Karya Tulis ini dipersembahkan kepada: 1. Alamamater Tercinta Fakultas Teologi – UKAW 2. Orang tua tersayang dan adik-adik ku termanis 3. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 04/05 4. P. D. M. T. Family
1i
KATA PENGANTAR “Bapa, Engkau sungguh baik”. Inilah ungkapan syukur dari penulis atas kasih setia Tuhan yang tidak dapat terselami dan dilukiskan dalam kelemahan penulis. Hanya pujian dan hormat yang tulus menjadi hadiah terindah. Pengorbanan Yesus Kristus memberi kekuatan, semangat dan inspirasi bahwa sekali-kali Ia tidak akan pernah meninggalkan dan membiarkan penulis sendiri. Karena itu, kurang lebih 5 tahun tapak waktu yang dilewati penulis dalam meniti studi pada Almamater tercinta. Perjalanan menelusuri tiap moment itu dihiasi dengan suka dan duka, sehingga terangkai dalam refleksi yang memberi arti dalam panggilan penulis sebagai calon pendeta. Penulis sadari bahwa untuk mencapai garis terakhir dengan menyelesaikan karya tulis ini sangatlah tidak mudah dan butuh pergumulan. Karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan limpah terima kasih kepada : 1. Pdt. Elsy McC. Niap, Mphill dan Pdt. Thomas Ly, M.Th selaku dosen pemimbing yang mendampingi penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. 2. Pdt. S. V. Nitti, M.Th selaku penasehat akademik selama masa perkuliahan. 3. Seluruh jajaran staf dosen Fakultas Teologi yang mendidik penulis selama proses pembelajaran di kampus. 4. Pdt. Gayus Polin, S.Th yang memberi pikiran – pikiran teologis bagi sumbangsih dalam rangka karya tulis ini. 5. Seluruh staf karyawan/ti yang bersama penulis bercanda dan selalu mendukung penulis dalam hal-hal administrasi dan kelengkapan akademik. 2ii
6. Ayah tersayang Blasius Yoseph Un dan Bunda tercinta Adolfina Lucas, sebagai orang tua yang memberi dukungan senantiasa baik dana maupun motivasi yang menguatkan penulis selama menjalani proses di bangku kuliah. Dan adik-adikku tersayang yakni Putra, Marlen dan Cindy. 7. Seluruh keluarga yang mendukung penulis. Tante Opi serta keluarga dan Mia. Bapak Maxem Amtiran sekeluarga, Tante Yan sekeluarga dan Mama Hale sekeluarga. 8. Bapak Ferry E. Ga dan Ibu Agustina Ga – Koamesah yang telah membantu dan mendampingi penulis dalam hari – hari penulis dan selalu memberi dukungan dan doa. 9. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2004/ 2005 yakni: Nero, Intan, Reno, Kamet, Ale, Irwan, Tagor, Pirlo, Pyppos, Mimi, Gets, Ay, Ob, Emde, Yoyo, Nio, Beni, Stiba, K’Ari, Ayah, K’Yes, K’ Iwan, Epi, Osian, Setto, K’Iba, Nona, Ambu 1, Ambu 2, Ambu 3, Ne’, Yade, Wasti, Ge, Ris, Orista, Ola, Be’a, Bepe, Neta, Ida, Oltha, Nice, Sofi, Bunda, Yudi, Domina, Nety, Pago, Pely, Doni, Dorce, Eni, Orista, Esry, Enthy, Femi, Fentris, Jeni, Yusak, Yusry, Umi, Shela, Rosa, Tini, Dini, Ade Elwin, Ade, K’ Joice, Yanti, Meijen, Nelly, Anaci, Ce, Nabila, Mela, Ci, Nomes, Sepa, Arni, Seko, Elyn, Aa, Nofrida, Keken, Uchan, Linda, Adel, Rida, Fince, Lenny, Iwi, Elen, Cynta, Dekas, Nonci, Trefan, Witha, Tresna, Nori, Datih, Rahel, Delsy, Nina, Selma, Dina, Endah, Anti, Novi, Endang, Henny, M3, Kader, Ma’Engge, Ma’He, Koko, Ice, Yamo, Sanny dan Lia. Kenangan yang terukir menjadi makna yang terdalam bagi penulis untuk melihat sejuta fenomena
3 iii
tentang paket hidup yakni “ada waktu tertawa – ada waktu menangis, ada waktu senang – ada waktu susah, ada waktu bertemu – ada waktu berpisah dan ada waktu berdiam ada waktu berbicara”. 10. PDMT Family (Persekutuan Doa Mahasiswa Teologi) yang terus menemani penulis dalam suka dan duka serta memberi inspirasi dalam setiap pelayananpelayanan bersama termasuk memberi minat bagi penulis untuk mengkaji pikiran teologis dari Rasul Paulus. Sebagai wadah penulis belajar untuk Hidup Menjadi Berkat bagi dunia, gereja dan masyarakat. 11. Seluruh adik-adik semester angkatan 2005-2006, 2006-2007, dan 2007-2008. 12. Kakak Munce R. Therik, S.Th yang menjadi partner pelayanan dan kerja bersama penulis. Kakak yang terus memberi semangat dan terus memberi motivasi untuk maju menjadi yang terbaik. 13. Bapak Agus Nge sekeluarga sebagai Bapak Kos, yang memberi tempat kepada penulis untuk mendiami selama masa kuliah. Seluruh teman-teman kos AS. Mangga Dua Oesapa, K’Roly, K’Jois, K’Nona, Oz, Dedo, Reza, Ajoy, Echon, Jaldy, Iman, Lusi, Reny, Feni, Eti, Letta, Eta, Yory, dan Ito. 14. Seluruh jajaran staf badan pengurus Yayasan Harapan Kasih Bunda dan Sekolah Tunas Daud yang turut mempengaruhi penulis dalam rangka proses karya penulisan ini. 15. Pdt. Elsa Sihasale – Huwae, S.Ag yang memberi kepercayaan kepada penulis untuk tetap melayani di jemaat Batu Karang Kupang. Kakak – kakak pengajar iv
4
PAR Jemaat Batu Karang Kupang dan kawan-kawan pemuda Batu Karang yang bersama penulis melayani dan saling sharing dalam pelayanan. 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan nama satu per satu yang telah mendukung dan memberi perhatian kepada penulis selama ini. Akhir kata, penulis memberi kesempatan kepada para pembaca atas setiap saran dan usul atau yang bersifat kritik konstruktif dalam rangka kesempurnaan dalam karya tulisan ini. Guna tulisan ini bermanfaat bagi lembaga pendidikan, dan kepentingan pengetahuan para pembaca. Mari kita belajar dari bahasa positif yang memberi motivasi yakni “I Can If I Think I Can”.
Oesapa, 23 Juni 2009 Penulis,
5
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………….
χ
ABSTRAKSI ……………………………………………………………
§
MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………….………..
i
KATA PENGANTAR ………………………………………………….
ii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………………….....
1
B. Perumusan Masalah ………………………………………………
7
C. Pembatasan Masalah ……………………………………………..
7
D. Tujuan Dan Kegunaan Penulisan…………………………………
7
E. Metode Penulisan Dan Penilitian…………………………………
8
F. Sistematika Penulisan……………………………………………. v BAB 1 - PAULUS DAN KONTEKS HISTORIS KORINTUS
9
1.1.Biografi Paulus ………………………………………………….
10
1.1.1.Pendidikan Paulus …………………………………………..........
12
1.1.2.Potret Paulus ……………………………………………………..
14
1.2.Paulus Dan Agama Yahudi ...…………………………………….
16
1.3.Saulus Si Penganiaya ………………………………………….....
18
1.4.Pertobatan Saulus …………………………………………….......
23
1.5.Korintus - Kota Di Pinggir Dua Lautan …………………….........
24
1.5.1.Situasi Politik ………………………………………………….....
vi 6
25
1.5.2.Situasi Sosial – Ekonomi …………………………………….......
27
1.5.3.Situasi Budaya – Religius ……………………………………........
32
BAB 2 ANALISIS EKSEGETIS TERHADAP SURAT 2 KORINTUS 12:10 2.1. Hal – hal Pembimbing ...........................................................................
33
2.1.1. Penulis ................................................................................................
33
2.1.2. Waktu dan Tempat Penulisan .............................................................
34
2.1.3. Komposisi dan Ciri Khas Surat 2 Korintus ........................................
36
2.1.4. Situasi dan Pergumulan Komunitas Penerima Surat 2 Korintus ..................................................................
39
2.1.5. Maksud Penulisan Surat 2 Korintus ...................................................
40
2.1.6. Tempat Nats Dalam Konteks .............................................................
41
2.1.6.1. Konteks Umum ...............................................................................
42
2.1.6.2 Konteks Khusus ...............................................................................
42
2.1.6.2.1. Hubungan Ke Belakang (2 Korintus 11: 1-12: 9) ........................
44
2.1.6.2.2. Hubungan Ke Muka (2 Korintus 12: 11-13: 1-13) ......................
44
2.2. Kajian Eksegetis ...................................................................................
46
2.2.1.
Kritik
Bentuk
.....................................................................................
46 2.2.1.1. Jenis Sastra .....................................................................................
48
2.2.1.2. Pengaruh Agama ............................................................................
49
2.2.1.3. Kedudukan Dalam Kehidupan (Sitz Im Leben) .............................
49
2.2.2. Teks dan Kritik Teks .........................................................................
50
7
2.2.2.1. Teks 2 Korintus 12: 10 ...................................................................
50
2.2.2.2. Kritik Teks (Aparatus) ................................................................... vii 2.2.2.3. Kritik Terjemahan ..........................................................................
50
2.3. Tinjauan Ayat Demi Ayat ..................................................................
60
2.4. Kerygma Teologis ..............................................................................
63
56
BAB 3 REFLEKSI TEOLOGIS “JIKA AKU LEMAH MAKA AKU KUAT” 3.1. Dasar Teologis Tentang Kelemahan ..................................................
64
3.1.1. Konsep Kelemahan Dalam Perjanjian Lama ..................................
67
3.1.2. Konsep Kelemahan Dalam Perjanjian Baru ...................................
68
3.2. Realitas Kelemahan Secara Personal dan Komunal ..........................
70
3.2.1. Realitas Kelemahan Secara Personal ..............................................
73
3.2.2. Realitas Kelemahan Secara Komunal ............................................
76
3.3. Refleksi Teologis “Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” .....................
76
3.3.1. Kelemahan Paulus Sebagai Teladan ...............................................
79
3.3.2. Solidaritas Yesus Dalam Kelemahan Manusia ...............................
83
3.3.3. Gereja Yang bersandar pada kekuatan Allah ..................................
89
PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………..
93
B. Usul dan Saran …………………………………………………….....
94
Daftar Pustaka …..………………………………………………………
x
Biografi …………………….. …………………………………………...
ix
8
ABSTRAKSI Allah adalah kasih. Gambaran sifat itu terlukis jelas dalam peristiwa inkarnasi. Yesus sebagai personifikasi kasih Allah nyata hadir dalam dunia. Ia mengambil rupa “daging”, yakni menjadi tokoh historis dalam sejarah dengan semua realitasnya. Kenyataan ini sebagai imanensi Allah dalam realitas historis yaitu rasa lapar, haus, keberadaan sebagai orang asing, ketelanjangan, sakit penyakit dan pemenjaraan. Allah menjadi imanen dalam realitas-realitas yang menyakitkan, dan ini dibuktikan oleh pernyataan Yesus sebagai orang yang lapar, orang yang haus, orang asing, orang telanjang, orang sakit dan orang terpenjara. Kedatangan Yesus dalam dunia merupakan keberpihakkan-Nya kepada kelemahan dan keterpurukkan manusia. Potret Allah dari wajah Yesus yang menderita memberi warna unik tentang figur akan Kasih Allah. Yesus datang sebagai hamba. Ia mengosongkan diri-Nya menjadi manusia, dan menjadi tanda solidaritas Allah. Allah yang turut hadir dalam kelemahan, penderitaan dan masalah-masalah hidup manusia demi penggenapan kasih-Nya. Jejak teladan Yesus ini Paulus merasakan sebagai peristiwa pertobatan yang radikal. Pertobatan itu merupakan peristiwa kelahiran kembali, untuk menjadi saksi bagi Kristus, sebab katanya; aku telah disalibkan dengan Kristus, namun aku hidup tetapi bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Anugerah Allah itu, Paulus alami ketika berada dalam himpitan duri-duri penderitaan yang hebat. Ketaatan dan kesetiaannya diuji melalui konteks jemaat Korintus yang sangat keras kepala dan hati yang kebal terhadap nasihat-nasihatnya. Kehidupan yang bebas membuat penduduk kota Korintus suka menempuh jalannya sendiri. Lepas dari segala ikatan dan mencampurbaurkan apa yang disenangi dengan hal-hal yang prinsipil. Kelemahan dan penderitaan yang dialaminya bersifat fakta. Bukan kekuatan berkedok kelemahan yang secara licik dipakai untuk mengendalikan orang banyak. Paulus memilih jalan sungsang. Artinya, Paulus senang bermegah dalam penganiayaan penderitaan, dan kelemahannya. Ia mempunyai prinsip hidup yang terbalik dari arus hidup manusia. Melalui penderitaan dan kelemahan yang dialami Paulus, terletak keadilan Allah yang memprotes sikap Paulus sebagai penghujat, penganiaya umat Allah. Keadilan Allah itu merupakan suara panggilan-Nya kepada Paulus untuk menjadi surat Kristus yang hidup. Suara itu mengajak Paulus untuk turut merasakan penderitaan sebagai saksi Kristus bagi keselamatan Allah di tengah-tengah dunia. Gereja pun terpanggil untuk menjadi saksi bagi keselamatan Allah, sehingga pengalaman iman secara konkrit tentang gambaran gereja yang menderita dilihat dalam lingkup GMIT. Pada umumnya secara fisik finansial rendah dalam menjalankan program-program pelayanan, tentunya kebutuhan akan dana sangat esensial untuk memberi peran dalam setiap program-program pelayanan yang telah direncanakan demi terlaksananya program-program tersebut.
9
Berdasarkan kebutuhan urgen ini, maka gereja tidak bisa berdiam diri dan pasrah terhadap keadaan. Identitas gereja harus memberi warna dalam suasana yang begitu terpuruk sekalipun. Figur gereja yang menderita adalah suatu integralitas dari hakekat tubuh Kristus. Prinsip-prinsip gereja harus diteguhkan dan terus dijunjung dalam pergumulan berjemaat, sehingga gereja dapat bergantung terhadap Kristus sebagai Kepala Gereja bukan pasrah terhadap keadaan. Sebab gereja dikenal bukan gereja farisi melainkan hakekat dari Tubuh Kristus.
10
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Berdasarkan pendapat beberapa para ahli bahwa dari semua tokoh yang tampil dalam Perjanjian Baru Pauluslah yang paling baik dikenal. Saulus adalah nama Ibraninya. Ia dibesarkan dan dididik dalam kalangan Yahudi. Orang tuanya itu termasuk kelompok Yahudi Ortodoks, yang mendidik anaknya menurut ajaran Farisi yang keras (Kis. 23: 6; 26: 5, Flp. 3: 5).1 Namun ia lahir di sebuah kota yang bernama Tarsus di wilayah Sisilia (Kis. 21:39) yang juga menjadi salah satu pusat kebudayaan Yunani (Helenistis). Saulus dikenal melalui peristiwa Stefanus dihukum mati bersama para pengikut Kristus.2 Peristiwa yang membuatnya merasa bertanggung jawab atas tradisi para leluhurnya. Ia gigih dan memiliki semangat berkobar-kobar untuk mengancam dan membunuh para pengikut Kristus. Ketika dalam perjalanannya ke Damsyik ia melihat sinar yang terang sekali melebihi sinar matahari, lalu ia rebah ke tanah
dan
terdengarlah suara “Saulus, Saulus mengapa engkau menganiaya Aku?… Akulah Yesus yang kau aniaya itu”. Kemudian Selama tiga hari Paulus mengalami kebutaan (Kis. 9:4,5). Peristiwa dan pengalaman itu merupakan titik tolak yang baru dari perjalanan hidupnya yang juga baru. Paulus mengaku bahwa dirinya telah disalibkan dengan
1 S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, 413 2 Stefanus dibunuh dan jubahnya diletakkan di depan kaki Saulus dan terjadi tuduhan bahwa orang ini terus menerus mengucapkan perkataan yang menghina tempat kudus dan hukum Taurat dan orang Nazareth itu akan merubuhkan tempat ini dan mengubah adat istiadat.
11
Kristus (Gal. 12:19). Pengakuan ini merupakan sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Kristus. Pertobatan Paulus adalah suatu peristiwa dalam hidupnya yang betul-betul merupakan tindakan Allah secara langsung. Sehingga dalam iman terhadap Yesus ia berkata; “aku melupakan yang di belakang ku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus” (Flp. 3:14). Dengan kata lain, bahwa Paulus diberi rahmat untuk menerima iman, atau ajaran sebagai ungkapan iman yang telah dilawan olehnya.3 Itu berarti dapat dilihat bahwa pertobatan Paulus bukan suatu evolusi belaka namun pertobatan radikal. Pertobatan yang membawa perubahan secara mendasar terhadap spritualitas iman, moralitas, emosional dan pola pikir. Peralihannya dari kelompok Yudaisme menjadi seorang pengikut Kristus merupakan keyakinan hati nurani yang subyektif. Dengan tegas ia berkata bahwa “apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang ku anggap rugi karena Kristus, oleh karena Dialah aku melepaskan semua itu dan menganggap sampah” (Flp. 3:8). Dengan demikian ia tidak lagi terikat dan terkurung dalam hukum-hukum Yahudi dan bersikap fanatik terhadap mereka yang di luar, sehingga dapat dikatakan bahwa Paulus adalah seorang prajurit yang benar-benar bersedia menderita apapun demi kepentingan tuannya yakni Yesus Kristus. Yesus telah memanggil Paulus untuk “keluar” dari kehidupan Yudaisme yang fundamentalis. Yesus tidak mau ia terjerat dalam kacamata hukum-hukum taurat yang 3 Tom Jacobs, Paulus, hidup, karya dan teologinya, Yogyakarta: Kanisius dan BPK Gunung Mulia, 1983, 55
12
menyimpang dari kehendak Allah. Oleh karena itu, pertobatan Paulus adalah tanda kepedulian Yesus terhadap kelemahannya sebagai seorang yang “tahu banyak” tentang hukum-hukum taurat. Yesus tidak berhenti untuk mempedulikan kelemahannya namun memanggilnya “keluar” untuk menjadi “Surat Kristus” yang hidup dan yang dapat dibaca oleh orang lain, inilah kekuatan panggilan Paulus. Peristiwa pertobatan Paulus ini sangat mempengaruhi perjalanan pekabaran Injil yang keduanya di Korintus. Ketika berada di jemaat Korintus, usaha Paulus untuk menjadi ciptaan yang baru tidaklah gampang. Dalam keberadaan dirinya yang cacat, ia terus berjuang menjadi pengikut Kristus yang setia. Menurutnya Korintus merupakan tempat yang paling tidak sesuai untuk iman Kristen. Dalam kunjungan kedua kalinya ke Korintus merupakan kunjungan yang menyakitkan.
Paulus
dihina
oleh
rasul-rasul
palsu
dengan
menyatakan
kewenangannya sebagai rasul yang patut diragukan. Mereka tidak menderita karena dianiaya seperti Paulus (2 Kor.11:23-29) dan mereka selalu membanggakan pengalaman-pengalaman mistik dan kematangan rohaninya.4 Melalui kelemahannya dapat membawa pemulihan yang sempurna dalam kekuatan Kristus. Bukan untuk membanggakan diri dalam penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan dari karya Kristus namun adanya sikap perendahan diri untuk hidup bergantung kepada Kristus.
4 V.C. Pfitzner, Kekuatan Dalam Kelemahan Tafsiran atas Surat 2 Korintus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, 86
13
Ia tetap kembali pada tema penderitaan dan kelemahan sebagai batu penjuru dari status kerasulannya. Hanya kalau orang menyadari kelemahannya sendiri dan mempercayakan diri kepada Allah, mereka dapat menyatakan diri sebagai orang Kristen sejati (2 Kor. 12 :7-10).5 Fenomena ini membuat jalan pikiran Paulus jelas sekali menjurus kepada pemahamannya yang lengkap tentang karya Kristus, yaitu Ia telah mati untuk semua orang, supaya mereka semua yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri tetapi untuk Kristus yang telah mati dan bangkit bagi mereka. Maksudnya karya Kristus itu terjadi apabila pusat hidup seseorang itu bukan dirinya sendiri melainkan Kristus. Adanya keputusan yang sungguh-sungguh dengan sepenuh hati untuk mengikut dan menyangkutkan dirinya dengan iman kepada Kristus. Dengan demikian maka orang tersebut dapat mengambil bagian di dalam hidup dan mati Kristus, dan kekuatan serta kenyataan hidup Kristus akan dilimpahkan kepadanya.6 Ungkapan ini tidak hanya sekedar manis di bibir saja sebagai seorang yang baru “bertobat” dengan semangat yang semu. Namun Paulus dapat membuktikannya ketika berada dalam penderitaan, kelemahan dan kesesakannya. Ia tetap setia dan taat kepada Kristus. Sebab menurutnya bahwa kemuliaan ilahi dan kuasa Kristus tidak dibuktikan oleh kuasa manusia, tetapi bekerja di dalam kelemahan. Kewibawaan kerasulan ditetapkan bukan untuk mendaftarkan pengalaman-pengalaman rohani, melainkan dengan daya tahan yang setia di dalam penderitaan kepada Tuhan.7 5 John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, 366-367 6 S. Wismoady Wahono, Di sini…436 7 V.C. Pfitzner, Kekuatan Dalam Kelemahan Tafsiran atas Surat 2 Korintus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, 85
14
Dalam konteks Indonesia dengan ciri kemajemukan agama, kadang kala agama Kristen terjebak dalam kacamata “tahu banyak” tentang kebenaran Tuhan. Misalnya saja waktu di bandung 10 November 2003 ada sebuah sekte yaitu Sekte Sibuea, yang berkantor pusat di Jalan Siliwangi RT 01/ RW10 Desa Baleendah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang mengklaim itu merupakan hari kedatangan Yesus yang kedua kali.8 Tentunya sebagai agama yang minoritas, ini bukan cara yang tepat untuk menunjukan identitas sebagai “Surat Kristus” yang hidup dan yang dapat dibaca dalam pluralitas di Indonesia. Di samping itu, Gereja9 sebagai Tubuh Kristus sering “menjauh” dan “lari” serta “tidak sadar” dari penderitaan dan kelemahannya untuk menjadi “Surat Kristus” di tengah-tengah masyarakat. Gereja hanya mencari hal-hal yang ” enak”, yang ”besar” dan yang punya ”power”. Identitas Gereja mulai kabur dalam kenikmatan duniawi. Identitasnya hanya dikenal waktu hari minggu saja dan hari lain bukan lagi hari pelayanan. Pelayanan yang dilakukan hanya berpusat pada mimbar saja (Pelayanan Weekend). Demikianlah Paulus membuat suatu yang mengejutkan tentang penyingkapan. Pernyataannya sulit dan rahasia sebagaimana ungkapan di dalam 2 Kor. 12:10 yaitu ”karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan, dan di dalam kesesakan oleh Kristus. Sebab jika aku lemah maka aku kuat”.
8 www.sinarharapan.co.id.sekteharikiamat, Oesapa, 29 Juni 2008 9 Di sini Gereja dilihat secara individu sebagai orang-orang percaya dan secara komunal sebagai lembaga organisasi.
15
Penyingkapan diri di dalam 2 Kor. 12:10 menunjukan ia adalah seorang yang sadar akan kelemahannya, karena itu dapat menjadi teladan bagi orang lain, dan ini merupakan cara atau metode dalam mengajar tentang kebenaran dan perilaku kehidupan orang Kristen.10 Pernyataan ini menjadi perhatian yang serius yaitu mengenai makna “Sebab Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” (2 Kor.12:10). Adanya sikap yang kontradiktif dari pernyataan Paulus sebagai pengikut Kristus. Sikap itu terlihat ketika Paulus merasa bangga dan senang dengan kelemahannya untuk bisa menjadi kuat. Tentunya ini aneh, karena pasti sebagai manusia berharap untuk menjadi yang kuat, yang baik, dan yang tinggi dan sangat anti untuk menjadi yang lemah, yang kecil dan yang susah. Karena itu apa makna yang terkandung dalam pernyataan Paulus “Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” ?.
10 Paul Barnett, The Message of 2 Corinthians, England: Inter-Varsity Press, 1999, 184
16
Berdasarkan latar belakang ini, maka penulis tertarik dan penasaran untuk mengkaji permasalahan tersebut dalam skripsi ini dibawah judul : “Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” dengan sub judul : Suatu Tinjauan Eksegetis Terhadap 2 Korintus 12:10, dan Implikasinya Bagi Orang-Orang Percaya Masa Kini. B. PERUMUSAN MASALAH Dari latar belakang di atas dirumuskan beberapa hal untuk dikaji : 1. Bagaimana gambaran konteks jemaat di Korintus ? 2. Apa makna dan kerigma yang terkandung dalam pernyataan Paulus tentang “Sebab Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” ? 3. Bagaimana implikasinya bagi kehidupan orang-orang percaya masa kini baik secara individu maupun gereja sebagai komunitas orang percaya?
C. PEMBATASAN MASALAH Dalam teks 2 Kor. 12 terdapat pesan yang luas dan dapat ditafsirkan dari berbagai sudut pandang. Karena itu, penulis lebih konsentrasi dan fokus pada ayat 10 dari 2 Korintus 12 dengan pembatasan permasalahannya adalah makna pernyataan Paulus “Sebab Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” dan implikasinya bagi orang-orang percaya baik secara lembaga gereja maupun individu dalam masyarakat.
17
D. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENULISAN a) Tujuan penulisan 1. Untuk mengetahui gambaran umum konteks jemaat di Korintus. 2. Untuk mengetahui makna pernyataan Paulus tentang “Sebab Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” dan implikasinya bagi kehidupan orang-orang percaya saat ini. 3. Untuk mengetahui pesan bagi kehidupan orang-orang percaya masa kini. b) Kegunaan 1. Sebagai bahan inspirasi kepada para pembaca dan sikap berteologi dalam mengenal teladan Paulus dan mampu menjadi teladan bagi sesama. 2. Sebagai bahan untuk menambah wawasan teologis tentang makna pernyataan Paulus “Sebab Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat”. 3. Sebagai bekal bagi penulis ketika melayani di jemaat dan menjawab pergumulan penulis sebagai pengikut Kristus. E. METODE PENULISAN DAN PENELITIAN Dalam rangka menyusun dan melengkapi karya ilmiah ini, penulis menggunakan pendekatan Deskriptif – Analitis. Tinjauan ini mengacu pada studi secara Kritis-Analitis terhadap masalah yang digumuli, dan metode tafsir yang digunakan adalah metode Penafsiran Historis Kritis. Untuk sampai maksud penulisan ini, maka penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yaitu mengumpulkan, mempelajari dan menganalisa sumber literatur yang berhubungan dengan pokok tulisan ini.
18
F. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika yang dipakai dalam tulisan ini, yaitu sebagai berikut: PENDAHULUAN
: Bagian ini memuat Latar belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB I
: Bagian
ini
memuat
potret
Paulus
dan
pertobatannya serta situasi konteks jemaat Korintus. BAB II
: Bagian ini memuat Eksegese terhadap 2 Korintus
12:10
yang
berisi:
hal-hal
pembimbing, tafsiran dan upaya menemukan kerigma teks. BAB III
: Bagian ini memuat Refleksi Teologis tentang kerigma teks dan implikasinya bagi orang-orang percaya saat ini.
PENUTUP
: Bagian ini memuat kesimpulan dan saran.
19
BAB 1 PAULUS DAN KONTEKS HISTORIS KORINTUS
Pada bab ini penulis akan menggambarkan bagaimana keberadaan hidup Paulus yang ada dalam dua masa yang berbeda, masa kanak-kanak dihabiskannya di Tarsus, dan masa muda serta awal kedewasaannya di Yerusalem. Tujuannya untuk mengetahui latar belakang dan konteks kehidupan Paulus yang sangat mempengaruhi dalam pernyataannya ”Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat”.
1.1.Biografi Paulus Paulus lahir di kota Tarsus di wilayah Sisilia (Kis. 21: 39), sebuah kota Yunani yang juga menjadi salah satu pusat kebudayaan Yunani (Helenistis).11 Tarsus merupakan kota kebanggaannya dan menjadi kota pendidikan tinggi serta juga pusat pemerintahan dan perdagangan. Tarsus adalah salah satu kota yang paling ramai di dunia. Letaknya di pinggir laut tengah, di muara sungai Sidnus, dan pelabuhannya temasuk pelabuhan dunia yang paling besar.
1.1.1.Pendidikan Paulus Sejak dahulu orang Yahudi sangat teliti mengenai pendidikan anak-anak mereka. Dengan bangga mereka mengatakan bahwa anak-anak “sejak masih berpakaian popok telah dilatih untuk mengakui Allah sebagai Bapa mereka dan sebagai Pencipta
11 S. Wismoddy Wahono, Di Sini…413
20
dunia ini”.12 Maka itu ketika Paulus berumur 6 tahun, dia pergi ke sekolah untuk pertama kalinya. Segera setelah dia dapat membaca, diberi gulungan-gulungan perkamen kecil yang berisi bagian-bagian dari kitab Taurat, dan harus dihafalkannya. Demikian anak-anak Yahudi begitu dini mempelajari hukum agama sehingga hukum itu dapat tertanam dalam ingatan dan tak mungkin dilupakan. Orang tuanya termasuk kelompok Yahudi Ortodoks, yang mendidik anaknya menurut ajaran Farisi yang keras (Kis. 23: 6, Flp. 3: 5). Ketika Paulus berumur 12 atau 13 tahun, dia menjadi apa yang disebut “Anak Hukum Taurat”. Pada usia itu ayahnya tidak lagi bertanggung jawab apakah Paulus mentaati hukum agama atau tidak, melainkan Paulus sendiri harus bertanggung jawab atas hal itu. 13 Oleh karena itu, sewaktu masih sangat muda orang tua Paulus memutuskan ia harus menjadi seorang Rabi (Guru Hukum Taurat). Sebagai anak kecil di Tarsus, ia belajar tentang tradisi-tradisi umat Yahudi melalui pendidikan yang teratur di tempat ibadah setempat.14 Tidak lama kemudian, tepat usia 12 tahun Paulus dikirim dari Tarsus ke pusat Yahudi yakni Yerusalem. Di sana ia menjadi murid rabi Gamaliel, seorang rabi yang terkenal waktu itu, sehingga Paulus dapat memahami Kitab Ibrani secara teliti, dan mahir dalam cara-cara penafsirannya. Paulus mempelajari hukum agama Yahudi (Halakha) di perguruan tinggi Beith Hillel. Gamaliel guru pembimbing Paulus bukanlah orang sembarangan. Ia adalah doktor ilmu golongan Farisi.15 Paulus mencatat kemajuan yang baik dalam studinya di Yerusalem. Paulus mendapatkan 12 William Barclay, Duta Bagi Kristus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, 9 13 William Barclay, Duta Bagi…11 14 John Drane, Memahami Perjanjian…290 15 www.PaulusDanAgamaYahudi.co.id, Oesapa, 14 Oktober 2008
21
predikat “the best” pada masa kuliahnya, bahkan jauh lebih maju dari pada temanteman sebayanya (Gal 1:14). Cara belajar yang intensif itu berlangsung terus sampai Paulus mencapai umur 20 atau 21 tahun, demi memenuhi syarat menjadi seorang rabi. Namun sebagai seorang rabi dilarang untuk menerima bayaran sebagai imbalan pengajarannya. Orang Yahudi berpendapat bahwa seorang guru tidak boleh menerima uang dari murid-muridnya.16 Maka itu setelah Paulus menyelesaikan pelajaran-pelajarannya di sekolah tinggi, dia belajar menjadi tukang tenda. Di daerahnya terdapat kawanan domba yang mempunyai bulu khas. Bulu binatang itu dijadikan wol untuk membuat tenda, kain korden serta hiasan gantung lainnya. Paulus bangga sebab dia mencari nafkahnya dengan menggunakan kedua tangannya sendiri. Di samping menjadi seorang sarjana besar, dia adalah juga tukang tenda yang terampil.17
1.1.2.Potret Paulus Nama Paulus dalam bahasa latin itu diserap dari nama Yunani “Paolos” artinya Si Kecil. Nama ini sudah ia dapatkan sejak lahir. Ayahnya Paulus adalah keturunan dari suku benyamin atau anak yang paling kecil (bungsu) dari Yakub. Nama Ibrani dia adalah Saul atau Saulus (bahasa Latin) yang diambil dari nama raja Israel yang pertama.
16 Salah seorang dari mereka (orang-orang Yahudi) mengatakan bahwa “janganlah membuat muridmuridmu sebuah alat pencarian nafkahmu; buatlah mereka mahkotamu yang memberi kemuliaan kepadamu”. Orang Yahudi berpendapat bahwa orang yang tidak mengajarkan suatu ketrampilan kepada anaknya, mengajar dia untuk merampok. Baca: W. Barclay, Duta Bagi Kristus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001, 12 17 W. Barclay, Duta Bagi...13
22
Menurut Alkitab penampilan lahiriah Paulus itu tidak meyakinkan (I Kor. 2:3; II Kor. 10:10). Keterangan yang lebih rinci mengenai penampilan Paulus tercantum dalam Kitab Apokrifa “Acts of Paul and Thecla ”18 yaitu orangnya kecil, rambutnya tipis halus, kakinya bengkok, badannya tegap, alisnya tebal sampai bertemu, hidungnya sedikit bungkuk.19 Tidak bisa dipungkiri bahwa selama hidupnya, ia pernah berkali-kali di penjara. Sering mengalami siksaan seperti dilempari batu dan perintah Kaisar Nero supaya menyiksa dengan besi panas selama tiga hari.20 Di samping itu, ia juga menderita penyakit rematik dan persendian (II Kor. 12: 7). Paulus menyebut rintangan jasmaniahnya itu “duri dalam dagingku”, begitu bahasa Alkitab menerjemahkannya. Tetapi mungkin lebih tepat dengan kata Yunani yang menerjemahkan duri menjadi “pasak”. Sebab yang dirasakan Paulus bukan hanya seperti duri tetapi lebih mirip pasak yang ditusuk dalam dagingnya. Tercatat pada masanya bahwa sepertiga dari kitab Perjanjian Baru adalah hasil karya tulisan Paulus, walaupun demikian hanya sedikit sekali yang ditulis mengenai diri pribadinya. Dari ke-13 surat-surat Paulus yang tercantum dalam Alkitab hanya 7 yang bisa dipastikan positif sebagai hasil karyanya. Surat-surat itu adalah surat Roma, surat 1 dan 2 Korintus, surat Galatia, surat Efesus, surat Filipi, surat 1 dan 2 Tesalonika, dan surat Filemon.21 18 Kitab-kitab apokrif yaitu kisah-kisah yang memuat tentang peristiwa perjalanan Rasul Paulus dan Thekla serta kisah Rasul Petrus dan Rasul Paulus. Baca: F. D. Wellem, Hidupku Bagi Kristus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, 49 19 www.BiografiRasulPaulus.co.id, Oesapa, 14 Oktober 2008 20 F. D. Wellem, Hidupku Bagi…51 21 Liem Khiem Yang, Kebenaran Allah Lawan Kebenaran Sendiri, Paulus - masalah beragama – kekerasan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, 3
23
Beberapa surat sisanya, dibantu oleh sekretaris-sekretarisnya. Semua suratsuratnya ditulis dalam bahasa Koine-Yunani. Surat-surat Paulus disebar luaskan oleh Onesimus pengagumnya Paulus sekitar tahun 90. Onesimus sang hamba yang kemudian menjadi uskup di Efesus.22 Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa Paulus mati sahid. Paulus dipancung di suatu tempat yang bernama Aquiae Salviae, jalan Ostia, dekat pohon cemara. 23 Jenazahnya dikuburkan di sana dan sekarang berdiri gedung gereja Santo Petrus.
1.2.Paulus Dan Agama Yahudi Paulus adalah orang Ibrani asli dan pengikut aliran keras, yaitu golongan Farisi (Kis 23:6). Ia bangga akan kenyataan ia seorang Farisi yang baik. Kaum Farisi merupakan orang-orang legalistik. Mereka mewajibkan pemeliharaan secara rinci bukan hanya hukum Perjanjian Lama yang tertulis, tetapi juga hukum-hukum tradisional dan kebiasaan-kebiasaan yang tidak berdasarkan otoritas Alkitab.24 Paulus mempunyai latar belakang ke-Yahudi-an yang sangat kuat. Sebagai Yahudi, Paulus kuat kepercayaannya kepada Allah yang Satu dan Benar. Lebih dari itu, ia memiliki keyakinan tentang kekudusan Allah. Dalam agama Yahudi kepercayaan ini memimpin kepada Transendentalisme.25 Yudaisme atau agama Yahudi adalah kepercayaan yang unik untuk orang atau bangsa Yahudi (penduduk Negara Israel maupun orang Israel yang bermukim di luar negeri). Inti kepercayaan penganut agama Yahudi adalah wujudnya Tuhan yang 22 www.Surat-suratPaulus.co.id, (bentuk artikel) Oesapa, 14 Oktober 2008 23 F. D. Wellem, Hidupku Bagi…51 24 John Drane, Memahami Perjanjian…292 25 Paham tentang Allah yang jauh.
24
Maha Esa, Pencipta dunia yang menyelamatkan bangsa Israel dari penindasan di Mesir, menurunkan Undang-undang Tuhan (Torah) kepada mereka dan memilih mereka sebagai cahaya kepada manusia sedunia.26 Dalam adat-adat dan Undangundang penganut Yahudi tercatat bahwa anak laki-laki diharapkan untuk disunat (sewaktu masih bayi). Apabila seorang anak laki-laki mencapai kematangan dia akan dirayakan karena menjadi anggota masyarakat Yahudi di dalam upacara yang dinamakan “Bar Mitzvah”. Demikian Paulus disunat pada hari ke-8, dan ia dapat membanggakan diri sebagai orang Ibrani (Flp. 3:5). Pada waktu di Yerusalem Paulus belajar pada seorang Yahudi yang sangat alim bernama Gamaliel.27 Di sana ia dididik sebagai seorang Farisi, yaitu penganut aliran hukum Yahudi yang paling keras, yang harus mentaati peraturan-peraturan Yahudi yang sangat ketat. Kata Farisi berarti “orang yang dipisahkan”. Dan orang-orang Farisi adalah mereka yang memisahkan diri dari rakyat biasa dan kehidupan biasa supaya dapat mematuhi setiap bagian, walau sekecilkecilnya dari hukum Taurat. Yang menyulitkan keadaan ialah bahwa orang-orang Farisi sama sekali tidak mau bergaul dengan orang yang tidak seketat mereka dalam mentaati hukum Taurat. Akibatnya orang tersebut tidak boleh memasuki rumah mereka.28
26 http://id.wikipedia.org/AgamaYahudi, Oesapa, 14 Oktober 2008 27 Gamaliel adalah seorang Guru atau Rabi Yahudi pada zaman dahulu yang sangat terkemuka dan sangat disegani di antara tiga aliran Yahudi, yaitu Farisi, Saduki, dan Essen. Pemikirannya turut memberikan kontribusi bagi terbentuknya cara hidup orang-orang Yahudi pada akhir abad pertama hingga sekarang pada abad -21. Sumber: www.WikipediaGamaliel.co.id 28 Ada catatan mengenai seorang Farisi yang mengatakan bahwa “seandainya hanya 2 orang benar di dunia ini, maka aku dan anakkulah kedua orang itu. Seandainya hanya ada 1 orang yang benar, maka akulah dia”. Baca: William Barclay, Duta Bagi...9
25
Suatu kehidupan yang dikuasai oleh peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang demikian kerasnya pasti merupakan kehidupan yang sangat terbatas dan tidak menyenangkan. Namun mereka rela menerima hidup demikian, dan dengan sangat ketat mereka mematuhi setiap peraturan sampai yang sekecil-kecilnya. Hanya orang yang mempunyai kepercayaan yang fanatik mendalam akan mau melakukan itu.29 Demikian pun Paulus adalah seorang Yahudi yang fanatik beragama (Gal. 1: 14) sebab menurutnya dia tetap setia kepada Allah.
1.3.Saulus Si Penganiaya Sebagai seorang Yahudi yang fundamental, Saulus dengan setia dan rajin menjaga warisan nenek moyangnya terhadap aturan-aturan yang telah ada dari zaman Musa. Dalam latar belakang pemikiran orang-orang Yahudi tentang masa pengharapan eskatologis akan kerajaan Mesias, mereka mempunyai perspektif yang sangat tinggi akan kedatangan Sang Mesias. Mesias yang seharusnya lebih mulia dari Musa. Mesias yang seharusnya membawa kebanggaan Israel tiba pada puncak, yang sepanjang sejarah belum pernah tercapai. Namun kenyataan berkata lain, ketika pada akhirnya hanya melihat seorang muda tergantung di kayu salib sampai mati. Lebih memalukan lagi ketika sekelompok orang tak terdidik semakin banyak dan semakin berani untuk terus memproklamirkan Yesus sebagai Mesias. Suatu penghinaan, bukan saja atas tradisi Israel, dan atas pengharapan Israel, tetapi juga atas figur Mesias. Dan semuanya itu juga menyatakan penghinaan terhadap Allah Israel. Inilah yang
29 William Barclay, Duta Bagi…17
26
membuat sang Saulus muda mulai berkobar-kobar menangkap, memenjarakan dan menganiaya orang-orang Kristen. Dalam rangka kegigihannya mempertahankan kebenaran agama Yahudi yang tertuang dalam adat nenek moyangnya itu, Saulus sama sekali tidak merasa bersalah menganiaya jemaat Allah (Flp. 3: 6). Karena jemaat yang mengakui Yesus sebagai Mesias (Kristus) itu menyimpang dari ajaran agama Yahudi dan mengganggu, bahkan membahayakan agama Yahudi.30 Saulus dari Tarsus pertama-tama muncul dalam lembaran Kisah Para Rasul sebagai seorang muda yang memegangi jubah mereka yang merajam Stefanus dan ia setuju bahwa Stefanus mati dibunuh (Kis. 8:1).31 Fenomena ini membuat Saulus merasa mempunyai kebenaran mutlak yang diturunkan dari nenek moyang Yahudi dengan sangat teliti. Berdasarkan kebenaran ini, maka Saulus melihat itu sebagai hal yang wajar dilakukan, demi meningkatkan kegigihan menjaga, memelihara dan membela warisan rohani dari bangsanya. Penganiayaan yang timbul di Yerusalem membuat banyak orang Kristen lari ke daerah lain. Tetapi hal itu tidak membuat Saulus berpaling dari semangat yang menyala-nyala untuk memburu mereka. Maka dengan surat kuasa dari Imam Besar, Saulus memburu mereka hingga ke Damsyik.32 30 Liem Khiem Yang, Kebenaran Allah…6 31 Kematian Stefanus juga merupakan duri yang mengganjal di hatinya. Menurut jalan pemikiran Saulus, Stefanus adalah seorang penghujat Allah dan bersalah di hadapan hukum. Namun pembelaan Stefanus pada dasarnya adalah benar dan sulit untuk dibantah. Sebab pengakuan Stefanus bahwa ia telah melihat Kristus yang telah bangkit serta sinar wajahnya yang memancarkan sukacita meskipun maut tengah menjelang, membuktikan kebenaran hidupnya yang tidak terpatahkan oleh argumentasi Saulus yang berdasarkan kepada Hukum Taurat. Ia mengenang peristiwa ini dalam pidatonya di benteng Antonia (Kis. 22: 19-20) sebagai pengalaman yang tidak dapat dilupakannya. Baca: Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2006, 304 32 Surat yang memerintahkan pemimpin Yahudi lokal untuk menyerahkan orang-orang Kristen yang lari dari Yerusalem. Paulus menggunakan kuasa yang diberikan kepada orang Yahudi sejak tahun 40an SM untuk boleh menangkap kembali pengikut agama Yahudi yang membelok dan lari ke luar daerah Israel. Surat kuasa ini menunjukan bahwa Pauluslah orang yang diutus untuk menangkap
27
Padahal secara tidak sadar Saulus telah membangun kebenarannya sendiri dan melawan kebenaran Allah.33 Gerakan ini menjadi titik kelemahan Saulus yang membuatnya ”buta” 34 untuk melihat kebenaran Allah. Demikian Saulus adalah termasuk anggota dari ke-6000 orang Farisi yang sangat saleh, yang betapa pun sesat keyakinan mereka, namun tetap merupakan pasukan penggempur dan pelopor agama Yahudi.
mereka dan membawa mereka kembali ke Israel untuk dihukum. Sumber: www.SaulusSiPenganiaya.co.id 33 Dengan demikian hubungan dengan Allah telah lenyap dan tersisalah manusia beragama itu sendiri luapan rasa benarnya yang tidak terkendali lagi. Tidak ada lagi pada dirinya keharusan untuk tunduk kepada Allah dan kebenaran Allah; tinggallah ia sendiri dengan kebenarannya yang membenarkan dirinya dalam bertindak benar sendiri. Baca: Liem Khiem Yang, Kebenaran Allah…16 34 Mata imannya telah tertutup oleh Hukum Taurat yang miring.
28
1.4.Pertobatan Saulus “Apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi” (Flp. 3: 7). Pengakuan Saulus di atas merupakan perubahan dari sesuatu yang dibanggakan antara “dahulu” dan “sekarang”. Kebanggaan hidup baru Rasul Paulus, bukan lagi sesuatu yang diperolehnya secara turunan, seperti dilahirkan sebagai orang Israel, yang dianggap sebagai bangsa pilihan Allah. Kebanggaan hidup baru Rasul Paulus terjadi saat perjalanan menuju Damsyik, ketika itu kira-kira tengah hari, matahari telah tinggi di langit. Dengan semangat Saulus ingin sekali sampai ke kota Damsyik sebelum matahari terbenam, supaya secepatnya mungkin dapat dimulainya pekerjaan yang kejam itu. Tiba-tiba terpancar suatu cahaya yang terang sekali. Cahaya yang ajaib itu membuat Saulus rebah ke tanah lalu didengarnyalah suara yang menyerukan kepadanya “Saulus, Saulus mengapakah engkau menganiaya aku?”.35 Suara yang singkat dan sederhana ini membawa arti yang besar kepada suatu pertemuan yang mengubah, bukan saja kehidupan Paulus, tetapi juga sejarah gereja. Pertemuan yang memiliki dampak begitu besar bagi Saulus, karena pertemuan inilah yang membuatnya mengerti apa yang dimaksudkan dengan kelahiran kembali.36 Tuhan melahirkan kembali Paulus, setelah dia menjalani hidup yang mati. Perlawanannya yang sia-sia kepada Tuhan membuat dia hanyalah seperti bayi yang gugur di hadapan Tuhan. Paulus menjadi orang yang sadar akan hal ini dan mengerti 35 J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah 2 – Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, 726 36 Perubahan yang diungkapkan kembali dalam surat kepada jemaat di Korintus sebagai pertemuan antara Kristus dengan dirinya yang seperti seorang anak yang lahir sebelum waktunya. Perubahan yang adalah mati menjadi hidup.
29
jelas karena dirinya adalah pendosa yang dipanggil Tuhan untuk menjadi hamba-Nya, justru di saat dia sedang berada dalam puncak dosanya.37 Menurut Paulus dosa adalah gerakan membelok dari jalan yang lurus (Roma 3: 23). Pengertian dosa sebagai pelanggaran tidak ada artinya apabila tidak ada suatu patokan yang ditetapkan sebagai pengukur pelanggaran itu.38 Paulus mengerti hal ini lebih dalam dari orang lain sekalipun terdapat pengakuannya (bnd. I Timotius 1:16). Semua manusia sudah berdosa, tetapi Paulus menjadi orang yang Tuhan pilih bukan hanya mengajarkan apa itu dosa, tetapi juga menjadi contoh agar orang sadar akan dosa. Yesus memanggil Paulus, tidak untuk menghukum, seperti yang telah ia buat kepada para pengikut Yesus. Yesus tidak membunuh Paulus. Yesus tidak menyeret Paulus ke jalan-jalan. Yesus tidak menimpakan kepada Paulus sesuai dengan perbuatannya. Tetapi lebih dari itu, Yesus menjadikan dia alat-Nya untuk menjadi saksi bagi Dia. Paulus yang tadinya menyiksa Yesus sekarang menjadi saksi bagi Yesus. Dalam hubungan dengan pertobatan Paulus ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
37 Allah memilih kita dan kemudian memanggil kita supaya kita memperoleh kemuliaan Yesus Kristus. Kita adalah orang-orang pilihan, bukan orang sembarangan. Kita dipilih untuk ditentukan serupa dengan Kristus. “Sebab semua orang yang dipilihnya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya Roma 8: 39-30” Baca: Hanna Sebadja, Kuat di dalam Kristus, Yogyakarta: ANDI, 1994, 3 38 Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995, 219
30
a.
Keliru apabila orang hendak mengerti pertobatan Paulus ini sebagai “pertobatan pindah agama”.39 Secara ilmu sejarah hal itu adalah keliru, karena pada waktu itu belum ada agama Kristen.
b.
Yang benar adalah Paulus bertobat kepada Kristus, dan meninggalkan cara beragamanya yang sebelumnya.40
Dengan kata lain bahwa arti pertobatan Paulus kepada Kristus yaitu sekarang ia tidak lagi berusaha mendirikan kebenarannya sendiri, tetapi sekarang ia hanya mau hidup dari kebenaran Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus. Sebagai wujud proses kelahiran kembali, maka Paulus membuat usaha yang luar biasa melalui surat-suratnya kepada komunitas non-Yahudi untuk menunjukan bahwa keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus Kristus adalah untuk semua orang, bukan hanya bagi orang Yahudi. Namun dengan gagasan dari Paulus ini muncul pertikaian antara dirinya dan murid-murid Tuhan Yesus (terutama Petrus dan Yakobus). Untuk menyelesaikan konflik ini, diadakanlah persidangan di Yerusalem (Kis. 15), yang disebut sebagai Sidang Sinode atau Konsili Gereja yang pertama.41 Konsili ini menghasilkan beberapa keputusan penting, misalnya: a.
Untuk menikmati karya penyelamatan Yesus, orang tidak harus menjadi Yahudi terlebih dahulu.
39 Dari agama Yahudi pindah masuk agama Kristen. 40 Paulus berkata : “aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Gal. 2: 19-20. Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku (yaitu segala yang ia banggakan dalam cara beragamanya di waktu lalu), sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggap sampah, supaya aku memperoleh Kristus dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri…Flp. 3: 7-9”. Baca: Liem Khiem Yang, kebenaran Allah melawan kebenaran sendiri, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, 9-11 41 www.PerjalananKeDamyik.co.id, Oesapa, 14 Oktober 2008
31
b.
Orang-orang Kristen yang bukan berasal dari latar belakang Yahudi tidak diwajibkan mengikuti tradisi dan pantangan Yahudi (mis. perihal tentang sunat dan memakan makanan yang diharamkan).
c.
Paulus mendapat mandat untuk memberitakan Injil ke daerah-daerah berbahasa Yunani.42 Adapun rute perjalanan Paulus dalam menyampaikan kesaksiannya sebagai
hamba Kristus43.
42 Liem Khiem Yang, Kebenaran Allah ... 9 43 Peta menurut Lembaga Alkitab Indonesia, Indonesia – Yunani, 2002
32
3. Galatia · 2. Frigia · 3. Efesus · 4. Makedonia · 5.Korintus · 6. Kengkrea · 7. Makedonia (lagi) · 8. Troad· 2.(Troas) Metilene · 12. Samos· ·6. Konya 1. Antiokhia Seleukia· ·9. 3. Asos Siprus · ·10. 3a.Salamis · 3b.· 11. PafosKhios · 4. Perga · 5.Pisidia 13. Miletus · 14. Kos · 15. Rodos 16. Patara · 17. Tirus · 18. Ptolemais · 19. Kaisarea (Ikonium) · 7. Listra · 8. Derbe · 9. Antalya · 10. Antiokhia . 11 Roma (kembali} (Caesarea2.Maritima) · 20. Yerusalem Kilikia · 2. Derbe · 3. Listra · 4. Frigia · 5.Galatia · 6. Misia (Alexandria Troas) · 7. Samotrake · 8.
Kavala (Neapolis) · 9. Filipi · 9. Amfipolis · 10. Apolonia · 11. Tesalonika · 12. Beroea · 13. Athena · 14. Korintus · 15. Kengkrea · 16. Efesus · 17. Siria · 18. Kaisarea (Caesarea Maritima) · 19. 1.1.KorintusYerusalem - Kota 20. DiAntiokhia Pinggir Dua Lautan
Seorang perintis dan sekaligus pemimpin usaha pekabaran Injil masyarakat Romawi-Yunani adalah Paulus. Masyarakat inilah yang menjadi alamat pekabaran Injil segera setelah kebangkitan Yesus. Korintus adalah salah satunya. Paulus mengunjungi Korintus pada tahun 50 atau 51.44 Paulus menjadikan Korintus sebagai markas besar pelayanannya selama 18 bulan. Korintus adalah sebuah kota penting di negeri Yunani, yang menghubungkan Yunani Utara dengan Yunani Selatan. Di antara teluk Saronik dan teluk Korintus terletak genting tanah yang sempit, yang jarak lintasnya hanya beberapa kilo meter, dan di atas tanah itu berdirilah kota Korintus. Kota Korintus terletak di tempat yang strategis dan merupakan pusat perdagangan antara Eropa dan Asia Barat. Orang menyebutkan
44 www.KotaKorintus.co.id, Oesapa, 16 Oktober 2008
33
”Kota Di Pinggir Dua Lautan” atau ”Jembatan Yunani”.45 Oleh karena itu, di Kota Korintus terdapat percampuran kebudayaan, agama dan ilmu pengetahuan daripada bangsa-bangsa yang datang ke kota itu.
1.1.1.Situasi Politik Di zaman Yunani kuno, Korintus merupakan kota termasyur. Tetapi pada tahun 146 S.M. kota itu ditimpa malapetaka. Pada waktu itu bangsa Romawi telah mengalahkan Yunani, dan karena Korintus merupakan pusat strategis yang sangat penting, maka kota itu dihancurkan sama sekali.46 Tetapi pada tahun 44 S.M. Korintus bangkit lagi dari puing-puingnya. Julius Caesar menyadari bahwa Korintus terlalu penting lokasinya untuk dibiarkan sebagai padang belantara, maka berdirilah sebuah kota yang lebih hebat dan lebih mewah di atas puing-puing yang lama itu. Korintus adalah ibukota propinsi Akhaia, tempat kedudukan Gubernur Romawi. Seorang penguasa Roma baru telah diangkat, yakni Prokonsul Yunius Annaneus Galio saudara dari Seneca, filsuf dan pujangga dari Roma dan Mela.47 Sekitar tahun 55 atau 51 S.M Paulus mengunjungi Korintus. Di kota itu terdapat suatu jalan raya yang megah yang menghubungkan antara kota Atena dan kota Korintus. Sebelum sampai di kota itu terdapat terusan yang panjangnya 4 mil dengan 45 William Barclay, Duta Bagi…137 46 Seorang sejarawan Yunani menulis bahwa ia melihat sendiri bagaimana prajurit-prajurit Roma yang kasar itu memakai lukisan-lukisan, barang-barang ukiran dan patung-patung serta barang-barang kesenian lainnya diangkut ke Roma. Baca: William Barclay, Duta Bagi…138 47 Masa jabatan Galio di Korintus direkam dalam sebuah surat yang dikirim oleh Kaisar dan diukir sebagai sebuah inskripsi pada batu; tahun jabatan Galio adalah antara tahun 51-52 atau tahun 52-53 M. Baca: John Drane, Memahami Perjanjian…336
34
memotong suatu genting tanah yang menghubungkan Peloponnesus ke Attica. Terusan ini memperpendek jarak sejauh 200 mil yang harus ditempuh kapal-kapal dari pelabuhan Adriatic ke Piraeus (pelabuhan laut Atena). Nero merencanakan terusan ini pada tahun 66.48 Pada tahun yang sama nasib malang bagi Galio bersama dua saudara laki-lakinya, Mela dan Seneca, yang dihukum mati atas perintah Nero.49
1.1.2.Situasi Sosial – Ekonomi Pada masanya kota Korintus ini dikenal sebagai Kota Metropolitan karena dijadikan pusat dan jalur perdagangan antar negara. Selain sebagai pusat perdagangan, kota pelabuhan ini, yang penduduknya terdiri dari banyak macam bangsa, terkenal karena kemajuannya dalam perdagangan, kebudayaannya yang tinggi, tetapi juga karena keadaan susilanya yang rendah dan karena adanya bermacam-macam agama di situ. Korintus menjadi sebuah kota pelabuhan yang makmur.50 Korintus bahkan merupakan salah satu dari tiga kota pusat ekonomi utama di Yunani. Salah satu sumbernya yaitu terdapat suatu pertandingan olimpiade yang mampu
memancing
orang
datang
berbondong-bondong
untuk
menonton
48 Charles Ludwig, Kota-kota pada zaman Perjanjian Baru, Bandung: Kalam Hidup, 1975, 41- 49 49 Galio dipaksa untuk bunuh diri, dan ia melakukannya dengan memotong urat-urat nadinya dan kemudian berbaring di bak kamar mandi yang diisi air panas. Ini merupakan cara yang populer pada waktu itu. Baca: Charles Ludwig, Kota-kota pada zaman…42 50 Sejarahwan Strabo, mencatatnya, "Korintus disebut makmur, karena perdagangannya, yaitu karena letaknya di Isthmus dan memiliki dua pelabuhan, yang satu menuju ke Asia dan satunya lagi menuju ke Italia, dan ini memudahkan para pedagang dari kedua negara yang saling berjauhan. Lechaeum, pelabuhan barat dari teluk Korintus ini, adalah pelabuhan dagang menuju Italia dan Sisilia, dan Cenchreae, pelabuhan timur di teluk Saronic, adalah pelabuhan untuk negara-negara Mediterania timur." Sumber: www.KotaKorintus.co.id, Oesapa, 16 Oktober 2008
35
pertandingan itu. Dan pegunungan Akrokorintus yang berwarna coklat yang menjulang 1875 kaki di belakang kota itu.51 Korintus sebagai “Ruang Tamu Negara Yunani” selalu dikunjungi kapal-kapal yang datang dari timur ke barat atau dari barat ke timur, berlayar ke salah satu teluk di pinggir genting tanah. Tanah itu biasa disebut Diolkos.52 Dengan demikian, semua lalu lintas dari timur ke barat harus melalui kota Korintus, sehingga kota itu dijuluki “Pasar Negara Yunani”. Ada catatan bahwa banyak barang-barang berharga yang didatangkan ke pelabuhan yaitu minyak balsem Arab, lontar Mesir, kurma Fenesia, gading Libia, permadani Babel, bulu kambing Kilkia, dan bulu domba Likaonia. Kapal dari seluruh dunia berlabuh di dermaga Korintus, tempat kapal-kapal perang Yunani kuno yang termasyur. Dengan adanya kota pelabuhan ini, maka jasa pelacuran mudah didapatkan. Di atas bukit yang membentang ke arah Korintus terlihat sebuah kuil penyembahan kepada dewi Aphrodite, dewi cinta. Di kuil inilah banyak kaum pelacur wanita maupun lelaki melakukan praktek amoral mereka sebagai bagian dari upacara ritual agama mereka. Sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan masyarakat di Kota “pelabuhan” ini sangat bebas. Adanya pandangan tentang kebebasan yang lebih melampaui arti kasih 51 Batu karang yang besar ini berfungsi sebagai menara pengintai untuk menyelidiki musuh. Tempat ini juga merupakan suatu tempat yang menyenangkan untuk mengungsi. Dan kemudian nama Korintus asal mulanya dari nama tempat itu. Korintus berarti pengawasan atau penjaga. Baca: Charles Ludwig, Kota-kota pada…44 52 Yang berarti: tempat menarik ke seberang. Sistem transportasi logistik. Baca: William Barclay, Duta Bagi…137
36
saudara.53 Maka tak heran sering kali terjadinya persoalan yang hebat dalam sistem sosial kemasyarakatan yang ada di kota Korintus. Semua persoalan itu mengancam persekutuan Kristen di Korintus. Korintus adalah salah satu kota yang paling jahat di dunia. Ada ungkapan sinis dalam bahasa Yunani yang berbunyi demikian, “berkelakuan seperti orang dari Korintus” yang menggambarkan orang yang hidup berpesta pora dengan bermabuk-mabukkan dan berbuat tak senonoh. Inilah Korintus, kota kosmopolitan yang sibuk, yang berlari cepat, menyediakan segala macam variasi hidup bagi masing-masing kelas dan komunitas yang kompleks adanya. Kota yang menyediakan banyak pilihan.
1.1.3.Situasi Budaya - Religius Korintus merupakan kota sosial budaya dan bermacam-macam agama dan pengetahuan, termasuk agama Yahudi. Pola pikir Helenis sangat kuat di Korintus dan Filsafat berkembang sangat pesat. Pada tahun 49 orang-orang Yahudi diusir dari Roma dan mereka berimigrasi ke Korintus, menjadikan Korintus sebagai sebuah komunitas Yahudi yang paling kosmopolitan. Acara budaya Korintus yang terkenal adalah 'Ishtmian Game' di mana setiap dua tahun mereka adakan untuk menghormati “Poseidon” dewa laut.54 Di jantung kota ini juga terdapat kuil Apollo yang terkenal. Sejarahwan Strabo juga mencatat adanya 1000 pelacur 'sakral' di kuil Aphrodite di atas “Acrocorinth”, 53 Paul Barneth, The Message of 2 corinthians, England: Inter-Varsity Press, 1999, 183-184 54 Hampir semua cabang olahraga dapat dipertandingkan di dalam pertandingan itu. Termasuk pertandingan Gladiator.
37
gunung yang paling terkenal di Korintus. Bahkan kata Korintus yang berasal dari kata 'κ ο ρ ι ν τ η ι α ζ ο µ α ι ' adalah berarti 'percabulan'.55 Seperti kota pelabuhan lainnya, jasa pelacuran tidak sulit untuk dicari. Sehingga secara tidak sadar timbul suatu sikap yang terlalu bebas dalam pergaulan sebagai saudara yang berdampak pada seks bebas. Korintus juga terkenal sebagai kota yang dipenuhi kaum intelektual. Kalangan intelektual yang memiliki pengaruh kuat adalah golongan atau penganut Epikuros yang mengajarkan bahwa kebahagiaan dapat dicapai melalui pemborosan yang berlebih-lebihan untuk pemuasan diri. Pandangan seperti ini didasari oleh pemahaman mereka bahwa hidup ini hanya satu kali. Kehidupan setelah kematian (kebangkitan orang mati) tidak dikenal dalam ajaran Epikuros. Dalam pengertian modern, pengajaran golongan Epikuros ini disebut dengan “Hedonisme”.56 Rupanya jemaat Korintus bimbang dengan adanya dua ajaran di sekitar mereka. Ajaran pertama adalah ajaran kaum Hedonis yang menolak ajaran kebangkitan. Ajaran kedua adalah ajaran Kristen yang mengajarkan adanya kebangkitan orang mati. Bagi kalangan hedonis, kebangkitan orang mati adalah ajaran yang ganjil. Namun ada pula golongan-golongan yang lain yaitu, golongan Apolos, golongan Kefas dan golongan Paulus serta ada yang mau mengatasi semuanya itu dengan menamakan dirinya golongan Kristus.57 Tentunya timbul banyak perselisihan di antara mereka. Yang diutamakan adalah gaya dan pidato yang berapi-api. Mungkin 55 Perkataan “Korintus” sering dipakai untuk menyindir seseorang. Istilah ini dipakai untuk mengatakan keadaan amoral yang bejat. 56 Hedonisme berasal dari kata “hedone” yang artinya kesenangan atau kenikmatan. Hidup ini hanya satu kali, karena itu bersenang-senanglah, nikmatilah hidup sepuas-puasnya. Untuk mencapai kepuasan, jalan apapun bisa ditempuh yang penting senang. 57 J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan…826
38
Apolos lebih fasih berkata-kata dari pada Paulus, tetapi isi ajarannya sama dengan Paulus. Perselisihan-perselisihan ini timbul karena keangkuhan dan keinginan mencari kebijaksanaan serta kehormatan manusia. Keempat kelompok tersebut dengan jelas mencerminkan latar belakang yang berbeda-beda dari orang-orang Kristen di Korintus. a. “Kelompok Paulus”, rupanya terdiri dari kaum Libertin. Mereka telah mendengar khotbah Paulus semula, tentang kemerdekaan Kristen dan menyimpulkan bahwa begitu mereka memberikan respon terhadap Injil, mereka dapat hidup sesukanya. b. “Kelompok Apolos”, mungkin terdiri dari orang-orang yang mengikuti pandangan Yunani yang klasik. Apolos disebut dalam Kis. 18: 24-28, ia adalah seorang Yahudi dari Aleksandria, seorang yang fasih berbicara dan sangat mahir dalam soal-soal Kitab Suci. Maka dengan sendirinya ia menjadi guru yang dapat diterima oleh orang-orang Kristen di Korintus yang mempunyai latar belakang filsafat Yunani. c. “Kelompok Kefas”, pastilah merupakan kaum legalistik. Mereka adalah orang-orang seperti para guru agama Yahudi di Yerusalem, yang berpendapat bahwa kehidupan Kristen berarti mengikuti hukum Taurat dengan ketat, baik menurut upacara agama maupun secara moral. Mungkin sekali kebanyakan dari mereka adalah orang Yahudi atau bukan Yahudi yang takut kepada Allah sebelum memeluk agama Kristen.
39
d. “Kelompok Pengikut Kristus”, mungkin sekali terdiri dari sekelompok orang yang menganggap dirinya di atas kelompok-kelompok lain yang berpusatkan pada pribadi-pribadi orang biasa. Mereka menghendaki hubungan langsung dengan Kristus sendiri, sama seperti hubungan mistik yang telah mereka alami secara langsung dengan dewa-dewa dalam agama-agama misteri dari timur. Pada abad ke-2 gabungan berbagai pandangan yang ekstrim ini menyebabkan terbentuknya suatu gerakan sesat yang dikenal sebagai “Gnostisisme”. Mungkin sekali benihnya tumbuh di Korintus.58 Namun di Korintus sangat kental dengan anugerah karunia-karunia (charisma) dalam pelayanan.
Orang-orang Korintus senang sekali kalau pada pertemuan-
pertemuan mereka terjadi keajaiban, misalnya ada orang yang berbahasa roh atau bernubuat.59 Konteks Korintus masih memelihara kebiasaan budaya-agama, dalam pertemuan
harus berpakaian yang layak dan rambut yang pantas (tudung kepala bagi perempuan dan rambut pendek bagi laki-laki).60 58 John Drane, Memahami Perjanjian…353 59 Kata Paulus, memang benar bahwa kadang-kadang Roh Kudus turun, lalu memenuhi seseorang, sehingga ia berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat. Kejadian itu adalah istimewa. Tetapi kalau kita mengharap-harapkannya, mencari-carinya dan mengejarnya, kita menjadi angkuh dan cemburu. Dengan demikian keajaiban itu berkurang artinya. Baca: J. H. Bavinck, Sejarah Kerajaan…828 60 Jemaat di Korintus bertikai dan kebingungan mengenai pakaian Liturgi, Paulus mengkritik karena jemaat di Korintus terpecah memasalahkan siapa Pelayan yang sah dan mempersoalkan pakaian Liturgis. Paulus sangat menekankan Perempuan harus memakai penutup kepala, dan pandangan ini didukung oleh pemikiran akal sehat waktu itu bahwa sebaiknya ada perbedaan cara berpakaian antara laki-laki dan perempuan. Ini penting pada masa itu sebab umat Kristus harus berbeda penampilannya dengan orang-orang yang tidak mengenal Kristus. Ketika umat Kristus perempuan berpakaian layak dengan tutup kepala sebagai tanda bahwa perempuan itu adalah perempuan baik-baik, maka perempuan itu tidak bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain. Rasul Paulus menekankan penghindaran unsur sandungan. Pengajarannya ini juga bisa diterapkan pada masa kini. Semua murid Kristus perlu berpenampilan yang mencerminkan wibawa Kristus.
40
Pertemuan-pertemuan
ini
dipakai
oleh
rasul-rasul
palsu
yang
selalu
membanggakan pengalaman-pengalaman mistik dan kematangan rohaninya. Mereka adalah serigala berbulu domba. Mereka melakukan tuduhan-tuduhan dan bantahanbantahan terbuka terhadap status kerasulan Paulus. Mereka mengatakan ia sudah keterlaluan dalam membuat pernyataan-pernyataan untuk dirinya sendiri (2 Kor. 12: 10-18), bahwa ia tidak terlatih sebagai seorang pembicara (2 Kor. 11: 6) dan lemah bila dibandingkan dengan tokoh-tokoh karismatis lainnya (2 Kor. 10: 10; 11: 2130).61
Sumber: www.BudayaDanKebiasaanKorintus.co.id 61 V. C. Pfitzner, Kekuatan Dalam Kelemahan – Tafsiran Atas Surat 2 Korintus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, 142
41
Rangkuman : Gejolak konteks
Korintus dan latar belakang hidup Paulus di atas sangat
mempengaruhi pelayanan Paulus dalam perjalanan perkabaran Injilnya yang ke- 3. Menurutnya Korintus merupakan tempat yang paling tidak sesuai untuk iman Kristen. Banyak orang-orang yang mengkritik pola dan sistem pelayanannya, termasuk para rasul palsu. Paulus terjepit dalam persoalan-persoalan yang mengganggu dan mengancam misi pelayanannya. Kewibawaan mengutamakan
kerasulannya dan
diragukan
membanggakan
oleh hal-hal
mereka.
Sebagai
kharismatik
yaitu
rasul
harus
penglihatan-
penglihatan dan penyataan-penyataan dari Tuhan. Tentunya konsep ini berbeda dengan gaya pelayanan Paulus. Ia katakan “karena penderitaan dan penganiayaan yang dideritanya memperlihatkan kenyataan panggilannya yang kudus sebagai Rasul (2 Kor. 11: 16-33)”. Paulus sadar melalui kelemahannya dapat membawa pemulihan yang sempurna dalam kekuatan Kristus. Karena itu, latar belakang konteks historis di Korintus yang dihadapi oleh Paulus ini sangat menolong kita untuk melihat makna apa yang terkandung dalam ungkapannya “Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat”. Untuk itu pada Bab II akan dikaji lebih dalam dan tajam tentang makna ungkapan tersebut.
42
BAB 2 ANALISIS EKSEGETIS TERHADAP SURAT 2 KORINTUS 12:10
2.1. Hal – hal Pembimbing Pada bagian ini penulis berusaha melakukan analisis terhadap soal-soal pembimbing, guna mengarahkan tujuan pendalaman terhadap surat 2 Korintus 12: 10.
2.1.1. Penulis Dalam Perjanjian Baru tercantum 14 karangan yang oleh tradisi dihubungkan dengan Paulus. Menurut pendapat para ahli bahwa dalam buku C. Groenen Pengantar Ke dalam Perjanjian Baru bahwa 7 di antaranya benar merupakan karya dari Paulus, yaitu 1 Tesalonika, 1 dan 2 Korintus, Galatia, Roma, Filipi dan Filemon. Surat 1 Korintus mempunyai suatu garis pandangan yang jelas dari mula samapi akhir. Tetapi surat 2 Korintus sering kelihatan seperti bunga rampai dari nasihatnasihat Paulus tentang masalah.62 Pokok pikiran Paulus kelihatannya berubah-ubah secara agak mendadak di beberapa tempat dalam surat 2 Korintus (2 Kor. 2: 14 – 7: 4), (2 Kor. 8 dan 9) dan (2 Kor. 10 - 13). Namun demikian, penulis yakin sungguh bahwa surat ini adalah hasil karangan Paulus. Selain itu alasan lain yang menguatkan bahwa dari isi utama surat ini adalah tentang kelemahan yang dapat merangkum semua yang tertulis di dalamnya dan akan mengerti lebih jelas isinya.63 62 John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005, 361 63 Kekuatan dan kuasa Tuhan dinyatakan di dalam hamba-Nya yang lemah, dan dengan kelemahannya itu, Paulus memegahakan kuasa Tuhan, semakin besar kelemahannya, semakin besar pula kuasa dan kasih karunia-Nya. Baca: J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Kedua, Bandung:
43
2.1.2. Waktu dan Tempat Penulisan Waktu penulisan surat 1 Korintus yaitu dalam musim dingin sekitar tahun 54 atau 55, pada puncak karir Paulus di Efesus. Sedangkan waktu penulisan surat 2 Korintus didasarkan pada laporan Timotius dan pengutusan Titus ke Korintus. Perjalanan Paulus dari Efesus ke Makedonia terdapat dalam laporan Kisah para Rasul 20 : 1 dan Kisah Para Rasul 20: 2-16. Paulus mengadakan perjalanan ke Korintus segera sesudah menulis surat 2 Korintus di Makedonia, ia tinggal di sana 3 tahun dan saat perayaan Paskah ia kembali ke Filipi. Jadi waktu penulisannya sekitar tahun 55 atau 56. 64
2.1.3. Komposisi dan Ciri Khas Surat 2 Korintus Berbeda dengan 1 Korintus, 2 Korintus lebih banyak menangani persoalanpersoalan pribadi dari pada ajaran doktrinal atau peraturan gereja. Kemanusiaan Paulus sangat nyata di sini: perasaan-perasaaan, keinginan-keinginan, harapanharapan dan rasa kewajibannya semuanya dipaparkan di hadapan para pembacanya. Surat ini kurang mengandung pengajaran sistematis dan lebih banyak mengandung pengungkapan perasaan pribadi. Surat ini ditulis bukan hanya untuk membela diri terhadap beberapa kecaman yang dilontarkan oleh jemaat Korintus tetapi juga terhadap fitnahan dan tuduhan yang dilontarkan kepadanya oleh musuhmusuhnya.65 Yayasan Kalam Hidup, 1989, 172 64 W.G. Kummel, Introduction To The New Testament, Nashville: Parthenon Press, 1981, 293 65 Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian…371
44
Marxsen mengatakan bahwa surat 2 Korintus merupakan gabungan dari beberapa buah surat, yaitu surat A (apologia/ pembelaan: 2: 14-7:4) – kunjungan antara surat B (surat air mata atau surat empat pasal: 10-13) dan surat C (surat perujukan atau pengampunan: 1: 3-2: 13 dan 7: 5-16). Sedangkan pasal 8 kemungkinan berhubungan dengan surat C dan pasal 9 merupakan surat terakhir yang ditulis Paulus kepada jemaat Korintus dan kemungkinan tidak ditulis beberapa waktu setelah pasal 8.66 Gunter Bornkamm juga berpendapat bahwa surat 2 Korintus merupakan gabungan beberapa surat, yaitu 2: 4-7:4; 8; 9; 10-13 sebagai surat-surat yang terpisah.67 Surat 2 Korintus sering kelihatan seperti bunga rampai dari nasihat-nasihat Paulus tentang berbagai masalah. Nasihat-nasihatnya melukiskan gambaran pelayanan salibnya yang berat. Namun justru dalam kelemahan, kesesakan, penganiayaan dan penderitaan Paulus dapat merasakan kekuatan Kristus. Paulus merasa senang dengan dan di dalam penderitaannya sebab semua itu menyatakan kuasa Allah dan kuasa Allah disempurnakan dalam kelemahan manusia. Paulus merasa kuat pada waktu ia menanggung penderitaan itu. Apabila kita lemah dan menyadari kelemahan kita, barulah kita dapat dipenuhi dengan kuasa Allah.68 Kuasa Allah yang menjadi sumber kekuatan adalah ciri khas yang muncul dalam surat 2 Korintus. Dari isi utama surat ini kita dapat merangkum semua yang tertulis di dalamnya dan akan mengerti lebih jelas isinya. Kekuatan dan kuasa Tuhan dinyatakan di dalam hamba-Nya yang lemah dan dalam kelemahannya Paulus 66 Willi Merxsen, Pengantar Perjanjian…90-92 67 Donald Guthrie, New Testament Introduction Revised Edition, London: Inter Varsity Press, 1991, 455 68 J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus…173
45
memegahkan kuasa Tuhan. Jadi jika orang yang menyangka bahwa ia cukup kuat untuk mengubah hatinya, dan untuk mengatasi masalah hidup dengan kekuatannya sendiri, maka akan dibiarkannya tetap bersandar kepada kekuatan dirinya sendiri yang semu. Dengan demikian, kelemahan bukan tanda sikap pesimis, diam dan pasrah terhadap keadaan tetapi kelemahan memberi isyarat untuk merasakan kekuatan Allah. Sebab di dalam kelemahan dapat melihat kesempurnaan kuasa Allah.
2.1.4. Situasi dan Pergumulan Komunitas Penerima Surat 2 Korintus Misi perjalanan Paulus yang kedua adalah kota Korintus. Di sana ia tinggal selama 18 bulan. Paulus tinggal bersama dua orang Yahudi dari Roma, yaitu Akwila dan Priskila.69 Sebagian besar anggota jemaat Korintus adalah orang-orang non Yahudi, dengan latar belakang Yunani. Unsur-unsur helenisme hadir mempengaruhi jemaat Korintus dengan ajaran-ajaran yang timbul kemudian seperti Gnostik.70 Ajaran-ajaran itu muncul dari berbagai kaum, yaitu kaum Libertin, yang menyatakan mereka mengikuti Paulus, mengajak seluruh jemaat supaya jangan cemas terhadap terjadinya percabulan secara terang-terangan. Kaum Legalis, yang menyatakan diri sebagai pengikut Kefas, membangkitkan persoalan lama tentang jenis makanan yang boleh dimakan orang Kristen. Tetapi pertengkarannya adalah tentang makanan yang telah dipersembahkan di Kuil-kuil kafir sebelum dijual kepada umum. Kaum Filsuf, para pengikut Apolos, 69 Donald Guthrie, New Testament Introduction Revised Edition, Inter Varsity Press, 1991, 421 70 J. D. Douglos, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I A-L, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1996, 584
46
mengatakan mereka mempunyai semacam hikmat yang lebih unggul dari apapun yang pernah disampaikan Paulus. Kaum Mistik, yang menyatakan diri sebagai pengikut Kristus, mengemukakan bahwa sakramen-sakramen jemaat berfungsi secara supra alami.71 Akibatnya, jemaat Korintus pecah menjadi empat kelompok yang berlainan, yaitu golongan Apolos, Paulus, Kefas, dan Pengikut Kristus. Keempat kelompok tersebut dengan jelas mencerminkan latar belakang yang berbeda-beda dari orangorang Kristen di Korintus. Fenomena situasi jemaat Korintus ini membuat keruh misi pelayanan Paulus di Korintus. Status kerasulannya ditantang dan diuji kemurniannya melalui penderitaan dan kelemahan sebagai Hamba Kristus.72 Selain itu, ciri penting di jemaat Korintus adalah penggunaan karunia-karunia rohani. Jemaat di Korintus memiliki semua karunia tersebut dan karunia lainnya secara berkelimpahan. Paulus mengakui bahwa jemaat Korintus telah banyak mengalami karunia (charisma) dan karena itu disebut suatu jemaat yang Kharismatik.73 Namun para rasul-rasul palsu rupanya juga menyatakan bahwa mereka memiliki karunia-karunia rohani yang spektakuler bila dibandingkan dengan Paulus. Maka ini merupakan suatu persoalan besar yang masih dihadapi jemaat Korintus. Dalam menjawab persoalan itu, Paulus menjelaskan pengertiannya bagaimana orang71 John Drane, Memahami Perjanjian Baru...351 72 Mereka mempertanyakan pelayanan Paulus: benarkah Kristus berbicara melalui dia (10:7, 13:3)? Mengapa ia tidak memiliki surat rekomendasi (bdk 3:1)? Bukankah penolakannya menerima upah pelayanan menunjukan ia sadar bahwa ia tidak memenuhi syarat sebagai seorang rasul diutus (11: 7-9; 12:13) Selain itu mereka meragukan motivasi Paulus yaitu jika ia mengklaim diri rasul sementara ia tahu ia bukan rasul, bukankah itu berarti ia tidak tulus (2: 17) ? Mengapa ia mengklaim diri rasul padahal bukan? Mungkinkah ia mau mengendalikan jemaat Korintus dan menguasai mereka (bdk 1: 24)? Mereka menuduh Paulus memakai “muslihat”, “kelicikan”, dan “penipuan” (4: 2, 12: 6) menyatakan Firman Allah agar lebih diterima oleh pendengarnya (bdk 4: 2) Baca: J. Knox Chamblin, Paul and Self: Apostolic Teaching for Personal Wholeness, English: Baker Books, 1993 203 73 David L. Baker, Roh dan Kebenaran dalam Jemaat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, 19
47
orang Kristen seharusnya berhubungan satu sama lain dalam kehidupan jemaat setempat. Dalam menguraikan hal tersebut, ia memakai gambaran tentang ”Tubuh” dalam bentuknya yang paling sederhana. Ia menganggap tubuh manusia sebagai suatu mesin rumit, dengan bagian-bagian yang ukuran, bentuk dan susunannya berbeda-beda. Semuanya diharapkan bekerja sama di tempatnya masing-masing dan dengan fungsinya sendiri guna menjamin bekerja di seluruh badan secara lancar. Tubuh tanpa telinga atau mata adalah cacat sama seperti sebuah tubuh tanpa tangan atau kaki. Pertanyaan apakah tangan lebih menarik dari pada mata merupakan pertanyaan yang menggelikan sebab kedua-duanya dibutuhkan jika tubuh manusia akan bekerja dengan baik (1 Kor. 12: 14-20).74 Paulus pun menerima “penglihatan-penglihatan” dan “penyataan-penyataan” dari Tuhan (12:1) tetapi ia menegaskan bahwa ia tetap kembali ke tema penderitaan dan kelemahan sebagai batu penjuru dari status kerasulannya (12: 7-10).
2.1.5. Maksud Penulisan Surat 2 Korintus Surat 2 Korintus ini ditulis dengan maksud antara lain : a. Untuk menjelaskan hubungan yang kurang begitu baik dengan jemaat Korintus, sehingga surat 2 Korintus merupakan surat perdamaian dan rujukan antara
74 Prinsip Bhineka Tunggal Ika yang merupakan kunci bagi kesehatan tubuh manusia, juga merupakan keharusan mutlak agar terjalin hubungan yang baik dalam jemaat. Orang Kristen secara perorangan dapat dibandingkan dengan telinga, tangan, kaki atau anggota tubuh lainnya. Setiap orang merupakan pribadi yang berlainan dan unik. Tetapi mereka semua merupakan bagian penting dari keseluruhan dan jika mereka tidak bekerja dengan baik maka kehidupan jemaat secara keseluruhan terganggu. Baca: John Drane, Memahami Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, 428
48
Paulus dan jemaat Korintus, yang bermaksud memperteguh persekutuan yang ada.75 b. Komitmen Paulus yang membela identitas kerasulannya secara tegas dan keras terhadap ucapan-ucapan kosong atas pelayanan, pengajaran, kewibawaan, dan martabatnya sebagai Rasul Kristus. Ini merupakan surat kepercayaannya karena dengan cara berturut-turut membahas hubungannya dengan jemaat di Korintus (11: 1-6), gaya hidupnya (ayat 7-11), dan sumber tertinggi dari kewenangannya sebagai rasul (ayat 16-33). Di hadapan lawan-lawannya Paulus menjelaskan tentang kelemahannya sebagai manusia, sehingga pusat pemberitaan bukan pada dirinya tetapi memberitakan Injil Kristus. Karena dalam kelemahanlah kuasa Allah menjadi sempurna. Hanya kalau orang menyadari kelemahannya sendiri dan mempercayakan diri kepada Allah, mereka dapat menyatakan diri sebagai orang Kristen yang sejati (12: 7-10).76 c. Inti status kerasulannya adalah karena karya Kristus. Maksudnya karya Kristus itu terjadi apabila pusat hidup seseorang itu bukan dirinya sendiri melainkan Kristus. Adanya keputusan yang sungguh-sungguh dengan sepenuh hati untuk mengikut dan menyangkutkan dirinya dengan iman kepada Kristus dan kekuatan serta kenyataan hidup Kristus akan dilimpahkan kepadanya. Ini adalah kunci panggilan kudus Rasul Paulus, yang senang dan rela di dalam kelemahan, kesesakan, penganiayaan, kesukaran dan penderitaan oleh karena Kristus (12:10). 75 C. Groenen, Pengantar Ke dalam…240 76 John Drane, Memahami…366
49
50
2.1.6. Tempat Nats Dalam Konteks 2.1.6.1. Konteks Umum Berikut adalah pembagian surat 2 Korintus menurut Merrill C. Tenney: 77 I. Salam pembuka (1: 1-2) II.Penjelasan tentang perilaku pribadi (1: 3-2: 13) III.Pembelaan pelayanan Paulus (2: 14-7: 4) a. Sifat pelayanannya (2: 14-3: 18) b. Ketulusan pelayanannya (4: 1-6) c. Kegigihan pelayanannya (4: 7-15) d. Masa depan pelayanannya (4: 16-5: 10) e. Kesadaran pelayanannya (5: 11-5: 19) f. Contoh pelayanannya (5: 20- 6: 10) g. Himbauan pelayanannya (6: 11-7: 4) IV.Komentar tentang pengaruh dari suratnya (7: 5-16) V.Karunia memberi (8: 1- 9: 15) VI.Pembelaan pribadi (10:1-12: 13) Kewibawaan Paulus sebagai Rasul mendapat perlawanan dari para rasul palsu, sehingga dalam bagian ini Paulus dengan keras melawan serangan-serangan terhadap kewibawaannya sebagai Rasul. VII.Persiapan kunjungan (12: 14-3:10)
77 Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian...372
51
VIII.Salam penutup (13: 11-14) Akhir dari surat-suratnya, Paulus membuat bagian ini tersirat berkat, nasehatnasehat terakhir dan salam. Berdasarkan konsep di atas, maka nats yang akan dikaji oleh penulis yaitu 2 Korintus 12:10 termasuk dalam bagian “pembelaan pribadi”.
2.1.6.2 Konteks Khusus Dalam tahap ini akan dilihat nats 2 Korintus 12:10 dalam hubungannya dengan nats sebelumnya yaitu 2 Korintus 11: 1-12: 9, dan nats sesudahnya yaitu 2 Korintus 12: 11-13:1-13. Dengan demikian konteks khusus dibagi dalam 2 bagian yaitu hubungan ke belakang dan hubungan ke muka.
2.1.6.2.1. Hubungan Ke Belakang (2 Korintus 11: 1-12: 9) Dalam 2 Korintus 11: 1-12: 9, merupakan bagian pembukaan dari apa yang telah disebut “ucapan kebodohan” Paulus (11: 1-12:13). Bagian pembukaan ini adalah pengantar yang panjang dan di sini Paulus mengidentifikasikan lawan-lawannya sebagai rasul-rasul palsu dan pekerja-pekerja curang (ayat 13). Ia menggunakan ironi yang menggigit sebagai pendahuluan dari pemegahannya yang jauh dari lebih bodoh (ayat 16). Reaksi pertama Paulus terhadap kemungkinan kebencian orang-orang Korintus ialah seperti seorang ayah yang cemburu. Karena orang-orang Korintus bermain-main dengan ajaran para penyusup di jemaat itu. Mereka adalah rasul-rasul palsu dan
52
pekerja-pekerja palsu. Mereka adalah penipu yang menutupi rasa bersalah dalam suatu penyamaran sebagai pemberita Injil. Melihat fenomena ini, maka Paulus memainkan permainan pemegahan yang sama seperti orang bodoh karena orangorang Korintus tampaknya mengerti bahasa semacam ini (11:16-21a). Sementara ia menandingi tuntutan-tuntutan manusia yang dilakukan para pengecamnya, ia memberikan alasannya atau dasar yang sebenarnya untuk bermegah yaitu atas penderitaan-penderitaan dan kelemahannya sebagai manusia (11:21b-33). Akhirnya meskipun ia menyatakan telah menerima penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan, ia menyatakan pelajaran yang telah diterimanya sebagai seorang rasul Kristus yaitu dalam kelemahannya, ia melihat kuasa Allah yang sempurna, dan katanya “sebab jika aku lemah maka aku kuat”. Paulus menyadari bahwa teladan manusia selalu memiliki kelemahan, sehingga ia membangun teologinya dengan berdasar pada solidaritas Kristus dengan manusia. Kristus telah mengosongkan diri-Nya dan merendahkan diri-Nya dengan memasuki kehidupan sebagai manusia dengan menciptakan jejak teladan sebagai seorang hamba yang mau peduli dalam kelemahan dan keterpurukan manusia dalam dosa. Dalam kerangka ini tergambar garis “benang merah” dengan nats 2 Korintus 12: 10 yang memperlihatkan dengan jelas betapa senang dan relanya Paulus dalam kelemahan, kesesakan, penganiayaan dan penderitaannya. Paulus bermegah atas kelemahannya. Ini tidak bermaksud bahwa ia membesar-besarkan penderitaan dan kesusahan yang ditanggungnya dalam pelayanannya kepada Kristus. Ia pun mengoceh
seperti
orang
bodoh
yang
53
membangga-banggakan
tanda-tanda
kelemahannya. Dalam semua pembicaraan bodoh ini terdapat hikmat yang dalam. Seperti yang diperlihatkan oleh klimaks dari ucapan si bodoh ini (12: 9-10). Hamba Kristus yang bodoh ini tidak berdusta ketika ia membanggakan dirinya berdasarkan kelemahannya dan bukan kekuatannya.78
2.1.6.2.2. Hubungan Ke Muka (2 Korintus 12: 11-13: 1-13) Pembagian nats ini termasuk dalam bagian dari tema pembelaan pribadi Paulus tentang status kerasulannya. Bagian-bagian ini merupakan ayat-ayat penutup “permainan dalam kebodohan” yang dimulai dalam pasal 10: 1. Pemegahan palsu terhadap kekuatan manusialah yang telah mendorongnya untuk ambil peranan seorang bodoh. Paulus masih diserang oleh para rasul yang luar biasa itu.79 Gelar ini diberikan kepada para rasul palsu di Korintus yang telah masuk menggeroti jemaat di sana. Para rasul yang luar biasa itu, yang berpura-pura dan tidak kurang seperti pelayan-pelayan iblis (11: 13-15), tidak hanya menyatakan dirinya lebih unggul melalui pengalaman esktatik dengan menunjukan mujizat-mujizat, tanda-tanda dan kuasa-kuasa. Maka itu Paulus menandingi pernyataan itu pula namun rumusannya dalam bentuk pasif (telah dilakukan) menunjuk kepada Allah sebagai sumber sesungguhnya yang menciptakan 78 Sumpah Paulus: Allah, yaitu Bapa dari Tuhan Yesus tahu bahwa Paulus mengucapkan kebenaran. Rumusan sumpah dari pasal 11:11 kini digemakan dalam bentuk yang lengkap, tetapi Paulus menambahkan berkat tradisional Yahudi untuk memberikan kekuatan hikmat dalam pernyataannya. Rumusan itu, “Terpuji Sampai Selama-Lamanya” (11:31), sebuah anekdot pendek dari masa lampau menggambarkan kelemahan Paulus. Karena pemegahan manusianya membuktikan bahwa ia dan mereka (guru-guru palsu) tidak punya apapun untuk dibanggakan – kecuali kuasa ilahi (12: 9-10). Baca: V. C. Pfitzner, Kekuatan Dalam Kelemahan...201 79 Gelar ini merupakan modal untuk memperdaya jemaat dalam menilai identitas seorang rasul yang sejati. Kesempatan ini dipakai oleh para rasul palsu untuk berpura-pura menyatakan diri melalui pengalaman dan mujizat-mujizat. Mereka adalah rasul upahan sehingga adanya motivasi tidak tulus dalam melayani.
54
karya-karya ini. Mungkin yang lebih tepat, perbuatan kuasa yang dilakukan oleh Roh Kudus. Semuanya itu jelas di Korintus untuk membuktikan pemberitaan injilnya. Kenyataan ini bukanlah tanda-tanda dari kekuatan pribadinya. Sebaliknya ia menempatkan semuanya itu dalam konteks yang sesungguhnya yaitu daya tahan dalam penderitaan yang dibutuhkan oleh seorang rasul. Mujizat bukanlah kemenangan pribadi. Kehidupan Paulus dan pekerjaannya terus dicirikan oleh kelemahan. Ia adalah rasul karena kasih karunia bukan karena kekuatan. Ungkapan
Paulus
dalam
keberadaaan
dirinya
sangat
mempengaruhi
kunjungannya yang ketiga, sehingga Paulus tidak menjadi suatu beban bagi orangorang Korintus. Dengan menerima dukungan pribadi dari mereka, Paulus segera berkomunikasi dengan orang-orang yang masih selalu melakukan dosa yang sangat keji. Dengan memberi nasehat bahwa jika mengubah pola pikir mereka melalui teladannya dalam penderitaan, maka mereka akan melihat kuasa Kristus bekerja dalam kelemahan. Peringatan yang penting ini Paulus berikan sebagai suatu pertolongan untuk pengoreksian diri. Pasal 12: 10 menjadi sentral arti panggilan kerasulannya di Korintus. Sebagai seorang rasul karena kasih karunia, kelemahan dan penderitaan dari Paulus merupakan dasar karya keberhasilan pelayanannya. Hanya melalui itu, Paulus merasa kuat dan bergantung kepada Kristus. Seluruh totalitas kehidupannya diserahkan dalam tangan Tuhan. Oleh karena dalam kelemahan manusia dapat memperoleh kuasa Allah yang sempurna. Penderitaan yang dimaksudkan di sini bukanlah penderitaan yang sengaja ditimpakan oleh seseorang ke atas dirinya dengan harapan
55
bahwa perbuatannya itu akan mendatangkan keselamatan. Yang dimaksudkan di sini ialah penderitaan karena Kristus.80
2.2. Kajian Eksegetis 2.2.1.Kritik Bentuk Tugas Kritik Bentuk ialah menganalis jenis sastra, menggolongkan teks atau bagian tertentu dari sebuah nats ke dalam salah satu jenis-jenis sastra, dan bidang kehidupannya atau secara harafiah disebut “kedudukan dalam kehidupan” (Sitz Im Leben). Oleh karena itu pada bagian ini penulis akan menjelaskan beberapa hal termasuk dalam kritik bentuk yaitu Jenis Sastra, Pengaruh Agama dan Kedudukan Dalam Kehidupan (Sitz Im Leben).
2.2.1.1. Jenis Sastra Langkah awal pada bagian ini adalah harus mengenal dan menentukan jenis literer.81 Dalam Perjanjian Baru, ada empat ragam literer, yaitu Injil-Injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat Kiriman dan Wahyu. Penentuan literer ini sangat penting, karena literer dalam Injil-Injil berbeda dari jenis literer yang terdapat dalam Surat-surat Kiriman. Apabila menafsirkan suatu nats dari Injil-injil Sinoptis maka jenis literer yang terdapat dalam Injil-injil Sinoptis berupa Tradisi Perkataan Dan Tradisi 80 J. Wesley Brill, Tafsiran Surat Korintus Kedua…173 81 Metode ini berusaha untuk sampai pada bentuk tradisi yang diambil alih oleh pengarang Perjanjian Baru, karena kehidupan gereja mula-mula menyajikan pelbagai jenis literer. Dengan mengenal kehidupan itu dapat kita menentukan jenis literernya cukup tepat dan sebaliknya jenis-jenis literer itu memungkinkan penarikan “kesimpulan” tentang bidang kehidupan, yang darinya jenis-jenis itu datang. Baca: A. A. Sitompul dan Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, 245
56
Berita Sejarah, sedangkan Surat-surat Kiriman jenis literernya berupa Tradisi Liturgis Atau Tradisi Paranetis, yaitu yang berkenan dengan nasihat susila.82 Surat 2 Korintus terdiri atas beberapa surat yang di dalamnya terdapat beberapa literer. Pasal 2:14-7: 4 adalah Apologia, pasal 10-13 yang dikenal dengan Surat Air Mata, pasal 1: 3-2: 13 dan 7: 6-16 yaitu Surat Pengampunan.83 Sedangkan pasal 8 dan 9 yang berdiri sendiri termasuk dalam Surat Nasehat. Ungkapan pernyataan Paulus dalam pasal 12: 10 ini berbicara tentang ”kuasa” (δ υ ν α µ ι ς ) Allah atau satu pribadi Allah.84 Banyak di antaranya mengaitkan kuasa Allah dengan kelemahan, ketidaklayakan dan kegagalan manusia. Dengan kata lain, δ υ ν α µ ι ς
Allah seirama dengan Anugerah (Charis) Allah.
Anugerah Allah itu Paulus alami ketika berada dalam himpitan duri-duri penderitaan yang hebat. Identitas dan figur seorang Rasul sangat dituntut dari pribadi Paulus. Ketaatan dan kesetiaannya diuji melalui konteks jemaat Korintus yang sangat keras kepala dan hati yang kebal terhadap setiap nasihat-nasihatnya. Para rasul palsu selalu menyombongkan diri dengan hal-hal yang bersifat kharismatik sehingga meragukan status kerasulan Paulus. Kondisi ini memperteguh komitmen Paulus sebagai hamba Kristus. Paulus menerangkan bahwa dengan mengeluarkan rekomendasi dan memamerkan pengalaman rohani, adalah bentuk “meninggikan diri sendiri”. Dengan membandingkan diri dengan Kristus yang mulia merupakan hal yang terlalu mengancam bagi ego yang congkak. Maka itu Paulus 82 A. A. Sitompul dan Ulrich Beyer, Metode Penafsiran...246 83 Willi Merxsen, Pengantar Perjanjian…90 84 Dari 48 kali Paulus memakai kata Dunamis, hanya enam kali yang mengandung arti negatif. Sebagian besar pemakaian lain merujuk pemakaian kuasa ilahi. Baca: J. Knox Chamblin, Paul and Self, Apostolic Teaching...206
57
lebih ingin membanggakan kelemahan. Karena hal itu memberi dia kesempatan untuk memegahkan Tuhan yang memanifestasikan kuasa melalui kelemahannya.
2.2.1.2. Pengaruh Agama Korintus merupakan suatu istilah terhadap sikap amoral yang bejat, bahkan akar kata Korintus berarti “percabulan”.85 Predikat ini mewakili konteks yang terjadi di kota Korintus. Kehidupan moral orang-orang Korintus sangat dipengaruhi oleh pemujaan terhadap dewi Aprodite, yang dikenal sebagai dewi cinta berahi. Kehidupan mereka yang bebas mempengaruhi timbulnya bermacam-macam agama, termasuk agama-agama Roma dan Yunani, kepercayaan dari dunia timur. Kemajemukan agama ini memperlihatkan watak penduduk Korintus yang terbuka untuk mencoba berbagai hal yang baru, termasuk agama baru. Kehidupan yang bebas membuat penduduk kota Korintus suka menempuh jalannya sendiri, lepas dari segala ikatan dan mencampurbaurkan apa yang disenangi dan dipilih. Tidak saja kemerosotan moral yang dihadapi oleh Paulus tetapi juga diperhadapkan dengan guru-guru agama Yahudi. Mereka selalu membujuk orangorang Korintus agar tidak setia kepada Paulus tetapi kepada pemimpin-pemimpin Yahudi dari Yerusalem. Selain itu juga dampak di Korintus adalah budaya Helenisme yang kental dengan kebudayaan Yunani, sehingga timbul paham Gnostik. 86 Pengaruhpengaruh agama yang ada dalam lingkungan jemaat Korintus inilah yang menjadi “duri-duri” terhadap pelayanan Paulus dan kemudian status kerasulannya diragukan. 85 Kata Korintus yang berasal dari kata 'κ ο ρ ι ν τ η ι α ζ ο µ α ι ' adalah berarti 'percabulan' 86 John Drane, Memahami Perjanjian Baru... 352
58
2.2.1.3. Kedudukan Dalam Kehidupan (Sitz Im Leben) Melalui tangan Julius Caesar pada tahun 44 S.M, Korintus terus mengalami kejayaan bahkan Korintus merupakan salah satu dari tiga kota pusat ekonomi utama di Yunani bahkan Paulus pun mengakui kedudukan penting jemaat Korintus terhadap jemaat-jemaat lain di Akhaya.87 Korintus sebagai “Ruang Tamu Negara Yunani” selalu dikunjungi kapal-kapal dari segala penjuru dunia, sehingga terbuka lebar bagi berbagai pengaruh kebudayaan yang dibawa melalui jalur perdagangan, akibatnya jasa pelacuran mudah didapatkan. Jelas bahwa Paulus merasa muak mendengar orang Kristen di Korintus mempunyai kehidupan seks bebas, bahkan seorang laki-laki mempunyai hubungan seks dengan istri ayahnya (1 Kor. 5:1).88 Dengan demikian jelas bahwa letak kota yang strategis tersebut tidak saja membawa keuntungan bagi orang-orang Korintus, namun sekaligus menjadi sumber utama kekacauan dan pertikaian dalam jemaat tersebut. Tentunya ini adalah awal yang buruk bagi pemberitaan Injil oleh Paulus dalam konteks yang demikian. Gereja di Korintus merupakan suatu masalah yang merepotkan dirinya karena ketidakstabilannya. Paulus katakan bahwa ini merupakan kunjungannya yang paling menyakitkan. Selama perjalanan misi pekabaran Injilnya, Korintuslah yang paling berat dan tidak sesuai dengan iman Kristen.89
87 John Stambaugh dan David Balch, Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula, Jakarta BPK Gunung Mulia, 2004, 193 88 Bruce Chilton, Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, 69 89 William Barclay, Duta Bagi...141
59
2.2.2. Teks dan Kritik Teks 2.2.2.1. Teks 2 Korintus 12: 10
2.2.2.2. Kritik Teks (Aparatus) Menurut kamus – Yunani Perjanjian Baru, teks 2 Korintus 12: 10 mempunyai tingkat keaslian yang baik dan merupakan karya asli dari tangan Rasul Paulus.90 Dengan adanya bukti-bukti internal dan eksternal jelas memperkuat bahwa surat ini khususnya teks ini merupakan hasil buah tangan Rasul Paulus.
2.2.2.3. Kritik Terjemahan91 Ayat 10 GNT
NIV
NRSV
RSV
KJV
BIS
LAI-TB
90 p menujukan sebuah naskah dalam daftar Gregory-Aland dan berisi surat-surat Paulus. TR menujukan textus Receptus (Oxford, 1889), WH menunjukan Westcott dan Hort (1881), RSV menunjukan Revised Standard Version (1946), NRSV menunjukan New Revised Standard Version. Catatan di atas berdasarkan Alkitab Perjanjian Baru Yunani – Indonesia. 91 Pada bagian ini, penulis berupaya menerjemahkan secara teliti dan baik terhadap 2 Korintus 12: 10. Untuk mencapai maksud tersebut, penulis menggunakan W. D. Mounche, The Analytical Lexicon to The Greek New Testament, Michigan: Grand Rapids, 1993. B. M. Newman, Kamus Yunani – Indonesia: Untuk perjanjian Baru, Terjemahan J. Miller – G. Van Klinklen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001. H. Sutanto (edt), Perjanjian Baru Interlinear Yunani – Indonesia, Jakarta: LAI, 2003. The Greek New Testament – Dictonary, Chicago, 1965. J. W. Wenham, Bahasa Yunani Koine (terjemahan L. Newell), Malang: SAAT, 1987. J. M. Echols dan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2000. Henk ten Napel, Kamus Teologi Inggris – Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002. Sebagai perbandingan terjemahan teks 2 Korintus 12: 10, penulis menggunakan beberapa versi terjemahan Alkitab yaitu King James Version (KJV), London: United Bible Society, 1970. New Resived Standard Version (NRSV), Nashville: Graded Press, 1971. New International Version (NIV), Micighan: Zondervan Bible Publisher, 1984. Revised Standard Version (RSV), Nashville: Graded Press, 1970. Bahasa Indonesia Sehari-hari dan Lembaga Alkitab Indonesia – Terjemahan Baru Perjanjian Baru, Jakarta: LAI, 2000.
60
dio. Euvdokw/ evn avsqenei,a ij( evn u[bresin( e vn avna,gkaij ( evn diwgmoi/j kai. stenocwri, aij( u`pe.r Cristou/\ o[tan ga.r avsqenw/ ( to,te dunato,j eivmiÅ
That is why, for Christ's sake, I delight in weaknesses, in insults, in hardships, in persecutions, in difficulties. For when I am weak, then I am strong.
Therefore I am content with weaknesses, insults, hardships, persecutions, and calamities for the sake of Christ; for whenever I am weak, then I am strong.
For the sake of Christ, then, I am content with weaknesses, insults, hardships, persecutions, and calamities; for when I am weak, then I am strong.
Therefore I take pleasure in infirmities, in reproaches, in necessities, in persecutions, in distresses for Christ's sake: for when I am weak, then am I strong.
Jadi saya gembira dengan kelemahankelemahan saya. Saya juga gembira kalau oleh karena Kristus saya difitnah, saya mengalami kesulitan, dikejarkejar dan saya mengalami kesukaran. Sebab kalau saya lemah, maka pada waktu itulah justru saya kuat.
Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
Berdasarkan perbandingan terjemahan di atas dapat dilihat bahwa setiap kata atau kalimat yang terdapat dalam terjemahan masing-masing, sesungguhnya memiliki makna yang sama dan tidak ada perbedaan yang prinsipil. Karena itu secara jelas dan rinci dapat dilihat dalam uraian kata per kata seperti di bawah ini:
“dio”92 berarti yang diterjemahkan oleh LAI “karena itu”. NIV menggunakan kata “that is why” (itu sebabnya), NRSV dan KJV menggunakan kata “therefore” (oleh karena itu), sedangkan RSV menggunakan kata “for the sake of” (demi), dan BIS memakai kata “jadi”. Hasil semua terjemahan ini, menurut penulis yang utama adalah untuk menunjukkan hubungan sebab-akibat dari yang telah disampaikan sebelumnya. 92 Sebagai kata penghubung yang berarti: sebab itu. Dari akar kata “dio.”.
61
Penulis setuju dengan setiap terjemahan yang menggunakan kata “karena itu” yang menegaskan akan terjadinya suatu peristiwa dalam ayat 10.
“euvdokw”93 berarti “aku suka”, yang diterjemahkan oleh LAI “aku senang dan rela”. NIV menggunakan kata “I delight” (aku bersukacita), NRSV dan RSV menggunakan kata “I am content” (aku senang), sedangkan KJV menggunakan kata “I take pleasure” (aku senang), dan terjemahan BIS “saya gembira”. Penulis menerjemahkan dengan “aku senang”.
“evn94 avsqenei,aij”95 berarti “di dalam kelemahan”96 dan diterjemahkan oleh LAI “di dalam kelemahan”. NIV menggunakan kata “in weakness” (di dalam kelemahan), sedangkan KJV menggunakan kata “in infirmities” (di dalam penyakit),97 BIS memakai kata “kelemahan-kelemahan saya”. Penulis sendiri menerjemahkan dengan “kelemahan saya” untuk menunjukkan bahwa kelemahan ini ada dan aktif dalam diri Paulus sendiri, bukan faktor dari luar. Sebab berhubungan akrab dengan pertobatannya yang radikal.
93 Bentuk present aktif indikatif orang pertama tunggal, dari kata dasar “ε υ δ ο κ ε ω ” yang berarti berkenan, suka, senang. 94 Bentuk: kata depan, berarti di dalam. 95 Bentuk genetif tunggal feminim, dari kata dasar “α σ θ ε ν ε ι α ” yang berarti kelemahan dan penyakit. 96 Kelemahan-kelemahan ini bersifat pribadi, yang mengarah kepada tantangan dan penderitaan yang dialami Paulus. Baca: Gerhard Hittel (edt), Teological Dictonary New Testament VOL. I, United States of America: Grand Rapids, Michigan 97 Menurut kamus Teologi Inggis – Indonesia berarti penyakit. Namun beda dengan Kamus Inggris – Indonesia oleh John Echols dan Hassan Shadly, yang berarti kelemahan.
62
“evn”98 “u[bresin”99 berarti: “di dalam penghinaan-penghinaan”100 LAI menerjemahkan dengan “di dalam siksaan”, NIV menggunakan kata “in insults” (di dalam cercaan), NRSV dan RSV menggunakan kata “insults” (cercaan, hinaan), sedangkan KJV menggunakan kata “in reproaches” (di dalam kecaman) dan terjemahan BIS memakai kata “difitnah”. Menurut penulis dapat menerjemahkan dengan “di dalam penghinaan” karena sesuai dengan hasutan dari para rasul palsu yang meragukan kerasulan Paulus.
“evn”101
“avna,gkaij”102
berarti:
“di
dalam
kesusahan”,103
LAI
menerjemahkan dengan “di dalam kesukaran” NIV, NRSV, dan RSV menggunakan kata “in hardships” (di dalam kebutuhan mendesak, dalam kesukaran) dan BIS menggunakan kata “kesulitan”. Penulis menggunakan kata “di dalam kesusahan”.
“evn”104
“diwgmoi/j”105
berarti:
“di
dalam
penganiayaan”106,
LAI
menerjemahkan “di dalam penganiayaan”, NIV, NRSV, KJV, dan RSV menggunakan kata “in persecutions” (di dalam penganiayaan), sedangkan BIS menggunakan kata “dikejar-kejar”. Penulis setuju menggunakan kata “di dalam 98 Bentuk: kata depan, berarti di dalam. 99 Bentuk: datif jamak feminim, dari kata dasar: ”υ β ρ ι ς ”yang berarti penghinaan, penganiayaan, kerusakan (kapal). 100 Paulus menghadapi peristiwa itu berulang-ulang kali hingga terjadi penganiayaan. 101 Bentuk: kata depan, berarti di dalam. 102 Bentuk: datif jamak feminim, dari kata dasar “α ν α γ κ η ” yang berarti kehausan dan kesusahan. 103 Peristiwa itu terjadi berkali-kali dalam pelayanan Paulus. 104 Bentuk: kata depan, berarti di dalam. 105 Bentuk: datif jamak maskulin, dari kata dasar “δ ι ω γ µ ο ς ” yang berarti penganiayaan. 106 Kejadian ini terjadi lebih dari satu kali dengan melihat status bentuk kata “δ ι ω γ µ ο ι ς ” adalah jamak.
63
penganiayaan”. Sebab itulah penderitaan yang dialami Paulus dalam memberitakan Injil Kristus.
“kai”107 “stenocwri,aij”108 berarti: “dan kesulitan”109, LAI terjemahkan dengan “dan kesesakan”, NIV menggunakan kata “in difficulties” (di dalam kesulitan), NRSV dan RSV menggunakan kata “and calamities” (dan malapetaka), sedangan KJV memakai kata “in distresses” (di dalam keadaan susah), dan BIS memakai kata “kesukaran”. Penulis menggunakan kata “dan di dalam kesulitan”. Maksudnya untuk menunjukkan betapa berat masa-masa kritis yang harus dilalui oleh Rasul Paulus.
“u`pe.r”110 “Cristou/\”111 berarti: “Bagi Kristus”112, LAI terjemahkan dengan “oleh karena Kristus”, NIV dan RSV menggunakan kata “for Christ sake”,113 NRSV dan KJV menggunakan kata “for the sake of Christ” (demi Kristus), sedangkan BIS memakai kata “oleh karena Kristus”. Penulis menerjemahkannya dengan “demi Kristus”. Sebab ingin menerangkan bahwa semua penderitaan dan kesulitan itu menjadi bukti kesetiaan dan ketaatan kepada Kristus. 107 Bentuk kata penghubung: dan. 108 Bentuk datif jamak feminim, dari kata dasar “σ τ ε ν ο χ ω ρ ι α ” yang berarti: kesulitan, kesukaran, dan kesempitan. 109 Tentunya kesulitan yang dialami Paulus sangat berat dan berkali-kali menghadang pemberitaan Injilnya. 110 Bentuk: kata depan genetif, berarti untuk, bagi, atas nama, demi. 111 Bentuk: tunggal maskulin, dari kata dasar, “χ ρ ι σ τ ο ς ” yang berarti Kristus. 112 Kristus menjadi pusat pemberitaan Paulus ditengah-tengah masa-masa kritis imannya. Pengabdian hidup seluruhnya diberikan hanya bagi kemuliaan Kristus. Dari-Nya adalah sumber Kekuatan dan Anugerah. 113 Dalam terjemahannya, penempatan kata ini adalah sebelum bunyi ungkapan Paulus tentang keluhan-keluhan penderitaannya.
64
“o[tan”114 “ga.r”115 berarti: “karena apabila”, LAI terjemahkan dengan “sebab jika”, NIV, KJV, dan RSV menggunakan kata “for when” (sebab ketika), sedangkan NRSV menggunakan kata “for whenever” (kapan saja), dan BIS memakai kata “sebab kalau”. Penulis sepakat dengan terjemahan LAI-TB yaitu “sebab jika”.
“avsqenw”116 berarti: “aku menjadi lemah”, LAI terjemahkan dengan “aku lemah”, NIV, NRSV, KJV, dan RSV menggunakan kata “I am weak” (aku lemah), sedangkan BIS memakai kata “saya lemah”. Penulis sependapat dengan semua terjemahan di atas, yaitu “aku lemah” namun sedikit yang mau ditegaskan oleh penulis ialah sesuai dengan bentuk asli teks bersifat kata aktif, maka itu dapat diketahui bahwa “kelemahan” Paulus merupakan suatu proses yang terus terjadi selama hidupnya.
“to,te”117 “dunato,j”118 “eivmi”119, berarti: “aku menjadi kuat”, terjemahan LAI “maka aku kuat”, NIV, NRSV, KJV, dan RSV menggunakan kata “then I am strong” (maka aku kuat), sedangkan BIS memakai kata “Maka pada waktu itulah justru saya kuat”. Penulis menggunakan kata “maka aku menjadi kuat”. 114 Bentuk: partikel, dari kata “ o[tan ” yang berarti apabila, ketika. 115 Bentuk: kata penghubung, artinya karena, memang. 116 Bentuk: present aktif subjunctive mood (bentuk kata pengandaian untuk suasana hati) pertama tunggal, dari kata, “α σ θ ε ν ε ω ” yang berarti lemah, sakit. 117 Bentuk: kata keterangan (adverb), berarti maka, pada waktu itu. 118 Bentuk: nominatif tunggal maskulin,dari kata dasar “δ υ ν α τ ο ς ” yang berarti kuat, sanggup. 119 Bentuk: present aktif indikatif, orang pertama tunggal, dari kata dasar ”ε ι µ ι ” yang berarti aku menjadi.
65
Alasannya karena bentuk teks asli adalah bersifat aktif sehingga menjadi tanda akan pengharapan terhadap kuasa Allah sebagai sumber kekuatan yang senantiasa dibutuhkan dalam perjalanan pelayanan yang menderita. Terjemahan penulis: Karena itu, aku senang di dalam kelemahanku, di dalam penghinaan, di dalam kesusahan, di dalam penganiayaan, dan di dalam kesulitan, demi Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku menjadi kuat.
2.3. Tinjauan Ayat Demi Ayat Ayat 10 GNT-UBS: 10 dio. euvdokw/ evn avsqenei,aij( evn u[bresin( evn
avna,gkaij( evn diwgmoi/j kai. stenocwri,aij( u`pe.r Cristou/\ o[tan ga.r avsqenw/( to,te dunato,j eivmiÅ
Terjemahan penulis: 10 Karena itu, aku senang di dalam kelemahanku, di dalam penghinaan, di dalam kesusahan, di dalam penganiayaan, dan di dalam kesulitan, demi Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku menjadi kuat.
“dio. euvdokw/ evn avsqenei,aij(...,”...(karena itu, aku senang dan rela di dalam kelemahan) menjelaskan pernyataan yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Adanya keputusan yang berlaku dalam prinsip hidup manusia tentang kehendak pribadi atau kehendak Tuhan. Pernyataan di atas merupakan tanda sikap terbuka diri terhadap eksistensi suatu hidup pelayanan. Paulus sungguh-sungguh memberikan hidupnya hanya bagi Kristus,
66
meskipun harus dalam penderitaan. Komitmen yang gigih ini menjadi pengakuan yang sakral dalam menjawab arti panggilan sebagai Rasul Kristus. Seluruh totalitas kehidupannya hanya dalam pimpinan tangan Tuhan. Karena itu, motivasi yang murni dalam melayani merupakan modal dasar dari gaya pelayanan Paulus. Jelas Paulus membuktikannya dengan senang terhadap kelemahan, dan semua tantangan yang tidak
pantas
untuk
diterima
dan
sangat
mengancam
kehidupannya.
Jika
penderitaannya itu memuliakan Tuhan, Paulus lebih senang menderita. Pernyataan ini terus dipertegas dengan kata “ o[tan ga.r avsqenw” (sebab jika aku lemah), ungkapan sederhana ini menjadi bukti kesetiaan dan ketaatannya kepada Kristus. Dirinya diidentifikasikan dengan penderitaan Kristus, sehingga ia bangga dan senang dalam kelemahannya untuk merasakan kasih karunia Allah. Hidup sang Rasul merupakan suatu kehidupan penyaliban yang tiada berhenti. Kelemahan yang dirasakan Paulus ini bukan datang dari luar dirinya namun dalam dirinya. Kelemahan ini bukan faktor fisik saja, tetapi juga bersifat psikis atau rohani.120 Dalam Perjanjian Baru, apabila kata yang menunjuk kepada kelemahan fisik yaitu kata “α σ τ ε ν ε ι α ”. Hanya sering kata “α σ θ ε ν ω ” yang menunjuk semata-mata kelemahan di dalam perasaan (psikis).121 Menurut Interpreter’s Bible, kelemahan dapat membawa orang ke dalam situasi yang mana mereka akan membuka diri kepada Roh Allah. Tentunya kelemahan itu lahir dari situasi yang buruk atau
120 J. Knox Chamblin, Paul and Self…207 121 Gerhard Kittel (edt), Teological Dictonary New Testament VOL. I, United States of America: Grand Rapids, Michigan, 490-491
67
pengalaman yang menyakitkan. Ketika diri kita dalam situasi tersebut, Allah akan datang memenuhi kita dengan Anugerah-Nya.122 Wajar dan logis Paulus merasa senang menderita di dalam penderitaannya sebab semua itu menyatakan kuasa Allah yang nampak dalam kelemahannya. Perasaan senang dan sukacita karena menderita merupakan sikap kebergantungan kepada Kristus Sang sumber kekuatan dan sikap mengandalkan kekuatan-Nya dalam jiwa yang rendah hati. “Karena hidupku bagi Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp. 1:21) setiap saat Paulus dalam menjalani karya pelayanannya, ia mempunyai metode adalah tidak menunjukkan hal-hal yang bersifat kharismatik, namun selalu berangkat dari kelemahan dan penderitaannya. Sebab ini menjadi rahasia panggilannya yang kudus.123 Menurut Paulus “δ υ ν α τ ο ς
ε ι µ ι ” merupakan kasih karunia.
Paulus menyatakan hal ini bukan berarti karena ia gemar menjadi martir, tetapi karena ia telah mempelajari dengan baik arti duri dalam dagingnya. Penderitaan harus terus menerus ia alami, karena penderitaan merupakan suatu integralitas dari Kasih Allah. Karunia yang diberikan tidak saja percaya kepada Kristus namun menderita bagi Dia (Flp. 1:29). Karena kelemahan dan penderitaan sebagai wujud tanda kehormatan bagi setiap pengikut Kristus. Kelemahan manusia adalah sarana ilahi, tetapi kuasa ilahi tidak pernah direndahkan sebagai alat kekuasaan manusia.
122 The Interpreter’s Bible, Volume X, New York: Abingdon Press Nashville, 409 123 Calvin’s New Testament Commentaries 2 Corinthians
68
Kelemahan Paulus bersifat riil. Bukan kekuatan berkedok kelemahan yang secara licik dipakai untuk mengendalikan orang banyak. Paulus memberitakan Injil pada jemaat Korintus bukan untuk memperbudak mereka bagi dirinya, melainkan dengan memperbudak dirinya bagi mereka demi Kristus. Para seteru Paulus gagal melihat konsep ini. Sementara Paulus memimpin melalui kelemahannya124, sedangkan mereka memimpin berdasarkan kekuatan. Sikap mereka menonjolkan diri, membanggakan pengalaman mereka yang spektakuler dan sombong karena jabatan. Secara serempak itu merupakan penonjolan kuasa manusiawi dan penolakan terhadap kuasa ilahi. 2 Korintus menegaskan keabsahan kerasulan Paulus dengan kesaksian tiga rangkap yaitu; kerendahan hatinya; kelemahannya; dan keotentikannya – hanya dengan cara ini dan tidak ada cara lain. Keabsahan sang Rasul tidak berasal dari kuasa kepribadiannya, pengalaman rohaninya, atau pengutusannya, tetapi hanya sejauh hidup dan khotbahnya menyingkapkan Yesus yang tersalib.
2.4. Kerygma Teologis 1. Persoalan “Lemah”dan “Kuat” adalah soal mendasar pada hidup manusia. Adanya pilihan yang ditawarkan untuk menjalani kesempatan hidup. Maka itu, keputusan dan komitmen yang sungguh-sungguh sangat dibutuhkan untuk berani memikul Salib dalam segala waktu. Sering kali hanya “kekuatan” harapan setiap insan manusia dan “kelemahan” dipandang sebelah mata. 124 Konsep gaya memimpin yang dibangun oleh Paulus ini, adalah Rahasia Ilahi. Hanya itu satusatunya pintu keberhasilan, dan kesuksesannya dalam membangun jemaat yang dulu jauh menjadi dekat. Kelemahan adalah bagian karakteristik yang membentuk dirinya untuk menjadi teladan hidup yang luar biasa.
69
Komitmen iman pun sangat terganggu jika sisi “lemah” manusia melanda kehidupannya. Kasih Allah dalam Yesus telah datang memberi “sepercik kekuatan” untuk merubah pola pikir yang “tidak bisa”, “lemah”, dan karena “kecil” untuk bangkit dan membangun pola pikir dan sikap yang bergantung kepada Kristus sebagai sumber kekuatan. 2. Rasul Paulus menderita dan susah demi kesetiaan dan ketaatan kepada Yesus Kristus. Karena itu, hidup sebagai seorang hamba berarti hidup bukan untuk diri sendiri namun bagi Kristus yang telah mati bagi umat manusia. 3. Sikap mengandalkan Tuhan tergambar dalam setiap kelemahan-kelemahan kita. Di saat merasa tak mampu dan lemah, menjadi sebuah isyarat bahwa kita tidak sendiri dalam penderitaan, dan kelemahan itu. Namun selalu ada Allah yang Maha Hadir dalam setiap keterpurukan hidup manusia. Sikap rasa ingin sendiri adalah saat merasa terhimpit dalam suasana hati yang krisis karena berbagai masalah yang melemahkan. Untuk itu apa yang menjadi prioritas dalam komitmen hidup demi menentukan arah tujuan sebuah pola pikir yang baik dan benar, agar dapat mengambil suatu keputusan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. 4. Paulus
berbicara
tentang
kesukaran-kesukaran,
penderitaan-penderitaan,
kelemahan dan semua jenis kehinaan yang menimpanya sebagai sesuatu yang dapat membuat ia bersukacita, dan bangga serta memperoleh berkat dan anugerah Tuhan. Sadarlah karena semua hal tentang kesukaran-kesukaran, penderitaan-penderitaan dan kelemahan itu merupakan tanda karakteristik
70
pribadi Allah yang hadir melalui Yesus Kristus di tengah-tengah eksistensi kehidupan manusia. Yesus datang sebagai hamba. Ia mengosongkan diri-Nya menjadi manusia dan itu merupakan tanda kepeduliaan Allah. Allah yang turut hadir dalam kelemahan, penderitaan dan masalah-masalah hidup manusia demi menyatakan kasih Allah yang sempurna. 5. Melalui kelemahan timbul sikap rekonsiliasi dalam diri untuk peka terhadap suara panggilan Allah, agar yang telah “jauh” supaya menjadi “dekat” dalam Kasih Kristus. 6. Melalui kelemahan manusia, kuasa Ilahi dapat dinyatakan menjadi sempurna. Sebab kekuatan Allah dirasakan bukan bersifat statis melainkan dinamis. Kuasa Ilahi tidak pernah boleh dibaurkan dengan kekuatan manusia. Kekuatan Allah adalah berkat Ilahi yang tidak layak diterima oleh manusia sebab itu adalah Anugerah. 7. Bermegah atas kelemahan merupakan sikap untuk tidak memamerkan kebajikan dan kekuatan sendiri. Namun sikap menundukkan diri dan menghormati kepada Kristus. Tunduk pada Kristus, berarti bukan kepada orang lain atau diri sendiri sebagai realitas mendasar. Di saat yang sama menghormati Kristus berarti mengakui pola otoritas yang Allah tetapkan. 8. Kelemahan menjadi tanda solidaritas kepada sesama manusia. Relasi Solidaritas ini bersifat personal dan komunal dalam komunitas suatu masyarakat. Kelemahan menjadi warning bahwa manusia tidak dapat bersandar
71
pada egonya. Sikap saling membutuhkan sungguh tertanam melalui kelemahan manusia. Lahir sikap saling membutuhkan sebagai makhluk sosial. 9. Apabila mengandalkan kekuatan-kekuatan lahiriah, maka dengan sendirinya Pintu Keangkuhan dibuka untuk membangun kebenaran sendiri secara fundamentalis dan berbalik melawan kebenaran Allah. Sesungguhnya kekuatan itu seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Tentunya tidak bertahan lama dan gampang lari dari realitas tantangan hidup yang menghimpitnya. Hanya kenikmatan sesaat yang dicari untuk bersandar sebagai dasar kekuatan lahiriah dan berujung kepada Kemunafikan yang ulung. 10. Melalui penderitaan dan kelemahan yang dialami Paulus, terletak keadilan Allah yang memprotes sikap Saulus sebagai penghujat, penganiaya umat Allah. Keadilan Allah itu merupakan suara panggilan-Nya kepada Paulus untuk menjadi surat Kristus yang hidup. Suara itu mengajak Paulus untuk turut merasakan penderitaan memikul keselamatan Allah di tengah-tengah dunia. Dalam 10 point kerangka kerigma teologis di atas telah memberi kita suatu garis benang merah yang membuka cakrawala pikiran kita dalam melihat pesan-pesan teologis yang akan menjadi refleksi dan aplikasi sebagai pedoman dan penuntun hidup dalam menjalani roda kehidupan. Karena itu pada bagian bab berikutnya, penulis akan memaparkan argumen teologis sebagai dasar hikmat Tuhan yang tercantum dalam karya ilmiah ini.
72
BAB 3 REFLEKSI TEOLOGIS “JIKA AKU LEMAH MAKA AKU KUAT”
3.1. Dasar Teologis Tentang Kelemahan Konsep kelemahan secara Alkitabiah memiliki aspek-aspek teologis yang dapat memberi gagasan esensial dalam melihat perspektif Allah yang terselubung. Pola pendekatan biblis sangat merangsang cakrawala berpikir untuk memahami kehendak Allah tentang makna kelemahan.
3.1.1. Konsep Kelemahan Dalam Perjanjian Lama Dalam sejarah dunia purbakala Allah hadir dalam eksistensi manusia. Wahyu Allah itu mendirikan persekutuan dengan manusia secara intensif. Karena itu, nampak gejala kenabian yang sangat penting dalam peranannya sebagai penyambung lidah Allah. Dalam kesaksian Perjanjian Lama mengatakan bahwa nabi merupakan seorang yang menyampaikan Firman Allah kepada manusia. Saat menghadapi tugas panggilan tersebut seorang nabi selalu diperhadapkan dengan situasi yang kontra dengan panggilan itu.
Penyebab kontra terhadap
panggilan itu oleh karena keterbatasan diri, kelemahan, tidak pandai bicara dan merasa diri kecil sehingga tidak layak untuk menyampaikan nasihat-nasihat yang bersifat kebenaran. Konkrit situasi itu dapat dilihat dalam panggilan beberapa nabi yaitu: Yeremia, Yesaya dan Yunus.
73
1. Menurut Yeremia 1: 4-19, ketika ia dipanggil Tuhan menjadi nabi tahun 627, Yeremia enggan menerima panggilan itu karena masih terlalu muda sehingga dalam menjalani pelayanannya yang sulit selama 40 tahun menunjukan bahwa ia memang masih muda sewaktu dipanggil menjadi nabi.125 Tentu sebelumnya Yeremia telah mengajukan protes atau keberatan. Argumentasinya bahwa ia masih muda, merasa belum matang dan belum sanggup. Sebab di Israel kuno tua-tualah, yang biasanya memberi perintah dan nasihat-nasihat yang patut dihormati dan bukan pemuda.126 2. Kitab Yunus termasuk kitab kenabian yang paling muda dalam Perjanjian Lama. Yang menarik perhatian adalah bahwa kitab Yunus mendengarkan suara kritis tentang tugas kenabian yaitu bukanlah nubuat seorang nabi yang diucapkan tetapi kasih karunia Tuhan yang dari padanya manusia hidup.127 Sama halnya dengan Yeremia, Yunus pun mengalami pengalaman yang serupa. Allah memanggil Yunus untuk memberitahukan pesan-Nya kepada kota Niniwe karena kejahatannya yang besar. Namun suara panggilan itu, membuat Yunus harus melarikan diri jauh dari hadapan Tuhan menuju Tarsis. Amanat mulia ini dilawan oleh kehendaknya sendiri yang berpandangan bahwa ia seorang muda yang tak mampu untuk melakukan tugas tersebut dan memiliki sikap partikularistik (Yunus 1: 1-17).128
125 Derek Kidner, Yeremia, Yogyakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1996, 11 126 Roberth M. Paterson, Tafsiran Alkitab – Kitab Yeremia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007, 39 127 A. Th. Kramer, Tafsiran Alkitab – Kitab Yunus, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, 68 128 Keselamatan hanya bagi bangsa Israel.
74
3. Di beberapa bagian dari kitab Deutero – Yesaya ada terdapat konsepsi Hamba Tuhan. Teristimewa dalam nyanyian “Hamba Tuhan” yang terdapat dalam kitab ini: Yesaya 52: 13 – 53: 12 Hamba Tuhan itu digambarkan sebagai seorang yang menderita untuk keampunan dosa Israel.129 Karya Deutero – Yesaya tentang Hamba Tuhan ini adalah masuk ke akar keberadaan manusia, yaitu penderitaan. Dan sementara ia menatap ke kedalaman penderitaan gambaran Hamba yang Menderita itu muncul mencengkram iman dan teologinya. Ia telah melakukan suatu transposisi dari doktrin Deuteronomis yang tinggi mengenai Allah ke teologi yang rendah hati dari Allah yang menderita. Berdasarkan pengalaman iman di atas, konsep dibangun dari keterbatasan diri dan sangat berbeda dengan konsep kelemahan menurut Paulus dalam hidupnya sebagai Rasul. Penolakan terhadap suara panggilan Tuhan, secara tidak langsung telah meremehkan kuasa Tuhan yang memberi kekuatan dalam potensi diri yang lemah sebagai manusia. Karena itu konsep yang diberikan Paulus ini merupakan sikap mengandalkan Tuhan dalam segala situasi meskipun berada pada titik kelemahan sebagai manusia dan sepenuhnya bergantung kepada Kristus. Sebab itu, layaknya kita berkata; jika Tuhan yang memberi tugas ini, maka Tuhanlah yang menuntun kita untuk melakukannya dari garis start hingga garis finish. 129 Ada beberapa interpretasi: a. Interpretasi individual/perorangan Ada beberapa ahli berpendapat bahwa Hamba Tuhan adalah seorang pribadi saja. b. Interpretasi kolektif/kelompok Ada beberapa ahli berpendapat bahwa Hamba Tuhan adalah personifikasi bangsa Israel. c. Interpretasi sisa-sisa Israel Ada juga beberapa ahli berpendapat bahwa Hamba Tuhan itu adalah sisa Israel yang tetap setia kepada Yahwe, yang mau menderita demi membawa berita keselamatan Allah. Baca: J. Blommendal, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001, 113,114
75
3.1.2. Konsep Kelemahan Dalam Perjanjian Baru Dalam melihat kesaksian kitab-kitab Injil Sinoptik tercatat bahwa Allah hadir dalam keberadaan manusia secara pro aktif dan riil. Melalui proses inkarnasi (penyataan Yesus) ke dalam dunia, Yusuf dipilih oleh Allah sebagai seorang yang ada dalam proses inkarnasi tersebut. Yusuf adalah seorang dari keturunan Daud. Ia yang tulus hati dan saat ia tahu bahwa Maria sedang mengandung, ia tidak mau mencemarkan namanya di muka umum. Karena itu ia bermaksud menceraikannya diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi. Maka secara tidak langsung Yusuf telah menolak pilihan Allah bagi dirinya sebagai bagian dari keluarga bayi Juruselamat dunia (Mat. 1: 1820). Tentunya penolakan Yusuf itu didasarkan pada hukum Musa yaitu jangan bersinah sebab hukumannya akan dihukum mati (Imamat 20: 10).130 Namun penampakan itu membuat argumentasinya yang tadi sirna dan mengerti bahwa Allah yang hadir dalam hidupnya telah memanggilnya untuk menjadi saksi bagi kedatangan Juruselamat ke dalam dunia. Simon Petrus adalah rasul Kristus yang paling terkenal. Ia adalah orang Galilea, seorang nelayan yang dibawa kepada Yesus pada awal pelayanan-Nya (Yoh. 1: 4142). Simon adalah namanya yang sesungguhnya; Petrus (Batu Karang) adalah suatu julukan yang diberikan kepadanya oleh Yesus, yang mengatakan bahwa sifatnya yang 130 Bila seorang laki-laki berzinah dengan istri orang lain, yakni berzinah dengan istri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu.
76
muda terbawa perasaan dan mudah menimbang akan menjadi teguh dan dapat diandalkan seperti sebuah batu karang.131 Ia adalah seorang pemimpin alamiah (Mark. 10: 28) dan sering kali menjadi juru bicara bagi kedua belas rasul (Mark. 8: 29. Yoh. 6: 67-68. Mat. 19: 27). Simon Petrus suka menurutkan kata hati, mudah bimbang, mementingkan diri sendiri, cepat bertindak dan cepat surut. Penyangkalannya terhadap Yesus bukanlah hasil suatu kebencian yang telah direncanakan terlebih dahulu tetapi terjadi seketika karena panik, yang kemudian disesalinya dengan getir (Mat. 26: 69-75), sehingga itu merupakan sikap penyadaran diri terhadap kelemahannya.
3.2. Realitas Kelemahan Secara Personal dan Komunal Bertolak dari bingkai kerigma Teologis dalam Bab 2 tentang persoalan “lemah” dan “kuat” merupakan soal hidup manusia. Manusia ditawarkan berbagai pilihan untuk menjalani kesempatan hidup, maka itu keputusan dan komitmen yang sungguhsungguh sangat dibutuhkan demi menentukan arah tujuan hidup. Sikap ini menjadi eksistensi dari roda perjalanan hidup manusia. Artinya bahwa adanya dualisme antara kelemahan dan kekuatan yang menjadi suatu keutuhan dalam roda kehidupan itu. Secara realistis sering kali hanya kekuatan harapan setiap insan manusia dan kelemahan dipandang sebelah mata bahkan bersikap anti untuk berada pada posisi lemah. Komitmen iman pun sangat terganggu dan terjadi krisis iman apabila sisi lemah manusia melanda kehidupannya. Namun kasih Allah telah datang memberi kekuatan untuk merubah sistim pola pikir yang tidak bisa, lemah, kecil untuk bangkit 131 Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas, 2006 413
77
membangun sistim pola pikir Allah dan sikap yang bergantung kepada Kristus sebagai sumber kekuatan sejati. Berangkat dari kerigma di atas, penulis mengarahkan perhatian pada makna kelemahan dari teladan Rasul Paulus. Kelemahan yang dialaminya bersifat nyata. Kelemahan ini secara psikis bukan fisik. Tentunya sikap dan pilihan dari Paulus ini sangat berbeda dengan kenyataan hidup manusia. Sebaliknya, Paulus memilih jalan sungsang.132 Sebab menurutnya semua itu menyatakan kuasa Allah, dan kuasa Allah disempurnakan dalam keberadaaan hidup manusia. Perasaan senang dan sukacita karena lemah dan menderita merupakan sikap bergantung kepada Kristus Sang sumber kekuatan dan sikap mengandalkan kekuatan-Nya dalam jiwa yang rendah hati. Paulus melihat konsep ini sebagai dasar motivasi untuk memimpin. Ia memimpin melalui kelemahan. Paulus mempunyai metode adalah sikap tidak menunjukan hal-hal yang bersifat kharismatik seperti para rasul palsu yang menggunakan kharisma sebagai topeng untuk membanggakan diri sendiri dan membangun ideologi baru yang berpusat pada diri sendiri (egosentris) sehingga melawan kebenaran Kristus sebaliknya ia selalu berangkat dari kelemahan dan penderitaannya. Sebab ini adalah rahasia panggilannya yang kudus.
3.2.1. Realitas Kelemahan Secara Personal
132 Artinya terbalik, Paulus senang bermegah dalam penganiayaan penderitaan, dan kelemahan (2 Kor.12: 10). Apa yang dahulu merupakan keuntungan sekarang ku anggap rugi karena Kristus, oleh karena Dialah aku melepaskan semua itu, dan menganggap sampah (Flp. 3: 8) dan karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Flp. 1: 21).
78
Musa sebelum menjadi pemimpin besar Israel, ia adalah orang yang tidak percaya diri dan merasa tidak layak (Keluaran 4:10). Juga Simon Petrus yang merupakan juru bicara di antara murid-murid yang lain. Yesus katakan bahwa sifatnya mudah terbawa perasaan dan mudah menimbang. Ia suka menurutkan kata hati, muda bimbang, mementingkan diri sendiri, cepat bertindak dan cepat surut. Demikian Yeremia pun merasa ia adalah seorang yang masih muda, belum matang dan belum sanggup dalam memikul jabatan sebagai seorang nabi. Gambaran para tokoh di atas menunjukan bahwa realitas kelemahan yang dialami benar-benar manusiawi dan tidak disengajakan. Sebab pada hakekatnya bahwa kelemahan adalah suatu keterbatasan yang kita warisi atau kita dapatkan karena adanya suatu peristiwa yang terjadi di mana kita tidak punya kuasa untuk menolaknya. Di dunia ini tidak ada manusia yang sempurna, baik itu secara fisik, emosi, atau intelektual. Karena itulah tidak seharusnya seseorang bermegah atau membanggakan diri sendiri. Berpaling dari pikiran-pikiran konkrit di atas, tersirat unsur mengandalkan kekuatan-kekuatan lahiriah saja. Tentunya unsur ini dengan sendirinya telah membuka
pintu
keangkuhan
untuk
membangun
kebenaran
sendiri
secara
fundamentalis dan berbalik arah melawan kebenaran Allah. Saat Paulus bersandar pada pengetahuannya yang radikal tentang hukum taurat, ia lupa keberadaannya sebagai seorang ciptaan. Fokus perhatiannya terarah hanya pada pengetahuan itu, dan bukan lagi kepada Allah Sang Kebenaran itu, sehingga timbul adanya sikap pemujaan terhadap ilmu pengetahuan.
79
Namun ia sadar akan sikapnya yang bersandar pada kekuatannya sendiri. Dan perjumpaannya dengan Yesus di Damsyik mengubah pola pikirnya dan terjadi pertobatan total sehingga lahir ungkapannya familiar: “Sebab aku telah mati oleh hukum taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku... (Galatia 2: 19-20)”. Dengan kata lain, mengandalkan kekuatan sendiri itu seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Kekuatan seperti tidak menjamin kualitasnya. Ketika terancam dalam realitas tantangan hidup yang menghimpitnya, andalan kekuatan itu sirna, gampang lari dan jatuh dari tantangan tersebut. Seperti fakta yang terjadi di NTT yakni; Ibu membunuh anak lalu bunuh diri, siswa bunuh diri gara-gara tidak lulus. Menurut dokumentasi Pos Kupang , sejak tahun 2008 sudah ada sembilan kasus bunuh diri. Memilih jalan tragis bunuh diri semacam tren. Apa yang ganjil dengan masyarakat kita? Mengapa mereka mudah putus asa, suka jalan pintas mengakhiri hidup dan tidak tegar menghadapi masalah. Fenomena sekarang: harga sembako mencekik leher, ongkos pendidikan dan kesehatan mahal, utang melilit, gagal ujian dan lapangan kerja minim, plus gagal bercinta.133 Potret peristiwa di atas menyaksikan bahwa kelemahan sangat merasuk setiap elemen dalam kehidupan manusia. Setiap pribadi yang berada pada posisi itu, merasa tak berdaya dan terhanyut dalam kondisi yang mengkuatirkan. Karena itu, contoh potret di atas memberi pesan keras bahwa semuanya sia-sia apabila hanya berdiam
133 Pos Kupang, Kupang, 7 Juli 2008, 1,11
80
diri dan bersikap ego akhirnya diri sendiri yang menjadi korban. Hanya kenikmatan sesaat yang dicari untuk bersandar sebagai dasar kekuatan lahiriah. Gaya pelayanan ini pula yang ditonjolkan oleh para seteru Paulus. Mereka memimpin berdasarkan kekuatan. Sikap mereka menonjolkan diri, membanggakan pengalaman yang spektakuler dan sombong karena jabatan sebagai rasul. Secara tidak langsung sikap ini merupakan penonjolan kuasa manusiawi dan penolakan terhadap kuasa ilahi. Sementara
Paulus
memimpin
melalui
kelemahannya.
Hidup
Paulus
diidentifikasikan dengan penderitaan Kristus, sehingga logis apabila ia bangga dan senang dalam kelemahannya untuk merasakan kasih karunia Allah. Sebab kelemahan dan penderitaannya adalah wujud tanda kehormatan kepada Kristus. Paulus sungguhsungguh memberikan hidupnya hanya
bagi Kristus, meskipun harus dalam
penderitaan sebab itulah modal dasar dari gaya pelayanannya.
3.2.2. Realitas Kelemahan Secara Komunal Terlukis fakta berbicara bahwa biasanya lemah itu tanda kalah. Jadi harus menghindarinya dan berusaha untuk tidak menjadi lemah. Lemah dipandang sebagai sesuatu yang bersifat negatif. Orang lebih senang menjadi kuat dari pada harus menjadi lemah. Apalagi sekarang terjadi krisis moneter yang melanda dalam berbagai aspek kehidupan di dunia. Ini membuat setiap orang bisa menjadi lemah dan tak berdaya terhadap situasi yang mengkuatirkan dan bersikap pasrah terhadap situasi tersebut.
81
Mulai dari rezim orde baru Soeharto hingga pemerintahan Susilo Bambang Yodhoyono telah meninggalkan banyak persoalan pelik yang bukan hanya persoalan krisis ekonomi, disintegrasi, kerusuhan, hak asasi manusia (HAM), ataupun utang luar negeri yang semakin menumpuk, namun juga persoalan pemberantasan dan pembersihan KKN yang merupakan “warisan najis” dalam bangsa Indonesia.134 Ibarat benang kusut demikian masalah-masalah yang diwariskan dari tiap-tiap periode kabinet pemerintahan dengan melibatkan sekelompok orang sebagai mata rantai dalam sistem masalah-masalah tersebut, sehingga tercipta dosa publik. Titik kelemahan secara kolektif ini telah merasuk kehidupan setiap insan seperti mendarah daging dan terjebak dalam sistem lingkaran setan yang mengikat dan sulit untuk keluar, tanpa kuasa ilahi yang membebaskan. Dampak proses sistem di atas sangat mempengaruhi dan mengganggu tidak saja di kalangan elit tetapi juga di kalangan rakyat jelata di seluruh pelosok Nusantara. Seperti pada kondisi yang ada di NTT, yakni Kemiskinan dengan persepsi kekurangan fisik dan ekonomi. Berdasarkan Data Millenium Development Goals NTT dalam presentasi Bappeda NTT bulan November 2007, kemiskinan di propinsi NTT menempati posisi ke 24 dari 33 propinsi di Indonesia dan proporsi orang miskin di NTT sebanyak 35,5% dari jumlah populasi yang berjumlah 4, 260,294. Pengangguran: 117,821 orang.135 Demikian secara komunal dapat dilihat reaksi dari gejolak sisi kelemahan. Tentunya hakekat seorang manusia pasti memiliki kelemahan. Kekuatan dan kelemahan adalah dua dimensi yang ada dalam diri setiap manusia secara kodrat. Jika diamati data di atas, kondisinya jauh dari ideal. Hal ini membuat banyak orang 134 www.kkn di indonesia.com
135 Irene Marbun, Tulisan untuk GMIT, Kupang, 2008 82
menderita baik sadar maupun tidak sadar. Kelemahan Kolektif malah menjadi faktor pemisah antar sesama dan Tuhan. Racun KKN terus menjalar hingga ke dalam lapisan elemen masyarakat. Virus racun itu memperdayakan dan memperbudak setiap orang untuk terjerumus dalam berbagai persolan hidup. Salah satunya adalah tema masalah publik tentang “Kemiskinan”. Kemiskinan menurut Brian Myers adalah keterpisahan atau putusnya relasi (broken relationship) dengan Tuhan, diri sendiri, sesama, dan alam atau lingkungan. Jika kita mengacu pada definisi ini maka kemiskinan dipandang bukan sekedar kondisi kekurangan dalam hal fisik atau ekonomi tetapi memandang dalam perspektif yang lebih luas dan menyeluruh.136 Jika relasi dengan Tuhan tidak baik, seseorang dapat dikatakan miskin. Jika belum dapat menerima diri seutuhnya, dia juga dapat dikatakan miskin. Jika seseorang bermusuhan dengan sesama dan merusak lingkungan, maka dia juga dikatakan miskin. Berdasarkan defenisi kelemahan secara komunal di atas, jelas tergambar bahwa kelemahan identik dengan tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan pasrah terhadap kenyataan. Namun sesungguhnya kelemahan yang dimaksud seharusnya berserah penuh kepada Kristus yang mampu membangkitkan segala keadaan yang terpuruk dan melemahkan. Tentunya sikap pasrah kepada Kristus harus seiring dengan sikap perendahan diri dengan dasar komitmen yang gigih kepada Kristus sehingga menjadi pengakuan yang sakral sebagai surat Kristus yang hidup. Kristus harus menjadi sentral dalam seluruh bagian aspek kehidupan (Kristosentris). Sebab Kristus telah
136 www.BryanMyers-Apa itu Kemiskinan?.com
83
mati untuk semua orang, supaya mereka semua yang hidup tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri tetapi hidup untuk Kristus yang telah mati dan bangkit bagi manusia. Dengan demikian maka setiap orang percaya dapat mengambil bagian di dalam hidup dan mati Kristus dalam kekuatan serta kenyataan hidup Kristus akan dilimpahkan kepadanya. Seperti Paulus sadar bahwa hanya kalau orang menyadari kelemahannya sendiri dan mempercayakan diri kepada Allah, maka mereka dapat menyatakan diri sebagai orang Kristen sejati.
3.3. Refleksi Teologis “Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat” Pada bagian ini kita dituntun untuk melihat aplikasi dari fenomena kehidupan nyata dalam era yang serba instan dan konkrit. Eksistensi manusia di dalam pergumulan hidup yaitu penderitaan dan kelemahan merupakan pintu rekonsiliasi untuk berani hidup bergantung kepada Allah sebagai sumber kekuatan.
3.3.1. Kelemahan Paulus Sebagai Teladan Dalam Perjanjian Baru kata yang menunjuk kepada kelemahan fisik yaitu kata “α σ τ ε ν ε ι α ” dan kata “α σ θ ε ν ω ” sering menunjuk semata-mata kelemahan di dalam perasaan (psikis) dan inilah kelemahan yang dialami oleh Rasul Paulus, sehingga menjadi kunci kesuksesan dalam pelayanannya. Karena itu, wajar dan logis Paulus merasa senang di dalam penderitaannya yang menyatakan kuasa Allah dalam kelemahannya. Perasaan senang dan rela karena menderita merupakan
84
sikap kebergantungan kepada Kristus sang sumber kekuatan dan sikap mengandalkan kekuatan-Nya dalam jiwa yang rendah hati. Metode pelayanan Paulus selalu berangkat dari kelemahan dan penderitaannya dan tidak menunjukan hal-hal yang bersifat kharismatik, sebab ini menjadi rahasia panggilannya yang kudus. Menurutnya itu adalah kasih karunia (Flp. 1: 29), karena kelemahan dan penderitaan sebagai wujud tanda kehormatan bagi setiap pengikut Kristus. Kelemahan manusia adalah sarana ilahi, tetapi kuasa ilahi tak pernah direndahkan sebagai alat kekuasaan manusia. Kelemahan Paulus ini bersifat nyata, bukan kelemahan berkedok kekuatan yang secara licik dipakai untuk mengendalikan orang banyak, namun pola kepemimpinan Paulus adalah memimpin melalui kelemahannya. Dalam 2 Korintus secara umum menegaskan keabsahan kerasulan Paulus dengan kesaksian tiga rangkap yaitu, kerendahan hatinya, kelemahannya dan keotentikannya. Kelemahan adalah bagian karakteristik yang membentuk dirinya untuk menjadi teladan hidup yang luar biasa. Hal ini membantu menjelaskan tekad Paulus untuk tidak mengkhotbahkan dirinya sendiri; penegasan yang mengunggulkan kuasa
manusia
akan
meniadakan
kuasa
Allah
dari
dirinya.
Paulus
mengidentifikasikan penderitaannya dengan Kristus yang tersalib. Hidup sang Rasul merupakan suatu kehidupan penyaliban yang tiada henti. Melalui kelemahan dan penderitaan Paulus ini menjadi tanda keadilan Allah dalam kehidupannya. Sebagai Rasul dalam pelayanannya, ia selalu melewati tantangan yang mengancam hidupnya demi berita keselamatan Allah. Melalui
85
peristiwa itulah terletak keadilan Allah yang memprotes sikap kehidupan lama Paulus yang menghujat Allah, pemberontak dan penganiaya jemaat Allah. Oleh karena itu, dapat dikenal bahwa pertobatan Paulus adalah peristiwa kelahiran kembali, untuk menjadi saksi bagi Kristus, sebab katanya; aku telah disalibkan dengan Kristus, namun aku hidup tetapi bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (Gal. 2: 19-20). Kebergantungan hidup Paulus kepada Kristus merupakan sikap totalitas hidup yang percaya dan mengandalkan Yesus dalam segala hal. Pengakuan Paulus dalam pertobatannya tidak hanya manis di bibir saja atau sebagai wacana kampanye namun itu terlukis dalam kelemahan dan penderitaannya sebagai Surat Kristus yang hidup. Dalam kerangka teladan Paulus di atas, telah memberi suatu titik terang kepada kita bahwa kelemahan, penderitaan, dan masalah-masalah yang selalu dihadapi dalam pergumulan hidup berkeluarga, bermasyarakat, dan berbangsa bukan hal yang tabu atau negatif. Namun sesungguhnya harus belajar dari teladan Rasul Paulus yang bersikap rendah hati mengandalkan Kristus dengan sukacita dan rela demi menempuh masa-masa kritis dalam kelemahan dan penderitaannya. Selain itu, ia memiliki hati yang siap menderita dalam pengorbanannya sebagai Rasul Kristus yang membawa berita Kasih Allah. Teladan Paulus ini mengajak kita untuk hidup bergantung kepada Kristus dan mempunyai totalitas hidup yang sungguh kepada-Nya dan tidak terlepas dari pengakuan yang murni untuk bersaksi bagi dunia tentang kabar keselamatan Allah. Namun terkadang realita berkata lain, sehingga hanya menjadi identitas
86
“Kristen Tomat”,137 sebab totalitas hidup kepada Yesus merupakan sikap keberpihakkan kepada kerajaan Yesus sehingga komitmen kita harus menjadi proses siklus kelahiran kembali dari yang lama menjadi ciptaan yang baru.
3.3.2. Solidaritas Yesus Dalam Kelemahan Manusia Dunia menjadi tempat Allah ikut campur dalam sejarah manusia dan sejarah itu terlukis dalam teladan Yesus, sehingga berlakunya kerajaan Allah telihat dalam pemberitaan dan perbuatan-Nya. Perbuatan Yesus untuk semua yang dalam keadaan tak berdaya dan sengsara, mendambakan tindakan Allah yang menyelamatkan.138 Kehadiran dan keberadaan Yesus di dunia sebagai bukti keberpihakkan Yesus kepada mereka yang berdosa, miskin, lemah, dan menderita. Dalam bangsa-bangsa Asia citra Allah nampak dalam kenyataan, Allah yang peduli, Allah yang prihatin akan nasib mereka (anak-anak Asia yang menderita).139 Potret Allah yang menderita memberi warna unik tentang figur Kasih Allah. Figur itu nampak terang dalam pelayanan Yesus, sebab Ia mengidentifikasikan diri-Nya dengan saudara-saudaranya yang paling hina, yaitu mereka yang lemah, miskin, tak berdaya, mereka yang lapar dan dahaga, orang-orang asing. Orang-orang sakit dan mereka yang terpenjara. Inilah bukti nyata Kasih Allah dalam teladan Yesus Sang Solider. Dalam pandangan tentang Kasih sebagai hakekat Allah ini ditemukan dalam keyakinan Song, bahwa Allah mencari manusia sebagai obyek Kasih-Nya, meskipun 137 Setiap Pengakuan yang tidak sesuai dengan perbuatannya atau setelah bertobat terus kumat buat dosa lagi. 138 A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, Teologi dalam Perspektif Reformasi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, 43 139 A. A. Yewangoe, Theologia Crusis di Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, 345
87
mereka menghindari-Nya. Kasih hanya dapat memenuhi dirinya dalam obyek kasih. Pemahaman tentang Kasih sebagai hakekat Allah kemudian dihubungkan dengan penjelmaan (Inkarnasi), yang dipandang sebagai kemampuan Allah untuk mengubah dan mentransformasi diri-Nya demi keselamatan manusia. Inilah kata C. S. Song sebagai teolog dari Asia.140 Allah mengidentifikasikan diri-Nya dengan orang-orang yang menderita dan tersingkir. Puisi berikut ini ditulis oleh Rendra:141 Tuhan adalah serdadu yang tertembak Tuhan berjalan di sepanjang jalan becek Sebagai orang miskin yang orang tua dan bijaksana Dengan baju compang-camping Membelai kepala anak yang lapar Allah di sini digambarkan sebagai seorang yang menjumpai orang-orang dalam situasi mereka sendiri, dalam sengsara mereka. Allah bahkan akrab dengan dunia-dunia “bawah tanah”. Ia ada di sana bersama-sama dengan para penjahat. Tuhan berada di gang-gang gelap Bersama para pencuri, para perampok dan para pembunuh Tuhan adalah teman sekamar para pezinah142 Allah seperti ini adalah Allah yang secara serius menghadapi penderitaan dan kesengsaraan manusia. Ia meninggalkan sorga yang “nyaman” turun ke dalam “kedinginan” dunia memberi kehangatan keselamatan, yang tidak ditemukan dalam dunia yang penuh dengan persoalan hidup. Demikian pula keunikan Allah itu terlukis 140 A. A. Yewangoe, Theologia Crusis...374 141 Rendra adalah seorang penyair Indonesia. Puisinya mengandung kritik sosial terhadap situasi di Indonesia, yang dipandangnya memperlihatkan ketidakadilan, khususnya dalam penerapan rencanarencana pembangunan, yang menimbulkan banyak korban karena realisasinya yang tidak seimbang. Baca: A. A. Yewangoe, Theologia Crusis...323 142 A. A. Yewangoe, Theologia Crusis...325
88
jelas dalam pertobatan kehidupan Paulus. Ia berani menderita dan berada dalam kelemahannya demi ketaatan dan kesetiaan kepada Kristus (Flp. 1: 29). Berpaling dari itu, titik kelemahan secara kolektif dalam kancah nasional terus membayangi kinerja dalam tiap bidang yakni bidang pemerintahan, pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan lainnya untuk terlibat aktif dalam sistem lingkaran setan yang mempengaruhi rusaknya moral bangsa. Virus sistem tersebut, merupakan “warisan najis”143 yang turun temurun dianut sebagai tradisi hitam. Dampak virus itu telah membius seluruh komponen masyarakat dan gereja secara komunal dan setiap individu. Maka timbulnya permasalahan publik yakni kemiskinan sebagai tema dominan bangsa. Kemiskinan sebagai buah dari sistem virus bagai sampah-sampah yang bertaburan di mana-mana, yang terus ada dan semakin banyak menjamur pada seluruh pelosok Nusantara. Faktor ini dilihat sebagai cela bahwa karena kelemahanlah yang menjadi pelaku di balik kehancuran dan keterpurukan wajah tanah air. Kelemahan dianggap jurang pemisah di antara relasi Allah-manusia dan sesama manusia. Namun sesungguhnya kelemahan yang ditunjukan dalam pertobatan Paulus merupakan ketaatan dan kesetiaannya kepada Kristus. Kelemahan adalah tanda untuk pasrah diri kepada Kristus sebagai tempat perlindungan yang sejati dan peduli terhadap pergumulan manusia. Kelemahan membuat kita untuk tidak tinggal diam dan bergantung pada situasi tetapi berani untuk berseru memanggil-Nya sebagai wujud kebergantungan 143 Mulai dari rezim orde baru Soeharto hingga pemerintahan Susilo Bambang Yodhoyono telah
meninggalkan banyak persoalan pelik yang bukan hanya persoalan krisis ekonomi, disintegrasi, kerusuhan, hak asasi manusia (HAM), ataupun utang luar negeri yang semakin menumpuk, namun juga persoalan pemberantasan dan pembersihan KKN yang merupakan “warisan najis” dalam bangsa Indonesia.
89
kita dalam kekuatan-Nya sehingga hanya kehendak Allah yang berperkara dan bukan kehendak pribadi kita. Kelemahan menjadi kunci untuk berharap penuh kepada Kristus yang membangkitkan dari keterpurukan hidup. Karena itulah hakekat kelemahan sebagai kodrat yang ada pada manusia, bukan merusak hubungan baik dengan Tuhan maupun dengan sesama namun itu mengingatkan kita bahwa dalam hidup ini ada suatu kuasa di luar diri kita yang mampu mengatur dan memberi kekuatan sejati, sebab Ia peduli dan mengerti setiap jeritan dan air mata yang membutuhkan pertolongan. Saat manusia berada pada titik lemah, menderita dan tak berdaya lagi, sesungguhnya itu membuka cakrawala berpikir untuk beriman sungguh bahwa “aku hidup tetapi bukan lagi aku yang hidup melainkan Kristus yang hidup di dalam aku”. Sepenggal ungkapan pernyataan Paulus di atas merupakan suara gembala yang membangkitkan iman untuk senantiasa berharap dan bergantung kepada Kristus sebagai sumber kekuatan. Sebab sesungguhnya ungkapan itu lahir dari komitmen yang sungguh-sungguh untuk menyangkal diri dan memikul salib sebagai bukti pertobatan yang radikal. Artinya berani menyalibkan ego pribadi dan mewujudkan Kristus dalam hidup. Kasih Allah itu ada dalam penderitaan atau salib. M. M. Thomas melihat salib sebagai kasih perbuatan pengosongan diri (kenotis) Allah, suatu ungkapan kasih-Nya bagi dunia ini. Itulah sebabnya, dalam pandangan Thomas salib merupakan dinamika sentral dari seluruh sejarah. Salib adalah inti iman. Tanpa salib, keselamatan manusia tidak akan pernah menjadi kenyataan. Salib atau kasih penebusan Allah yang
90
mengosongkan diri dan terungkap dalam Yesus, merupakan dinamika sentral dari seluruh sejarah.144 Yesus menjadi pusat harapan bagi setiap manusia.
3.3.3. Gereja Yang bersandar pada kekuatan Allah145 Hari pentakosta adalah hari tercurahnya Roh Kudus ke atas murid-murid dan sekaligus menjadi lahirnya gereja.146 Roh Kudus memenuhi para rasul sehingga mereka memberitakan Yesus yang disalibkan dan telah bangkit itu. Karena pemberitaan itu merupakan panggilan Yesus Kristus langsung kapada para pendengar dan yang digerakan oleh Roh Kudus, maka banyak orang yang bertobat dan memberi dirinya untuk dibabtis. Dengan kata lain, Yesus Kristus yang hidup itu sendiri yang mengumpulkan gereja-Nya melalui pemberitaan Firman-Nya dan Roh-Nya. Secara terminologi kata “gereja” berasal dari kata “Eklesia” yang berasal dari kata “ε κ ” (keluar) dan “κ α λ ε ω ” (memanggil) artinya memanggil keluar dari gelap kepada terang-Nya yang ajaib. Di dalam Perjanjian Baru, kata yang dipakai untuk menyebut persekutuan orang beriman adalah eklesia, yang berarti rapat atau perkumpulan yang terdiri dari orangorang yang dipanggil atau dikumpulkan.147 Karena itu gereja tidak dapat disamakan ataupun dibandingkan dengan salah satu organisasi yang lain di dunia, sebab sifatnya berbeda. Gereja bukanlah suatu organisasi buat orang-orang Kristen yang memperjuangkan kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok. Gereja bukanlah 144 A. A. Yewangoe, Theologia Crusis...105 145 Gereja dilihat secara individu sebagai orang-orang percaya dan secara komunal sebagai lembaga (organisasi). Gereja yang mencerminkan sebagai hakekat Tubuh Kristus. 146 Werner Pfend Sack – H. J. Visch, Jalan Keselamatan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006, 80 147 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003, 362
91
suatu partai, sekalipun anggota-anggotanya adalah orang-orang kristen. Gereja bukanlah suatu organisasi biasa melainkan suatu organisasi yang hidup, yakni suatu tubuh yang hidup. Kristus sendiri adalah kepala-Nya dan jemaat merupakan tubuhNya. Kepala dan anggota-anggotanya demikian juga anggota-anggota itu satu sama lain adalah selalu satu dan merupakan satu persekutuan yang hidup. Metafora ini pula yang digambarkan oleh Paulus untuk menjawab setiap persoalan dalam jemaat Korintus. Terjadinya perpecahan dalam tubuh persekutuan jemaat oleh karena rasul-rasul palsu yang menggunakan topeng kharisma untuk membanggakan diri sendiri dan membangun ideologi baru yang berpusat pada diri sendiri (egosentris) sehingga melawan kebenaran Kristus. Dengan sederhana, Paulus menguraikannya memakai Tubuh. Ia menganggap tubuh manusia sebagai suatu mesin rumit, dengan bagian-bagian yang ukuran bentuk dan susunannya berbeda-beda. Semuanya diharapkan bekerja sama ditempatnya masing-masing dan dengan fungsinya sendiri guna menjamin bekerja di seluruh badan secara lancar. Tubuh tanpa telinga atau mata adalah cacat sama seperti sebuah tubuh tanpa tangan atau kaki. Pertanyaan apakah tangan lebih menarik dari pada mata, ini merupakan pertanyaan yang menggelikan sebab kedua-duanya dibutuhkan jika tubuh manusia akan bekerja dengan baik (1 Korintus 12: 14-20).148 Gereja yang hidup sudah barang tentu harus bersaksi tentang Yesus Kristus di dunia ini. Sebaliknya gereja yang tidak bersaksi adalah gereja yang mati. Karena itu sebagai bagian dari masyarakat, gereja tidak bisa menutup mata terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan berasumsi bahwa yang terjadi itu tidak 148 John Drane, Memahami Perjanjian Baru ...428
92
ada sangkut pautnya dengan gereja. Sebenarnya gereja adalah salah satu institusi sosial yang turut berperan dalam masyarakat.149 Hal itu terjadi karena gereja diyakini memiliki suatu sistem nilai tersendiri yang sakral, yang terbaik dan benar bagi kehidupan manusia berdasarkan inspirasi ilahi. Asumsinya bahwa hanya melalui nilai-nilai tersebut kesejateraan manusia bisa terjamin. Menilik realitas dalam kelemahan komunal merupakan faktor pemisah antar sesama dan Tuhan. Bangsa Indonesia terinfeksi dengan racun Korupsi Kolusi Nepotisme yang terus menjalar hingga ke dalam lapisan elemen masyarakat. Virus racun itu memperdayakan dan memperbudak setiap orang untuk terjerumus dalam berbagai persolan hidup seperti tema masalah publik tentang “Kemiskinan”. Karena itu, peranan gereja sebagai salah satu insititusi sosial harus menanamkan sistem nilai yang sakral dalam masyarakat dengan berprinsip pada hakekat Tubuh Kristus. Artinya dalam keterpurukan dan ketidakberdayaan oleh karena krisis tersebut, gereja tetap berdiri teguh dan memberi teladan bagi dunia bahwa gereja merupakan representasi dari Kristus sang Kepala gereja. Maka ini berarti bahwa gereja tetap bersandar pada kekuatan Allah dan tidak terkontaminasi dengan racun KKN yang terus merajalela. Gereja harus menjadi cermin dan tolok ukur dalam kondisi moral Bangsa yang rusak. Benih nilai sakral yang ditanamkan dapat menghindari keterangsingan diri dan menutup jarak keterpisahan atau putusnya relasi (broken relationship) dengan Tuhan,
149 John Titaley, Mempersiapkan Pendidikan Teologi Yang Kontekstual Bagi Keterlibatan Gereja Dalam Perubahan Sosial Di Indonesia, dalam D. J. Mauboi dkk (eds), Kasihilah Allah, Ajarlah Dunia, Kupang: Fakultas Teologi-UKAW, 1996, 44
93
diri sendiri, sesama, dan alam atau lingkungan sehingga terjamin kesejateraan bagi manusia. Selain itu, konteks kemajemukan agama, kadang kala membuat agama Kristen terjebak dalam kacamata “tahu banyak” tentang kebenaran Tuhan, sehingga ciri keunikan dalam kekristenan menjadi kabur dan tidak menjadi terang. Fenomena itu terbukti di bandung 10 November 2003 ada sebuah sekte yaitu Sekte Sibuea, yang berkantor pusat di Jalan Siliwangi RT 01/ RW10 Desa Baleendah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang mengklaim itu merupakan hari kedatangan Yesus yang kedua kali.150 Sebagai agama minoritas tentunya contoh sikap di atas bukan cara yang tepat untuk menunjukan identitas sebagai gereja yang bersandar kepada kekuatan Allah. Gereja yang memiliki figur Yesus sebagai Kepala Gereja. Disadari bahwa di tengahtengah pluralitas agama, keberadaan gereja sangat ditantang dan dihimpit oleh berbagai situasi dan kondisi duniawi yang mengganggu prinsip-prinsip gereja sebagai Tubuh Kristus, sehingga warna gereja menjadi pudar. Tentunya untuk menjadi ciptaan yang baru sebagai Tubuh Kristus tidaklah gampang seperti membalikkan telapak tangan. Karena itu, dalam situasi dan kondisi demikian ciri gereja merupakan cermin bagi lingkungan sekitarnya. Ciri-ciri gereja itu adalah mencerminkan teladan Yesus dan berani berkorban demi Kasih Allah dan inilah warna gereja. Di sini salib dipandang sebagai jaminan dari kemanusiaan baru yang dimaksudkan bagi semua orang. Salib ini adalah hakekat Tubuh Kristus (gereja) yang menderita untuk menunjukan Kasih Allah di tengah-tengah keberagaman Indonesia, 150 Lih. Pendahuluan www.sinarharapan.co.id.sekteharikiamat
94
sehingga tugas panggilan gereja telah terimplisit dalam 5 tugas gereja, yaitu bersaksi (Marturia), Bersekutu (Koinonia), Melayani (Diakonia), Liturgia dan Oikonomia (Penatalayanan). Gereja harus eksis memberi warna dalam heterogen kehidupan agar jelas terang panggilan gereja itu untuk mempengaruhi bukan dipengaruhi. Dalam lingkup GMIT, dapat dilihat pengalaman iman secara konkrit tentang gambaran gereja yang menderita. Menurut Pdt. Gayus Polin, S.Th mengatakan bahwa secara fisik (finansial rendah)151 dalam menjalankan program-program pelayanan tentunya kebutuhan akan dana sangat esensial untuk memberi peran dalam setiap program-program pelayanan yang telah direncanakan demi terlaksananya programprogram tersebut. Berdasarkan kebutuhan urgen ini, maka gereja tidak bisa berdiam diri dan pasrah terhadap keadaan. Identitas gereja harus memberi warna dalam suasana yang begitu terpuruk sekalipun. Figur gereja yang menderita adalah suatu integralitas dari hakekat tubuh Kristus. Prinsip-prinsip gereja harus diteguhkan dan terus dijunjung dalam pergumulan berjemaat. Agar gereja dapat pasrah terhadap Kristus sebagai Kepala Gereja bukan pasrah terhadap keadaan. Karena itu, gereja dikenal bukan gereja farisi.152 Gereja sering menjauh dan lari serta tidak sadar dari penderitaan dan kelemahannya untuk menjadi Surat Kristus di tengah-tengah masyarakat. Identitas gereja mulai kabur dalam kenikmatan duniawi. Identitasnya hanya dikenal waktu hari minggu saja dan hari lain bukan lagi waktu pelayanan. Pelayanan yang dilakukan hanya berpusat pada mimbar saja (pelayanan weekend). Tugas panggilan gereja mulai terhanyut dalam perkembangan zaman, 151 Gereja kekurangan dana namun mempunyai program-pogram pelayanan yang harus dilakukan, karena itu menjadi tanggung jawab dan harus eksis, kata beliau. 152 Gereja yang mengandalkan kekuatan diri sendiri, menonjolkan hal-hal lahiriah dan hilang identitas sebagai Tubuh Kristus.
95
sehingga warna dari gereja mulai pudar dan hampir sama dengan dunia. Kepudaran dari sifat-sifat gereja jelas terlihat ketika adanya sifat mengandalkan diri sendiri, sombong, mononjolkan kekuatan. Karena itu pertobatan Paulus telah memberi tanda bahwa sifat-sifat itu hanya sementara dan membuat jarak manusia dengan Allah sehingga kehendak sendiri memberontak melawan kehendak Allah.153 Menurut C. S. Song penderitaan sebagai tempat di mana Allah dan manusia berjumpa, apapun latar belakang budaya dan keagamaannya.154 Melalui penderitaan, kita dibawa semakin dekat kepada Allah dan Allah semakin dekat kepada kita. Dengan kata lain, Allah dalam hakekatnya sebagai Kasih, merupakan sember Kasih yang ditemukan dalam semua agama dan budaya yang prihatin dengan penderitaan manusia dan pada saat yang sama melalui kasih-Nya, manusia menemukan jalan ke dalam hati Allah yang prihatin dengan penderitaan manusia. Menurut kerangka pikiran dalam wujud gambaran gereja yang bersandar pada kekuatan Allah jelas telah memberi kekuatan yang merangsang bagi setiap orangorang percaya untuk belajar secara konkrit dalam kelemahan Paulus yaitu “Jika Aku Lemah Maka Aku Kuat”. Ungkapan ini menjadi bahasa iman yang terus hadir dalam pergumulan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara sebagai dasar tumpuan untuk berharap teguh kepada Kristus Sang sumber kekuatan.
153 Lihat peristiwa pertobatan Paulus (Bab 1) 154 A. A. Yewangoe, Theologia Crusis...378
96
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka pada bagian penutup ini penulis merangkum sebuah kesimpulan, dan memberikan usul dan saran.
A. Kesimpulan Menurut hasil pembahasan, penulis menguraikan beberapa hal yang merupakan pokok penting dalam karya tulisan ini, yaitu: 1. Kebanggaan hidup baru Rasul Paulus terjadi saat perjalanan menuju Damsyik, ketika itu kira-kira tengah hari, matahari telah tinggi di langit. Dengan semangat Saulus ingin sekali sampai ke kota Damsyik sebelum matahari terbenam, supaya secepatnya mungkin dapat dimulainya pekerjaan yang kejam itu. Tiba-tiba terpancar suatu cahaya yang terang sekali. Cahaya yang ajaib itu membuat Saulus rebah ke tanah lalu didengarnyalah suara yang menyerukan kepadanya “Saulus, Saulus mengapakah engkau menganiaya aku?”. Suara yang singkat dan sederhana ini membawa arti yang besar kepada suatu pertemuan yang mengubah, bukan saja kehidupan Paulus, tetapi juga sejarah gereja. Pertemuan yang memiliki dampak begitu besar bagi Saulus, karena pertemuan inilah yang membuatnya mengerti apa yang dimaksudkan dengan kelahiran kembali. 2. Dalam 2 Korintus secara umum menegaskan keabsahan kerasulan Paulus dengan kesaksian
tiga
rangkap
yaitu,
kerendahan
hatinya,
kelemahannya
dan
keotentikannya. Kelemahan adalah bagian karakteristik yang membentuk dirinya
97
untuk menjadi teladan hidup yang luar biasa. Hal ini membantu menjelaskan tekad Paulus untuk tidak mengkhotbahkan dirinya sendiri; penegasan yang mengunggulkan kuasa manusia akan meniadakan kuasa Allah dari dirinya. Paulus mengidentifikasikan penderitaannya dengan Kristus yang tersalib. Hidup sang Rasul merupakan suatu kehidupan penyaliban yang tiada henti. 3. Yesus datang sebagai hamba. Ia mengosongkan diri-Nya menjadi manusia, dan itu merupakan tanda Kepedulian-Nya terhadap kelemahan manusia. Allah turut hadir dalam kelemahan, penderitaan dan masalah-masalah hidup manusia demi menyatakan kasih Allah yang sempurna. Demikian Paulus berbicara tentang kesukaran-kesukaran, penderitaan-penderitaan, kelemahan dan semua jenis kehinaan yang menimpanya sebagai sesuatu yang dapat membuat ia bersukacita, dan bangga serta memperoleh berkat dan Anugerah Tuhan. 4. Kelemahan menjadi tanda solidaritas kepada sesama manusia. Relasi Solidaritas ini bersifat personal dan komunal dalam komunitas suatu masyarakat. Kelemahan menjadi warning bahwa manusia tidak dapat bersandar pada egonya. Sikap saling membutuhkan sungguh tertanam melalui kelemahan manusia. 5. Sikap mengandalkan Tuhan tergambar dalam setiap kelemahan-kelemahan kita. Di saat merasa tak mampu dan lemah, menjadi sebuah isyarat bahwa kita tidak sendiri dalam penderitaan, dan kelemahan itu. Namun selalu ada Allah yang Maha Hadir dalam setiap keterpurukan hidup manusia. 6. Kekuatan dan kelemahan adalah dua dimensi yang ada dalam diri setiap manusia secara kodrat. Namun apabila melihat fenomena di saat ini, maka kelemahan tidak
98
dilihat lagi sebagai sesuatu yang manusiawi dan wajar. Kelemahan malah menjadi faktor pemisah antar sesama dan Tuhan. Timbulnya sikap pesimis dan minder dalam diri sehingga dapat melahirkan dosa. Sesungguhnya kelemahan tidak memperindah akan relasi sosial yang sudah dibangun. Kelemahan menciptakan gaya eksklusifisme dan tidak berbagi kepada sesama maka adanya kecendrungan sikap ingin sendiri dan tertutup pada sesama. 7. Disadari bahwa di tengah-tengah pluralitas agama, keberadaan gereja sangat ditantang dan dihimpit oleh berbagai situasi dan kondisi duniawi yang mengganggu prinsip-prinsip gereja sebagai Tubuh Kristus, sehingga warna gereja menjadi pudar. Tentunya untuk menjadi ciptaan yang baru sebagai Tubuh Kristus tidaklah gampang seperti membalikkan telapak tangan. Karena itu, dalam situasi dan kondisi demikian ciri gereja merupakan cermin bagi sekitarnya. Ciri-ciri gereja itu adalah mencerminkan teladan Yesus dan berani berkorban demi Kasih Allah dan inilah warna gereja. 8. Potret Allah yang menderita memberi warna unik tentang figur akan Kasih Allah. Figur itu nampak terang dalam pelayanan Yesus, sebab Ia mengidentifikasikan diri-Nya dengan saudara-saudaranya yang paling hina, yaitu mereka yang lemah, miskin, tak berdaya, mereka yang lapar dan dahaga, orang-orang asing. Orangorang sakit dan mereka yang terpenjara. Inilah bukti nyata akan Kasih Allah dalam teladan Yesus sang Solider. 9. Metode pelayanan Paulus selalu berangkat dari kelemahan dan penderitaannya dan tidak menunjukan hal-hal yang bersifat kharismatik seperti para rasul palsu
99
yang tidak bertanggung jawab dalam menggunakan kharisma tersebut. Sebab ini menjadi rahasia panggilannya yang kudus. Menurutnya itu adalah kasih karunia (Flp. 1: 29), karena kelemahan dan penderitaan sebagai wujud tanda kehormatan bagi setiap pengikut Kristus. Pola kepemimpinan Paulus adalah memimpin melalui kelemahannya. 10. Teladan Paulus ini mengajak kita untuk hidup bergantung kepada Kristus dan mempunyai totalitas hidup yang sungguh kepada-Nya dan tidak terlepas dari pengakuan yang murni untuk bersaksi bagi dunia tentang kabar keselamatan Allah. Namun terkadang realitas berkata lain, sehingga hanya menjadi identitas “Kristen Tomat”, sebab totalitas hidup kepada Yesus merupakan sikap keberpihakkan kepada kerajaan Yesus sehingga komitmen kita harus menjadi proses siklus kelahiran kembali dari yang lama menjadi ciptaan yang baru.
10 0
B. Usul dan Saran 1. Dengan menyandang predikat sebagai Tubuh Kristus, peranan gereja merupakan cermin bagi masyarakat, bangsa dan dunia untuk menjadi Surat Kristus yang hidup. Figur gereja yang menderita menjadi indentitas dan warna dalam perkembangan zaman yang serba instant dan konkrit. Aksi gereja dalam gambaran konteks di atas sangat berperan aktif dalam memberi sumbangsih kepada masyarakat dan dunia sebagai tanda kehadiran Kasih Allah dalam keberadaan manusia. 2. Bagi setiap pribadi terdapat sisi kelemahan sebagai sesuatu yang manusiawi dan bukan hal yang negatif. Cara pandang dalam menilai sisi kelemahan harus dalam terang kasih karunia dari Kristus. Sebab kita hidup bukan untuk diri sendiri tetapi bagi Dia yang telah mati bagi kita. Adanya kebergantungan dan mengandalkan Dia dalam segala hal. 3. Gereja perlu membuat program-program pelayanan yang konkrit dalam menjawab pergumulan jemaat sebagai identitas dari Tubuh Kristus yaitu, mereka yang paling hina, yaitu mereka yang lemah, miskin, tak berdaya, mereka yang lapar dan dahaga, orang-orang asing, orang-orang sakit dan mereka yang terpenjara. Adanya sikap pemberdayaan bagi jemaat, masyarakat dan dunia.
10 1
DAFTAR PUSTAKA ALKITAB King James Version, 1970, London: United Bible Society Lembaga Alkitab Indonesia, 2006, Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia New International Version, 1984, Micighan: Zondervan Bible Publisher New Resived Standard Version, 1971, Nashville: Graded Press Perjanjian Baru – Indonesia Yunani 2002, Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia Revised Standard Version, 1970, Nashville: Graded Press Sutanto H. (edt), 2003, Perjanjian Baru Interlinear Yunani – Indonesia, Jakarta: LAI
The Interpreter’s Bible, Volume X, New York: Abingdon Press Nashville KAMUS Douglos, J. D. 1996, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I A-L, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF
10 2
Echols, J. M. dan Shadily, 2000, Kamus Inggris – Indonesia, Jakarta: Gramedia Hittel, Gerhard (edt), Teological Dictonary New Testament VOL. I, United States of America: Grand Rapids, Michigan Mounche W. D., 1993, The Analytical Lexicon to The Greek New Testament, Michigan: Grand Rapids Napel ten Henk, 2002, Kamus Teologi Inggris – Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia Newman B. M., 2001, Kamus Yunani – Indonesia: Untuk perjanjian Baru, Terjemahan J. Miller – G. Van Klinklen, Jakarta: BPK Gunung Mulia The Greek of New Testament 1965, Dictonary, Chicago. BUKU-BUKU Baker David L., 2004, Roh dan Kebenaran dalam Jemaat, BPK Gunung Mulia Brill J. Wesley, 1989, Tafsiran Surat Korintus Kedua, Bandung: Yayasan Kalam Hidup Calvin’s New Testament Commentaries 2 Corinthians Chamblin J. Knox,
10 3
1993, Paul and Self: Apostolic Teaching for Personal Wholeness, English: Baker Books Chang H. H. Eric, 2004, Kekuatan Dalam Kelemahan, Bali: Yayasan Peduli Nusantara Chilton Bruce, 2004, Studi Perjanjian Baru Bagi Pemula, Jakarta: BPK Gunung Mulia Groenen C., 2006, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius Kummel W.G., 1981, Introduction To The New Testament, Nashville: Parthenon Press Marxsen Willi, 2000, Pengantar Perjanjian Baru, Pendekatan Kritis Terhadap Masalahmasalahnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia Sitompul A.A dan Ulrich Beyer, 2002, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia Spitller P. Russell, 2001, Pertama dan Kedua Korintus, Malang: Gandum Mas Stambaugh John dan David Balch, 2004, Dunia Sosial Kekristenan Mula-mula, Jakarta BPK Gunung Mulia Wenham J. W., 1987, Bahasa Yunani Koine (terjemahan L. Newell), Malang: SAAT Nubantimo, Eben,
10 4
2004, Anak Matahari, Ledelero – Maumere Palau, Luis, 1997,
Singkapkan
Kedokmu,
Prinsip-prinsip
kehidupan
Kristen
berdasarkan II Korintus, Jakarta: BPK Gunung Mulia Ph. C. D. Ira, 2001, Semakin Dibabat Semakin Merambat. Riwayat Penganiayaan yang diderita oleh umat Kristen sepanjang abad, Jakarta: BPK Gunung Mulia Sack, Werner Pfend – H. J. Visch, 2006, Jalan Keselamatan, Jakarta: BPK Gunung Mulia Song, Choan Seng, 2007, Allah Yang Turut Menderita, Jakarta: BPK Gunung Mulia Titaley, John 1996, Kasihilah Allah, Ajarlah Dunia, Kupang: Fakultas Teologi-UKAW Tong, Stephen, 2007, Iman, Pengharapan dan Kasih dalam Krisis,Surabaya: Momentum Yewangoe, A. A. 2004, Thelogia Crusis Di Asia, Jakarta: BPK Gunung Mulia
10 5
LAIN-LAIN Marbun, Irene 2008, Tulisan untuk GMIT, Kupang Poli, Gayus, 2008, Wawancara, Oesapa Timur Himpunan Pelajaran Katekisasi, Kupang: Majelis Sinode GMIT, 1994 Pos Kupang, Kupang, 7 Juli 2008, Kupang Internet www.kkn di indonesia.com www.sinarharapan.co.id.sekteharikiamat
10 6
10 7