Biografi DR.T.D. Pardede Tumpal Dorianus Paredede adalah seorang anak lelaki berdarah Batak asal sumatera . Kakeknya merupakan seorang raja hutan dan merupakan orang paling kaya di kalangan orang batak . Berbeda halnya dengan ayahnya yang bernama Williem Pardede yang hanyalah seorang sederhana . Ayahnya memiliki enam anak dan si tumpal lah anak bungsu . Ayahya mewariskan beberapa bidang sawah saja kepada anaknya tumpal. Ia lahir di Balige, kabupaten Tapanuli utara pada tanggal 16 oktober 1916 . demikianlah ia hidup bersama saudara-saudaranya. Masa
kanak-kanak
Tumpal
dihabiskan
di
desa
Tambunan
Lumbangaol, dan sekaligus bersekolah di HIS ( Hollandsch Inlandsche School ) Balige. Dikenal sebagai seorang anak yang jago dalam bermain kelereng didesanya, di usianya yang memasuki lima tahun. Ia sering menang dalam setiap kesempatan dan hasil kemenanganya tersebut dijual dan digunakan untuk jajan, kebutuhan membeli buku sekolah maupun untuk modal menjual kembang gula. Jika dilihat, tidak ada perbedaan yang menohok antara dia dengan anak lain yang seusianya. Tetapi apa telintas dipikiran kita, jika di bilang seorang anak umur lima tahun sudah bisa menhasilkan uang dengan cara bermain ? . Ya, pastinya itu mungkin hal yang sangat jarang terjadi karena anak umur lima tahun pada umumnya juga bermain tetapi hanya untuk kesenangan saja bukan untuk kebutuhan di masa yang akan datang. Dan juga pada masa itu tumpal sama sekali tidak di biayai sekolahnya oleh ayahnya tetapi dia sendiri yang menbiayainya. Tumpal Pardede bekerja di central plantation hospital, rumah sakit belanda di langsa, aceh timur. Selama tiga tahun disana naluri dagangnya semakin bertambah. Ia menjadi makelar obat dan waktu itu ia digaji 10 gulden. keluar dari rumah sakit, pardede bekerja di perkebunan milik belanda di dolok illir, kabupaten deli serdang. Disinilah ia mengenal Hermina boru Napitupulu, adik teman sekerja. Ia menikahi Hermina pada
tanggal 16 mei 1937, tepat di usianya yang ke-21 tahun. yang menurut Tumpal untuk memasuki kehidupan rumah tangga. Mengarungi bahtera rumah tangga, Tumpal Pardede Dan Hermina Napitupu pada kenyataanya memanglah sungguh mesra. Atas hikmatnya sehingga mereka dikarunia kado dengan menitipkan tiga putra dan enam putri dalam keluarga tersebut. Ketiga putra tersebut adalah Rudolf Pardede, Johny Pardede, dan Hisar Pardede. Kemudian keenam putrinya yakni Sariaty Pardede, Anny Pardede, Emmy Pardede, Indriani Pardede, Reny Pardde dan Mery Pardede. Hermina Napitupulu seorang isteri sekaligus penasehat.yang paling penting adalah seorang pendorong jiwa dagang Tumpal Pardede. Kemudian merak memulai untuk berbisnis bersama. Tumpal Pardede menjual pakaian dan beras di kebun yang menjadi di wariskan kepadanya. Dengan sepeda ia berkeliling mencari langganan. Sementara isterinya membuka warung tuak yang cukup laris. Jika warung tetangga tutup pukul 18:00 sore, warung Hermina tutup pukul 16:00 sore. Hal tersebut dapat terjadi sedemikian rupa di karenakan semua tuak telah habis di tenggak para pelanggan. Demikianlah hal tersebut terjadi pada awal perjuagan bisnis mereka. Tumpal pardede juga seorang jiwa patriotis dan itu sangat nyata. Selama revolusi kemerdekaan, Tumpal Pardede ikut berjuang. Malah komandan resimen tarutung waktu itu memberi dia pangkat letnan satu. Paredede ditempatkan dibagian pembekalan. Bidangnya sesuai dengan bakat dagangnya. Ia mensuplai beras dan ikan asin untuk pasukan yang sedang bertempur. Pengkat letnan satu dilepaskan pardede setelah penyerahan kedaulatan bahkan semua hartanya di Tapanuli ia jual.kemudian mereka pindah ke Medan. Bersama isteri, ia memulai karir di Medan dengan mendirikan NV Roma, usaha penebangan hutan penumpang dengan 40 bis. namun, setelah berjalan baik usaha ini ia lepaskan.september 1953 berdiri usaha baru di
bidang sandang. Produksi pabriknya pada tahun-tahun awal lebih banyak berupa kaus singlet dan selimut. Industry ini berkembang dan tahun 1960 lahir pabrik pemintalan. Karena itu ia pernah digelari raja tekstil.Usaha ini tetap di pegangnya sambil mendirikan jenis-jenis usaha lain, seperti Cold Storage di Sibolga, Belawan dan Lhokseu. Ketika ia membangun Hotel Danau Toba Internasional di Medan, 1970, banyak orang menujuluki ”Pardede sudah gila”. Sebab, pada saat itu, turis asing belum seberapa di Medan dan orang tak pernah mimpi ada hotel bertaraf internasional di sana tetapi pardede juga memiliki usaha “gila” lain adalah lahirnya kesebelasan Park peduli bahkan dia menunjukkan pada orang lain bahwa hotelnya berkembang. Usaha gila lain yang dibangun pardede adalah membangun kesebelasan DEDETEX dengan menghimpunkan pemain dari berbagai perserikatan. Kesebelasan ini merupakan klub sepak bola bayaran pertama di Indonesia, walau dengan dalih “dijadikan karyawan pabrik”. Banyak pemain, seperti Iswadi Idris, Ronny Pattinasarani, Sucipto, Basri, dan Abdul Kadir, pernah bergabung di Pardedetex. Bahkan para pemain diberi gaji tetap dah di fasilitasi asrama dan tempat latihan. Namun tidak semua usaha pardedeyang berhasil ada juga yang gagal, Yakni mencukongi koran. Tahun 1960 ia memodali koran Patriot. Lenyap koran ini lahir koran Berdikari, (1966). Gagal lagi dan ia memodali koran Warta Sumatera, Koran ini pun mati, 1975, dan kembali Pardede memodali koran Proklamasi, yang bangkrut juga, 1976. Akhirnya, ia putuskan menjauhi bisnis penerbitan, Pardede mengaku bahwa dia gagal karena tak bisa campur tangan di bidang redaksi tetapi kenapa ia begitu getol memodali koran sampai empat penerbitan tak putus putus? “Aku melihat aspek politisnya, bukan bisnis. Terjun di politik tanpa surat kabar rasanya seperti nasi basi,” katanya. Kegiatan pardede setiap harinya saat subuh ia memeriksa RS Herna (dari singkatan nama istrinya). Siang tidur sebentar, sore bermain golf di belakang hotelnya. Malam tidur di samping makam istrinya. Di sela-sela
waktunya itu, staf ahli dan pembantu di berbagai perusahaannya datang melapor, dan T.D. Pardede mengambil keputusan. harta kekayaannya, yang tahun 1980 saja bernilai Rp 50 milyar, pada ulang tahunnya ke-67, 16 Oktober lalu, ia hibahkan semua. Satu bagian untuk putranya yang berjumlah tiga orang, satu bagian untuk enam putrinya, dan satu bagian lagi untuk yayasan yang ia dirikan bersama para putra-putri dan menantu, termasuk 24
cucunya.
dan
itulah
kesibukannya
setelah
isterinya
meninggalkan dia. Semakin umur bertambah semakin lemah pula kondisi tubuh. Sama halnya yang terjadi dengan T.D. Pardede . yang hanya manusia yang fana. Yang suatu saat akan kembali kepada tuhan. 18 November 1991 T.D. Pardede tutup usia. Tepat pada umurnya yang ke 75 tahun. dan kini hanya dapat mendengarkan tentang cerita hidupnya yang menakjubkan.