Isi.docx

  • Uploaded by: riskiyanti dwi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,751
  • Pages: 17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan oleh suku Madura. Ada beberapa tingkatan dalam penggunaan bahasa Madura yaitu Enja’ iyeh, Engghi Enten, Engghi Bhunten. Dalam kehidupan sehari hari, bahasa Madura memiliki tingkatan tertentu. Tiap tingkatan memiliki karakter dan ketentuan ketentuan tertentu. Kalangan remaja yangbersuku Madura jarang yang memerhatikan tingkatan bahasa Madura. Mereka mengacuhkan pemakaian bahasa Madura engghi bhunten untuk percakapan mereka sehari hari. Mereka lebih cenderung menggunakan bahasa madura enja’ iyeh entah itu kepada guru, orang tua, dan kesemua orang. Padahal bahasa madura enja’ iyeh menurut tingkat pemakaiannya, hanya boleh di gunakan oleh orang yang lebih tua umurnya kepada orang yang lebih muda atau kepada teman sebaya(seumuran). Maka dari itu, jika remaja menggunakan bahasa madura enjek iyeh untuk berkomunikasi dengan semua orang, hal itutidak sesuai dengan tata pemakaian tingkatan bahasa madura. Sehingga, dengan adanya pelajaran bahasa madura di sekolah dapat membantu siswa tahu bagaimana cara menggunakan bahasa madura dengan baik dan benar. Permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pudarnya Budaya Berbahasa Madura Engghi Bhunten bagi Remaja SMAN 1 Suboh “.

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Berapa persen remaja yang mengetahui bahasa madura engghi bhunten ? 2. Berapa persen remaja yang menggunakan bahasa madura engghi bhunten? 1

3. Apa yang menyebabkan sebagian besar remaja enggan berbahasa madura engghi bhunten ?

C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui berapa persen remaja yang tahu akanbahasa madura engghi bhunten 2. Mengetahui berapa persen remaja yang menggunakan bahasa madura engghi bhunten 3. Mengetahui apa penyebab remaja enggan berbahasa madura engghi bhunten

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Menambah motivasi remaja untuk berbahasa madura engghi bhunten 2. Menambah informasi pentingnya berbahasa madura engghi bhunten

E. Penjelasan Istilah Untuk menghindari presepsi yang menyimpang, maka peneliti menyajikan penjelasan istilah sebagai berikut : 1. Budayaadalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi 2. Bahasaa dalah kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, dan sebuah bahasa adalah contoh dari sebuah sistem komunikasi yang kompleks. 3. Bahasa Maduraadalah bahasa yang digunakan suku madura. Bahasa madura merupakan cabang dari bahasa Austronesia ranting Melayu – Polenesia, dan mempunyai persamaan dengan bahasa bahasa daerah lainnya di indonesia.

2

4. Enja’ Iyeh adalahtingkatan bahasa yang paling rendah. Tingkatan ini biasanya digunakan oleh orang yang lebih tua umurnya kepada orang yang lebih muda atau kepada teman sebaya(seumuran). 5. Engghi Entenadalahtingkatan kedua dalam bahasa madura. Pada tingkatan ini penggunaan bahasa diperhalus. Biasanya digunakan oeh orang yang baru kenal. 6. Engghi Bhunten adalahtingkatan bahasa yang paling tinggi. Penggunaan ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua. 7. Remaja adalahmasa peralihan antara masa anak anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.

F. Batasan Masalah 1. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 SUBOH, dilakukan survey secara acak di berberapa kelas 2. Penelitian dilakukan pada125 siswa SMAN 1 SUBOH yang menjadi responden

3

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Mengenalkan Bahasa Madura Bahasa Madura adalah bahasa yang digunakan suku Madura. BahasaMadura mempunyai penutur kurang lebih 14 juta orang dan terpusat di pulau Madura, ujungtimur pulau Jawa juga di kawasan tapal kuda terbentang dari Pasuruan, Surabaya, Malang, sampai Banyuwangi, kepulauan Masalembo, hingga pulau Kalimantan. Di Pulau Kalimantan, masyarakat Madura terpusat di kawasan Sambas, Pontianak, Bengkayang dan Ketapang, Kalimantan Barat, sedangkan di Kalimantan Tengah mereka berkonsentrasi di daerah Kotawaringin Timur, Palangkaraya dan Kapuas. Namun kebanyakan generasi muda Madura di kawasan ini sudah hilang penguasaan terhadap bahasa ibu mereka. Bahasa Madura merupakan cabang dari bahasa Austronesia, ranting Melayu – Polinesia, dan mempunyai persamaan dengan bahasabahasa daerah lainnya di Indonesia. Bahasa Madura banyak dipengaruhi oleh bahasaJawa, Melayu, Bugis, Tionghoa, dan sebagainya. Pengaruh bahasa Jawa amat kuat dalam bentuk sistem hieraki berbahasa kesan pendudukan kerajan Mataram di pulau madura. Banyak juga kata kata dalam bahasa ini yang berakar dari bahasa indonesia atau bahasa melayu bahkan dengan bahasa minangkabau, tetapi dengan lafal yang berbeda. Bahasa Madura mempunyai sistem pelafalan yang unik. Begitu uniknya sehingga orang luar Madura yang berusaha mempelajarinyapun mengalami kesulitan, khususnya dari segi pelafalan tadi. Bahasa Madura mempunyai lafal sentak dan ditekan terutama pada konsonan [b], [d], [j], [g], jh, dh dan bh atau pada konsonan rangkap seperti jj, dd dan bb . Namun penekanan ini sering terjadi pada suku kata bagian 4

tengah.Sedangkan untuk sistem vokal, Bahasa Madura mengenal vokal [a], [i], [u], [e], [ə] dan [o]. Bahasa Madura sebagaimana bahasa-bahasa di kawasan Jawa dan Bali juga mengenal Tingkatan-tingkatan, namun agak berbeda karena hanya terbagi atas tiga tingkat yakni: 

Ja' - iya (sama dengan ngoko)



'Èngghi-Enthen (sama dengan Madya)



Èngghi-Bunthen (sama dengan Krama) Contoh :



Berempa' arghena paona? : Berapa harga mangganya? (Ja'-iya)



Saponapa arghe epon pao paneka? : Berapa harga mangganya? (EngghiBunthen

Bahasa Madura sebelumnya menggunakan Carakan dan Pegon dalam penulisan namun pada buku-buku berbahasa Madura terbitan setelah tahun 1972 sudah dimulai penyesuaikan tulisan dengan Ejaan Yang disempurnakan (EYD) namun menggunakan huruf diakritik dalam penulisan yaitu a,â,è,e,i,o,u Contoh-contoh : 

Bhâsa Mâdurâ sè paling alos dâri Songènnèp : Bahasa Madura yang paling halus dari Sumenep



Sokona Brudin ghi’ bârâ, bân makalowar dârâ : Kakinya Brudin masih bengkak dan mengeluarkan darah



Sengko’ èntar-a mellè talè : Saya pergi mau beli tali



Tang Eppa’ nyamana Abdoel Mutallib : Bapak saya namnya Abdoel Mutallib



Tolong olo’ aghi taksi : Tolong panggilkan taksi 5

Bahasa Madura juga mempunyai dialek-dialek yang tersebar di seluruh wilayah tuturnya. Di Pulau Madura sendiri pada galibnya terdapat beberapa dialek seperti: 

Dialek Bangkalan



Dialek Sampang



Dialek Pamekasan



Dialek Sumenep



Dialek Kangean Dialek yang dijadikan acuan standar Bahasa Madura adalah dialek Sumenep, karena

Sumenep pada masa lalu merupakan pusat kerajaan dan kebudayaan Madura. Sedangkan dialek-dialek lainnya merupakan dialek rural yang lambat laun bercampur seiring dengan mobilisasi yang terjadi di kalangan masyarakat Madura. Untuk di pulau Jawa, dialek-dialek ini seringkali bercampur dengan Bahasa Jawa sehingga kerap mereka lebih suka dipanggil sebagai Pendalungan daripada sebagai Madura. Masyarakat di Pulau Jawa, terkecuali daerah Situbondo, Bondowoso, dan bagian timur Probolinggo umumnya menguasai Bahasa Jawa selain Madura. Contoh pada kasus kata ganti "kamu": 

kata be'en umum digunakan di Madura. Namun kata be'na dipakai di Sumenep.



sedangkan kata kakeh untuk kamu lazim dipakai di Bangkalan bagian timur dan Sampang.



Heddeh dan Seddeh dipakai di daerah pedesaan Bangkalan. Khusus Dialek Kangean, dialek ini merupakan sempalan dari Bahasa Madura yang

karena berbedanya hingga kerap dianggap bukan bagian Bahasa Madura, khususnya oleh masyarakat Madura daratan. Contoh: 6



akoh: saya (sengko' dalam bahasa Madura daratan)



kaoh: kamu (be'en atau be'na dalam bahasa Madura daratan)



berrA' : barat (berre' dengan e schwa / â dalam bahasa Madura daratan)



morrAh: murah (modhe dalam bahasa Madura daratan)

B. Mengenalkan Bahasa Madura Engghi Bhunten Beberapa tahun terakhir, modernisasi dan globalisasi menjadi tema menarik yang sering diperdebatkan, terutama oleh kaum budayawan. Alasan utamanya, karena keduanya di samping membawa dampak positif terhadap perkembangan dan pembangunan Negara ini, juga membawa dampak negatif. Termasuk di dalamnya, keduanya telah memarjinalkan budaya-budaya asli atau budaya daerah. Budaya-budaya yang dilestarikan dan dijaga oleh masyarakat menjadi pudar bahkan terpinggirkan oleh budaya-budaya baru yang kurang jelas nilai historisnya (Tirmidzi, 2009). Salah satu budaya yang telah pudar adalah budaya berbahasa engghi-bhunten bagi masyarakat Madura. Bahasa engghi-bhunten merupakan bahasa terhalus di Madura setelah bahasa engghi-enten sebagai bahasa tingkat pertengahan dan enje’-iye sebagai bahasa tingkatan paling kasar. Dalam tradisi Madura, bahasa engghi-bhunten setingkat dengan bahasa kromo inggil dalam tradisi Jawa. Dalam implementasinya, bahasa engghibhunten biasanya digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dan orang yang dihormati, semisal dari anak ke orang tua, santri ke kiai, murid ke gurunya, staff ke atasannya dan sejenisnya. Sebagai contoh, kata panjenengan atau ajunan yang berarti “kamu” digunakan untuk memanggil seorang kiai oleh para santrinya, dan kata abdhina untuk diri sendiri ketika berbicara dengan yang lebih terhormat. Tapi ironisnya, bahasa demikian kini telah merosot untuk tidak mengatakannya telah mati.

7

Menurut Tirmidzi (2009), ada beberapa hal mendasar yang menyebabkan bahasa engghi-bhunten di Madura menjadi pudar. Pertama, minimnya tenaga ahli yang mampu bertutur dengan bahasa engghi-bhunten. Salah satu pengasuh pondok pesantren di Sumenep, KH. Baidlawi, pernah menuturkan bahwa di zaman yang terus berkembang ini makin sulit menemukan sosok yang ahli dalam berbahasa Madura halus. Kedua, minimnya dokumentasi yang menghimpun khazanah kekayaan bahasa Madura. Prof. Dr. Mien Ahmad Rifai mencatat bahwa dalam setengah abad terakhir ini hampir tidak ada tulisan atau buku yang ditulis dalam bahasa Madura, sehingga bahasa Madura—termasuk bahasa engghi-bhunten—tidak bisa diakses oleh masyarakat luas. Ketiga, hilangnya kebanggaan dan rendahnya komitmen penutur bahasa engghi-bhunten. Dalam hal ini dapat dilihat dari fenomena kaum muda yang sudah banyak berinteraksi dengan ragam budaya luar dimana mereka cenderung memilih bahasa luar dan meninggalkan bahasa daerahnya. Jika hal demikian dibiarkan, maka dapat dipastikan prediksi Achmad Zaini Makmun—staf ahli Balai Bahasa Surabaya—tentang matinya bahasa Madura pada tahun 2024 akan menjadi kenyataan, lebih-lebih bahasa engghi-bhunten. Bukan hanya itu, lebih ironis lagi adalah matinya bahasa daerah akan membunuh nilai-nilai budaya daerah dimaksud, karena bahasa dengan budaya memiliki kaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Relasi Bahasa dengan Budaya Para sosiolog, budayawan dan ahli bahasa berbeda pendapat mengenai relasi bahasa dengan budaya, apakah relasi itu bersifat koordinatif atau subordinatif. Koentjaraningrat (1992) berasumsi bahwa hubungan keduanya merupakan hubungan subordinatif, di mana bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Ada pula yang berasumsi bahwa antara bahasa dan budaya adalah fenomena yang berbeda dan sederajat dalam tingkatannya, sehingga hubungan keduanya adalah koordinatif 8

sebagaimana disebutkan oleh Fishman (1987). Bukan hanya itu, Masinambouw (1985) menyatakan bahwa bahasa dan budaya merupakan dua sistem yang “melekat” pada manusia, budaya sebagai sistem yang mengatur interaksi mereka sedangkan bahasa adalah sistem yang berfungsi sebagai media berlangsungnya interaksi itu sendiri. Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, yang perlu dicatat adalah bahwa bahasa dan budaya memiliki ralasi yang kuat. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling memengaruhi. Menurut penulis ada dua hal penting yang patut diutarakan terkait dengan relasi bahasa dan budaya. Pertam, keduanya sebagai sistem atau konsep nilai yang memiliki peran vital dalam kehidupan ini. Nilai-nilai budaya terdapat dalam bahasa dan nilai-nilai bahasa juga terdapat dalam budaya. Dengan demikian, ketika sebuah bahasa diungkapkan dalam budaya yang berbeda maka akan mengandung nilai yang berbeda. Misalnya, kata kelem dalam bahasa halus Madura yang berarti “menginap” akan berbeda nilainya ketika diungkapkan di luar Madura, karena perbedaan budaya. Begitu juga sebaliknya, sebuah budaya jika dibahasakan dengan bahasa daerah lain akan memiliki nilai yang berbeda pula, semisal budaya kerrapan sapeh (kerapan sapi) di Madura dibahasakan dengan bahasa jawa atau reog di Ponorogo yang telah dibahasakan dengan bahasa Malaysia. Kedua, keduanya sebagai kunci pengetahuan karakter masyarakat. Artinya, bahasa dan budaya akan mengilustrasikan karakter masyarakatnya. Lindgren (1973) menyatakan bahwa orientasi pengkajian bahasa dan budaya adalah untuk mengetahui lebih dalam pola dan nilai sebuah masyarakat. Bahkan, keduanya dianggap sebagai ciri paling kuat untuk mendalami karakter dalam masyarakat. Jadi, untuk mengetahui secara komprehensif karakter masyarakat Madura misalnya terlebih dahulu harus mempelajari bahasa dan budayanya. Asumsi ini secara tidak langsung menafikan generalisasi publik tentang budaya “kasar” masyarakat Madura, karena asumsi demikian tidak memiliki dasar yang kuat. Jelas bahasa engghi-bhunten 9

mengandung nilai yang tidak didapati dalam bahasa-bahasa lain dan di budaya-budaya lain. Bahasa engghi-bhunten sebagai bahasa terhalus, paling tidak akan mencerminkan budaya santun dan budaya halus masyarakat Madura dalam kapasitasnya sebagai masyarakat pesisir. Oleh karena itu, bahasa engghi-bhunten harus dijaga dan dilestarikan karena pelestariannya merupakan salah satu langkah konkret pelestarian budaya Madura. Terlebih pasca konflik Sambas (Kalimantan Barat, 1996/1997-1999), Sampit (Kalimantan Tengah) pada minggu ketiga Februari 2001, Palangkaraya, Kualakapuas, dan Pangkalan Bun, di mana sampai saat ini masyarakat Madura telah diklaim sebagai orang kasar, beringas dan menakutkan. Untuk menghilangkan klaim tersebut, dibutuhkan komitmen dan semangat baru dari masyarakat Madura, mulai dari pemerintah, tokoh agama dan masyarakat, dan masyarakat secara umum untuk membudayakan kembali bahasa engghi-bhunten sebagai salah satu cara untuk menampilkan citra Madura yang lebih baik.

10

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian studi lapangantentangPudarnyaBudayaBerbahasa Madura engghibunthen di KalanganRemajaSMANegeri 1 Suboh.

A. Tempat, Waktu, dan Subjek Penelitian Penelitian dilakukan di SMAN 1 SUBOH, pada tanggal 30 April 2016dan yang menjadi objek penelitian adalah siswa siswi kelas X yang dipilih secara acak. Responden penelitian 125 responden merupakan siswa siswi yang berasal dari kelas X A – X H. Masing masing kelas direpresentasikan oleh sekitar 15 orang responden.

B. Rancangan Penelitian 1. Observasi Peneliti melakukan pengumpulan data mengenai penggunaan bahasa madura engghi bhunten dalam percakapan sehari hari siswa. Dengan metode observasi, peneliti melakukan pengamatan dan mencatat tingkatan bahasa Madura apa yang sering digunakan oleh remaja yang muncul dalam percakapan mereka sehari hari di sekolah. Observasi dilakukan di lingkungan SMAN 1 SUBOH : kopsis, kantin, perpus, tempat bercengkerama siswa di waktu istirahat. Hasil observasi tersebut kemudian dimanfaatkan oleh peneliti dalam menyusun angket untuk melakukan survei.

2. Survei Untuk mengetahui intensitas penggunaan bahasa Madura engghi bhunten oleh remaja(responden), maka peneliti juga menggunakan metode survei. Responden di

11

batasi oleh peneliti yaitu dengan cara random sampling dalam skala SMAN 1 SUBOH.

C. Analisis Data Peneliti membuat angket kemudian menyebarkan kepada 125 siswa di SMA Negeri 1 Suboh. Di dalam nya terdapat beberapa pertanyaan, yaitu 1) Apakah Anda mengetahui bahasa Madura engghi bhunten?, 2) Apakah Anda bisa berbahasa Madura engghi bhunten?, 3) Apakah Anda menggunakan bahasa Madura engghi bhunten kepada orang yang lebih tua dalam percakapan sehari-hari? Setelah menyebarnya kemudian hasilnya dianalisis. Berapa persen siswa yang mengetahui bahasa Madura engghi bhunten, berapa persen yang menggunakan bahasa Madura engghi bhunten, dan seberapa pentingnya bahasa Madura engghi bhunten bagi mereka.

12

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian Dari hasil penelitian telah diperoleh data sebagai berikut : 1.

Dari 125responden, yang bisa berbahasa Madura engghi bhunten sebanyak 40% dan yang tidak bisa 60%.

2.

Persentase intensitas penggunaan bahasa Madura(enja’ iyeh, engghi enten, engghi bhunten) adalah : 53% responden menggunakan bahasa Madura enja’ iyeh sebagai bahasa sehari hari(kepada teman dan orang tua), 33% menggunakan bahasa engghi enten (kepada orang tua saja), kemudian 13% menggunakan bahasa engghi bhunten(kepada orang tua saja).

3.

Alasan dari responden tidak menggunakan bahasa Madura engghi bhunten sebagai bahasa mereka sehari hari : a.

Tidak terbiasa

b.

Bahasa madura engghi bhunten tidak gaul

c.

Tidak bagus

d.

Sulit dipahami dan sulit dimengerti

e.

Sulit diucapkan

f.

Bahasanya susah

g.

Lingkungan sekitar tidak ada yang berbahasa madura engghi bhunten

h.

Jarang digunakan

i.

Kurang lancar

13

B. Pembahasan 1. Prosentase pemakaian bahasa Madura engghi bunten Responden yang bisaberbahasa Madura engghi bhunten sangat rendah yaitu hanya 40% . Terlihat bahwa budaya berbahasa Madura engghi bhunten sudah mulai pudar, remaja mengacuhkan penggunaan bahasa Madura engghi bhunten. Jika hal ini terus terjadi, maka berbahasa remaja tidak lagi akan santun khususnya kepada orang yang lebih tua. Dan juga bahasa Madura engghi bhunten yang merupakanwarisan budaya dalam bentuk bahasa akan hilangjika remaja tidak bisa berbahasa Madura engghi bhunten. Para remaja beralasan mereka tidak menggunakan bahasa Madura engghi bhunten karena lingkungan dan orang disekitar mereka juga tidak menggunakannya. Hal tersebut ikut mempengaruhi. Bahasa Madura engghi bhunten sangat penting karena agar gaya berbahasa menjadi baik khususnya kepada orang yang lebih tua. Bahasa memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa. Selain itu agar bahasa engghi bhunten tidak hilang.

14

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian, didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Tidak semua responden mengetahui bahasa Madura engghi bhunten. Responden hanya mengetahui tingkatan bahasa Madura kasar dan halus. Sebanyak 30% dari responden tidak mengetahui adanya bahasa Madura engghi bhunten. 2. Persentaseresponden yang memakai bahasa Madura engghi bhunten lebih sedikit dari pada persentase respoden yang tidak memakai bahasa Madura engghi bhunten dalam keseharian mereka. Hal ini dapat menjadi ancaman keberadaan bahasa Madura engghi bhunten. 3. Bahasa Madura engghi bhunten sangat penting digunakan yaitu untuk menjadikan gaya bahasa yang remaja kepada orang yang len=bih tua menjadi sopan, karenagaya berbahasa yang mereka gunakan merupakan salah satu hal yang merepresentasikan kualitas diri atau level mereka dihadapan orang yang lebih tua. Remaja harus lebih berhati-hati dalam bertutur kata. Apa yang mereka ucapkan dan bagaimana mereka menyampaikannya akan membentuk citra diri mereka.

B. Saran Penelitian ini dapat dilakukan kembali secara lebih mendalam. Selain itu penelitian tentang engghi bhunten dapat diperluas pada tema yang lain, misalkan kekuatan bahasa Madura engghi bhunten dilihat dari diksi nya.

15

DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi keempat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama INTERNET Https://id.wikipedia.org/wiki/BahasaMadura/. Pengenalan Bahasa. Diakses pada 18 April 2016. https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Madura/.Remaja. Diakses pada 18 April 2016. Tirmidzi. 2009. Bahasa Madura Engghi Bhunten dan Budaya Masyarakat Madura. Diakses pada 22 Juli 2016 pada http://tirmidzi85.blogspot.co.id/2009/04/bahasa-engghi-bhunten-danbudaya.html

16

Lampiran KELOMPOK ILMIAH REMAJA (KIR) SMA NEGERI 1 SUBOH JL. PAWIYATAN NO. 4 SUBOH

17

More Documents from "riskiyanti dwi"