Isi.docx

  • Uploaded by: veli adi mulia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,149
  • Pages: 23
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu peristiwa normal dan alamiah yang dialami seseorang wanita. Wanita yang hamil akan mengalami perubahan-perubahan, baik fisik maupun psikologi, sebab terjadi peningkatan hormon-hormon sehingga ibu hamil rentan terhadap perubahan emosi. Selain itu dengan semakin besarnya rahim/perut sesuai dengan usia kehamilan ibu hamil semakin cepat lelah, sering buang air kecil, punggung terasa nyeri dan tegang. Kehamilan lewat waktu merupakan kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan. Kejadian kehamilan lewat waktu berkisar antara 10% dengan variasi 4% sampai 15%. Perlu diperhatikan bahwa sebagian besar ibu di daerah pedesaan tidak mengetahui dengan pasti tanggal haid terakhir, sehingga sulit melakukan evaluasi.. Kehamilan postdate harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya, sehingga perlu mendapatkan pengawasan yang ketat, apalagi setelah usia kehamilan 40-42 minggu. Penyebab pasti belum diketahui, namun disebutkan kelainan anatomi dan biokimia merupakan faktor predisposisi. Selain itu faktor hormonal merupakan salah satu penyebab yaitu hormon progesteron tidak dapat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan. Sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan umum Agar penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang merupakan implementasi dari teori yang telah diperoleh saat perkuliahan sehingga penulis mampu menerapkan dan terlatih dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara komprehensif. 1.2.2 Tujuan khusus Setelah melakukan asuhan kebidanan , mahasiswa mampu : 1. Melakukan pengkajian data subjektif dan objektif yang berkaitan dengan ibu bersalin dengan post date 2. Menginterpretasikan data dasar, yang meliputi diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan pada ibu bersalin dengan post date

3. Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial pada ibu bersalin dengan post date 4. Melakukan antisipasi atau tindakan segera pada ibu bersalin dengan post date 5. Mengidentifikasi rencana tindakan asuhan kebidanan atau intervensi pada ibu bersalin dengan post date 6. Menerapka rencana tindakan yang telah disusun dalam bentuk pelaksanaan tindakan pada ibu bersalin dengan post date 7. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan post date 1.3 Manfaat 1.3.1 Bagi institusi pendidikan Sebagai salah satu bahan kepustakaan pada penanganan kasus pada klien dengan asuhan ibu bersalin dengan post date 1.3.2 Bagi lahan praktik Dapat memberikan suatu masukan dalam upaya peningkatan mutu dan pelayanan pada ibu bersalin dengan post date 1.3.3 Bagi penulis Diharapkan mampu melaksanakan dan menerapkan asuhan kebidanan sesuai dengan kriteria dan teori yang didapat dan mendokumentasikannya dalam bentuk tulisan. 1.4 Teknik pengumpulan data 1.4.1 Anamnesis Yaitu mengumpulkan data dengan cara tanya jawab secara langsung antara petugas dengan klien atau keluarga klien. 1.4.2 Study kepustakaan Yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap perubahan yang terjadi pada klien. 1.4.3 Pemeriksaan fisik Yaitu pemeriksaan pada klien yang meliputi inspeksi, palpasi, dan auskultasi untuk memperoleh data obyektif

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. KONSEP DASAR PERSALINAN 2.1.1. Pengertian persalinan Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks. Masa kehamilan dimulai konsepsi dan janin turun ke dalam jakan lahir. Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin (Indriyani, 2013). Persalinan adalah suatu proses yang dimulai adanya kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi, dan kelahiran plasenta, dan proses tersebut adalah proses alamiah (Rohani, 2011). Persalinan normal menurut WHO adalah persalinan dengan presentasi janin belakang kepala yang berlangsung secara spontan dengan lama persalinan dalam batas normal, beresiko rendah sejak awal persalinan hingga partusdengan masa gestasi 37-42 minggu. 2.1.2. Jenis-jenis persalinan Ada 2 jenis persalinan berdasarkan bentuk persalinan dan menurut usia kehamilan: a. Jenis persalinan berdasarkan bentuk persalinan 1) Persalinan spontan Adalah proses persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri. 2) Persalinan buatan Proses persalinan dengan tenaga dari luar 3) Persalinan anjuran Persalinan yang bila kekuatan yang diperlukan untuk bersalin ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan b. Jenis persalinan menurut usia kehamilan : 1) Abortus Pengeluaran buah kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram. 2) Partus immatur

Pengeluaran buah kehamilan antara usia kehamilan 20 minggu sampai 28 minggu atau berat janin antara 500 gram dan kurang dari 1000 gram 3) Partus prematur Pengeluaran buah kehamilan antara usia kehamilan 28 minggu dan <37 minggu atau berat badan lahir antara 1000 gram dan kurang dari 2500 gram. 4) Partus matur atau partus aterm Pengeluaran buah kehamilan antara usia 37 minggu dan 42 mnggu atau berat janin lebih dari 2500 gram 5) Partus serotinus atau post matur Pengeluaran buah kehamilan lebuh dari 42 minggu. 2.1.3. Tanda-tanda persalinan Menurut Sofian (2012), tanda dan gejala persalinan antara lain : 1) Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur 2) Keluar lendir bercampur darah (blood show) yang lebih banyak karena robekanrobekan kecil serviks 3) Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya 4) Pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada. 2.1.4. Kala Persalinan 1) Kala I Kala pertama adalah dilatasi serviks untuk menyiapkan jalan lahir bagi janin. Kala ini lebih lanjut dibagi lagi menjadi beberapa fase berdasarkan tingkat dilatasi serviks. Fase laten normal adalah <20 jam pada nulipara dan < 14 jam pada multipara. Pada fase aktif serviks harus mengalami dilatasi >1,2 cm/jam pada nulipara (>1,5 cm/jam pada multipara). (Worwitz, 2008). 2) Kala II Kala II dimulai ketika pembukaan serviks lengkap (10cm) dan berakhir dengan kelahiran bayi. Pada saat ini ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi dan merasakan makin meningkatnya tekanan pada anus dan vagina. Perineum menonjol, vulva vagina dan sfingter ani terlihat membuka serta makin banyaknya pengeluaran lendir darah. Tanda pasti kala II dapat dilakukan melalui

pemeriksaan dalam dimana pembukaan serviks telah lengkap atau terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina. (Wiknjosastro, 2008). 3) Kala III Kala tiga adalah dilahirkannya plasenta dan selaput janin dan biasanya berlangsung selama <10 menit. Dalam keadaan tidak adanya perdarahan berlebihan, maka kala tiga dapat dibiarkan berjalan dengan sendirinya tanpa intervensi sampai batas waktu 20 menit (Norwitz, 2008). 4) Kala IV Segera setalah kelahiran plasenta, sejumlah perubahan maternal terjadi pada saat stress fisik dan emosional akibat perdalinan dan kelahiran mereda dan ibu memasuki penyembuhan pascapartum

dan bonding (ikatan). Meskipun intrapartum sudah

selesai, istilah kala empat persalinan mengidentifikasi jam pertama pascapartum ini perlu diamati dan di kaji ketat.

2.2 KONSEP DASAR POST DATE 2.2.1. Pengertian postdate Kehamilan postdate adalah suatu kehamilan yang berakhir antara 40 dan 42 minggu (Julie, et al, 2010). Berikut merupakan definisi menurut World Health Organization (WHO). Terdapat perluasan penggunaan istilah-istilah ini yang bergantian dalam komunitas medis, dalam penelitian dan buku-buku pelajaran. 1) Kehamilan postterm adalah suatu kehamilan yang berlangsung pada atau melebihi 42 minggu atau 294 hari. Akhir-akhir ini istilah ini digunakan untuk menunjukkan kehamilan yang berlangsung melebihi 41 minggu. 2) Kehamilan postdate adalah suatu kehamilan yang berlangsung melebihi 40 minggu ditambah satu atau lebih dari hari (setiap waktu yang melebihi tanggal perkiraan lahir). 3) Prolonged pregnancy adalah semua kehamilan yang melebihi 42 minggu, merupakan sinonim dari postterm. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa antara kehamilan possterm, postdate maupun prolonged pregnancy memiliki definisi yang hampir sama

yaitu kehamilan yang melebihi hari perkiraan persalinan. Dapat disimpulkan pula bahwa penatalaksanaan yang diberikan untuk mengakhiri kehamilan ini sama tergantung dari umur kehamilan ibu. 2.2.2. Etiologi postdate Menurut Saifudin (2014), seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postdate belum jelas. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut : 1) Pengaruh progesteron Penurunan kadar progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postdate adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron. 2) Teori oksitosin Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postdate memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan postdate. 3) Teori kortisol/ ACTH janin Dalan teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjtnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anenchepalus, hipoplasia adrenal janin dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat waktu. 4) Syaraf uterus Tekanan pada ganglion servikalis dari fleksus frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti

pada kehamilan kelainan letak, tali pusat pendek, dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postdate. 5) Herediter Seorang ibu yang mengalami kehamilan postdate mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat waktu pada kehamilan berikutnya. Morgen (1999) seperti dikutip di Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postdate saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuanya akan mengalami kehamilan postdate. 2.2.3. Patofisologi postdate Serviks yang akan mengalami persalinan normal secara bertahap akan melunak, menipis, mudah berdilatasi, dan bergerak kearah anterior mendekati waktu persalinan. Serviks pada wanita multipara lebih cepat matang diabndingkan nulipara, dan pemahaman mengenai paritas penting dalam menentukan saat yang tepat untuk melakukan pemeriksaan serviks pada kehamilan lanjut. (Varney, 2007) Kehamilan lewat waktu yang disebabkan oleh faktor hormonal, kurangnya produksi oksitosin yang menghambat kontraksi otot uterus secara alami dan adekuat, sehingga mengurangi respons serviks untuk menipis dan membuka. Akibatnya kehamilan bertahan lebih lama dan tidak ada kecenderungan untuk persalinan pervaginam. (Varney, 2007). 2.2.4. Faktor presdiposisi postdate Seorang ibu yang mengalami kehamilan postdate mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat waktu pada kehamilan berikutnya (Saifudin, 2014). Sebuah kecenderungan genetik kehamilan postdate telah di demonstrasikan. Seorang wanita yang lahir lewat waktu memiliki 49% peningkatan resiko melahirkan anak melampaui usia kehamilan 42 minggu, resikonya adalah 23% jika ayah dari anak tersebut lahir lewat waktu sedangkan anenchepaly janin dan kekurangan surfaktan plasenta adalah penyebab langka kehamilan yang melebihi taksiran persalinan (Wang, et al, 2014). 2.2.5. Faktor resiko postdate Faktor resiko yang diketahui untuk kehamilan postdate adalah kehamilan postdate sebelumnya, multiparitas, usia ibu yang lebih tua dari 30 tahun, dan obesitas (Wang, et al, 2014). Dibandingkan dengan wanita berat badan normal, resiko dari kehamilan postdate

pada wanita dengan obesitas hampir dua kali lipatnya. Resiko sectio caesarea maupun induksi persalinan pada kehamilan ini, meningkat bersama dengan umur ibu dan BMI serta lebih dari dua kali lipatnya pada wanita berumur ≥35 tahun. Resiko lima kali lipat terlihat pada wanita primigravida. Dengan kata lain, nuliparitas, peningkatan umur ibu dan obesitas merupakan faktor resiko terkuat untuk kehamilan postdate dan secti caesarea maupun induksi persalinan. (Roos, et al, 2010). 2.2.6. Tanda klinis/Laboratoris Menurut Saifudin (2014), kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan lewat waktu bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut : 1) Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif 2) Telat lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan doppler. 3) Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali. 4) Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop leanec. Tanda klinis/laboratoris untuk kehamilan postdate, antara lain : 1) Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerak janin yang jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara objektif dengan kardiotopografi kurang dari 10kali/20 menit. (Nugroho, 2012). 2) Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi : a) Stadium I

: kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga

kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas. b) Stadium II

: seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (Kehijauan) di

kulit. c) Stadium III

: seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit,

dan tali pusat (Nugroho, 2012). 2.2.7. Prognosis Kematian janin pada kehamilan psotdate meningkat apabila pada kehamilan normal (37-40 minggu) angka kematian 1,1% pada kehamilan 43 minggu, angka kematian bayi menjadi 3,3% dan pada kehamilan 44 minggu menjadi 6,6%. Pada beberapa kasus, fungsi plasenta tetap baik meskipun usia kehamilan mencapai diatas 42 minggu, sehingga anak menjadi besar (>4000 gram) dan mempersulit persalinan.

Morbiditas ibu meningkat karena kejadian partus buatan dan sectio caesarea meningkat (Martaadisubrata, 2013). Berikut komplikasi yang terjadi pada kehamilan postdate : 1) Perubahan pada plasenta Menurut Fadlun (2011) disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan lewat waktu, dan meningkatnya resiko pada janin. Perubahan yang terjadi pada plasenta adalah sebagai berikut : a) Terjadinya peningkatan penimbunan kalsium, hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intrauterine yang dapat meningkat sampai 2-4 kali lipat. Timbuna kalsium plasenta meningkat sesuai dengan progesivitas degenerasi plasenta, namun beberapa vili mungkin mengalami degerasi tanpa mengalami kalsifikasi. b) Selaput vaskulosinsial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transport dari plasenta. c) Terjadinya proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrioid, fibrosis, thrombosis intervili, dan infark vili. d) Perubahan biokimia, adanya insufiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat. Transport kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak dan gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterine. 2) Pengaruh pada janin Menurut Saifudin (2014), pengaruh kehamilan postdate terhadap janin sampai saat ini antara lain : a) Berat janin Jika terjadi perubahan yang besar pada anatomi plasenta, maka terjadi penurunan berat janin. Sesudah umur kehamilan 36 minggu, grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan setelah 42 minggu. Namun, sering kali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan.

b) Sindrom postmaturitas Dapat dikenali pada neonatus melalui beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak sub kutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, warna coklat kehijauan atau kekuningan pada kulit dan tali pusat, serta muka tampak menderita dan rambut kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh neonatus dari kehamilan psotdate menunjukkan postmaturitas, tergantung dari fungsi plasenta. c) Gawat janin atau kematian perinatal menunjukkan angka meningkat sebagian besar terjadi intrapartum. Keadaan ini umumnya disebabkan karena makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan serta insufiensi plasenta dapat berakibat pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion (terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang kental), hipoksia janin, aspirasi mekonium oleh janin, serta cacat bawaan terutama akibat hipoplasia adrenal dan anenchepalus. 3) Pengaruh pada ibu a) Morbiditas atau mortilitas ibu : dapat meningkat sebagai akibat makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras sehingga menyebabkan terjadi distosia persalinan, incoordinate uteri action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetric dan persalinan traumatis/ perdarahan postpartum akibat bayi besar. b) Aspek emosi : ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati taksiran persalinan. (Saifudin, 2014). 2.2.8. Penatalaksaan postdate dalam persalinan Menurut Saifudin (2014), sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan postdate. Beberapa kontroversi dalam pengelolaan kehamilan ini, antara lain : 1) Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah ditegakkan diagnosis ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara ekspetatif atau menunggu. 2) Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu.

Pengelolaan secara aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu untuk meperkecil resiko terhadap janin, sedangkan pengelolaan pasif atau ekspetatif didasarkan pada pandangan bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postdate mempunyai resiko atau komplikasi cukup besar terutama resiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan secara terus menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilannya. (Saifudin, 2014). Penatalaksaan postdate dalam persalinan antara lain adalah sebagai berikut : 1) Apabila tidak ada tanda-tanda insufiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan yang ketat. 2) Pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang dapat dilakukan induksi persalinan. Secara objektif untuk menilai kematanganj serviks menggunakan sistem penilaian bishop 3) Pada persalinan pervaginam diperhatikan bahwa partus lama sangat merugikan bayi. Janin postmatur kadang-kadang besar dan kemungkinan disporposi cefalo pelvis serta distosia janin perlu dipertimbangkan. (Sofian, 2011). 4) Pasien tidur miring sebalah kiri 5) Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin 6) Beri oksigen bila ditemukan keadaan janin yang abnormal 7) Perhatikan jalanya persalinan 8) Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemia, hipovolemi, hipotermia, dan polisitemia. (Saifudin, 2014). 9) Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan ksejahteraan janin 10) Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan 11) Persiapan oksigen dan sectio caesarea bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin 12) Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus dan dianjurkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekonium 13) Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas. (Saifudin, 2014).

2.3 KONSEP DASAR INDUKSI PERSALINAN 2.3.1. Pengertian induksi persalinan Induksi persalinan adalah suatu upaya agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his. (Saifudin, 2014). Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin menjelang aterm dalam keadaan belum terdapat tanda-tanda persalinan atau inpartu, dengan kemungkinan janin dapat hidup diluar kandungan (umur diatas 28 minggu). (Manuaba, 2014). 2.3.2. Indikasi Menurut Nugroho (2012), indikasi untuk dilakukan induksi persalinan antara lain sebagai berikut : 1) Faktor ibu tergantung dari derajat penyakit a) Preeklampsia berat/eklampsia yang tidak membaik dengan terapi obat-obatan b) Diabetes mellitus 2) Faktor janin a) Janin mati dalam kandungan (IUFD : Intrauterine fetal death) b) Pertumbuhan janin terhambar/ PJT (IUGR : intrauterine growth retardation) c) Inkompabilitas rhesus 3) Keadaan kehamilan a) Prolonged pregnancy ( usia kehamilan ≥41 minggu) b) Ketuban pecah dini (KPD), udia kehamilan ≥34 minggu c) Amnionitis atau khorioamnionitis d) Solusio plasenta e) Partus tak maju. 2.3.3. Kontraindikasi Kontraindikasi induksi serupa dengan kontraindikasi untuk menghindarkan persalinan dan pelahiran spontan. Faktor janin meliputi makrosomia yang besar, gestasi janin lebih dari satu, hidrosefalus berat, malpresentasi, atau status janin yang meresahkan. Beberapa kontraindikasi ibu berkaitan dengan tipe insisi uterus sebelumnya, anatomi panggul yang terdirstosi atau sempit, plasentasi abnormal, dan kondisi seperti infeksi herpes genetalia aktif atau kanker serviks. (Cunningham, 2013).

2.3.4. Persyaratan induksi Menurut Oxom (2010), persyaratan induksi antara lain adalah sebagai berikut : 1) Presentasi Presentasi harus kepala. Induksi persalinan tidak boleh digunakan bila ada letak lintang, presentasi majemuk dan sikap ekstensi pada janin, dan hampir tidak boleh dilakukan bila bayinya presentasi bokong. 2) Stadium kehamilan Semakin kehamilanya mendekati masa aterm, semakin mudah pelaksanaan induksi 3) Stasiun Kepala janin harus sudah masuk panggul. Semakin rendah kepala janin, semakin mudah dan semakin aman prosedur tersebut. 4) Kematangan serviks Serviks harus sudah mendatar, panjangnya 1,3 cm, lunak, bisa dilebarkan dan sudah membuka untuk dimasuki sedikitnya satu jari tangan dan sebaiknya dua jari tangan. Cincin ostium eskternum tidak boleh kaku. Keadaan yang lebih menguntungkan adalah bilamana serviks berada dalam garis pusat jalan lahir atau disebelah anteriornya. Kalau serviks disebelah posterior, kondisi untuk induksi kurang menguntungkan. 5) Paritas Induksi pada multipara jauh lebih mudah dan lebih aman daripada primigravida , angka keberhasilan meningkat bersama-sama paritas. 6) Maturitas janin Umumnya seiring dengan kehamilan mendekati 40 minggu, semakin baik hasilnya bagi janin. Kalau kehamilan harus diakhiri sebelum aterm, pengujian maturitas janin harus dilakukan untuk menetapkan sejauh mungkin apakah janin akan dapat hidup diluar kandungan. 2.3.5. Metode induksi Salah satu metode yang paling umum adalah metode infus oksitosin. Menurut teori “See-Saw”, Profesor Scapo dari Universitas Washington menyatakan bahwa prostaglandin banyak di jumpai dalam jaringan tubuh, progesteron mungkin menghalangi kerjanya prostaglandin sehingga tidak terdapat kontraksi otot rahim, oksitosin dianggap

merangsang pengeluaran prostaglandin sehingga terjadi kontraksi otot rahim. Pemberian prostaglandin langsung secara langsung dapat meningkatkan kontraksi otot rahim. Prostaglandin merupakan obat yang cukup mahal, sedangkan induksi persalinan dengan oksitosin murah dan efektif. (Munuaba, 2014). Dosis interval penambahan, dan lama pemberian masih banyak diperdebatkan dan kemungkinan bervariasi menurut usia kehamilan, paritas, dan skor serviks. Setiap klinik mempunyai protokol pemberian oksitosin yang berbeda-beda untuk dipatuhi. (Varney, 2007). Menurut Manuaba (2014), metode drip oksitosin dapat dilakukan sebagai berikut : 1) Sebaiknya dilakukan pada malam harinya ibu masuk rumah sakit 2) Dapat diberikan laksan/enema 3) Dipasang infuse dektrose 5% atau ringer laktak dengan 5 unit oksitosin 4) Tetesan pertama antara 8-12 tetes per menit dengan perhitungan setiap tetesan mengandung 0,0005 unit sehingga dengan pemberian 12 tetes/menit terdapat oksitosin sebanyak 0,0006 unit/menit. 5) Setiap 15 menit dilakukan penilaian, jika tidak terdapat his yang adekuat, jumlah tetesan ditambah 4 tetes, sampai maksimal mencapai 40 tetes permenit atau 0,02 untik oksitosin/menit. 6) Tetesan maksimal dipertahakan dalam 2 kali pemberian 500 cc dektrose 5% 7) Jika sebelum tetesan ke 40, sudah timbul kontraksi otot rahim yang adekuat, tetesan terakhir dipertahankan, sampai persalinan berlangsung. 8) Dalam literatur dikemukakan juga, bahwa pemberian oksitosin maksimal setiap menit adalah 30-40 mIU. Komplikasi induksi persalinan dengan oksitosin antara lain sebagai berikut : 1) Pecahnya vasa previa dengan tanda perdarahan yang diikuti fetal distress, darah merah segar. 2) Prolapsus bagian kecil janin terutama tali pusat 3) Gejala terjadinya rupture uteri immenens atau rupture uteri 4) Terjaidnya fetal distress karena gangguan sirkulasi retroplasenta pada tetani uteri atau solusio plasenta. (Manuaba, 2014).

Oksitosin merupakan obat yang kuat yang dapat mengakibatkan rupture uteri yang berkaitan dengan cidera ibu dan janin ataupun kematian. Namun dilaporkan saat ini rupture uteri yang berkaitan dengan pemakaian oksitosin jarang dijumpai pada wanita para, kecuali bila terdapat jaringan parut diuterus. (Cunningham, 2013). Induksi persalinan untuk kehamilan antara 41 dan 42 minggu kehamilan telah terbukti mengurangi tingkat sectio caesarea dengan penurunan kematian perinatal dan morbiditas bila dibandingkan dengan manajemen kehamilan. (Delaney, M., Roggensack, A, 2008)

2.4 LANGKAH DALAM MANAJEMEN KEBIDANAN MENURUT VARNEY 1.4.1. PENGKAJIAN A. Data Subjektif 1. Identitas Nama suami dan istri 1) Nama : Nama jelas atau lengkap bila perlu nama panggilan sehari- hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan. (Ambarwati, 2009; h. 130) 2) Umur : Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap.Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dan komplikasi. 3) Agama : Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa. 4) Pendidikan : Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya. (Ambarwati, 2009; h.130) 5) Pekerjaan : Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut. (Ambarwati, 2009; h.130) 6) Alamat : Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.

2. Alasan datang Apakah alasan kunjungan ini ada keluhan atau hanya untuk memeriksakan kehamilannya (Suryati, R.2014). 3. Keluhan Utama Keluhan utama dinyatakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (Sulistyawati, 2014). Pada kasus kehamilan postdate keluhan utama pasien adalah belum merasakan tanda-tanda persalinan dan kehamilnnya melebihi tanggal perkiraan. (Mufdillah, 2009) 4. Riwayat Kehamilan, persalinan dan Nifas yang lalu Dikaji untuk mengetahui mengetahui keadaan bayi saat dalam kandungan. Pengkajian ini meliputi : hamil ke berapa, umur kehamilan, ANC, HPHT, HPL. Dan juga untuk mengetahui keadaan bayi saat lahir (jam dan tanggal persalinan), jenis persalinan, penolong persalinan, komplikasi persalinan dan keadaan bayi saat lahir. (Sondakh, 2013). 5. Riwayat Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Sekarang Untuk mengetahui penyakit yang diderita saat ini, apakah ada keadaan saat ibu hamil menderita sakit flu, batuk dan demam. 2) Riwayat Kesehatan lalu Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit terdahulu misal seperti sesak nafas ketika lahir 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit adanya gangguan terhadap gangguan kesehatan ibu dan bayinya, misalnya penyakit diabetes (Maryunani dan Nurhayati, 2008; h. 20). 6. Riwayat Perkawinan Untuk mengetahui status perkawinan klien, saat itu hamil dengan suami ke berapa, sudah berapa lama menikah, menikah pertama kali pada usia berapa, dan sebelum menikah melakukan TTCPW atau tidak

7. Riwayat Kehamilan Sekarang Klien sudah melakukan ANC atau belum. Pada kehamilan normalnya sudah melakukan minimal ANC 4 kali. Jika sudah ANC pertama kali pada UK berapa minggu, sudah berapa kali ANC, melakukan ANC dimana dan oleh siapa, keluhan pada TM I, TM II dan TM III dan asuhan/terapi apa saja yang sudah di dapat. 8. Pola Kebiasaan Sehari-hari 1) Nutrisi Umumya pola makan dan minum ibu menurun saat inpartu, perlu ditanyakan berapa kali makan dalam sehari, jumlah minum, ditanyakan makan dan minum terakhir sebelum inpartu. 2) Emiliniasi Untuk mengetahui apakah ibu mengalami obstipasi atau tidak dengan menyatakan BAB dan BAK terakhir sebelum inpartu 3) Aktivitas Pola aktivitas ibu selama hamil dapat menyebabkan kelelahan dan dapat berdampak pada perkembangan janin. 4) Seksual Dikaji untuk mengetahui apakah tua ini ibu melakukan hubungan seksual yang dapat menjadi salah satu induksi persalinan. B. Data Objektif 1. Pemeriksaan umum Dilakukan untuk mengetahui keadaan umum, kesadaran, tinggi badan, berat badan, pengukuran vital sign yang meliputi tekanan darah, suhu, nadi, dan respirasi. (Varney, 2007) Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Composmentis

TTV

: TD : 110-120/60-90 mmHg, N : 60-100x/menit, S 36,537,50C, RR : 16-24x/menit

Berat badan

: Untuk mengetahui berat badan ibu malnutrisi/tidak. Malnutrisi dapat mempengeruhi keadaan gizi janin dalam

uterus, peningkatan BB pada TM I adalah 1 kg, TM adalah 2 kg, dan TM III adalah 6 kg. Tinggi badan

: Untuk mengetahui apakah ibu beresiko memiliki kapasitas panggul sempit, untuk menapis wanita yang mempunyai resiko melahirkan BBLR.

Usia kehamilan

: Usia kehamilan pada kehamilan postdate yaitu 41-42 minggu

LILA

: >23,5cm merupakan indikator kuat untuk status gizi ibu yang kurang buruk, sehingga ia beresiko untuk melahirkan BBLR. Dengan demikian bila hal ini ditemukan sejak awal kehamilan petugas dapat memotivasi ibu agar lebih memperhatikan kesehatanya serta jumlah dan kualitas makananya. (Suryati,R.2014)

2. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi a. Muka

: tidak tampak pucat, tidak oedem, tidak ada cloasma

gravidarum b. Mata

: konjungtiva merah muda, sklera putih

c. Mulut dan gigi: tidak ada karies gigi d. Leher

: tidak tampak benjolan abnormal dan pembesaran vena

juguralis e. Payudara

:hiperpigmentasi

aerola

mammae,

puting

susu

menonjol/datar/tenggelam f. Abdomen

: tampak pembesaran uterus, tampak striae gravidarum,

tampak linea nigra, ada atau tidak bekas luka operasi g. Genetalia

: tampak pengeluran lendi dan darah atau cairan yang

merembes h. Anus

: ada/tidak ada hemoroid

i. Ekstermitas Atas

: tidak tampak pembengkakan dan varises

Bawah

: tidak tampak pembengkakan dan varises

2) Palpasi Pada pasien hamil postdate dilakukan palpasi pada abdomen meliputi pemeriksaan leopold dan kontraksi a. Leher

: tidak ada pembengkakan kelenjar tirod

b. Payudara

: tidak ada benjolan abnormal, ada/tidak colostrum

c. Abdomen

:

Leopold I

: diraba berapakah tinggi fundus uteri dan bagian apakah yang terdapat di fundus.

Leopold II

: menentukan batas samping uterus, diraba bagian-bagian yang berada disebalah kanan dan kiri untuk menentukan letak punggung dan bagian kecil janin. Hasil teraba keras datar memanjang seperti papan (punggung) di kanan/kiri perut ibu. Teraba bagian-bagian kecil janin di kanan/kiri perut ibu

Leopold III

: menentukan bagian terendah janin. Hasilnya teraba bulat keras melenting mudah digoyangkan (kepala, belum masuk PAP) atau sulit di goyangkan (kepala, sudah masuk PAP)

Leopold IV

: meraba seberapa dalam bagian bawah janin sudah masuk pintu atas panggul. Dilakukan hanya jika leopold III hasilnya kepala sudah masuk PAP. Konvergen bila garis imajiner bertemu di satu titik (sebagian kecil kepala sudah masuk PAP), divergen bial garis imajiner saling menjauhi (sebagian besar kepala sudah masuk PAP)

Mc.Donald

: TFU UK 41-42 minggu 24-25 cm

His

: menghitung jumlah, lama dan intesitas his dalam waktu tertentu.

3) Aukultasi Abdomen

: DJJ : 120-160X/menit

4) Perkusi Ekstermitas

: reflek patella + (tungkai bawah akan bergerak sedikit

ketika tendon diketuk). Bila reflek (-) kemungkinan klien kekurangan B1.

C. Pemeriksaan Penunjang Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan USG pada trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus Neagele dapat mencapai 20%. Bila telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama, hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Pemeriksaan sesaat setelah kehamilan trimester III dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban, atauapu keadaan plasenta yang sering berkaitan dengan kehamilan postdate. Tetapi sukar untuk menentukan usia kehamilan . (Saifudin, 2014).

1.4.2. INTERPRETASI DATA, DIAGNOSA/ MASALAH Diagnosa kebidana pada pasien bersalin dengan postdate : Ny “...” G_P_____ umur___tahun, UK___minggu inpartu kala I fase laten/fase aktif janin tunggal hidup intrauterine dengan postdate. Masalah yang mungkin timbul pada ibu bersalin dengan postdate adalah cemas karena kecemasan terhadap kehamilan yang dialaminya, keadaan janin dan tentang proses persalinan yang akan dihadapinya (Fadlun, 2011). Kebutuhan dalam menghadapi rasa cemas pada ibu bersalin dengan postdate adalah memberikan konseling mengenai rasa cemas sebagai cara untuk mengatasi rasa takut dan memberikan dukungan emosional. (Varney, 2007).

1.4.3. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENTIAL Pada kasus ibu bersalin dengan induksi atas indikasi kehamilan postdate diagnosa potensialnya adalah : 1) Pada ibu

: partus lama, rupture uteri, distosia, perdarahan postpartum

2) Pada janin : IUFD, gawat janin, distosia bahu. Antisipasi penangananya adalah dengan mengobservasi kemajuan persalinan, his, DJJ, gerak janin (Sofian, 2012).

1.4.4. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan kolaborasi dengan tenaga media lain berdasarkan kondisi klien. Tindakan

langsung pada ibu dengan kehamilan postdate adalah kolaborasi dengan dokter Sp.OG dalam pemebrian terapi (induksi) dan mempercepat dengan sectio caesarea apabila induksi gagal, terjadi gawat janin, atau partus lama. (Sofian, 2012).

1.4.5. INTERVENSI Diagnosa

: Ny “..” umur...tahun G_P____UK (13-27) minggu inpartu kala I fase laten/aktif janin tunggal hidup intrauterine dengan postdate

Tujuan

: setelah dilakukan asuhan selama minimal 24 jam diharapkan ibu dapat bersalin secara normal dan keadaan ibu dan janin baik

Kriteria hasil : TTV dalam batas normal (TD: 110-120/60-90 mmHg S: 36-37’C N: 60100x/menit RR: 16-24x/mnt),

terdengar DJJ (120-160x/menit), his

adekuat, terdapat pembukaan. Intervensi

: rencana asuhan pada ibu bersalin dengan induksi atas indikasi postdate

antara lain 1. Lakukan pendekatan terapeutik pada ibu untuk membangun kerjasama antara petugas kesehatan dengan klien Rasional : Dengan pendekatan terapeutik maka akan tercipta hubungan yang baik antara klien dengan petugas kesehatan 2. Beritahu hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga Rasional : Agar ibu mengetahui kondisinya saat ini 3. Observasi keadaan umum dan TTV Rasional : Deteksi dini adanya komplikasi yang lebih lanjut 4. Observasi DJJ (denyut jantung janin) dan his tiap 30 menit atau apabila ada indikasi Rasional : Untuk mengetahui kondisi janin dan kontaksi ibu 5. Observasi pengeluaran pervaginam Rasional : Untuk melihat adanya tanda-tanda persalinan 6. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks dan kemajuan persalinan Rasional : Untuk mengetahui kemajuan persalinan

7. Berikan asupan nutrisi kepada ibu Rasional : Memenuhi kebutuhan klien akan nutrisi tercukupi 8. Lakukan informed consent dengan keluarga untuk tindakan induksi persalinan Rasional : Membantu keluarga klien dan klien dalam mengambil keputusan 9. Kolaborasi dengan dokter Sp.Og untuk pemberian indukasi atau tindakan SC apabila induksi gagal, gawat janin atau partus lama Rasional : Untuk mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan selanjutnya 10. Lakukan pemeriksaan NST sebelum melakukan induksi Rasional : Untuk mengetahui DJJ janin, kontaksi uterus serta gerak janin dalam kandungan 11. Lakukan pemasangan infuse dengan menggunakan cairan dektrose 5%

dan

berikan drip oksitosin 5 UI Rasional : Untuk membantu merangsang terjadinya kontraksi 12. Lakukan observasi pemberian induksi oksitosin dan menaikkan tetesan sebanyak 4 tetes setiap 15 menit sekali Rasional : Untuk meningkatkan kontaksi uterus 13. Anjurkan ibu tidur miring ke kiri Rasional : Agar janin tidak mengalami hipoksia 14. Berikan KIE dan support mental Rasional : Membantu mengatasi kecemasan klien 1.4.6. IMPLEMENTASI Melaksanakan rencana asuhan secara menyeluruh seperti yang telah dikumpulkan pada intervensi (langkah VI)

1.4.7. EVALUASI Evaluasi dilaksanakan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui factor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. (Soepardan, 2012; h. 97-102). S

: Sesuai dengan keluhan pasien

O

: Sesuai dengan hasil pemeriksaan

A

: Ny “…..” G_P____ UK__minggu inpartu kala I fase laten/aktif janin tunggal hidup intrauterine dengan postdate

P

: Memberikan terapi sesuai dengan advice dr.SpOG

More Documents from "veli adi mulia"