Izzah Rufaidah-fpsi.pdf

  • Uploaded by: Re Tan Terang
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Izzah Rufaidah-fpsi.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 19,878
  • Pages: 116
PENGARUH IKLIM SOSIAL KELUARGA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN DALAM BIDANG PEKERJAAN DAN KARIR PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

IZZAH RUFAIDAH NIM : 205070000496

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 i

PENGARUH IKLIM SOSIAL KELUARGA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN DALAM BIDANG PEKERJAAN DAN KARIR PADA REMAJA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh : IZZAH RUFAIDAH NIM : 205070000496

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I

Pembimbing II

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130885522

Ikhwan Lutfi, M.Psi NIP. 197307102005011006

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul PENGARUH IKLIM SOSIAL KELUARGA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN DALAM BIDANG PEKERJAAN DAN KARIR PADA REMAJA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 22 Juni 2010 Sidang Munaqasyah

Dekan/ Ketua Merangkap Anggota

Pembantu Dekan/ Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130885522

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP.195612231983032001

Anggota :

Penguji I

Penguji II

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP.196207241989032001

Ikhwan Luthfi, M.Psi NIP. 197307102005011006

Pembimbing I

Pembimbing II

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130885522

Ikhwan Luthfi, M.Psi NIP. 197307102005011006 iii

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Izzah Rufaidah NIM : 205070000496

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Iklim Sosial Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir Pada Remaja” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipankutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan UndangUndang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 22 Juni 2010

Izzah Rufaidah NIM : 205070000496

Email : [email protected]

Satu-satunya cara untuk meramalkan masa depan adalah dengan menciptakannya (Alan Kay) Give thanks for what you are now, and keep fighting for what you want to be tomorrow. (Fernanda Miramontes-Landeros) Do what you can, with what you have, where you are (Theodore Roosevelt)

Your future depends on many things, but mostly on you (Frank Tyger)

Karya ini adalah sebuah Idealisme yang kudedikasikan untuk Alm. Ayahku dan Ibuku tercinta, Keluargaku serta Imamku di masa depan

ABSTRAK (A) (B) (C) (D)

Fakultas Psikologi Juni 2010 Izzah Rufaidah Pengaruh Iklim Sosial Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan Dan Karir Pada Remaja (E) x + 104 halaman (F) Banyak hal tengah mengancam masa depan generasi muda bangsa Indonesia. Ancaman tersebut diantaranya adalah pengangguran, drop-out (pelajar putus sekolah), penyalahgunaan obat terlarang dan narkotika, penyimpangan sosial seperti budaya kekerasan, dan lainnya. Dari permasalahan tersebut dapat dilihat bahwa kurangnya orientasi masa depan yang dimiliki oleh remaja. Orientasi masa depan dipengaruhi oleh banyak faktor yang salah satunya adalah faktor keluarga. Selain pola asuh yang diberikan oleh orang tua, hal lain yang menjadi perhatian di dalam keluarga adalah iklim sosial keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja, dimana independent variable lain seperti jenis kelamin, usia, tingkat sosioekonomi, teman sebaya, jenis sekolah, status sekolah, keterlibatan dalam organisasi, tempat tinggal dan bencana alam dikontrol atau dikonstankan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan di 4 sekolah, yaitu SMA Negeri 13 Jakarta, SMA Yappenda, SMK Negeri 12 Jakarta dan SMK Barunawati yang terletak di Kotamadya Jakarta Utara. Jumlah sampel sebanyak 243 siswa yang diambil dengan Cluster Sampling. Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik menggunakan software SPSS 16 yang meliputi korelasi Pearson’s Product Moment untuk menguji validitas item, Cronbach’s Alpha untuk menguji reliabilitas instrumen pengumpul data, Independent Sample t test untuk menguji signifikansi perbedaan dan Multiple Regression untuk pengujian hipotesis penelitian. Jumlah item valid dalam skala iklim sosial keluarga sebanyak 54 item, sedangkan jumlah item valid dalam skala orientasi masa depan sebanyak 61 item. Dalam pengujian hipotesis didapat nilai R square (R2) sebesar 0,283. Hal ini berarti bahwa 28,3 % variabel orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 10 variabel yaitu, Iklim Sosial Keluarga, Gender, Usia, Teman Sebaya, Status Sosioekonomi, Tempat Tinggal, Keterlibatan Dalam Organisasi, Bencana Alam, Jenis Pendidikan dan Status Pendidikan. Berdasarkan proporsi varian dari masing-masing independent variable, hanya variabel iklim sosial keluarga (24,8%) dan teman sebaya (1,2%) yang

memiliki pengaruh secara signifikan terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, dimana iklim sosial keluargalah yang memiliki kontribusi paling besar dengan arah hubungan positif. Hal ini berarti, semakin harmonis iklim di dalam keluarga, maka semakin tinggi orientasi masa depannya. Variabel teman sebaya memiliki arah hubungan yang negatif, artinya remaja yang tidak dipengaruhi oleh teman sebaya tetapi lebih dipengaruhi oleh orang yang lebih dewasa atau lebih berpengalaman, memiliki orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir yang lebih tinggi. Kesimpulannya adalah hipotesis (H1) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir diterima, sedangkan hipotesis (H2) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel lain terhadap orientasi masa depan ditolak. Hal ini dikarenakan hanya 1 dari 9 independent variable lain yang memiliki pengaruh secara signifikan. Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan bahan masukan yang positif bagi para orang tua agar mengambil peran yang besar dalam upaya mengkondisikan keluarga dalam iklim yang harmonis dan juga diharapkan orang tua bisa memposisikan diri sebagai teman dan rekan diskusi yang baik bagi remaja. Untuk remaja agar lebih menggali dan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai pekerjaan dan karir yang diinginkan di masa depan, terutama kepada orang yang lebih berpengalaman. (G) Bahan Bacaan : 33 (dari thn 1974 - 2008) + 1 personal communication

KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Wr. Wb Alhamdulillahirobbil ‘alamin....rasa syukur yang luar biasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Iklim Sosial Keluarga Terhadap Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir”. Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah sekaligus pembimbing terbaik penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Bapak Jahja Umar, Ph.D. Berkat bimbingan, arahan, nasihat dan cerita-cerita beliau mengenai hal-hal yang baru bagi penulis, membuat penulis termotivasi untuk terus belajar dan berjuang mengikuti jejak beliau. 2. Pembimbing Akademik Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, atas bimbingannya selama penulis menjalani perkuliahan. 3. Bapak Abdul rachman, M.Si, yang selalu mendampingi dan membimbing penulis sewaktu penulis mengemban tugas sebagai Ketua BEMF Psikologi Non Reguler Peiode 2007-2008. 4. Bapak Ikhwan Lutfi, M.Psi selaku pembimbing II, atas segala bimbingan, saran, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Miftahuddin, M.Si selaku dosen pembimbing seminar proposal skripsi atas segala bimbingan, dan sarannya. 6. Para dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan untuk memberikan ilmu kepada penulis. 7. Para staf akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang dengan penuh kerelaan dan kesabaran mau berbagi informasi akademik. 8. Kepala Sekolah di SMAN 13, SMKN 12, SMA Yappenda dan SMK Barunawati Jakarta Utara yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. Terlebih khusus kepada Wakil Kepala Sekolah SMAN 13 Jakarta, Bapak Ahmad Saifudin, M.Si yang telah membantu penulis dalam proses penelitian. 9. Seluruh siswa SMAN 13, SMKN 12, SMA Yappenda dan SMK Barunawati yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. 10. Yang paling penulis hormati dan kasihi setelah Allah dan Rasul-Nya, Ayahku (Alm) Bapak H. Abu Chafsin M, Ibuku tercinta Hj. Tuti Nurbaity, Papaku Bapak Asri Siregar, SE. Ak., kakakku Fathurrizal, tetehku Ening Maeniah dan

adikku tercinta Nahdhiyah Amaliyah, serta seluruh keluarga besarku yang tak pernah putus memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih sayang yang tulus kepada penulis. 11. Muhammad Amirudin Al-Furqon, S.Psi dan seluruh keluarga besarnya yang selalu memberikan penulis motivasi selama menyusun skripsi ini. Semoga target 2011 tercapai ya ay. 12. Sahabat kecilku Ida, yang telah menjadi sahabat sejati penulis, walaupun kita jarang ketemu. Sahabat geng asoy tercinta egha, nden, pipit, nina, kaka, Nju dan uwi, atas hari-hari yang luar biasa dan kebersamaan kita yang tidak akan penah penulis lupakan. 13. Seluruh teman-teman di Fakultas Psikologi Non Reguler khususnya angkatan 2005 yang selalu kompak dan solid. Teman seperjuangan skripsi (Ka Hana, Ka Tia, Evi, Anita, Muaz), juga kepada Adiyo pembimbing ketiga penulis. 14. Untuk civitas PMII KOMFAPSI Ciputat yang telah banyak memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri dan teman-teman di PSM khususnya Fermezza, terima kasih atas kebersamaan yang indah. 15. Seluruh pengurus BEMF Psikologi Non Reguler periode 2007-2008, tanpa kalian penulis tidak akan dapat mengemban tugas ini dengan baik hingga selesai. Seluruh panitia de’saiko UIN 2008. Semoga acara ini menjadi kenangan terindah untuk kita. 16. Semua teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu….terima kasih. Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang di berikan.Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait. Jakarta, 22 Juni 2010

Penulis

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................

iii

HALAMAN PERNYATAAN........................................................................

iv

PERSEMBAHAN...........................................................................................

v

ABSTRAKSI ..................................................................................................

vi

KATA PENGANTAR ...................................................................................

viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Latar Belakang Masalah ..........................................................

1

1.2

Identifikasi Masalah ................................................................

10

1.3

Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian .....................

10

1.4

Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................

11

1.5

Sistematika Penulisan .............................................................

12

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Orientasi Masa Depan .............................................................

15

2.1.1

Definisi Orientasi Masa Depan ...................................

15

2.1.2

Pekerjaan dan Karir .....................................................

17

2.1.3

Remaja dan Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pekerjaan dan Karir ........................................

17

2.2

2.3

2.1.4 Perkembangan Orientasi Masa Depan ........................

19

2.1.5

Proses Pembentukan Orientasi Masa Depan ...............

21

2.1.6

Orientasi Masa Depan Sebagai Sistem .......................

25

2.1.7

Dimensi-dimensi Orientasi Masa Depan ....................

26

2.1.8

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan ..........................................................................

27

Iklim Sosial Keluarga ..............................................................

35

2.2.1

Definisi Iklim Sosial Keluarga ....................................

35

2.2.2

Dimensi-dimensi Iklim Sosial Keluarga .....................

37

Hubungan Iklim Sosial Keluarga dengan Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir ...................

41

2.4

Kerangka Teori ........................................................................

43

2.5

Hipotesis ..................................................................................

45

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ..............................................

46

3.1.1 Populasi .......................................................................

46

3.1.2 Sampel .........................................................................

48

3.1.3 Teknik Pengambilan Sampel .......................................

48

3.2 Variabel Penelitian ..................................................................

49

3.2.1

Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir ....................................................................

49

3.2.2

Iklim Sosial Keluarga ..................................................

50

3.3 Metode Pengumpulan Data .....................................................

50

3.3.1

Instrument Penelitian ..................................................

50

3.3.2

Prosedur Pengumpulan Data .......................................

55

3.3.3

Desain Penelitian .........................................................

69

3.4 Metode Analisa Data ...............................................................

70

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Deskriptif .................................................................

72

4.2 Uji Hipotesis ...........................................................................

82

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1

Kesimpulan .............................................................................

91

5.2 Diskusi ....................................................................................

91

5.3 Saran ........................................................................................ 101 5.3.1

Saran Metodologis ...................................................... 101

5.3.2

Saran Praktis ............................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1

Bobot Skor Pernyataan ............................................................

Tabel 3.2

Kisi-kisi Alat Ukur Iklim Sosial Keluarga Sebelum Diuji Coba.. ..............................................................................

Tabel 3.3

51

56

Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Sebelum Diuji Coba ................................................................................

57

Tabel 3.4

Bobot Skor Pernyataan Kedua .................................................

59

Tabel 3.5

Tabel Spesifikasi Alat Ukur Iklim Sosial Keluarga Sebelum Di Uji Coba .............................................................................

Tabel 3.6

Tabel Spesifikasi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Sebelum Di Uji Coba .............................................................................

Tabel 4.1

60

65

Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Jenis Kelamin ...........................................................................

72

Tabel 4.2

Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Usia ......

72

Tabel 4.3

Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Jenis Sekolah ...........................................................................

Tabel 4.4

Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Status Sekolah .........................................................................

Tabel 4.5

Tabel 4.10

86

Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Tempat Tinggal .......................................................................

Tabel 4.9

76

Distribusi Sampel Berdasarkan Keterlibatan Dalam Organisasi ..................................................................................................

Tabel 4.8

75

Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Status Sosioekonomi ...............................................................

Tabel 4.7

74

Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Teman Sebaya .........................................................................

Tabel 4.6

73

78

Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Bencana Alam .........................................................................

78

Tabel Kategorisasi Orientasi Masa Depan ..............................

80

Tabel 4.11

Tabel Kategorisasi Iklim Sosial Keluarga ...............................

Tabel 4.12

Proporsi Varian Oleh Masing-Masing

Tabel 4.13

81

Independen Variabel ...............................................................

82

Coefficients .............................................................................

83

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Perkembangan Orientasi Masa Depan dan Proses yang Terdapat Di Dalamnya ...................................................................................

20

Gambar 2.2.

Kerangka Teori ..........................................................................

43

Gambar 2.3.

Kerangka Teori Penelitian ..........................................................

44

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Skoring Try Out 1

Lampiran 2

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 3

Skoring Try Out 2

Lampiran 4

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 5

Angket Penelitian

Lampiran 6

Skoring Penelitian

Lampiran 7

Data Sekunder atau Data Kontrol

Lampiran 8

Uji Signifikansi T-test

Lampiran 9

Uji Hipotesis Multiple Regression

Lampiran 10 Surat Keterangan Melakukan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Manusia pada umumnya memiliki impian dan harapan. Impian dan harapan ini dapat terwujud di suatu masa yang tidak dapat diketahui kapan masa itu akan datang. Oleh karenanya masa depan merupakan sesuatu yang selalu menjadi penantian setiap orang. Tidak seorangpun dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada masa depannya. Hasil yang didapat di masa depan tergantung dari proses yang dilakukannya pada saat ini. Proses tersebut dapat berupa perencanaan, usaha dan keyakinan dari manusia itu sendiri khususnya pada remaja. Masa remaja merupakan salah satu masa yang cukup penting dan menentukan dari perjalanan hidup seseorang. Banyak orang yang mengatakan, bahwa remaja itu merupakan masa dimana seorang anak manusia sedang mengalami suatu transisi besar dalam rentang hidupnya. Transisi itu merupakan perubahan dari masa kanakkanak menuju masa dewasa yang akan mempengaruhinya kelak terhadap perkembangan psikis dan interaksi sosialnya. Pada masa remaja mereka menghadapi revolusi fisiologis di dalam diri dan harus menghadapi tugas-tugas perkembangan dalam menghadapi masa dewasa. Mereka seringkali diperlakukan tidak konsisten.

Peran sebagai orang dewasa

kadangkala dibebankan kepada mereka, tetapi mereka masih dilindungi seperti anak kecil. Oleh karena itu mereka mengalami kekacauan peran dan identitas diri. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Erikson, bahwa remaja berada pada tahap perkembangan psikososial antara perolehan identitas versus kekacauauan peran (dalam Calvin S. Hall & Lindzey, 1978). Pendapat yang serupa diungkapkan oleh Monks (2002), bahwa posisi remaja berada diantara anak dan orang dewasa. Remaja dapat dikatakan masih anak-anak, tetapi disisi lain ia bertingkah seperti orang dewasa. Salah satu contohnya adalah perilaku berpacaran, dimana seorang remaja memposisikan diri mereka sebagai pendamping dari pasangannya yang memberikan perhatian khusus dan terkadang melayani kebutuhan pasangannya seperti layaknya orang dewasa yang sudah menikah. Namun disisi lain remaja belum sepenuhnya mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya. Oleh karena itu, mereka masih harus belajar banyak untuk menyelesaikan masa perkembangannya dan menemukan tempatnya dalam masyarakat. Jiwa remaja pada dasarnya merupakan jiwa peralihan yang serba tanggung mereka berada pada tahap psikososial antara moralitas seorang anak-anak dengan kesadaran sebagai orang dewasa. Dalam masa peralihan ini, segala sesuatu yang diinternalisasikan oleh keluarga sebagai lingkungan awal akan diuji oleh remaja selama berlangsungnya masa remaja tersebut. Hasil pengujian pengetahuan maupun nilai yang diperoleh dari keluarga tersebut, akan menentukan sikap dan keputusankeputusan yang mereka buat pada masa dewasa. Proses penentuan dan pengambilan

keputusan sebagai awal perjalananan masa depan sebelum masa dewasa terjadi pada masa remaja ini. Itulah sebabnya masa remaja sangat penting untuk dicermati. Dengan adanya kekacauan peran dan identitas diri pada remaja, maka Erikson (1968) menekankan bahwa tugas pokok seorang remaja adalah pembentukan identitas diri yang mantap. Pembentukan identitas ini melibatkan integrasi total dari ambisiambisi dan aspirasi serta kualitas-kualitas diri yang mereka peroleh sebelumnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas hidup remaja, masa depan kemudian mulai masuk dalam perencanaan hidupnya. Mereka sudah mulai mampu membuat perencanaan-perencanaan bagi masa depannya, untuk mewujudkan impian-impian ideal mereka. Salah satu dari sekian banyak perencanaan yang akan dibuat remaja dalam menyongsong masa depan mereka adalah perencanaan mengenai karier dan pekerjaan yang akan mereka tekuni nantinya. Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (1999), bahwa remaja mulai memikirkan masa depan mereka secara bersungguh-sungguh. Walaupun keputusan yang mereka buat saat ini tidak langsung menentukan jenis pekerjaan yang akan mereka jalani. Havighurst (dalam Kimmel, 1995) mengungkapkan bahwa salah satu dari tugas perkembangan remaja adalah memilih dan mempersiapkan karir ekonomi. Namun banyak dari remaja yang tidak mempedulikan hal tersebut, dan justru menghabiskan waktunya untuk kesenangan belaka. Menurut Sadarjoen (2008), banyak remaja yang menjalani hari-hari dengan santai, tidak terarah, mengikuti alur seperti halnya air mengalir tanpa arah jelas.

Sosok remaja tersebut terkesan bagaikan perahu limbung tanpa arah, yang akhirnya menjadikan kesenangan sebagai pengarah utama dalam kehidupan sehari-hari mereka. Akibat pengaruh dari kesenangan tersebut, remaja cenderung malas belajar, malas membaca, bahkan malas berpikir, bersikap tidak serius dalam membahas masalah dan cenderung lari dari masalah. Selain itu, Hayadin (2005) dalam bukunya Peta Masa Depanku menjelaskan bahwa banyak hal tengah mengancam masa depan generasi muda bangsa Indonesia. Dan hal tersebut merupakan ancaman terhadap kemajuan dan survivalitas bangsa dan negara. Ancaman tersebut diantaranya adalah pengangguran terbuka, pengangguran terpelajar, drop-out (pelajar putus sekolah), penyalahgunaan obat terlarang dan narkotika, penyimpangan sosial seperti budaya kekerasan, dan lainnya. Ancaman yang paling utama dalam hal ini adalah pengangguran. Berdasarkan data statistik BPS tahun 2002 jumlah pengangguran terbuka (open unemployment) di Indonesia sebanyak 9.132.104 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41,2 % (3.763.971 jiwa) adalah tamatan SMA , Diploma, Akademi dan Universitas atau “pengangguran terpelajar”. Diantara jumlah pengangguran terbuka tersebut, 2.651.809 jiwa tergolong hopeless of job (merasa tidak yakin mendapatkan pekerjaan), 436.164 diantaranya adalah tamatan SMA, Diploma, Akademi dan Universitas (Hayadin, 2005). Data faktual di atas menggambarkan tingginya tingkat pengangguran di Indonesia yang diantaranya berasal dari kaum terpelajar. Oleh karena itu, untuk menanggulangi masalah tersebut perlu adanya perencanaan dan orientasi masa depan

yang jelas dalam hal pekerjaan dan karir khususnya bagi remaja. Karena pada dasarnya manusia bisa meramalkan masa depannya kelak dari apa yang dilakukannya saat ini. Setiap individu termasuk remaja, untuk masa depannya tentu menginginkan tingkat kehidupan yang lebih baik dari yang dijalani saat ini. Mereka memiliki keinginan ataupun gambaran ideal akan suatu kehidupan dimasa yang akan datang. Terkadang apa yang mereka inginkan itu dapat tercapai, terkadang tidak. Dalam membuat perencanaan bagi kehidupannya kelak, remaja harus mengetahui apa yang sebenarnya menjadi keinginan atau harapannya. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, masa remaja merupakan masa mempersiapkan diri memasuki dunia kerja. Proses mempersiapkan diri memasuki dunia kerja bukanlah suatu hal yang terjadi dengan sendirinya. Selain dituntut untuk berprestasi, ternyata banyak faktor yang turut mempengaruhi kejelasan orientasi masa depan remaja khususnya dalam bidang pekerjaan dan karier. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendriati Agustriani, dkk. (2001) tentang model pembinaan remaja dalam rangka mempersiapkan diri memasuki dunia kerja, disebutkan bahwa dalam penelitian tersebut dihasilkan 7 dimensi orientasi masa depan remaja bidang pekerjaan dan karier, yaitu : evaluasi diri, pencarian informasi, perencanaan, kondisi emosi, kondisi keluarga, optimisme / pesimisme serta kejelasan / ketidakjelasan pekerjaan dan karier di masa yang akan datang. Kondisi keluarga merupakan salah satu dari 7 dimensi orientasi masa depan remaja bidang pekerjaan dan karier . Keluarga merupakan sarana sosialisasi yang

utama. Walaupun keluarga merupakan organisasi terkecil dari masyarakat, tetapi di dalam keluarga ditanamkan nilai-nilai moral dan agama yang menjadi landasan utama terbentuknya sikap dan kepribadian remaja. Keluarga adalah tempat dimana melimpahnya kasih sayang dan perhatian. Sikap dan kepribadian remaja sangat dipengaruhi sikap dan kepribadian dari orang tua. Keinginan dan harapan remaja untuk masa depannya pasti berbeda satu sama lain. Hal ini tergantung dari sejauhmana remaja itu melakukan interaksi dengan lingkungannya. Yang dimaksud dengan lingkungan di sini tidak hanya berupa lingkungan fisik, tetapi lebih kepada lingkungan sosial atau disebut pula iklim sosial. Dengan semakin seringnya remaja melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya, atau dengan kata lain orang-orang disekitarnya, maka akan banyak input atau informasi-informasi yang diserap oleh remaja dan nantinya informasi tersebut menjadi sebuah pengetahuan yang dalam hal ini dapat digunakan untuk merencanakan masa depan yang baik bagi remaja. Apabila lingkungan disekitar remaja harmonis dan kondusif, maka remaja akan lebih mudah dalam menyerap informasi-informasi yang nantinya memudahkan remaja untuk merencanakan masa depannya. Sebaliknya apabila lingkungan sekitar remaja tidak harmonis dan tidak kondusif, maka remaja akan kesulitan untuk menyerap informasi-informasi dari lingkungan sekitarnya, sehingga menyebabkan remaja kesulitan untuk merencanakan masa depannya atau bahkan menjadi tidak memiliki orientasi masa depan.

Bagi seorang individu termasuk remaja, lingkungan yang paling utama adalah keluarga. Keluarga merupakan kelompok masyarakat terkecil, dimana antara anggotanya terdapat interaksi yang mendalam. Sebagai lingkungan primer, hubungan antar manusia yang paling intensif dan awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, sebelum mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya (Sarwono, 1991). Hal-hal yang terkait dalam lingkungan keluarga ini tidak semata-mata pola asuh yang diberlakukan oleh orang tua. Tetapi lebih dari itu, bagaimana interaksi antar anggota keluarga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam keluarga dan sebagainya. Semua ini mencerminkan bagaimana iklim dalam keluarga tersebut. Menurut James & Jones (dalam Kozlowski & Doherty, 1989), iklim sosial adalah deskripsi yang didasarkan pada persepsi atas karakteristik, peristiwa dan proses dalam organisasi. Dalam hal ini untuk pengertian iklim keluarga, organisasi dalam definisi tadi adalah keluarga. Banyak orang tua yang menjadi acuh dan kurang mempedulikan perkembangan anaknya ketika sudah memasuki usia remaja. Mereka menganggap sudah cukup dengan memasukkan anak mereka ke sekolah formal. Padahal pendidikan di sekolah hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan pendidikan yang seharusnya didapat oleh remaja, dan tetap saja sarana pendidikan yang utama adalah

keluarga (Sadarjoen, 2005). Selain itu, banyak juga orang tua yang menganggap anak usia remaja sudah dewasa sehingga dianggap mampu untuk mengurus diri sendiri serta mengambil keputusan untuk dirinya sendiri tanpa adanya bimbingan dan arahan dari orang tua. Sehingga tidak terjadinya interaksi yang baik antara remaja dengan orang tua mereka. Selain hubungan antara remaja dengan orang tuanya, kondisi lain yang menyebabkan iklim dalam sebuah keluarga menjadi tidak kondusif adalah adanya persaingan antara saudara kandung (sibling rivalry), antara remaja dengan adik atau kakaknya. Hal ini menyebabkan hubungan keduanya menjadi tidak harmonis dan tidak terjadinya interaksi yang baik antara keduanya. Dan masih banyak lagi faktorfaktor yang menyebabkan tidak kondusifnya iklim dalam suatu keluarga. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap keluarga pasti pernah mengalami konflik, namun pada kondisi keluarga yang demikian, konflik akan dengan mudah dapat terselesaikan tanpa membuat ketidaknyamanan di dalam keluarga. Kondisi keluarga tersebut mengindikasikan adanya iklim yang kondusif di dalam sebuah keluarga. Dengan demikian, mampukah sebuah keluarga menghasilkan interaksi yang baik dan kodusif supaya menghasilkan iklim yang baik bagi perkembangan pola pikir anggotanya yang dalam hal ini adalah remaja mengenai orientasi masa depannya dalam bidang pekerjaan dan karier. Iklim dalam keluarga memiliki peran yang cukup penting dalam menunjang orientasi masa depan anggotanya. Hal ini diperjelas dengan penelitian yang dilakukan

oleh Nurmi (1987, dalam McCabe & Barnett, 2000), bahwa iklim dalam keluarga merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam orientasi masa depan pada anak. Penelitian Trommsdorf (1983, dalam Desmita, 2005) telah menunjukkan betapa dukungan dan interaksi sosial yang terbina di dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat penting bagi pembentukan orientasi masa depan remaja, terutama dalam menumbuhkan sikap optimis dalam memandang masa depannya. Remaja yang mendapat kasih sayang dan dukungan dari orang tuanya, akan mengembangkan rasa percaya dan sikap positif terhadap masa depan, percaya akan keberhasilan yang akan dicapainya, serta lebih termotivasi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan di masa depan (Desmita, 2005). Maka dari itu, seorang anak khususnya remaja akan memiliki orientasi masa depan yang positif apabila didukung oleh iklim sosial keluarga yang kondusif, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis merasa perlu adanya penelitian mengenai hal tersebut agar nantinya hasil dari penelitian tersebut dapat menjadi acuan bagi semua orang khususnya orang tua dalam mendampingi remaja dalam menjalani tugas-tugas perkembangannya. Maka dari itu, untuk merealisasikan hal tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul pengaruh iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja.

1.2. Identifikasi Masalah 1. Sejauhmanakah remaja memahami orientasi masa depannya dalam bidang pekerjaan dan karir? 2. Apakah terdapat perbedaan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja berdasarkan jenis kelamin ? 3. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir? 4. Apakah ada pengaruh dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja?

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.3.1. Pembatasan masalah Banyaknya definisi yang dikemukakan oleh para tokoh mengenai iklim sosial keluarga dan orientasi masa depan maka peneliti membatasinya sebagai berikut : 1. Iklim sosial keluarga adalah suatu deskripsi yang dibuat berdasarkan persepsi anggota keluarga mengenai ciri-ciri, kejadian-kejadian dan proses-proses yang terjadi dalam keluarga. Dalam hal ini iklim sosial keluarga meliputi 3 dimensi, yaitu

dimensi

hubungan,

dimensi

pengembangan

pribadi

dan

dimensi

pemeliharaan & perubahan sistem.

2. Orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir adalah gambaran tentang masa depan yang terbentuk dari sekumpulan skemata, sikap atau asumsi dari

pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk membentuk harapan mengenai pekerjaan dan karir masa depan, membentuk tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada pekerjaan dan karir di masa depan. Dalam hal ini orientasi masa depan tersebut meliputi 3 proses, yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi.

3. Sample pada penelitian adalah remaja SMA dan SMK usia 15-18 tahun yang akan memasuki dunia kerja. Selain itu juga remaja yang akan digunakan sebagai subjek penelitian adalah remaja yang tinggal di dalam keluarga atau yang memiliki keluarga yang terdiri dari orang tua lengkap (ayah dan ibu) atau orang tua tidak lengkap (ayah saja atau ibu saja) dan memiliki saudara kandung (kakak dan adik atau salah satu).

1.3.2. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang serta pembatasan masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat pengaruh iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan penelitian

Berlatar belakang pada masalah dasar tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan pada remaja dan bagaimana arah hubungan kedua variabel tersebut. 2.

Berapa besarnya pengaruh iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan pada remaja.

1.4.2. Manfaat penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wacana keilmuan psikologi, khususnya mengenai iklim sosial keluarga dalam kaitannya dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja. 2. Manfaat praktis, berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan : a. Remaja lebih memahami dan memfokuskan diri pada orientasi dan perencanaan karir dan pekerjaan yang tepat di masa depan. b. Keluarga khususnya orang tua akan lebih mengkondisikan iklim sosial keluarga yang harmonis dan memberikan perhatian yang lebih pada anak remaja di dalamnya.

1. 5. Sistematika Penulisan Berikut ini adalah sistematika penulisan dari laporan penelitian yang akan dilakukan. Pada BAB I berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari, pertama ialah latar belakang masalah yang berisikan tentang penjelasan mengenai hal-hal apa saja yang melatarbelakangi masalah yang diangkat pada penelitian ini dan penjelasan mengenai pentingnya masalah tersebut untuk diteliti. Kedua ialah identifikasi masalah, pada point ini dijelaskan hal-hal apa saja yang ingin diketahui dari penelitian ini. Ketiga yaitu pembatasan dan perumusan masalah, pada point ini dijelaskan mengenai pembatasan teori dari variable-variabel yang diteliti serta menjelaskan batasan dan kriteria dari subjek penelitian. Berikutnya yang keempat adalah tujuan dan manfaat penelitian, pada point ini dijelaskan mengenai hal-hal apa saja yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini serta manfaat apa saja yang bisa diambil dari hasil dari penelitian ini. Terakhir adalah sistematika penulisan, yang berisi tentang penjelasan mengenai konten atau isi dari setiap bab pada laporan penelitian ini. Selanjutnya, pada BAB II ialah mengenai kajian teori yang berisi tentang pembahasan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Adapun teori-teori yang dimaksud meliputi definisi orientasi masa depan, definisi pekerjaan dan karier, remaja dan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, perkembangan orientasi masa depan, proses pembentukan orientasi masa depan, orientasi masa depan sebagai system, dimensi-dimensi orientasi

masa depan, faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan, definisi iklim sosial keluarga, dimensi-dimensi iklim sosial keluarga, hubungan iklim sosial keluarga dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, hubungan ilim sosial keluarga dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, kerangka teori dan hipotesis. Pada BAB III yaitu berisi tentang metode penelitian. Adapun konten atau isi dari bab ini adalah deskripsi mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, metode pengumpulan data, serta metode analisis data. Berikutnya ialah BAB IV yaitu hasil penelitian. Pada bab ini diuraikan hasil penelitian yang meliputi analisis deskriptif dan uji hipotesis. Terakhir adalah BAB V atau Penutup. Bab ini meliputi kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi tentang hasil penelitian dengan penelitian terkait, serta saran berupa saran metodologis dan saran praktis.

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Orientasi Masa Depan 2.1.1. Definisi Orientasi Masa Depan Orientasi masa depan menurut Sadarjoen (2008), adalah upaya antisipasi terhadap harapan masa depan yang menjanjikan. Sedangkan menurut Ary Ginanjar (2001), orientasi masa depan adalah bagaimana seseorang merumuskan dan menyusun visi kedepan dengan membagi orientas jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Sejalan dengan hal tersebut Trommsdorf (1983) dalam Desmita (2005) mengemukakan pengertian orientasi masa depan merupakan fenomena kognitif motivasional yang kompleks, yakni antisipasi dan evaluasi tentang diri di masa depan dalam interaksinya dengan lingkungan. Nurmi (dalam McCabe & Bernett, 2000) mengemukakan bahwa orientasi masa depan merupakan gambaran mengenai masa depan yang terbentuk dari sekumpulan skemata, atau sikap dan asumsi dari pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk membentuk harapan mengenai masa depan, membentuk tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada kejadian di masa depan. Orientasi masa depan berkaitan erat dengan harapan, tujuan,

standar, rencana dan strategi pencapaian tujuan di masa yang akan datang (Nurmi, 1991). Sebagai suatu fenomena kognitif motivasional yang kompleks, orientasi masa depan berkaitan erat dengan skemata kognitif, yaitu suatu organisasi perceptual dari pengalaman masa lalu beserta kaitannya dengan pengalaman masa kini dan di masa yang akan datang (Chaplin, 2002 dalam Desmita, 2005). Skemata kognitif memberikan suatu gambaran bagi individu tentang hal-hal yang dapat diantisipasi di masa yang akan datang, baik tentang dirinya sendiri maupun tentang lingkungannya, atau bagaimana individu mampu menghadapi perubahan konteks dari berbagai aktivitas di masa depan (Desmita, 2005). Selanjutnya Desmita (2005) menjelaskan bahwa skemata kognitif berisikan perkembangan sepanjang rentang hidup yang diantisipasi, pengetahuan kontekstual, ketrampilan, konsep diri dan gaya atribusi. Dari skemata yang dihasilkan, individu berusaha mengantisipasi peristiwa-peristiwa di masa depan dan memberikan makna pribadi terhadap semua peristiwa tersebut, serta membentuk harapan-harapan baru yang hendak diwujudkan dalam kehidupan di masa yang akan datang. Dapat dikatakan bahwa orientasi masa depan merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan. Gambaran ini memungkinkan individu untuk menentukan tujuan-tujuannya, dan mengevaluasi sejauhmana tujuan-tujuan tersebut dapat direalisasikan. Namun, karena penelitian ini menkhususkan pada domain pekerjaan dan karir, maka definisi orientasi masa depan adalah gambaran tentang masa depan yang terbentuk dari sekumpulan skemata, sikap

atau asumsi dari pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk membentuk harapan mengenai pekerjaan dan karir masa depan, membentuk tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada pekerjaan dan karir di masa depan. Dikarenakan domain orientasi masa depan yang akan diteliti pada penelitian ini adalah domain pekerjaan dan karir, maka akan dijelaskan secara singkat mengenai definisi dari pekerjaan dan karir.

2.1.2. Pekerjaan dan Karir Pekerjaan adalah segala bentuk aktivitas manusia yang dilakukan dalam rangka menopang kehidupannya. Pengertian ini menyiratkan makna bahwa pekerjaan merupakan dasar dan jaminan bagi kelangsungan eksistensi seseorang di muka bumi. Secara operasional pekerjaan dapat dipandang sebagai segala hal yang dilakukan manusia untuk mendapatkan upah, gaji, imbalan, pesangon dan sebagainya (Hayadin, 2005). Sedangkan karir adalah serangkaian pekerjaan dan posisi yang dijalankan oleh seseorang dalam kehidupannya. Dalam pengertian tersebut secara implisit terkandung makna pekerjaan, profesi, posisi dan jabatan. Selain itu, hal tersebut juga mengisyaratkan adanya rotasi dan mutasi pekerjan, profesi dan jabatan oleh seseorang selama hidupnya (Hayadin, 2005).

2.1.3. Remaja dan Orientasi Masa Depan dalam Bidang Pekerjaan dan Karir Orientasi masa depan atau gagasan seseorang mengenai perencanaan, motivasi dan perasaan tentang masa depannya merupakan persoalan yang terjadi pada masa remaja (McCabe & Bernett, 2000). Greene (1986, dalam McCabe & Bernett, 2000) mengatakan bahwa masa remaja awal merupakan waktu dimana orientasi masa depan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat membedakan dan mengembangkannya. Dengan kata lain orientasi masa depan sangat erat kaitannya dengan masa remaja. Dalam penelitian ini domain orientasi masa depan yang akan diteliti adalah domain pekerjaan dan karir. Domain ini juga merupakan bagian dari proses perkembangan remaja. Havighurst (Monks & Knoers, 2002) menyebutkan bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah persiapan diri secara ekonomis atau persiapan memasuki dunia pekerjaan serta pemilihan dan latihan jabatan. Sejalan dengan hal tersebut Nurmi (1991) menjelaskan bahwa tugas perkembangan yang khas pada remaja akhir adalah membuat gambaran mengenai rencana karir di masa depan (membuat pilihan karir). Super (1957, dalam Monks & Knoers, 2002) mengungkapkan suatu proses pemilihan pekerjaan

dalam arti proses yang

menentukan karir yang mengikuti

kelima masa penghidupan, dalam hal ini remaja berada pada masa peninjauan (14-24 tahun). Menurut Monks & Knoers (2002) remaja yang berada pada rentang usia 1620 tahun berada dalam periode eksploratif atau seperti yang dikemukakan oleh Ginzberg (dalam Monks & Knoers, 2002) remaja berada dalam peralihan dari periode tentatif ke periode realistis.

Pemilihan pekerjaan yang sungguh-sungguh bukanlah suatu tindakan yang sesaat, tetapi merupakan hasil dari suatu proses pemikiran dan pengalaman tertentu, walaupun hanya bersifat sementara. Apabila ditinjau dari perkembangan kognitif Piaget (Santrock, 2002), masa remaja sudah mencapai tahap pemikiran operasional formal sehingga remaja sudah dapat berpikir secara abstrak. Kemampuan ini sangat diperlukan dalam membuat orientasi masa depan. Inilah sebabnya mengapa masa remaja memiliki kaitan yang cukup erat dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir.

2.1.4. Perkembangan Orientasi Masa Depan Orientasi masa depan merupakan salah satu fenomena perkembangan kognitif yang terjadi pada masa remaja. Sebagai individu yang sedang mengalami proses peralihan dari masa anak-anak mncapai kedewasaan, remaja memiliki tugas perkembangan yang mengarah pada persiapannya memenuhi tuntutan dan harapan peran sebagai orang dewasa (Desmita, 2005). Oleh sebab itu sebagaimana dikemukakan oleh Hurlock (1981, dalam Desmita, 2005), remaja mulai memikirkan tentang masa depan mereka secara sungguh-sungguh. Remaja mulai memberikan perhatian perhatian yang besar terhadap berbagai lapangan kehidupan yang akan dijalaninya sebagai manusia di masa mendatang. Orientasi masa depan merupakan proses yang kompleks dan bersifat terus menerus. Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan (Nurmi, 1991) :

ƒ

Orientasi masa depan berkembang dalam konteks kultural dan institusional. Ekspektansi normatif dan pengetahuan mengenai masa depan menjadi dasar untuk membentuk minat dan rencana masa depan, dan hubungan antara atribusi kausal dan afek.

ƒ

Minat, rencana dan keyakinan yang berkaitan dengan masa depan dipelajari melalui interaksi sosial dengan orang lain.

ƒ

Orientasi masa depan juga dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu seperti kognitif dan perkembangan sosial.

Normative Life-events Action Opportunities Standards and deadlines for evaluation

Anticipated life span development Contextual Knowledge

Motivational Goals Planning Plans Evaluation

Self-concept

Attributions emotional

Gambar 2.1: Perkembangan Orientasi Masa Depan dan Proses yang Terdapat Di Dalamnya (Nurmi,1991)

Menurut Nurmi (1991), orientasi masa depan berkembang akibat interaksi dengan lingkungan (lihat gambar 2.1). ƒ

Peristiwa atau kejadian dalam hidup yang bersifat normatif, tugas perkembangan dan jadwal pencpaian tugas perkembangan menjadi dasar pembentukan tujuan dan minat yang berorientasi masa depan.

ƒ

Perubahan dalam kesempatan bertindak (action opportunity) dan model penyelesaian

tugas

perkembangan

berdasarkan

usia

menjadi

dasar

pembentukan rencana dan strategi berdasar pada masa depan. ƒ

Standar dan tenggang waktu dan solusi evaluasi dari tugas perkembangan dinilai sukses menjadi dasar pembentukan tahap evaluasi dalam orientasi masa depan. Lingkungan atau konteks sosial (keluarga, sekolah dan lainnya) ini berinteraksi

dengan skemata yang ada dalam diri individu (internal) sebagai wujud antisipasi terhadap perkembangan rentang kehidupan, perkembangan kontekstual dan konsep diri. Skemata yang terbentuk akan berinteraksi dengan ketiga tahapan orientasi masa depan yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi yang kemudian membentuk gambaran mengenai masa depan. Salah satu fungsi umum skemata adalah mengarahkan individu untuk berubah dalam konteks aktivitas masa depan (Nurmi, 1989). Skemata dari pengetahuan sosial (social knowledge) dan pengetahuan diri (self-knowledge) memperantarai pengaruh konteks sosial pada orientasi masa depan yang dimiliki individu (Nurmi, 1993, 1994 dalam Trempala & Malmberg, 1998). Harapan berdasarkan skemata diperantarai oleh afek masa lalu mengenai masa depan (Neisser, 1976 dalam Nurmi, 1989).

2.1.5. Proses Pembentukan Orientasi Masa Depan Menurut Nurmi (1991) proses pembentukan orientasi masa depan yaitu, motivation (motivasi), planning (perencanaan) dan evaluation (evaluasi). Untuk

membentuk suatu orientasi masa depan, ketiga tahap tersebut akan berinteraksi dengan skemata kognitif yang sebelumnya telah dijelaskan. Secara skematis, keterkaitan antara skema kognitif dengan ketiga tahap pembentukan orientasi masa depan tersebut, dapat di lihat pada gambar 2.1.

a. Motivational (Motivasi) Tahap motivasional merupakan tahap awal pembentukan orientasi masa depan remaja. Tahap ini mencakup motif, minat dan tujuan yang berkaitan dengan orientasi masa depan. Pada mulanya remaja menetapkan tujuan berdasarkan perbandingan antara motif umum dan penilaian, serta pengetahuan yang telah mereka miliki tentang perkembangan sepanjang rentang hidup yang dapat mereka antisipasi. Ketika keadaan masa depan beserta faktor pendukungnya telah menjadi sesuatu yang diharapkan dapat terwujud, maka pengetahuan yang menunjang terwujudnya harapan tersebut menjadi dasar penting bagi perkembangan motivasi dalam orientasi masa depan (Desmita, 2005). Minat, motif, pencapaian dan tujuan individu merupakan sistem motivasional yang memiliki hierarki yang kompleks. Hierarki motivasi ini dibedakan berdasarkan derajat generality dan abstractness dari tujuan yang dibuat (Emmons; Lazarus dan Folkman; Leontiev; von Wright dalam Nurmi, 1989). Dengan kata lain semakin tinggi tingkatan tujuan maka semakin umum dan abstrak, begitu juga sebaliknya. Prinsip utama dari tingkatan kerja ini adalah tingkatan motif, nilai atau pencapaian yang semakin tinggi membutuhkan tingkatan tujuan yang lebih rendah, yang bekerja

melalui beberapa tujuan kecil. Dengan kata lain, untuk mencapai satu tujuan besar diperlukan tujuan-tujuan kecil (tujuan perantara). Sebelum mencapai tujuan besar individu terlebih dahulu harus mencapai tujuan perantara dan ini merupakan strategi merealisasikan tujuan yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nurmi (1991, dalam Desmita 2005), bahwa perkembangan motivasi dari orientasi masa depan merupakan suatu proses yang kompleks, yang melibatkan beberapa subtahap, yaitu: ƒ

Pertama, munculnya pengetahuan baru yang relevan dengan motif umum atau penilaian individu yang menimbulkan minat yang lebih spesifik

ƒ

Kedua, individu mulai mengeksplorasi pengetahuannya yang berkaitan dengan minat baru tersebut

ƒ

Ketiga, menentukan tujuan spesifik, kemudian memutuskan kesiapannya untuk membuat komitmen yang berisikan tujuan tersebut.

b. Planning (Perencanaan) Perencanaan merupakan tahap kedua proses pembentukan orientasi masa depan individu. yaitu bagaimana remaja membuat prencanaan tentang perwujudan minat dan tujuan mereka (Desmita, 2005). Tahap perencanaan menekankan bagaimana individu merencanakan realisasi dari tujuan dan minat mereka dalam konteks masa depan (Nuttin dalam Nurmi, 1989). Nurmi (1989) menjelaskan bahwa perencanaan dicirikan sebagai suatu proses yang terdiri dari tiga subtahap, yaitu :

ƒ Penentuan subtujuan. Individu akan membentuk suatu representasi dari tujuan-tujuannya dan konteks masa depan di mana tujuan tersebut dapat terwujud. Kedua hal ini didasari oleh pengetahuan individu tentang konteks dari aktifitas di masa depan, dan sekaligus menjadi dasar dari subtahap berikutnya.

ƒ Penyusunan rencana. Individu membuat rencana dan menetapkan strategi untuk mencapai tujuan dalam konteks yang dipilih. Dalam menyusun suatu rencana, individu dituntut menemukan cara-cara yang dapat mengarahkannya pada pencapaian tujuan dan menentukan cara mana yang paling efisien. Pengetahuan tentang konteks yang diharapkan dari suatu aktivitas di masa depan menjadi dasar bagi perencanaan ini.

ƒ Melaksanakan rencana dan strategi yang telah disusun. Individu dituntut melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tersebut. Pengawasan dapat dilakukan dengan membandingkan tujuan yang telah ditetapkan dengan konteks yang sesungguhnya di masa depan. Untuk menilai sebuah perencanaan yang dibuat oleh individu, dapat dilihat dari tiga komponen yang tercakup di dalamnya, yaitu pengetahuan (knowledge), perencanaan (Plans), dan realisasi (realization) (Nurmi, 1989). Pengetahuan disini berkaitan dengan proses pembentukan subtujuan dalam proses perencanaan. Perencanaan ini berkaitan dengan hal-hal yang telah ada dan akan dilakukan individu dalam usaha untuk merealisasikan tujuan.

c. Evaluation (Evaluasi) Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses pembentukan orientasi masa depan. Tahap evaluasi ini adalah derajat dimana minat dan tujuan diharapkan dapat terealisir. Nurmi (1989) memandang evaluasi sebagai proses yang melibatkan pengamatan dan melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang ditampilkan, serta memberikan penguat bagi diri sendiri. Jadi, meskipun tujuan dan perencanaan orientasi masa depan belum diwujudkan, tetapi pada tahap ini individu telah harus melakukan evaluasi terhadap kemungkinan-kemungkinan terwujudnya tujuan dan rencana tersebut (Desmita, 2005). Dalam mewujudkan tujuan dan rencana dari orientasi masa depan, proses evaluasi melibatkan causal attributions; yang didasari oleh evaluasi kognitif individu mengenai kesempatan yang dimiliki dalam mengendalikan masa depannya, dan affects; berkaitan dengan kondisi-kondisi yang muncul sewaktu-waktu dan tanpa disadari (Nurmi, 1989). Menurut Weiner (1985, dalam Nurmi, 1989) atribusi terhadap kegagalan dan kesuksesan dengan penyebab tertentu akan diikuti oleh emosi tertentu. Model Weiner ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi hasil dari kejadian dimasa lalu. Namun pada kenyataannya model ini juga dapat dimanfatkan untuk mengevaluasi tujuan dan rencana yang dibuat individu akan masa depannya (Nurmi, 1989).

2.1.6. Orientasi Masa Depan Sebagai Sistem Orientasi masa depan merupakan sebuah kesatuan yang terkait dalam satu sistem dimana tahapan-tahapan orientasi masa depan saling berkaitan. Bandura (1986, dalam Nurmi, 1991) menekankan kemampuan untuk berpikir merencanakan masa depan sebagai bentuk dasar pemikiran manusia. Bandura (dalam Nurmi, 1989) selanjutnya menjelaskan dengan teorinya bahwa tujuan dan standar pribadi menjadi dasar bagi individu dalam mengevaluasi kinerja mereka dalam pencapaian tujuan membangun konsep diri yang positif dan atribusi internal. Selain itu, efektivitas dari rencana yang dibuat mempengaruhi hasil pencapaian rencana dan pada akhirnya akan mempengaruhi evaluasi diri. Hubungan lainnya yang dikemukakan oleh Bandura (dalam Nurmi, 1991) menyatakan bahwa bagaimana individu mengevaluasi penyebab dari kesuksesan dan kegagalannya akan dapat mempengaruhi tujuan dan aspirasi yang akan mereka buat selanjutnya.

2.1.7. Dimensi-dimensi Orientasi Masa Depan Dalam orientasi masa depan terdapat lima dimensi utama yang potensial dan penting untuk remaja yang sedang mengalami transisi, yaitu : ƒ

Salience (ciri khas), atau perhatian, dan hal penting yang diberikan untuk masa depan perencanaan (Seginer, 1992 dalam McCabe & Barnett, 2000)

ƒ

Detail (perincian), juga disebut sebagai kekhususan atau kepadatan, atau jumlah baik peristiwa positif atau negatif tentang masa depan, yang

diharapkan seorang individu di masa yang akan datang (Lamm, Schmidt & Trommsdorf, 1976 dalam McCabe & Barnett, 2000) ƒ

Optimism (optimisme), juga disebut sebagai pola emosi, perasaan, valensi, atau waktu bersikap. Sejauhmana individu mengharapkan hal-hal positif terjadi di masa yang akan datang (Van Calster, Lens & Nuttin, 1987 dalam McCabe & Barnett, 2000)

ƒ

Realism (realisme), atau seleksi dari tujuan masa depan yang berpotensi dicapai dan pemahaman tentang persiapan yang diperlukan untuk mencapai tujuan (Clausen, 1991 dalam McCabe & Barnett, 2000)

ƒ

Control beliefs (kontrol kepercayaan), juga disebut sebagai control internal dan eksternal. Keyakinan remaja bahwa dia dibandingkan dengan orang lain, akan menentukan hasil masa depannya (Lamm et al., 1976 dalam McCabe & Barnett, 2000). Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendriati Agustriani, dkk.

(2001) tentang model pembinaan remaja dalam rangka mempersiapkan diri memasuki dunia kerja, disebutkan bahwa dalam penelitian tersebut dihasilkan 7 dimensi orientasi masa depan remaja bidang pekerjaan dan karir, yaitu : evaluasi diri, pencarian informasi, perencanaan, kondisi emosi, kondisi keluarga, optimisme / pesimisme serta kejelasan/ ketidakjelasan pekerjaan dan karir di masa yang akan datang (www.ceria.bkkbn.go.id).

2.1.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Orientasi Masa Depan Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan. Menurut Nurmi (1989) terdapat dua faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan. Faktorfaktor tersebut adalah :

a. Faktor Internal Individu Beberapa faktor ini adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal). Faktor-faktor tersebut adalah :

ƒ

Konsep diri Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1989) menemukan bahwa konsep

diri memberikan pengaruh terhadap orientasi masa depan. Individu dengan konsep diri yang positif dan percaya dengan kemampuan mereka cenderung untuk lebih internal dalam pemikiran mereka mengenai masa depan dibandingkan individu dengan konsep diri yang rendah. Konsep diri juga dapat mempengruhi penetapan tujuan. Salah satu bentuk dari konsep diri yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan adalah diri ideal. Diri ideal –terdiri atas konsep individu mengenai diri ideal mereka yang berhubungan dengan lingkungannya dapat berfungsi sebagai motivator untuk dapat mencapai tujuan jangka panjang (Rauste-von Wright dalam Nurmi, 1989). Bagian dari konsep diri yang cukup sering diteliti adalah self esteem. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa remaja dengan self esteem yang tinggi

memiliki belief mengenai masa depannya yang lebih internal dan memiliki perencanaan yang lebih panjang dibandingkan individu dengan self esteem yang rendah (Nurmi, 1989).

ƒ

Sense of Coherence Sense of coherence adalah derajat dimana individu melihat dunianya sebagai

sesuatu yang bisa dipahami, dapat diatur dan bermakna (Antonovsky; Lanz & Rosnati, 2002 dalam Amenike, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sense of coherence terbukti secara signifikan berkorelasi secara linear dan positif dengan orientasi masa depan.

ƒ

Strategi Bertahan Hasil penelitian Seginer (2000) adalah individu dengan strategi bertahan

optimis memiliki orientasi masa depan dibidang sosial dan akdemis yang lebih tinggi dibandingkan individu dengan strategi bertahan pesimis. Individu yang memiliki strategi bertahan optimis, memiliki ekspektansi keberhasilan yang tinggi dan menghindari skenario yang membahas tentang kemungkinan kegagalan. Sementara individu dengan strategi bertahan pesimis memiliki ekspektansi keberhasilan yang rendah dan mempersiapkan diri dengan cara memikirkan dan merencanakan kejadiankejadian yang mungkin muncul di masa mendatang.

ƒ

Trait Kecemasan Penelitian yang dilakukan oleh Zelenski dan Larsen (2002, dalam Palupi, 2007)

menunjukkan hubungan antara nilai skor trait neuroticism dengan skor judgement terhadap kejadian yang akan terjadi di masa depan. Berdasarkan penelitian, individu yang memiliki trait neuroticism (berkorelasi tinggi dengan trait kecemasan) cenderung untuk mempersepsikan bahwa akan terjadi kejadian yang buruk di masa yang akan datang. Penelitian ini diperkuat oleh Palupi (2007), yaitu ada hubungan yang signifikan antara trait kecemasan dengan orientasi masa depan bidang karir. Hubungan antara dua variabel ini bersifat linear dan memiliki arah negatif. Artinya, semakin tinggi skor trait kecemasan individu maka semakin rendah nilai orientasi masa depan dibidang karir dan demikian sebaliknya.

b. Faktor Kontekstual Berikut ini adalah faktor-faktor kontekstual yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan : ƒ

Gender Nurmi (1991, dalam McCabe & Barnett, 2000) berdasarkan tinjauan literatur

ditemukan adanya perbedaan gender yang signifikan antara domain-domain pada orientasi masa depan, tetapi pola perbedaan yang muncul akan berubah seiring berjalannya waktu. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1991) ditemukan bahwa perempuan lebih berorientasi ke arah masa depan keluarga sedangkan laki-laki lebih berorientasi ke arah masa depan karir (McCabe & Barnet, 2000). Hal ini

sependapat dengan yang diungkapkan oleh Hurlock (1991), bahwa anak laki-laki biasanya lebih bersungguh-sungguh dalam hal pekerjaan dibandingkan dengan anak perempuan yang kebanyakan memandang pekerjaan sebagai pengisi waktu sebelum menikah. Anak laki-laki lebih menginginkan pekerjaan yang bermartabat tinggi dan bergengsi, sedangkan anak perempuan akan memilih pekerjaan yang memberikan rasa aman dan yang tidak banyak menuntut waktu (Hurlock, 1991).

ƒ

Status Sosioekonomi Kemiskinan dan status sosial ekonomi yang rendah berkaitan dengan

perkembangan orientasi masa depan yang menyebabkannya menjadi terbatas (Friere, Gorman, & Wessman, 1980 ; Nurmi, 1991 dalam McCabe & Barnet, 2000) dan pesimistis (Voydenoff & Donnelly, 1990 dalam McCabe & Barnet, 2000). Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1987, dalam Nurmi, 1991) menunjukkan bahwa individu yang memiliki latar belakang status sosial ekonomi yang tinggi cenderung untuk memiliki pemikiran mengenai masa depan karir yang lebih jauh dibandingkan individu dengan latar belakang sosial ekonomi rendah. Remaja dengan status ekonomi menengah lebih tertarik pada pendidikan, karir dan aktivitas waktu luang (Poole dan Cooney; Trommsdorff, dkk dalam Nurmi, 1991).

ƒ Teman Sebaya Dalam konteks ini, teman sebaya dapat mempengaruhi orientasi masa depan dengan cara yang bervariasi. Teman sebaya berarti teman sepermainan dengan jenjang usia yang sama dan berada pada tingkat perkembangan yang sama, dimana teman sebaya dapat saling bertukar informasi pada pemikiran mengenai tugas perkembangannya. Kelompok teman sebaya (peer group) juga memberikan individu kesempatan untuk membandingkan tingkah lakunya dengan temannya yang lain (Nurmi, 1991). Jadi, baik secara langsung maupun tidak langsung, teman sebaya memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap terbentuknya orientasi masa depan pada remaja. Sejalan dengan hal tersebut, salah satu hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Malmberg (2001) mengenai Future Orientation in Educational and Interpersonal Context menunjukkan bahwa teman sebaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap orientasi masa depan pada bidang pendidikan.

ƒ Konteks Keadaan Lingkungan Tempat Tinggal Hasil dari beberapa penelitian menyatakan konteks atau keadaan lingkungan tempat tinggal individu mempengaruhi orientasi masa depan individu. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan selama 12 tahun oleh Liberska (2002, dalam Palupi, 2007) menyatakan bahwa perubahan keadaan sosial ekonomi di Polandia terbukti mengubah isi dan hierarki tujuan dan ketakutan remaja dari 3 generasi pada

tahun1987, 1991 dan 1999. Penelitian ini didukung oleh Artar (2002, dalam Palupi, 2007) yang menemukan perbedaan antara remaja Turki yang mengalami musibah gempa bumi dengan remaja yang tidak mengalami musibah. Selain itu Moeliono dkk. (2002) dalam hasil penelitiannya mengenai gambaran mengenai orientasi masa depan pada remaja kota dan desa menyatakan bahwa ada perbedaan orientasi masa depan yang signifikan antara remaja kota dengan remaja desa.

ƒ

Usia Penelitian yang dilakukan oleh Seginer (2000) pada remaja wanita yang duduk

di bangku sekolah menengah pertama, menengah atas dan kuliah menemukan terdapat perbedaan orientasi masa depan partisipan berdasarkan kelompok usia pada semua domain kehidupan prospektif (karir, keluarga dan pendidikan).

ƒ

Jalur Pendidikan Trommsdorff, 1979; Hurrelmann, 1987; Klaezinsky & Reese, 1991 (dalam

Malmberg & Trempala, 1997) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan adalah jalur pendidikan. Pendidikan ini dapat diterima individu melalui pengalaman di sekolah. Penelitian terakhir mengenai hal tersebut dilakukan oleh Amenike (2008) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara iklim sekolah dengan orientasi masa depan dalam bidang karir pada siswa boarding school.

ƒ

Budaya Budaya merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi orientasi

masa depan (Sundberg, 1983; Nurmi, in press dalam Malmberg & Trempala, 1997). Perbedaan budaya dari masing-masing individu membuat orientasi masa depan menjadi berbeda satu sama lainnya. Namun dikarenakan budaya terlalu luasnya cakupan dari budaya dan sulit untuk didefinisikan, maka dalam penelitian ini budaya yang dimaksud adalah suku bangsa.

ƒ

Keterlibatan dalam Organisasi Penelitian terakhir yang dilakukan oleh Palupi (2007) menunjukkan hubungan

antara variabel keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan dengan orientasi masa depan dalam bidang karir. Hubungan antara keterlibatan organisasi kemahasiswaan dengan orientasi masa depan bidang karir dapat terjadi karena kesempatan yang dimiliki oleh individu yang terlibat aktif dalam organisasi kemahasiswaan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk bertemu dengan orang lain dibandingkan dengan individu yang tidak terlibat dalam organisasi kemahasiswaan (Magolda dalam Montelongo, 2002 dalam Palupi, 2007).

ƒ

Konteks Keluarga Nurmi (1991) menjelaskan bahwa interaksi antara orang tua dan anak

memegang peranan penting dalam orientasi masa depan anak. Interaksi ini memberikan pengaruh dengan cara: (1) Penetapan standar normatif, orang tua

mempengaruhi perkembangan minat, nilai dan tujuan hidup anak, (2) orang tua berperan sebagai contoh bagi anak dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam tugas perkembangan anak, (3) dukungan orang tua membantu anak mengembangkan sikap optimis terhadap masa depan anak. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1987, dalam McCabe & Barnett, 2000) menunjukkan bahwa iklim dalam keluarga merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam orientasi masa depan pada anak. Berikut ini adalah beberapa hal di dalam keluarga yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan pada remaja (Mc Cabe & Barnet, 2000) :

ƒ

Hubungan Antara Remaja dengan Orang Tua Hubungan antara remaja dengan orang tua memiliki pengaruh yang besar

terhadap orientasi masa depan remaja, hal ini dikarenakan adanya pengaruh yang signifikan terhadap penyesuaian diri remaja (Phares & Compas, 1992 dalam McCabe & Barnet, 2000). Trommsdorff (1983, dalam McCabe & Barnet, 2000) melihat adanya keterlibatan orang tua dan menemukan bahwa remaja yang memandang adanya dukungan dan keterbukaan dari orang tua mereka akan mendapatkan orientasi masa depan yang lebih positif dari pada remaja yang kurang mendapatkan dukungan dari orang tua.

ƒ

Intensitas Penyelesaian Konflik yang Buruk

Seringnya penyelesaian konflik yang buruk antara figur dewasa berhubungan dengan peningkatan gejala internalisasi dan eksternalisasi (Grych, Seid & Fincham, 1992 dalam McCabe & Barnet, 2000), dan mungkin juga menyebabkan pandangan yang pesimis terhadap masa depan. ƒ

Gaya Pengasuhan. Gaya pengasuhan mungkin juga memberikan pengaruh atas orientasi masa

depan remaja. Baumrind & Black (1976, dalam McCabe & Barnet, 2000) menjelaskan tentang dua dimensi utama dari gaya pengasuhan, yang pertama adalah warmth (kehangatan) yaitu sejauhmana orang tua dapat menerima dan merespon segala sesuatu yang berhubungan dengan anak dan memusatkan segala sesuatunya pada anak, yang kedua adalah demandingness, yaitu sejauhmana orang tua mengatur anak-anak mereka dengan keras, penuh batasan dan berusaha mengontrol perilaku anak-anak mereka. Sedangkan kombinasi antara warmth dan demandingness adalah gaya pengasuhan authoritative (Maccoby & Martin, 1983 dalam McCabe & Barnet, 2000). Aspek yang terdapat dalam konteks keluarga cukup banyak. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti menggabungkannya kedalam suatu konteks yaitu iklim sosial keluarga dimana beberapa aspek di dalam keluarga masuk kedalamnya. Adapun definisi dan teori mengenai iklim sosial keluarga tersebut adalah sebagai berikut.

2.2. Iklim Sosial Keluarga 2.2.1. Definisi Iklim Sosial Keluarga Lingkungan merupakan tempat dimana seseorang menjalani kehidupannya. Pengertian lingkungan disini tidak semata-mata lingkungan fisik, tetapi ada juga yang disebut dengan lingkungan sosial/ iklim sosial. Tiap lingkungan memiliki iklim sosial yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat dari karakteristik tiap lingkungan yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Dalam definisi mengenai iklim yang diungkapkan oleh Renato Tagiuri dalam Gillmer (1984), yaitu sebagai karakteristik dari keseluruhan lingkungan. Menurut kamus psikologi iklim sosial adalah sejumlah ciri-ciri aktivitas kelompok, misalnya moral dan perasaan kebersamaan (Sitanggang, 1994). Pengertian lain mengenai iklim sosial yang terdapat dalam kamus istilah psikologi ialah iklim sosial merupakan pandangan, keyakinan ataupun kepercayaan yang sedemikian rupa yang dimiliki suatu kelompok atau yang hidup dalam masyarakat sehingga mencerminkan suasana kehidupan masyarakat tersebut. Secara umum iklim sosial dapat berbentuk otoriter, demokratis dan leissez-faire (Hasan, 2003). Iklim sosial menurut Moos & Holahan (2004) adalah: …. the personality of a setting or environment such as a workplace, a class room or school, a social group or a neighborhood”. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa iklim sosial merupakan kepribadian dari suatu lingkungan. Konsep tentang iklim itu sendiri berawal dari

studi-studi yang dilakukan oleh Lewin dan rekan-rekannya dalam membuat suatu teori lapangan tentang motivasi. Lewin (1951, dalam Kozlowski dan Doherty, 1989) dalam jurnal mereka, menganggap bahwa : The climate or atmosphere of the psychological field as characterization of salient environmental stimuli and an important determinant of motivation and behavior . Sedangkan menurut James dan Jones iklim adalah : ….as sets of perceptually based descriptions of relevant organizational features, event adan process (Kozlowski dan Doherty, 1989). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa iklim adalah deskripsi, berdasarkan persepsi seseorang mengenai karakter dari stimulus yang menonjol dari lingkungan, yaitu ciri-ciri, kejadian-kejadian dan proses yang berlangsung dalam suatu lingkungan. Iklim ini menurut Lewin (dalam Kozlowski dan Doherty, 1989) merupakan mata rantai yang sifatnya fungsional antara individu dan lingkungannya. Istilah iklim ini kemudian berkembang, Moos sendiri kemudian menggunakan istilah iklim sosial. Ia sendiri menggunakan istilah ini karena yang terlibat dalam pembentukan iklim adalah manusia sebagai makhluk sosial. Lingkungan

juga

merupakan

tempat

dimana

seseorang

tumbuh

dan

berkembang. Begitu juga dengan remaja, bagi remaja lingkungan yang terdekat dengannya

selama

proses

perkembangannya

adalah

lingkungan

keluarga.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, peneliti mencoba membuat suatu definisi mengenai iklim sosial keluarga. Yang dimaksud dengan iklim sosial

keluarga adalah suatu deskripsi yang dibuat berdasarkan persepsi anggota keluarga mengenai ciri-ciri, kejadian-kejadian dan proses-proses yang terjadi dalam keluarga.

2.2.2. Dimensi-Dimensi Iklim Sosial Keluarga Iklim sosial secara keseluruhan terdiri dari beberapa domain yang meliputi sistem lingkungan yang dijelaskan ke dalam tiga perangkat dimensi, yaitu dimensi hubungan (relationship dimensions), dimensi pengembangan pribadi (personal growth dimensions) serta dimensi pemeliharaan dan perubahan sistem (system maintenance and change dimensions). Ketiga perangkat dimensi ini sering ditemui pada konteks umum dan kehidupan sehari-hari, seperti keluarga, tempat kerja, lingkungan belajar, segala sesuatu yang berorientasi dengan tugas, kelompok rekreasi dan komunitas sosial (Moos, 1994b dalam Moos, 2002). Berikut ini, Moos (2002) menjelaskan mengenai dimensi-dimensi iklim sosial yang terdapat dalam keluarga, yaitu :

a. Dimensi-dimensi hubungan (Relationship Dimensions) Dimensi ini menunjuk pada sifat dan intensitas dari hubungan personal di dalam lingkungan. Dimensi ini mengukur tingkat keterlibatan individu dalam lingkungan. Sejauhmana individu saling menmberi dorongan dan pertolongan, serta tingkat kebebasan dan keterbukaan mengekspresikan diri. Untuk lingkungan keluarga, dimensi ini mencakup :

• Kekompakan (Cohesion), yaitu sejauhmana anggota keluarga secara aktif berpartisipasi

dalam

kegiatan

keluarga

dan

secara

emosional

memperhatikan keluarga. • Keterbukaan (Expressiveness), yaitu sejauhmana anggota keluarga memiliki kebebasan untuk secara terbuka mengemukakan pendapat, masalah maupun perasaannya. • Konflik (Conflict), yaitu sejauhmana terdapat pertentangan-pertentangan pendapat maupun kepentingan antar anggota keluarga.

b. Dimensi-dimensi Pengembangan Pribadi (Personal Growth Dimensions) Dimensi ini mengukur tujuan dari lingkungan. Maksudnya adalah pada area apa atau dalam hal apa pengembangan pribadi dan peningkatan kualitas diri mendapat tekanan yang lebih dalam. Pada lingkungan keluarga, dimensi ini mencakup : •

Kemandirian (Independence), yaitu sejauhmana anggota keluarga didorong untuk dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengambil keputusan sendiri.



Orientasi Berprestasi (Achievement Orientation), yaitu sejauhmana anggota keluarga mendapat tekanan/ dorongan untuk dapat menunjukkan prestasi dalam suatu hal.



Orientasi melakukan

Rekreasional kegiatan

(Recreational keluarga,

Orientation),

bepergian

permainan dianggap penting bagi keluarga.

yaitu

sejauhmana

bersama-sama,

melakukan



Orientasi Intelektual-Budaya (Intelectual-Cultural Orientation), yaitu seberapa jauh diskusi-diskusi antar anggota keluarga tentang masalah-masalah politik, sosial dan budaya dianggap penting.



Penekanan pada nilai-nilai Moral dan Keagamaan (Moral and Religious Emphasis), yaitu seberapa jauh masalah-masalah dan nilai-nilai etika serta religi dianggap berarti bagi keluarga.

c. Dimensi-dimensi Pemeliharaan dan Perubahan Sistem (System Maintanance and Change Dimensions) Dimensi ini mengukur tingkat keteraturan dan kejelasan dari apa yang diharapkan oleh lingkungan, tingkat pengawasan yang berlaku dan respon terhadap perubahan dalam lingkungan. Untuk lingkungan keluarga, dimensi ini mencakup : •

Peraturan (Organization), yaitu jumlah dari struktur formal (seperti aturanaturan, jadwal-jadwal dan sebagainya) yang berlaku dalam keluarga.



Pengawasan (Control), yaitu sejauhmana suatu hal boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh anggota keluarga. Iklim sosial suatu lingkungan mempunyai pengaruh yang berarti terhadap

individu yang tinggal di dalamnya. Demikian pula halnya dengan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terpenting bagi pembentukan kepribadian anak dan mempengaruhi pandangan anak terhadap diri sendiri dan lingkungannya (Ruud & Hall, 1974).

Setiap keluarga memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik dari tiap keluarga yang berbeda, memiliki pengaruh yang berbeda pula pada anggota keluarga tersebut. Di samping itu, setiap interaksi antar anggota keluarga akan mempengaruhi iklim yang ada dalam keluarga tersebut. Individu mempengaruhi iklim melalui kepribadian mereka, terutama kebutuhan-kebutuhan mereka serta tindakan yang mereka ambil untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Higgins, 1982). Tidak semua keluarga mampu menciptakan suatu iklim yang dapat mendukung perkembangan kepribadian seseorang. Lindzey & Hall (1981) mengemukakan pendapat Horney bahwa anak yang tinggal dalam lingkungan keluarga yang tidak hangat, dimana orang tua bersikap menolak, akan tumbuh menjadi orang yang memiliki kecemasan tinggi dan menganggap dunia luar itu berbahaya dan menakutkan. Oleh karena itu, menurut Datuk (1976) yang menjadi sebab dari segala perilaku negatif yang timbul pada remaja, ialah kelengahan dan kekurangtelitian dari para orang tua dalam membentengi rumah tangganya masing-masing, sehingga rumah tangganya menjadi loos control. Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga, umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Segala sesuatu yang dilakukan oleh anak mempengaruhi keluarganya, begitu juga sebaliknya (Kartono, 2003).

2.3. Hubungan Iklim Sosial Keluarga dengan Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir

Setiap individu memiliki keinginan untuk dapat hidup lebih baik daripada kehidupannya saat ini. Hal ini memang merupakan manifestasi dari sifat manusia yang tidak pernah puas dengan apa yang sudah dimilikinya. Keinginan-keinginan inilah yang nantinya berubah menjadi minat, harapan, cita-cita dan tujuan hidup. Untuk dapat mencapai hal tersebut, dibutuhkan suatu perencanaan untuk masa yang akan datang. Bagi remaja, perencanaan masa depan ini tidak hanya suatu cara untuk bisa mencapai hal-hal yang lebih baik, tetapi juga merupakan suatu hasil dari adanya harapan-harapan ataupun tugas-tugas yang mereka terima dari lingkungan. Perencanaan merupakan salah satu tahapan dari proses pembentukan orientasi masa depan. Selain adanya faktor internal dari dalam individu, lingkungan juga merupakan faktor terbesar dalam mempengaruhi proses terbentuknya orientasi masa depan pada remaja. Dalam membentuk suatu orientasi masa depan yang baik, diperlukan adanya suatu lingkungan yang mendukung proses tersebut. Dalam hal ini, selain teman sebaya lingkungan keluarga merupakan faktor utama dalam membentuk orientasi masa depan remaja. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan terdekat dengan remaja sejak mereka lahir. Walaupun tidak dipungkiri bahwa faktor-faktor lingkungan lain di luar keluarga juga berperan, tetapi

keluarga adalah tempat dimana seorang remaja melewati sebagian besar hidupnya. Iklim adalah esensi dari suatu lingkungan, sehingga iklim dari keluarga memiliki peran yang besar dalam membentuk orientasi masa depan remaja, yang dalam konteks ini adalah orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Bila suatu iklim semakin positif dan kuat, individu akan semakin berharap untuk melakukan perilaku positif. Semakin negatif dan kuat suatu iklim, individu di dalamnya pun akan semakin melakukan perilaku negatif (Schneider. dkk, 2002). Berdasarkan pemahaman di atas, dapat dilihat bahwa ada kecendrungan hubungan antara iklim sosial keluarga dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan pada remaja. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak dan dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Segala sesuatu yang dilakukan oleh anak mempengaruhi keluarganya, begitu juga sebaliknya.

2.3. Kerangka Teori Berikut adalah kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan seperti yang elah dijelaskan sebelumnya :

Konsep Diri

Tempat Tinggal

Sense of Coherence

Usia

Strategi Bertahan

Jalur Pendidikan

O M D*

Kecemasan Gender

Suku Bangsa Terlibat dalam Organisasi

Status Sosioekonomi

Iklim Sosial Keluarga

Teman Sebaya *OMD : Orientasi Masa Depan Gambar 2.2 : Kerangka Teori

Orientasi masa depan merupakan variabel yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Berdasarkan kerangka teori di atas terdapat 13 faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi terbentuknya orientasi masa depan.

Dalam hal

ini peneliti memfokuskan kajiannya pada salah satu faktor yaitu iklim sosial keluarga. Tetapi untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi orientasi masa depan tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja. Oleh karena itu penelitian ini akan mengikutsertakan faktor-faktor tersebut untuk diukur dan kemudian dinetralkan. Tetapi dikarenakan waktu penelitian yang singkat serta media yang terbatas, maka tidak semua faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan dapat diteliti. Oleh karena itu peneliti membatasi faktor-faktor tersebut kedalam kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian. Untuk faktor jalur pendidikan, peneliti

mendskripsikannya ke dalam dua bentuk yaitu jenis sekolah dan status sekolah. Selain itu, untuk faktor lingkungan tempat tinggal peneliti juga membaginya ke dalam 2 bentuk yaitu berdasarkan tempat tinggal (perumahan dan bukan perumahan) dan bencana alam. Berikut ini adalah skemanya:

Iklim Sosial Keluarga Gender Status Sosioekonomi Teman Sebaya

OMD

Tempat Tinggal Usia

(Orientasi Masa Depan)

Jenis Sekolah Status Sekolah Keterlibatan dalam Organisasi

Gambar 2.3 : Kerangka Teori Penelitian

Bencana Alam

Berdasarkan kerangka teori penelitian di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk: 1. Mengetahui pengaruh iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dimana iklim sosial keluarga dalam keadaan bebas atau dengan kata lain variabel-variabel lain yang mempengaruhinya dikontrol. 2. Membuktikan apakah variabel-variabel lain tersebut benar-benar mempengaruhi orientasi masa depan.

2.5. Hipotesis Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : H1

: Terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir

H2

: Terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel-variabel lain terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir

BAB 3 METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai metode yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun penjelasan mengenai metode dimulai dengan deskripsi mengeai populasi dan sampel, variabel penelitian, metode pengumpulan data, serta metode analisis data. Pada penelitian ini, yang hendak diteliti adalah apakah ada pengaruh dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut adalah pendekatan kuantitatif, dimana temuan penelitian merupakan hasil kesimpulan statistik beserta analisisnya.

3.1. Populasi dan Sampel Penelitian 3.1.1. Populasi Dalam penelitian ini populasi yang akan diteliti adalah remaja. Remaja adalah masa diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir. Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini dan akan dijadikan sebagai populasi adalah remaja pertengahan dengan rentang usia 15-18 tahun. Hal ini

dikarenakan remaja yang berada pada kategori usia tersebut adalah remaja yang sedang bersekolah di SMA (sekolah menengah atas), dengan asumsi bahwa remaja tersebut berada pada masa untuk mempersiapkan diri untuk memasuki masa depan khususnya dalam bidang pekerjaan dan karir. Populasi ini dipilih karena penelitian ini melihat adanya hubungan antara iklim sosial keluarga dengan orientasi masa depan, dimana orientasi tentang pekerjaan dan karir di masa depan merupakan salah satu tugas perkembangan remaja. Seperti teori yang dikemukakan oleh Havighurst (1976, dalam Monks & Knoers, 2002) bahwa salah satu tugas perkembangan remaja adalah persiapan diri secara ekonomis atau persiapan memasuki dunia pekerjaan serta pemilihan dan latihan jabatan. Selain itu, orientasi masa depan atau gagasan seseorang mengenai perencanaan, motivasi dan perasaan tentang masa depannya merupakan persoalan yang terjadi pada masa remaja (McCabe & Bernett, 2000). Greene (1986, dalam McCabe & Bernett, 2000) mengatakan bahwa masa remaja merupakan waktu dimana orientasi masa depan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat membedakan dan mengembangkannya. Dengan kata lain orientasi masa depan sangat erat kaitannya dengan masa remaja. Selain itu remaja yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal di wilayah Jakarta Utara. Pemilihan wilayah ini dikarenakan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut heterogen. Kategori heterogen di sini terlihat dari kondisi sosioeconomi masyarakatnya yang terdiri dari masyarakat berstatus sosial

ekonomi rendah, menengah dan tinggi dan juga kultur atau etos budayanya yang berbeda-beda. Kondisi seperti inilah yang secara otomatis membuat karakter yang cenderung berbeda-beda pada setiap warganya khususnya pada masing-masing keluarga. Dimana karakter yang berbeda-beda ini nantinya akan membentuk suatu iklim di dalam keluarga yang nantinya akan mempengaruhi orientasi masa depan pada remaja yang tinggal di dalamnya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1987, dalam McCabe & Barnett, 2000), bahwa iklim dalam keluarga merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam orientasi masa depan pada anak. Oleh karena itu, kecenderungan-kecenderungan inilah yang membuat peneliti mengambil remaja yang tinggal di wilayah tersebut sebagai populasi.

3.1.2. Sampel Penelitian dilakukan di Kotamadya Jakarta Utara dengan sampel penelitian adalah remaja SMA dan SMK berusia 15 – 18 tahun. Selain itu, remaja yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah remaja yang tinggal di dalam sebuah keluarga atau memiliki keluarga yang terdiri dari orang tua lengkap atau orang tua tidak lengkap (ayah saja atau ibu saja) dan memiliki saudara kandung (kakak dan adik atau salah satu). Hal ini dikarenakan penelitian ini terfokus pada salah satu konteks keluarga yaitu iklim sosial keluarga.

3.1.3. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel akan dilakukan dengan menggunakan cluster random sampling, dimana cluster sampling digunakan untuk pemilihan wilayah dan random sampling digunakan dalam dua tahap, yaitu tahap memilih sekolah dan tahap memilih kelas.

3.2. Variabel Penelitian Definisi variabel menurut Jahja Umar, Ph.D (2009) adalah sesuatu yang bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain. Dalam penelitian ini variabel yang menjadi fokus pertanyaan adalah orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, yang selanjutnya disebut sebagai variabel terikat (dependent variabel / DV). Sedangkan variabel yang diasumsikan dapat mempengaruhinya dan tidak menjadi fokus pertanyaan dalam penelitian ini adalah iklim sosial keluarga, yang selanjutnya disebut sebagai variabel bebas (independent variabel). Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai variabel-variabel tersebut :

3.2.1. Orientasi Masa Depan Dalam Bidang Pekerjaan dan Karir Definisi konseptual dari variabel orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir adalah sekumpulan skemata, atau sikap dan asumsi dari pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk membentuk ekspektansi mengenai masa depan, membentuk tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada kejadian di masa depan (Nurmi, 1991 dalam McCabe & Bernett, 2000).

Sedangkan definisi operasional dari variabel ini adalah skor yang diperoleh dari responden melalui instrumen dalam bentuk skala yang mengukur sikap dan asumsi mengenai pekerjaan dan karir yang terbentuk dari pengalaman masa lalu, yang berinteraksi dengan informasi dari lingkungan untuk membentuk ekspektansi mengenai masa depan, membentuk tujuan dan aspirasi serta memberikan makna pribadi pada kejadian di masa depan. 3.2.2. Iklim Sosial Keluarga Definisi konseptual dari variabel iklim sosial keluarga adalah suatu deskripsi yang dibuat berdasarkan persepsi anggota keluarga mengenai ciri-ciri, kejadiankejadian dan proses-proses yang terjadi dalam suatu organisasi atau lingkungan (Kozlowski dan Doherty, 1989). Dalam hal ini yang dimaksud dengan organisasi adalah keluarga. Sedangkan definisi operasional iklim sosial keluarga merupakan skor yang diperoleh dari responden melalui instrumen dalam bentuk skala yang mengukur deskripsi berdasarkan persepsi responden mengenai ciri-ciri, kejadian-kejadian dan proses-proses yang terjadi di dalam keluarga.

3.3. Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Instrumen Penelitian Pada penelitian ini peneliti menggunakan 3 macam kuisioner yang dapat membantu menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan. Kuisioner dipilih karena

sifatnya yang efisien, dimana kuisioner dapat diberikan pada banyak responden dalam waktu singkat. Kuisioner yang pertama adalah kuisioner mengenai data pribadi yang di dalamnya terdiri dari biodata responden serta beberapa pertanyaan pendukung penelitian. Kedua adalah kuisioner orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nurmi (1989). Ketiga adalah kuisioner iklim sosial keluarga berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Moos (2002). Kuisioner mengenai data pribadi berbentuk pertanyaan terbuka-tertutup. Sedangkan kuisioner orientasi masa depan dan iklim sosial keluarga berbentuk skala, dan skala yang digunakan adalah skala model Likert. Item-item pada skala model Likert disusun berdasarkan keharusan bahwa semua item di dalamnya mengukur hal yang sama. Dalam skala ini subyek diharuskan memilih jawaban yang paling menggambarkan dirinya sendiri, bukan pendapat orang lain. Skala ini mengukur derajat persetujuan dan ketidaksetujuan (strongly agree-strongly disagree) yang menggambarkan kadar sikap positif dan negatif subyek terhadap objek sikap. Tabel 3.1 Bobot Skor Pernyataan Skala 1

Favorable

Unfavorable

Sangat Sesuai (SS)

6

1

Sesuai (S)

5

2

Agak Sesuai (AS)

4

3

Agak Tidak Sesuai (ATS)

3

4

Tidak Sesuai (TS)

2

5

Sangat Tidak Setuju (STS)

1

6

Selanjutnya skor subjek pada setiap pernyataan dijumlahkan dan nilai totalnya menjadi skor untuk setiap subjek.

3.3.1.1. Kuisioner Mengenai Data Pribadi Dalam penelitian diperlukan data mengenai identitas pribadi agar tidak tertukar antara sampel responden yang satu dengan yang lain. Selain itu, diperlukan juga

data

serta

pertanyaan-pertanyaan

pendukung

yang

diperlukan

untuk

mendapatkan informasi mengenai variabel-variabel lain yang akan dikontrol. Adapun data-data yang diperlukan adalah nama (inisial), kelas, jenis kelamin, usia, sekolah (untuk mengetahui jalur pendidikannya), agama, suku bangsa dan pengeluaran tiap bulan (untuk mengetahui status sosioekonominya). Selain data-data tersebut juga terdapat pertanyaan-pertanyaan singkat mengenai teman sebaya, lingkungan tempat tinggal serta keterlibatannya dalam organisasi.

3.3.1.2. Kuisioner Orientasi Masa Depan Alat ukur orientasi masa depan dibuat berdasarkan teori orientasi masa depan yang dikemukakan oleh Jari-Erik Nurmi (1989). Penelitian ini akan difokuskan pada prospective life domain dari orientasi masa depan, yaitu domain pekerjaan dan karier. Dalam penelitian ini alat ukur orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir yang digunakan merupakan adaptasi dari Nurmi (1989). Dikarenakan alat ukur yang digunakan tersebut adalah berbentuk teks wawancara, maka pada

penelitian ini peneliti mengadaptasinya ke dalam bentuk skala model Likert. Berikut ini adalah gambaran domain dan subdomain orientasi masa depan (Nurmi, 1991) : a. Motivasi (Motivational) yaitu suatu dorongan yang terdapat dalam diri individu untuk mencapai tujuannya. • Tujuan karir yang ingin dicapai • Waktu pencapaian tujuan karir • Dorongan atau motif pencapaian tujuan b.

Perencanaan (Planning) yaitu strategi yang disusun untuk merealisasikan tujuan. Perencanaan dapat tercapai melalui : • Pengetahuan mengenai bidang yang dicita-citakan • Kompleksitas perencanaan tujuan • Tingkat realisasi atau pelaksanaan rencana

c.

Evaluasi (Evaluation) yaitu penilaian individu tentang sejauh mana tujuan yang ditetapkan dapat direalisasikan. Evaluasi dapat tergambarkan melalui kontrol yang dimiliki oleh individu (control), evaluasi emosi (Nurmi, 1989) dan kemungkinan pencapaian tujuan pekerjaan dan karir (optimisme). • Keyakinan diri untuk dapat mengontrol realisasi dari harapan dan tujuan • Perkiraan terhadap kemungkinan pencapaian tujuan • Kondisi emosi yang mengikuti individu ketika mengevaluasi apa yang dilakukannya untuk masa depan.

3.3.1.3. Kuisioner Iklim Sosial Keluarga Alat ukur iklim sosial keluarga dibuat berdasarkan dimensi-dimensi iklim sosial keluarga dari teori yang dikemukakan oleh Moos (2002). Berikut ini adalah domain dan subdomain dari iklim sosial keluarga (Moos, 2002) : a. Dimensi Hubungan (Relationship Dimension) • Kekompakan (cohesion) : sejauhmana anggota keluarga secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan keluarga dan secara emosional memperhatikan keluarga. • Keterbukaan (Expressiveness) : sejauhmana anggota keluarga memiliki kebebasan untuk secara terbuka mengemukakan pendapat, masalah maupun perasaannya. • Konflik (Conflict) : sejauhmana terdapat pertentangan-pertentangan pendapat maupun kepentingan antar anggota keluarga. b. Dimensi Pengembangan Pribadi (Personal Growth Dimension) • Kemandirian (Independence), yaitu sejauhmana anggota keluarga didorong untuk dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengambil keputusan sendiri • Orientasi Berprestasi (Achievement Orientation), yaitu sejauhmana anggota keluarga mendapat tekanan/dorongan untuk dapat menunjukkan prestasi dalam suatu hal

• Orientasi melakukan

Rekreasional kegiatan

(Recreational keluarga,

Orientation),

bepergian

yaitu

sejauhmana

bersama-sama,

melakukan

permainan dianggap penting bagi keluarga • Orientasi

Intelektual-Budaya

(Intelectual-Cultural

Orientation),

yaitu

seberapa jauh diskusi-diskusi antar anggota keluarga tentang masalah-masalah politik, sosial dan budaya dianggap penting • Penekanan pada nilai-nilai Moral dan Keagamaan (Moral and Religious Emphasis), yaitu seberapa jauh masalah-masalah dan nilai-nilai etika serta religi dianggap berarti bagi keluarga c. Dimensi Pemeliharaan dan Perubahan Sistem (System Maintanance and Change Dimensions) • Peraturan (Organization), yaitu jumlah dari struktur formal (seperti aturanaturan, jadwal-jadwal dan sebagainya) yang berlaku dalam keluarga • Pengawasan (Control), yaitu sejauh mana suatu hal boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh anggota keluarga

3.3.2. Prosedur Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, karena data tersebut belum tersedia dan harus dicari terlebih dahulu. Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data tersebut maka dilakukan penelitian lapangan dengan instrumen

penelitian berupa kuisioner. Adapun tahapan pengumpulan datanya adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan Pada tahap ini, peneliti mulai mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam proses mempersiapkan alat ukur ini, peneliti sambil mengkaji kembali teori-teori yang akan digunakan. Selanjutnya peneliti melakukan konstruksi alat ukur dengan cara mengadaptasi alat ukur yang telah ada. Setelah itu, peneliti membuat penyesuaian-penyesuaian yang perlu pada kalimat-kalimat aitem agar mudah dipahami responden. Berikut ini adalah kisi-kisi alat ukur iklim sosial keluarga sebelum diuji coba.

Tabel 3.2. Kisi-kisi Alat Ukur Iklim Sosial Keluarga Sebelum Diuji Coba No. Item No

Domain

Indikator Favourable

Unfavourable

1.

2.

Dimensi Hubungan

Dimensi Pengembangan Pribadi

a. Kekompakan

1, 13, 25, 38, 52, 61, 90

15, 46, 77, 86

b. Keterbukaan

2, 14, 39, 44, 62, 71, 87

26, 70, 91

c. Konflik

3, 16, 27, 78

33, 41, 55, 60, 72, 88

a. Kemandirian

4, 17, 34, 45, 53, 73, 85

28, 79

b. Orientasi berprestasi

12, 18, 29, 49, 56, 59, 80

5, 64, 89

6, 21, 35, 42, 74, 84

36, 81

d. Orientasi Intelektual-budaya

7, 24, 37, 43, 69, 76

51, 83

e. Penekanan pada nilai-nilai moral dan keagamaan

8, 23, 32, 48, 54, 65, 68, 82

40

a. Peraturan

9, 19, 30, 50, 58, 67

10, 75

b. Pengawasan

11, 22, 31, 47, 57

20, 66

c. Orientasi Rekreasional

3.

Dimensi Pemeliharaan

Selanjutnya adalah kisi-kisi alat ukur orientasi masa depan sebelum diuji coba.

Tabel 3.3. Kisi-kisi Alat Ukur Orientasi Masa Depan Sebelum Diuji Coba

No 1.

a.

Tujuan dari pekerjaan dan karir yang ingin dicapai

No. Item Favorable Unfavorable 27, 36, 77 1, 8, 28, 46, 56, 76

b.

Waktu pencapaian tujuan dari pekerjaan dan karir

9, 19, 35, 50, 85

Domain Motivasi

Indikator

c.

2.

3.

Perencanaan

Evaluasi

Dorongan atau motif pencapaian tujuan

2, 90

11, 20, 41, 45, 10, 51, 84 53, 68, 78, 83, 89 7, 30, 67, 80

a. Pengetahuan mengenai pekerjaan dan karir yang dicita-citakan

3, 24, 34, 42, 54, 66, 72, 79

b. Kompleksitas perencanaan tujuan

12, 21, 37, 47, 4, 57, 62, 69, 55, 61, 71, 87 73

c. Tingkat realisasi tujuan atau pelaksanaan rencana

17, 25, 38, 48, 13, 44, 88 74

a. Keyakinan diri untuk mengontrol realisasi dari harapan dan tujuan

5, 26, 33, 49, 58

15, 60, 86

b. Perkiraan terhadap kemungkinan pencapaian tujuan

6, 23, 31, 52, 59, 65, 82

40, 18, 75

c. Kondisi emosi yang mengikuti individu ketika mengevaluasi apa yang dilakukannya untuk masa depan

14, 32, 39, 43, 16, 22, 64, 70, 81 29, 63

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa alat ukur ini memiliki rentang jawaban sangat tidak sesuai hingga sangat sesuai dalam rentang 1-6. Setelah

alat ukur selesai dipersiapkan, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan uji coba alat ukur tersebut atau dilakukannya pilot test.

2. Tahap Uji Coba Alat Ukur Setelah alat ukur telah siap untuk digunakan, tahapan selanjutnya adalah melakukan uji coba alat ukur (pilot test). Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari item-item pada kuisioner tersebut. Hasil dari uji coba tersebut, nantinya akan diketahui aitem-aitem mana saja yang valid dan tidak valid, yang nantinya aitem-aitem yang valid tersebut dianalisa untuk diperbaiki atau tidak digunakan kembali pada penelitian yang sesungguhnya (field test). Pada uji coba alat tes ini, peneliti dengan dibantu oleh 1 orang peneliti lain mulai menyebarkan kuisioner kepada 40 responden yang dianggap representatif dan sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Adapun jumlah item pada kuisioner ini adalah 179 item. Kemudian setelah data uji coba didapatkan barulah diukur validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan software SPSS 16. Dari hasil uji coba tersebut didapat 87 item valid dan 92 item tidak valid. Dikarenakan banyaknya item yang tidak valid, maka dilakukan perbaikan terhadap item-item yang digunakan pada alat ukur ketika uji coba. Adapun perbaikan yang dilakukan adalah membagi kategori pernyataan ke dalam dua bentuk yaitu sangat sesuai – tidak sesuai dan sangat setuju – tidak setuju.

Tabel 3.4

Bobot Skor Pernyataan Kedua Skala 1

Skala II

Favorable

Sangat Sesuai (SS)

Sangat Setuju (SS)

6

Sesuai (S)

Setuju (S)

5

Agak Sesuai (AS)

Agak Setuju (AS)

4

Agak Tidak Sesuai (ATS)

Agak Tidak Setuju (ATS)

3

Tidak Sesuai (TS)

Tidak Setuju (TS)

2

Sangat Tidak Setuju (STS)

Sangat Tidak Setuju (STS)

1

Selain itu juga dilakukan perbaikan pada item-item yang digunakan dalam penelitian, yaitu dengan cara memperbaiki kalimat-kalimat yang tidak mudah dimengerti dan membuang item-item yang memiliki maksud dan tujuan yang sama. Kemudian merubah item-item yang sebelumnya unfavorable menjadi favorable, sehingga seluruh item pernyataan bersifat favorable, hal ini dilakukan agar item pernyataan memiliki banyak variasi dan juga memudahkan peneliti dalam proses skoring. Setelah alat ukur selesai diperbaiki maka dilakukan uji coba kembali. Berikut ini adalah tabel spesifikasinya.

Uji coba kedua dilakukan di SMA Taman Harapan, Bekasi dengan jumlah responden sebanyak 80 orang. Setelah data uji coba diolah, maka didapat jumlah item valid sebanyak 117 item dari 123 item untuk selanjutnya dilakukan penelitian sebenarnya.

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan di 4 sekolah, yaitu SMA Negeri 13 Jakarta, SMA Yappenda, SMK Negeri 12 Jakarta dan SMK Barunawati. Dari masing-masing sekolah, peneliti hanya mengambil 2 kelas sebagai sampel, dimana kelas – kelas tersebut telah ditentukan sebelumnya secara acak. Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal yang ditentukan oleh pihak sekolah. Penyebaran kuisioner dilakukan dengan dibantu oleh 1 orang peneliti lain. Pada tahap ini akan disebarkan kembali kuisioner yang telah diperbaharui. Maksud dari diperbaharui disini adalah, item-item yang digunakan pada kuesioner ini hanya item-item yang dianggap valid dari hasil uji coba alat tes, sedangkan item-item yang tidak valid atau validitasnya rendah tidak dipergunakan kembali pada tahapan ini (field test).

3.3.3. Desain Penelitian Adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain ex post facto field studies, dimana variabel bebas tidak dapat secara langsung dikontrol karena merupakan sesuatu yang sudah terjadi. Hal ini dikarenakan kondisi keluarga responden tidak memungkinkan untuk dimanipulasi karena kehidupan di dalam keluarga merupakan kejadian di masa lalu. Namun dikarenakan banyak variabel bebas lain yang akan mempengaruhi orientasi masa depan, maka diperlukan pula pengukuran terhadap variabel-variabel tersebut, yang nantinya akan didapat hasil penelitian yang lebih banyak dan beragam.

Selain itu, pengukuran ini juga dimaksudkan untuk mengontrol variabel-variabel bebas tersebut, agar nantinya mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian yang akurat dan signifikan. Adapun variabel-variabel bebas lain yang akan diukur adalah jenis kelamin, usia, jenis sekolah, status sekolah, status sosioekonomi, lingkungan tempat tinggal, teman sebaya dan keterlibatan dalam organisasi.

3.4. Metode Analisis Data Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, penulis menggunakan metode statistika karena datanya berupa angka-angka yang merupakan hasil pengukuran atau perhitungan. Dalam hal ini berdasarkan hipotesis yang akan diukur peneliti menggunakan teknik analisis multiple regression atau analisis regresi berganda. Adapun persamaan umum analisis regresi berganda ini adalah :

Y = a + b1X1 + b2X2 + …… + bpXp + e

dimana : Y

: Dependent variable (DV) yang dalam hal ini adalah orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir

X1, X2, ......, Xp

: Independent variable (IV) yang jumlahnya p

p

: Jumlah independent variable (IV)

a

: Intercept / konstan

b1, b2, ......, bp

: Koefisien regresi untuk masing-masing IV

e

: Residu / sisa (IV yang tidak termasuk dalam persamaan)

Dalam analisis multiple regression ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu : 1. R2 yang menunjukkan proporsi varian (presentase varian) dari dependent variable (DV) yang bisa diterangkan oleh independent variable (IV). 2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari independent variable (IV) yang bersangkutan. 3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi tentang berapa harga Y jika nilai setiap independent variable (IV) diketahui. Khusus dalam penelitian ini melalui analisis multiple regression dapat diketahui dampak murni dari iklim sosial keluarga (X1) terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir dalam kondisi dimana pengaruh dari semua independent variable (IV) lainnya dibuat konstan secara statistika.

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian baik secara deskriptif sampel maupun dari uji hipotesis.

4.1.

ANALISIS DESKRIPTIF Pada sesi ini, peneliti akan mendeskripsikan distribusi skor orientasi masa

depan dalam bidang pekerjaan dan karir berdasarkan kriteria sampel. Untuk yang pertama akan dideskripsikan distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan jenis kelamin. Responden dalam penelitian ini berjumlah 243 orang yang terdiri dari 197 (81%) orang perempuan dan 46 (19%) orang lakilaki. Untuk nilai rata-rata orientasi masa depan pada laki-laki (286,33) lebih besar daripada perempuan (277,83) dengan perbedaan nilai sebesar 8,5. Sedangkan bila dilihat dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji t dengan nilai t sebesar 1,696 dan nilai probabilitas (0,091) lebih besar dari alpha (0,05). Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara perempuan dan laki-laki dalam orientasi masa depan. Berikut adalah ringkasannya :

Tabel 4.1 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin

N

OMD

Presentase %

Mean

SD

Perempuan

197

81%

277,83

30,190

Laki-laki

46

19%

286,33

32,246

Jumlah

243

100%

Berikutnya adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4. 2 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Usia Presentase

OMD

%

Mean

SD

7

3%

264,29

39,949

17

48

20%

275,96

32,579

16

129

53%

281,93

28,144

15

59

24%

278,58

33,364

Jumlah

243

100%

Usia

N

18

Responden dalam penelitian ini berasal dari usia yang berbeda, mulai dari usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun. Responden yang berusia 15 tahun sebanyak 59 orang (24%), usia 16 tahun sebanyak 129 orang (53%), usia 17 tahun sebanyak 48 (20%) dan usia 18 tahun sebanyak 7 orang (3%). Dilihat dari skor rata-rata orientasi masa depan remaja pada usia 16 tahun (281,93) adalah yang paling besar, yang kedua adalah remaja usia 15 tahun (278,58),

kemudian remaja usia 17 tahun (275,96) dan yang terkecil adalah remaja usia 18 tahun (264,29). Pada kriteria usia tidak dapat dilakukan perbandingan karena tidak seimbangnya jumlah sampel untuk masing-masing usia. Selanjutnya adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan jenis sekolah. Responden penelitian ini terdiri dari siswa SMA sebanyak 123 orang (51%) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49%). Untuk nilai rata-rata orientasi masa depan pada siswa SMA lebih besar (283,89) daripada siswa SMK (274,88). Bila dilihat dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji t didapat nilai t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022) lebih kecil dari alpha (0,05). Hal ini berarti bahwa antara siswa SMA dengan SMK terdapat perbedaan yang signifikan terhadap orientasi masa depan, dimana siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi daripada siswa SMK. Berikut adalah ringkasannya :

Tabel 4.3 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Jenis Sekolah OMD Jenis Sekolah

N Presentase %

Mean

SD

SMA

123

51%

283,89

28,226

SMK

120

49%

274,88

32,540

Jumlah

243

100%

Untuk distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan status sekolah dapat dilihat pada table berikut ini :

Tabel 4.4 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Status Sekolah Status Sekolah

N

OMD

Presentase %

Mean

SD

Negeri

137

56%

277,53

29,083

Swasta

106

44%

281,91

32,652

Jumlah

243

100%

Dari tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa, remaja yang menjadi sample penelitian ini berasal dari jenis pendidikan yang berbeda yaitu, remaja yang bersekolah di Sekolah Negeri berjumlah 73 orang (30%), sedangkan remaja yang bersekolah di sekolah swasta berjumlah 64 orang (26%). Berdasarkan nilai rata-rata orientasi masa depan didapat bahwa, remaja yang bersekolah di sekolah swasta memiliki nilai ratarata orientasi masa depan yang lebih tinggi (281,91) daripada remaja yang bersekolah di sekolah negeri (281,91). Bila dilihat dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji t didapat nilai t sebesar 1,101 dan nilai probabilitas (0,272) lebih besar dari alpha (0,05). Hal ini berarti bahwa antara remaja yang bersekolah di sekolah negeri dengan remaja yang bersekolah di sekolah swasta tidak terdapat perbedaan orientasi masa depan yang signifikan. Berikutnya adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan teman sebaya. Berikut adalah deskripsinya :

Tabel 4.5 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Teman Sebaya Teman Sebaya

N

Ada Pengaruh

OMD

Presentase %

Mean

SD

152

63%

275,81

30,799

Tidak Ada Pengaruh

91

37%

285,51

29,764

Jumlah

243

100%

Adapun hasil yang didapat adalah 152 orang (63%) remaja dipengaruhi oleh teman sebaya, sedangkan 91 orang (37%) remaja tidak dipengaruhi oleh teman sebaya. Bila dilihat berdasarkan nilai rata-rata orientasi masa depan, remaja yang tidak dipengaruhi teman sebaya memiliki nilai rata-rata lebih besar yaitu 285,51, sedangkan remaja yang dipengaruhi teman sebaya memiliki nilai rata-rata 275,81. Kemudian untuk hasil perhitungan uji t didapatkan nilai t sebesar 2,406 dan nilai probabilitas (0,017) lebih kecil dari alpha (0,05). Hal ini berarti bahwa antara remaja yang dipengaruhi oleh teman sebaya dengan yang tidak dipengaruhi terdapat perbedaan orientasi masa depan yang signifikan. Responden dalam penelitian ini berada pada status sosioekonomi yang beragam, berikut adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan status sosioekonomi. Untuk remaja dengan status ekonomi tinggi sebanyak 11 orang (5%), remaja dengan status ekonomi cukup tinggi sebanyak 28 orang (12%), sedangkan remaja dengan status ekonomi sedang sebanyak 118 orang (49%), demikian halnya dengan remaja yang berstatus ekonomi rendah sebanyak 86 orang (35%).

Bila dilihat berdasarkan nilai rata-rata orientasi masa depan, remaja dengan status ekonomi kategori tinggi memiliki nilai rata-rata paling besar yaitu 285,27, kemudian disusul oleh remaja dengan status ekonomi kategori sedang yaitu sebasar 281,45. Sedangkan untuk remaja dengan status ekonomi kategori cukup tinggi memiliki nilai rata-rata 277,61 dan yang paling kecil adalah remaja dengan status ekonomi kategori rendah yaitu 276,53. Sebagaimana telah ditunjukkan dari tabel berikut ini : Tabel 4.6 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Status Sosioekonomi Status Sosioekonomi

OMD

Presentase

N

%

Mean

SD

Rendah

86

35%

276,53

32,365

Sedang

118

49%

281,45

27,512

Cukup Tinggi

28

11%

277,61

38,231

Tinggi

11

5%

285,27

30,647

Jumlah

243

100%

Berikut ini adalah tabel distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan keterlibatan dalam organisasi : Tabel 4.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Keterlibatan Dalam Organisasi Organisasi

N

Mengikuti

OMD

Presentase %

Mean

SD

198

81%

281,37

29,939

Tidak Mengikuti

45

19%

270,96

32,882

Jumlah

243

100%

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diuraikan bahwa remaja yang mengikuti organisasi sebanyak 198 orang (81%), sedangkan remaja yang tidak mengikuti organisasi sebanyak 45 orang (19%). Bila dilihat dari nilai rata-rata orientasi masa depan, remaja yang mengikuti organisasi memiliki rata-rata yang lebih besar yaitu 281,37. Sedangkan remaja yang tidak mengikuti organisasi memiliki nilai rata-rata lebih kecil yaitu 270,96. Berdasarkan hasil perhitungan uji t, didapat nilai t 2,068 dan nilai probabilitas (0,04) lebih kecil dari alpha (0,05). Hal ini berarti bahwa antara remaja yang mengikuti organisasi dengan yang tidak mengikuti organisasi terdapat perbedaan orientasi masa depan yang signifikan. Berikutnya adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan tempat tinggal. Untuk remaja yang tinggal di perumahan sebanyak 52 orang (21%), sedangkan remaja yang tidak tinggal di perumahan sebanyak 191 orang (79%). Berdasarkan nilai rata-rata orientasi masa depan, remaja yang tinggal di perumahan lebih tinggi (280) daripada remaja yang tidak tinggal di perumahan (279,29). Untuk melihat seberapa besar perbedaannya maka dilakukan perhitungan uji t. Adapun nilai yang didapat t sebesar 0,148 dan nilai probabilitas (0,882) lebih besar dari alpha (0,05). Hal ini berarti bahwa antara remaja yang tinggal di perumahan dengan yang bukan perumahan tidak terdapat perbedaan orientasi masa depan yang signifikan. Berikut ini adalah ringkasannya :

Tabel 4.8 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Tempat Tinggal Tempat Tinggal

N

Perumahan

OMD

Presentase %

Mean

SD

52

21%

280,00

31,874

Bukan Perumahan

191

79%

279,29

30,461

Jumlah

243

100%

Berikutnya adalah distribusi skor orientasi masa depan berdasarkan pernah atau tidaknya mengalami bencana alam. Berikut adalah deskripsinya :

Tabel 4.9 Distribusi Skor Orientasi Masa Depan Berdasarkan Bencana Alam Bencana Alam

N

Tidak Pernah Mengalami Pernah Mengalami Jumlah

OMD

Presentase %

Mean

SD

165

68%

281,84

29,931

78

32%

274,37

31,878

243

100%

Dari tabel di atas dapat dideskripsikan bahwa, remaja yang tidak pernah mengalami bencana alam berjumlah 165 orang (68%), sedangkan remaja yang pernah mengalami bencana alam berjumlah 78 orang (32%). Apabila dilihat berdasarkan nilai rata-rata orientasi masa depan, remaja yang tidak pernah mengalami bencana alam memiliki nilai rata-rata lebih besar (282,70) daripada remaja yang pernah mengalami bencana alam (274,37). Berdasarkan hasil

uji t didapat nilai t sebesar 1,777 dan nilai probabilitas (0,077) lebih besar dari alpha (0,05). Hal ini berarti bahwa antara remaja yang pernah mengalami bencana alam dengan yang tidak pernah mengalami bencana alam tidak terdapat perbedaan orientasi masa depan yang signifikan. Selanjutnya peneliti bermaksud membuat kategorisasi dari variable orientasi masa depan dan iklim sosial keluarga berdasarkan tingkatannya. Untuk itu terlebih dahulu peneliti mengetahui skor terendah dan skor tertinggi untuk masing-masing variabel. Untuk variabel dependen yaitu orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, nilai kategorisasi ditentukan dengan menggunakan skala orientasi masa depan dengan 61 item pernyataan dengan 6 kategori jawaban (skor 1 sampai dengan 6). Untuk mengetahui tingkatannya penulis menggunakan kategorisasi rentang untuk setiap responden. Rentang dibagi menjadi tiga interval dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah. Adapun skor minimumnya adalah 61 dan maksimumnya 366, sehingga luas sebarannya adalah 305. Dikarenakan dalam penelitian ini variabel orientasi masa depan dibagi ke dalam 3 kategori, maka luas sebaran dibagi 3 dan didapat rentangan sebesar 101,7. Berikut adalah penjelasannya :



Rendah

: Skor minimum (61) + rentangan (101,7) = 163 (dibulatkan)



Sedang

: Skor terendah (163) + rentangan (101,7) = 265 (dibulatkan)



Tinggi

: Skor sedang (265) + 1 = 266 Penggunaan cara ini dimaksudkan agar masing-masing kategori memiliki

proporsi yang sama, sehingga didapatkan hasil yang adil dan tidak memihak. Adapun tingkat kategorisasi orientasi masa depan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.10 Tabel Kategorisasi Orientasi Masa Depan Kategori

Nilai

N

%

Tinggi

>

- 266

174

71,6%

Sedang

164 - 265

69

28,4%

Rendah

<

0

0%

243

100%

- 163

Jumlah

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir berada pada kisaran tinggi sebanyak 174 orang (71,6%), untuk kategori sedang sebanyak 69 orang (28,4%), sedangkan untuk kategori rendah tidak ada (0%). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa, sampel pada penelitian ini sebagian besar berada pada rentang orientasi masa depan kategori tinggi. Untuk mengetahui tingkatan iklim sosial keluarga penulis menggunakan kategorisasi rentang yang dibagi ke dalam tiga interval dengan kategori sangat harmonis, harmonis, dan tidak harmonis. Adapun jumlah item pada skala iklim sosial keluarga adalah sebanyak 54 item pernyataan, dengan 6 kategori jawaban (skor 1 sampai dengan 6). Adapun skor minimumnya adalah 54 dan

maksimumnya 324, sehingga luas sebarannya adalah 270. Dikarenakan dalam penelitian ini variabel iklim sosial keluarga dibagi ke dalam 3 kategori, maka luas sebaran dibagi 3 dan didapat rentangan sebesar 90. Berikut adalah penjelasannya : •

Tidak Harmonis : Skor minimum (54) + rentangan (90) = 144



Harmonis



Sangat Harmonis : Skor harmonis (234) + 1 = 235

: Skor tidak harmonis (144) + rentangan (90) = 234

Adapun tingkat kategorisasi iklim sosial keluarga dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4. 11 Tabel Kategorisasi Iklim Sosial Keluarga Kategori

Nilai

Sangat Harmonis Harmonis Tidak Harmonis Jumlah

N

%

- 235

115

47,3 %

145 - 234

126

51,9 %

2

0,8 %

243

100%

>

<

- 144

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkat iklim sosial keluarga berada pada kisaran sangat harmonis sebanyak 115 orang (47,3%), harmonis sebanyak 126 orang (51,9%) dan tidak harmonis sebanyak 2 orang (0,8%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sampel pada penelitian ini sebagian besar berada pada rentang iklim sosial keluarga harmonis sampai dengan sangat harmonis.

4.2.

UJI HIPOTESIS Hasil

perhitungan

analisis

regresi

dengan

menggunakan

SPSS

16

menunjukkan bahwa didapat nilai R square (R2) 0,283. Hal ini berarti 28,3 % variabel orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 10 variabel yaitu, Iklim Sosial Keluarga, Gender, Usia, Teman Sebaya, Status Sosioekonomi, Tempat Tinggal, Keterlibatan Dalam Organisasi, Bencana Alam, Jenis Pendidikan dan Status Pendidikan. Sedangkan sisanya atau 71,7 % dijelaskan oleh sebab-sebab atau aspek-aspek lain. Dengan kata lain terdapat kemungkinan adanya aspek-aspek lain yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh dari independent variabel terhadap dependen variabel. Untuk mengetahui tingkat signifikansinya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.12 Proporsi Varian Oleh Masing-Masing Independen Variabel IV

R2

R2 change

Fhitung

F table

Signifikansi

X1

0,248

0,248

80,259

3,86

Signifikan

X12

0,257

0,009

2,913

3,86

Tidak Signifikan

X123

0,259

0,002

0,647

3,86

Tidak Signifikan

X1234

0,271

0,012

3,883

3,86

Signifikan

X12345

0,272

0,001

0,324

3,86

Tidak Signifikan

X123456

0,273

0,001

0,324

3,86

Tidak Signifikan

X1234567

0,274

0,001

0,324

3,86

Tidak Signifikan

X12345678

0,276

0,002

0,647

3,86

Tidak Signifikan

X123456789

0,277

0,001

0,324

3,86

Tidak Signifikan

X12345678910

0,283

0,006

1,942

3,86

Tidak Signifikan

Total

0,283

Tabel 4.13 Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1

(Constant)

B

Standardized Coefficients

Std. Error

200.159

39.425

.499

.062

Jenis Kelamin

-5.700

Usia Teman Sebaya Status Sosioekonomi

t

Beta

Sig.

5.077

.000

.494

8.020

.000

4.929

-.073

-1.156

.249

-1.866

2.293

-.046

-.814

.417

-9.210

3.751

-.145

-2.455

.015

-1.722

2.335

-.045

-.737

.462

.188

4.446

.003

.042

.966

Keterlibatan Dalam Organisasi

1.083

4.761

.014

.228

.820

Bancana Alam

2.430

3.719

.037

.653

.514

Jenis Sekolah

2.933

4.282

.048

.685

.494

Status Sekolah

5.266

3.847

.085

1.369

.172

Iklim Sosial Keluarga

Tempat Tinggal

Selanjutnya berdasarkan hasil output SPSS 16 ingin diketahui dari kesepuluh independen variabel, variabel manakah yang memiliki kontribusi paling tinggi terhadap dependen variabel orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Berikut ini adalah deskripsi untuk masing-masing independen variabel :



Iklim sosial keluarga dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar 0,248, yang berarti bahwa variabel iklim sosial keluarga memiiki kontribusi sebesar 24,8 % dalam mempengaruhi orientasi masa

depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Selain itu untuk koefisien regresi diperoleh nilai sebesar 0,499, yang berarti bahwa variabel iklim sosial keluarga secara positif mempengaruhi orientasi masa depan, dengan kriteria signifikan. Hal ini berarti semakin harmonis iklim sosial keluarga, maka semakin tinggi tingkat orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir.



Jenis kelamin (Gender) dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar 0,009, yang berarti bahwa variabel gender memiliki kontribusi sebesar 0,9 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Sedangkan koefisien regresinya sebesar -5,7, maka variabel jenis kelamin secara negatif mempengaruhi orientasi masa depan, dengan kriteria tidak signifikan. Dalam penelitian ini coding yang digunakan untuk perempuan adalah 1, sedangkan untuk laki-laki adalah 0. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa remaja laki-laki memiliki tingkat orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir yang lebih tinggi dari remaja perempuan, namun perbedaannya tidak signifikan.



Usia dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar 0,002, dengan kata lain variabel usia memiliki kontribusi sebesar 0,2 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Adapun koefisien regresinya sebesar -1,866, yang berarti bahwa variabel usia

memiliki pengaruh yang negatif terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, dengan kriteria tidak signifikan. Artinya adalah semakin kecil usia maka semakin tinggi tingkat orientasi masa depannya, namun hal tersebut tidak signifikan.



Teman sebaya dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar 0,012, yang berarti bahwa variabel teman sebaya memiliki kontribusi sebesar 1,2 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Sedangkan untuk koefisien regresi didapat nilai sebesar 9,210, maka variabel teman sebaya secara negatif mempengaruhi orientasi masa depan, dengan kriteria signifikan. Hal ini berarti bahwa remaja yang tidak terpengaruh oleh teman sebaya memiliki orientasi masa depan yang lebih tinggi dari remaja yang terpengaruh oleh teman sebaya.



Status sosioekonomi dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar 0,001, dengan kata lain variabel status ekonomi memiliki kontribusi sebesar 0,1 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Sedangkan koefisien regresinya sebesar -1,722, yang berarti bahwa variabel status ekonomi secara negatif mempengaruhi orientasi masa depan, dengan kriteria tidak signifikan. Dalam hal ini coding yang digunakan untuk status sosioekonomi rendah adalah 1, tingkat ekonomi

sedang adalah 2, status sosioekonomi cukup tinggi adalah 3 dan status sosioekonomi tinggi adalah 4. Maka hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi status sosioekonomi maka semakin tinggi pula tingkat orientasi masa depannya.



Tempat tinggal dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar 0,001 atau variabel lingkungan tempat tinggal berkontribusi sebesar 0,1 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Adapun koefisien regresinya sebesar 0,188, yang berarti bahwa variabel lingkungan tempat tinggal secara positif mempengaruhi orientasi masa depan dengan kriteria tidak signifikan. Berarti bahwa remaja yang tinggal di perumahan memiliki orientasi masa depan yang lebih tinggi dari remaja yang tidak tinggal di prumahan, namun tidak signifikan. Hal ini dilihat dari coding yang digunakan yaitu 1 untuk remaja yang tinggal di perumahan dan 0 untuk remaja yang tidak tinggal diperumahan.



Keterlibatan dalam organisasi dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar 0,001, dengan kata lain variabel keterlibatan dalam organisasi memiliki kontribusi sebesar 0,1 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Untuk koefisien regresi didapat nilai sebesar 1,083, yang berarti bahwa variabel keterlibatan dalam organisasi

mempengaruhi orientasi masa depan secara positif, dengan kriteria tidak signifikan. Maksudnya adalah remaja yang mengikuti organisasi memiliki tingkat orientasi masa depan lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang tidak mengikuti organisasi, namun tidak signifikan. Hal ini dilihat dari coding yang digunakan yaitu 1 untuk remaja yang mengikuti organisasi dan 0 untuk remaja yang tidak mengikuti organisasi.



Bencana alam dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar 0,002, yang berarti bahwa variabel bencana alam memberikan kontribusi sebesar 0,2 % dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Untuk koefisien regresi didapat nilai sebesar 2,430, yang berarti bahwa variabel bencana alam mempengaruhi orientasi masa depan secara positif, dengan kriteria tidak signifikan. Maksudnya adalah remaja yang tidak pernah mengalami bencana alam memiliki orientasi masa depan yang lebih tinggi dari remaja yang pernah mengalami bencana alam, namun tidak signifikan. Hal ini dilihat dari coding yang digunakan yaitu 1 untuk remaja yang tidak pernah mengalami bencana alam dan 0 untuk remaja yang pernah mengalami bencana alam.



Jenis sekolah dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar 0,001, yang berarti bahwa variabel jenis pendidikan memiliki

kontirbusi pengaruh terhadap orientasi masa depan sebesar 0,1 %. Adapun koefisien regresinya sebesar 2,933, dengan kata lain variabel jenis sekolah mempengaruhi orientasi masa depan secara positif, dengan kriteria tidak signifikan. Adapun coding yang digunakan untuk variabel ini adalah 1 untuk remaja SMA dan 0 untuk remaja SMK. Maka hasil perhitungan ini berarti bahwa remaja SMA memiliki orientasi masa depan yang lebih tinggi dari remaja SMK.



Status sekolah dengan orientasi masa depan diperoleh nilai R2 (R Square) sebesar 0,006, yang berarti bahwa variabel jenis pendidikan memiliki kontirbusi pengaruh terhadap orientasi masa depan sebesar 0,6 %. Adapun koefisien regresinya sebesar 5,266, dengan kata lain variabel status sekolah mempengaruhi orientasi masa depan secara positif, dengan kriteria tidak signifikan. Maksudnya adalah remaja sekolah menengah negeri memiliki orientasi masa depan yang lebih tinggi daripada remaja sekolah menengah swasta. Hal ini dilihat dari coding yang digunakan yaitu 1 untuk remaja sekolah menengah negeri dan 0 untuk remaja sekolah menengah swasta.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa variabel yang memiliki kontribusi paling besar dan paling signifikan dalam mempengaruhi orientasi masa depan adalah variabel iklim sosial keluarga dan yang kedua adalah variabel teman sebaya.

Dari hasil analisis regresi tersebut diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

Y’ = 200,159 + 0,499X1* – 1,866X2 - 1,722X3 - 5,700X4 – 9,210X5* + 0,188X6 + 1,083X7 + 2,430X8 + 2,933X9 + 5,266X10 Keterangan : X1

: Iklim sosial keluarga

X2

: Usia

X3

: Status ekonomi

X4

: Jenis kelamin

X5

: Teman sebaya

X6

: Tempat tinggal

X7

: Keterlibatan dalam organisasi

X8

: Bencana Alam

X9

: Jenis pendidikan

X10

: Status pendidikan

* Signifikan pada level 5%

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data serta pengujian hipotesis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : “Terdapat pengaruh yang signifikan dari Iklim Sosial Keluarga, Gender, Usia, Teman Sebaya, Status Sosioekonomi, Tempat Tinggal, Keterlibatan Dalam Organisasi, Bencana Alam, Jenis Pendidikan dan Status Pendidikan terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja”. Berarti bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim sosial keluarga terhadap orientasi masa depan (H1) diterima. Sedangkan hipotesis yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel lain terhadap orientasi masa depan (H2) ditolak. Hal ini dikarenakan hanya satu dari kesembilan independen variabel lain yang mendampingi iklim sosial keluarga secara signifikan mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir, yaitu variabel teman sebaya.

5.2. DISKUSI Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklim sosial keluarga memiliki pengaruh yang signifikan secara positif terhadap orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin harmonis iklim yang terjadi di dalam keluarga, maka akan semakin tinggi tingkat orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja. Selain itu, variabel iklim sosial keluarga adalah variabel yang memiliki kontribusi terbesar dalam mempengaruhi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurmi (1987, dalam McCabe & Barnett, 2000) yang menunjukkan bahwa iklim dalam keluarga merupakan salah satu faktor dan prediktor yang penting dalam orientasi masa depan pada anak. Selain itu Nurmi (1991) juga menjelaskan bahwa interaksi antara orang tua dan anak memegang peranan penting dalam orientasi masa depan anak. Interaksi ini memberikan pengaruh dengan cara: (1) Penetapan standar normatif, orang tua mempengaruhi perkembangan minat, nilai dan tujuan hidup anak, (2) orang tua berperan sebagai contoh bagi anak dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam tugas perkembangan anak, (3) dukungan orang tua membantu anak mengembangkan sikap optimis terhadap masa depan anak. Penetapan remaja sebagai sampel pada penelitian ini juga mempengaruhi hasil penelitian yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari iklim

sosial keluarga terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Hal ini dikarenakan adanya hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa, hubungan antara remaja dengan orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap orientasi masa depan remaja, hal ini dikarenakan adanya pengaruh yang signifikan terhadap penyesuaian diri remaja (Phares & Compas, 1992 dalam McCabe & Barnet, 2000). Trommsdorff (1983, dalam McCabe & Barnet, 2000) melihat adanya keterlibatan orang tua dan menemukan bahwa remaja yang memandang adanya dukungan dan keterbukaan dari orang tua mereka akan mendapatkan orientasi masa depan yang lebih positif daripada remaja yang kurang mendapatkan dukungan dari orang tua. Pendapat lain diungkapkan oleh Schneider dkk. (2002) yaitu, bila suatu iklim semakin positif dan kuat, individu akan semakin berharap untuk melakukan perilaku positif. Semakin negatif dan kuat suatu iklim, individu di dalamnya pun akan semakin melakukan perilaku negatif. Dengan demikian hasil penelitian ini juga dapat dikatakan mendukung pernyataan tersebut bahwa, semakin harmonis suatu iklim di dalam keluarga maka akan semakin tinggi pula tingkat orientasi masa depan remaja khususnya dalam bidang pekerjaan dan karir. Selanjutnya, variabel lain yang secara signifikan mempengaruhi orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir adalah teman sebaya, dengan arah hubungan negatif. Berarti dalam hal ini remaja yang tidak dipengaruhi teman sebaya atau lebih cenderung dipengaruhi oleh orang yang lebih dewasa memiliki orientasi masa depan yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang dipengaruhi

oleh teman sebaya. Dengan kata lain, tidak terdapat kesesuaian antara hasil penelitian ini dengan teori dan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Malmberg (2001) mengenai Future Orientation in Educational and Interpersonal Context. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa teman sebaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap orientasi masa depan pada bidang pendidikan. Selain itu, Nurmi (1991) dalam teorinya menyatakan bahwa teman sebaya dapat mempengaruhi orientasi masa depan dengan cara yang bervariasi. Teman sebaya berarti teman sepermainan dengan jenjang usia yang sama dan berada pada tingkat perkembangan yang sama, dimana teman sebaya dapat saling bertukar informasi pada pemikiran mengenai tugas perkembangannya. Kelompok teman sebaya (peer group) juga memberikan individu kesempatan untuk membandingkan tingkah lakunya dengan temannya yang lain. Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dapat dikarenakan bidang orientasi masa depan yang diteliti pada penelitian sebelumnya adalah bidang pendidikan, sedangkan pada penelitian ini bidang yang diteliti adalah pekerjaan dan karir. Berarti bidang orientasi masa depan remaja yang dipengaruhi oleh teman sebaya adalah bidang pendidikan, sedangkan untuk bidang pekerjaan dan karir lebih dipengaruhi oleh orang yang lebih dewasa, misalnya orang tua, kakak atau orang lain yang dianggap lebih pengalaman. Untuk variabel jenis kelamin atau gender, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin terhadap orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir. Dengan kata lain, perbedaan

jenis kelamin tidak secara signifikan mempengaruhi orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir. Berdasarkan tinjauan literatur ditemukan adanya perbedaan gender yang signifikan antara domain-domain pada orientasi masa depan, tetapi pola perbedaan yang muncul akan berubah seiring berjalannya waktu Nurmi (1991, dalam McCabe & Barnett, 2000). Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1991) ditemukan bahwa perempuan lebih berorientasi ke arah masa depan keluarga sedangkan laki-laki lebih berorientasi ke arah masa depan karir (McCabe & Barnet, 2000). Berarti tidak ada kesesuaian antara hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Hal ini kemungkinan dapat dikarenakan oleh jumlah sampel dalam penelitian ini yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan memiliki proporsi yang lebih besar. Menilik dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmi (1991) yang salah satunya menunjukkan bahwa laki-laki lebih cenderung berorientasi ke arah masa depan karir, maka bila dilihat dari analisis skor orientasi masa depan berdasarkan jenis kelamin (bab 4 tabel 4.1) yang menunjukkan bahwa, remaja laki-laki memiliki nilai rata-rata orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja perempuan, dapat dikatakan sesuai, namun dalam penelitian ini perbedaannya tidak signifikan. Berikutnya adalah variabel usia, hasil penelitian menunjukkan bahwa usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir. Sampel penelitian ini dibatasi oleh usia yaitu 15 – 18 tahun, maka dalam penelitian ini

kategori usia dibagi menjadi 4 kelompok yaitu, kelompok usia 15 tahun, 16 tahun, 17 tahun dan 18 tahun. Adapun hasil analisis skor orientasi masa depan berdasarkan usia (Bab 4 tabel 4.2) menunjukkan bahwa kelompok remaja usia 16 tahun memiliki nilai rata-rata orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir paling tinggi, kemudian disusul oleh kelompok remaja dengan usia 15 tahun, selanjutnya kelompok remaja dengan usia 17 tahun dan terendah adalah kelompok remaja dengan usia 18 tahun. Dengan kata lain, remaja dengan usia yang lebih dewasa belum tentu secara signifikan memiliki orientasi masa depan yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja dengan usia yang lebih muda. Penelitian yang dilakukan oleh Seginer (1991, dalam Amenike, 2008) pada remaja wanita yang duduk di bangku sekolah menengah pertama, menengah atas dan kuliah, menemukan bahwa terdapat perbedaan orientasi masa depan partisipan berdasarkan kelompok usia pada semua domain kehidupan prospektif (karir, keluarga dan pendidikan). Bila dibadingkan dengan hasil penelitian ini, dapat dikatakan tidak sejalan, karena sampel penelitian ini hanya remaja yang berada pada usia sekolah menengah tingkat atas dengan rentang usia yang tidak jauh, atau hanya berselang 1 tahun. Sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Seginer (1991, dalam Amenike, 2008) sampel berasal dari jenjang atau tingkat pendidikan yang berbeda, dan memiliki rentang usia yang berbeda secara signifikan. Oleh karena itu didapat hasil yang berbeda. Untuk variabel jenis sekolah dan status sekolah juga didapatkan hasil yang tidak signifikan dalam mempengaruhi orientasi masa depan remaja khususnya dalam

bidang pekerjaan dan karir. Hal ini berarti bahwa antara siswa SMA dengan siswa SMK tidak terdapat perbedaan tingkat orientasi masa depan, dan juga antara sekolah menengah negeri dengan sekolah menengah swasta tidak terdapat perbedaan yang tingkat orientasi masa depan yang signifikan. Trommsdorff, 1979; Hurrelmann, 1987; Klaezinsky & Reese, 1991 (dalam Malmberg & Trempala, 1997) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan adalah jalur pendidikan. Pendidikan ini dapat diterima individu melalui pengalaman di sekolah. Penelitian terakhir mengenai hal tersebut dilakukan oleh Amenike (2008) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara iklim sekolah dengan orientasi masa depan dalam bidang karir pada siswa boarding school. Berdasarkan teori dan hasil penelitian tersebut di atas tergambar jelas bahwa pendidikan sangat penting dalam perkembangan orientasi masa depan remaja. Hal ini juga terlihat dari analisis sampel berdasarkan ketegorisasi orientasi masa depan pada Bab 4 tabel. 4.10 yang menunjukkan bahwa, tidak ada responden yang berada pada tingkat orientasi masa depan kategori rendah. Hal ini dapat dikarenakan bahwa sampel yang dipilih oleh peneliti adalah remaja yang bersekolah di sekolah menengah tingkat atas, atau dengan kata lain remaja yang sedang menempuh pendidikan. Variabel lainnya adalah status sosioekonomi, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari status sosioekonomi terhadap orientasi masa depan remaja dalam bidang pekerjaan dan karir. Artinya tidak terdapat perbedaan tingkat orientasi masa depan antara remaja dengan status sosioekonomi tinggi, sedang maupun rendah. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Nurmi (1987, dalam Nurmi, 1991) yang menunjukkan bahwa individu yang memiliki latar belakang status sosioekonomi yang tinggi cenderung untuk memiliki pemikiran mengenai masa depan karir yang lebih tinggi dibandingkan individu dengan latar belakang sosioekonomi rendah. Kemudian Poole dan Cooney; Trommsdorff, dkk (Nurmi, 1991) mengungkapkan bahwa remaja dengan status sosioekonomi menengah lebih tertarik pada pendidikan, karir dan aktivitas waktu luang. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan bahwa kemiskinan dan status sosioekonomi yang rendah berkaitan dengan perkembangan orientasi masa depan yang menyebabkannya menjadi terbatas (Friere, Gorman, & Wessman, 1980 ; Nurmi, 1991 dalam McCabe & Barnet, 2000) dan pesimistis (Voydenoff & Donnelly, 1990 dalam McCabe & Barnet, 2000). Perbedaan hasil penelitian di atas dapat dikarenakan oleh proporsi sampel yang tidak seimbang antara remaja yang memiliki status sosioekonomi tinggi, sedang, cukup tinggi dan rendah. Tetapi bila dilihat dari analisis skor orientasi masa depan berdasarkan status sosioekonomi, remaja yang status sosioekonominya tinggi memiliki rata-rata skor orientasi masa depan paling tinggi. Sedangkan remaja yang status sosioekonominya rendah memiliki rata-rata skor orientasi masa depan paling rendah, namun perbedaan tersebut tidak signifikan. Kemudian

variabel

keterlibatan

dalam

organisasi.

Hasil

penelitian

menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel keterlibatan dalam organisasi dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Palupi (2007) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara variabel keterlibatan dalam organisasi kemahasiswaan dengan orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir. Hal ini dapat dikarenakan oleh sampel yang berbeda, dimana penelitian ini menggunakan sampel remaja yang sedang bersekolah di sekolah menengah tingkat atas, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Palupi (2007) sampelnya adalah mahasiswa. Bagi siswa, mengikuti organisasi, club atau ekstrakulikuler hanya dikarenakan hobi, sedangkan pada mahasiswa keterlibatannya dalam organisasi tidak hanya dikarenakan hobi, tetapi juga dikarenakan hal lain seperti pengembangan diri, aktualisasi diri dan juga menyesuaikan dengan arah dan tujuan hidupnya. Selain itu mahasiswa memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi, sehingga kemampuan dalam menyerap dan memperoleh informasi lebih tinggi dari remaja usia SMA. Untuk variabel tempat tinggal, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel tempat tinggal terhadap orientasi masa depan. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan orientasi masa depan antara remaja yang tinggal di kompleks perumahan dengan yang bukan perumahan. Moeliono dkk. (2002) dalam hasil penelitiannya tentang gambaran mengenai orientasi masa depan pada remaja kota dan desa menyatakan bahwa ada perbedaan orientasi masa depan yang signifikan antara remaja kota dengan remaja desa. Memang tidak ada kesesuaian antara hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Tetapi karena seluruh sampel penelitian ini berada di kota, jadi peneliti mencoba untuk mengklasifikasikannya berdasarkan tempat tinggalnya apakah di

komplek perumahan atau yang bukan perumahan, dengan anggapan bahwa remaja yang tinggal di perumahan sama dengan remaja yang tinggal di kota, hal ini dilihat dari struktur rumah yang beraturan dan lingkungan yang lebih tertata serta kondisi masyarakatnya yang cenderung individualistis. Sedangkan untuk remaja yang tidak tinggal di perumahan sama dengan remaja yang tinggal di desa, dengan anggapan bahwa adanya kesamaan berdasarkan struktur rumah yang tidak beraturan serta kondisi masyarakatnya yang elbih menekankan kebersamaan dan tidak individualis. Terakhir adalah variabel bencana alam, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bencana alam terhadap orientasi masa depan remaja. Artinya adalah antara remaja yang pernah mengalami bencana alam dengan yang tidak pernah mengalami bencana alam tidak terdapat perbedaan orientasi masa depan yang signifikan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Artar (2002, dalam Palupi, 2007) yang menemukan perbedaan antara remaja Turki yang mengalami musibah gempa bumi dengan remaja yang tidak mengalami musibah dalam orientasi masa depannya. Perbedaan hasil penelitian ini dapat dikarenakan lokasi penelitian yang cenderung jauh berbeda. Selain itu seberapa besar bencana yang ditimbulkan juga menjadi alasan berbedanya hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini tidak terdapat kualifikasi yang jelas tentang bencana alam yang dimaksud, apakah menyebabkan kerusakan yang besar sehingga menimbulkan trauma bagi masyarakatnya atau hanya bencana alam yang kecil dan tidak menimbulkan dampak traumatik. Sedangkan pada penelitian sebelumnya, lokasi penelitian yang

digunakan adalah lokasi terjadinya bencana gempa bumi besar yang menyebabkan perubahan yang signifikan dari segi struktur masyarakatnya dan menimbulkan dampak traumatik yang berkepanjangan.

5.3. SARAN Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Namun hal tersebut merupakan pembelajaran berharga yang dapat diperoleh. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, maka dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut :

5.3.1. Saran Metodologis 1. Dikarenakan variasi dari kedelapan independen variabel hanya menyumbang pengaruh sebesar 28,3 % dan sisanya disebabkan oleh faktor lain, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya agar mencari dan menghubungkan faktorfaktor lain yang mempengaruhi orientasi masa depan, khususnya yang ada pada teori di Bab 2 yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor internal individu yaitu konsep diri, sense of coherence, strategi bertahan dan trait kecemasan. Selain itu faktor eksternal atau kontekstual lainnya yaitu budaya, agama dan sebagainya. 2. Konstruk orientasi masa depan dapat diaplikasikan pada berbagai domain kehidupan. Penelitian ini hanya meneliti orientasi masa depan dalam domain pekerjaan dan karir. Oleh karena itu, penting kiranya untuk mengadakan

penelitian orientasi masa depan pada domain kehidupan lainnya (misalnya dalam bidang pendidikan, keluarga, pernikahan dan lainnya). 3. Salah satu kekurangan dari penelitian ini adalah kurang seimbangnya persebaran responden penelitian. Maka dalam penelitian selanjutnya diharapkan untuk menyeimbangkan persebaran responden berdasarkan data kontrol penelitian (misalnya jenis kelamin dan tingkat sosioekonomi). 4. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang tinggal di wilayah Jakarta Utara. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperluas cakupan populasi dan memperbanyak jumlah sampel, agar diperoleh data yang lebih variatif. 5. Selanjutnya, diharapkan mengadakan penelitian orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir pada responden dengan karakteristik yang berbeda (misalnya anak jalanan).

5.3.2. Saran Praktis Mengingat pentingnya orientasi masa depan dalam proses perkembangan remaja, maka penulis menyarankan :

1. Hasil penelitian ini dapat juga dijadikan bahan masukan yang positif bagi para orang tua agar mengambil peran yang besar dalam upaya mengkondisikan keluarga dalam iklim yang harmonis dan kondusif, misalnya dengan menghindari terjadinya konflik antar anggota keluarga, mengintensifkan komunikasi antar

anggota keluarga dan sebagainya, sehingga remaja dapat menyelesaikan tugas perkembangannya dengan baik khususnya dalam memperoleh orientasi yang baik tentang masa depannya. 2. Selain itu diharapkan agar orang tua dapat mendampingi dan memberikan motivasi penuh kepada remaja dalam mencapai masa depan yang dicitacitakannya. Orang tua juga diharapkan dapat memantau lingkungan sekitar remaja serta teman-teman sebayanya agar tidak terpengaruh hal-hal negatif dan juga diharapkan orang tua bisa memposisikan diri sebagai teman dan rekan diskusi bagi remaja. Hal ini dikarenakan hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja memiliki pengaruh lebih besar dari orang yang lebih dewasa dan lebih berpengalaman dalam hal orientasi masa depan khususnya dalam bidang pekerjaan dan karir. 3. Untuk remaja agar lebih menggali dan mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai pekerjaan dan karir yang diinginkan di masa depan, karena dengan informasi yang banyak akan memudahkan tercapainya pekerjaan dan karir yang diinginkan. Selain itu diharapkan remaja dapat lebih selektif dalam memilih teman bermain yang tepat, hal ini dipandang perlu karena salah satu hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari teman sebaya terhadap orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan dan karir.

DAFTAR PUSTAKA Agustian, Ary Ginanjar. 2001. ESQ : Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta : Arga Wijaya Persada. Agustriani, Hendriati, dkk. 2001. www.ceria.bkkbn.go.id. Al-Rahman, Dian Fatwa Nafs. 2004. Hubungan Antara Iklim Sosial Keluarga dengan Prestasi Belajar. Skripsi. Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Amenike, Diny. 2008. Hubungan Iklim Sekolah dengan Orientasi Masa Depan Bidang Karir. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Azwar, Saifuddin., (2003). Penysunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Datuk, H . Zainal Arifin. 1976. Remaja Sebab dan Penanggulangannya. Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya. Gilmer, B Von Haller. 1984. Applied Psychology : Adjusment in Living and Work. New Delhi : India Offset Press. Hasan, Fuad. 2003. Kamus Istilah Psikologi. Jakarta : Progres. Higgins, James M. 1982. Human Relations : Concept and Skills. New York : Random House. Inc. Hurlock, E. 1999. Psikologi perkembangan Anak, jilid ke satu, (terjemahan : Istiwidayati). Surabaya: Erlangga. Jahja Umar, Ph.D. 2009. Personal Communication. Jakarta : Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Kimmel. 1995. www.geocities.com.

Kozlowski, Steve W. J & Mary L. Doherty. 1989. Integration of Climate and Leadership : Examination of a Neglected Issue. Journal of Applied Psychology Vol. 74. No. 4. Hal. 546. Lindzey, Gardner & Calvin S. Hall. 1978. Theories of Personality. New York : John Wiley & Sons. Malmberg, Lars Erik & Janusz Trempala. 1997. Anticipated Transition to Adulthood : The Effect of Educational Track, Gender, and Self Evaluation on Finnish and Polish Adolescents’ Future Orientation. Journal of Youth and Adolescence Vol. 26 No. 5. McCabe, Kristen M & Douglas Barnett. 2000. The Relation Between Familial Factors and Future Orieantation of Urban, African American Sixth Graders. Journal of Child and Family Studies Vol. 9, No.4. McCabe, Kristen M & Douglas Barnett. 2000a. First Comes Work, Then Comes Marriage : Future Orientation Among African American Young Adolescents. Journal of Interdisiplinary Journal of Applied Vol. 49, No.1. Monks, F J & Knoers. 2002. Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Moeliono, Marisa F, dkk. 2002. Gambaran Orientasi Masa Depan Remaja dalam Bidang Karier dan Pekerjaan pada Remaja Kota dan Remaja Desa. Laporan Penelitian : Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran. Moos, Rudolf H. 2002. The Mystery of Human Context and Coping : An Unraveling of Clues. American Journal of Community Psychology Vol. 30 No. 1 Hal. 67. Moos, Rudolf H & Charles J Holahan. 2004. Environmental Assessment. Encyclopedia of Applied Psychology Vol. 1 Hal. 787. Nurmi, Jari-Eric. 1989. Adolescents’ Orientation to The Future : Development of Interest and Plans, and Related Attributions and Affect, in the Life-Span Context. Helsinski : Societas Scientiarum Fennica. Nurmi, Jari-Eric. 1991. How Do Adolescents See Their Future? A Review of the Development of Future Orientation and Planning. Helsinski : Academic Press, Inc.

Palupi, N.P. 2007. Hubungan antara Trait Kecemasan dan Keterlibatan dalan Organisasi Kemahasiswaan dengan Orientasi Masa Depan Bidang Karir. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Rahayu, Setyorini. 1993. Hubungan Antara Iklim Sosial Keluarga dengan Aspirasi pada Remaja Akhir. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Ruud, Josephine Bartow & Olive A Hall. 1974. Adult Education for Home and Family Life. New York : John Wiley & Sons, Inc. Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2005. Pernak-pernik Hubungan Orang Tua-Remaja (Anak Bertingkah Orang Tua Mengekang). Jakarta : Kompas. Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2008. http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/03/16/ 01283497/melulu.orientasi.masa. depan.cukupkah Santrock, John.W. 2002. Life-Span development. Perkembangan Masa Hidup. Edisi 5, Jilid 2 (terjemah : Achmad Chusairi & Juda Damanik). Jakarta : Erlangga. Sarwono, Sarlito. Wirawan. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers. Scheneider, Benjamin, dkk. 2002. Climate Strenght : a New Direction for Climate Research. Journal of Applied Psychology Vol. 87 No. 2. Sevilla, Consuelo G. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta : UI Press. Sitanggang, AR. Henry. 1994. Kamus Psikologi. Bandung : Armico.

Related Documents

Izzah Atiqah
November 2019 13
11 Izzah
October 2019 29

More Documents from "Re Tan Terang"