dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya masalah himpitan ekonomi. Melalui pendekatan yang holistik, dan melibatkan banyak pihak, kiranya kasus pembunuhan sadis, tidak terjadi lagi. Pemerintah harus bekerja keras mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di masyarakat. Pelaku dunia usaha, jangan bertindak seenaknya. Aparat penegak hukum, harus tegas dan serius dalam mengungkap beragam kasus-kasus yang sudah terjadi, serta tindakan untuk pencegahan. Demikian juga kalangan pendidik, hendaknya dapat menularkan pikiranpikiran baik, serta etika kehidupan kepada generasi penerus bangsa. Sekolah harus menjadi tempat untuk membumikan rasa cinta kasih terhadap sesama. Orangtua harus benar-benar menyayangi anak. Pihak pengelola media massa, khususnya media televisi agar tidak secara berlebihan menayangkan tontonan yang berbau kriminal. Siapa pun korbannya, mutilasi selalu meninggalkan jejak trauma kengerian dan kesadisan yang ternyata masih ada di lingkungan orang-orang beradab. Pembunuhan mutilasi yang terjadi akhirakhir ini memberikan pelajaran dan peringatan agar masyarakat selalu waspada terhadap lingkungannya. Di tengah kecenderungan semakin rusaknya lingkungan sosial masyarakat mengharuskan setiap individu senantiasa mengembangkan kesadaran dan mengasah kewaspadaan. Dan, setiap keluarga perlu terus menjaga agar tidak ada satu pun kesempatan bisa mengancam anggota keluarga. Terakhir, semangat dan nilai kemanusiaan yang bersifat universal harus menjadi pedoman dalam membangun tatanan kehidupan bersama. Hanya dengan cara seperti itulah, beragam tindak kejahatan dapat diminimalisasi, seperti halnya peristiwa mutilasi. Penulis adalah peminat masalah sosial-politik, dan Guru SMPN 2 Karangtengah-Wonogiri

Related Documents


More Documents from "Environmental Services Program"