1
I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Pada kegiatan pelayanan masyarakat, khalayak sasaran yang akan dilibatkan adalah Industri Kecil Menengah (IKM) furniture di Wilayah Surakarta. Industri furniture dipilih menjadi khalayak sasaran karena produk pada IKM ini merupakan salah satu komodite yang memiliki peluang pasar domestik dan peluang ekspor cukup besar. Departemen Perindustrian dan Perdagangan memasukkan Komodite furniture ini dalam Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah untuk meningkatkan kontribusi ekspor, karena:1) keadaan produk yang spesifik, 2) bahan baku cukup tersedia, 3) peluang pasar ekspor cukup besar, 4) menyerap banyak tenaga kerja dan 5) memiliki nilai tambah yang tinggi. Di Wilayah Surakarta, CV. Gion & Rahayu adalah salah satu IKM furniture yang masih terus bertahan sampai saat ini. IKM Gion & Rahayu memproduksi mebel yang terbuat dari kayu dan rotan. IKM Gion & Rahayu didirikan pada tahun 1995 dimana CV. Gion & Rahayu berlokasi di Mangkuyudan Rt.02 Rw.03 No.103 Ngabeyan, Kartasura, Sukoharjo. IKM Gion & Rahayu dipilih sebagai khalayak sasaran penerapan karena IKM ini masih memiliki permasalahan yang harus mendapat perhatian dan penanganan khususnya masalah kualitas (manajemen mutu). IKM furniture, contohnya adalah IKM Gion & Rahayu, menyimpan suatu potensi besar untuk dikembangkan sebagai andalan Indonesia dalam bersaing di pasar dunia. Namun untuk memperoleh tingkat penerimaan yang baik di pasar dunia diperlukan adanya produk-produk yang memenuhi standar mutu internasional. Standar ini seringkali menghambat IKM, khususnya terkait dengan persyaratan kualitas dan sertifikasi produk lainnya yang diakui secara internasional sebelum suatu produk dapat dipasarkan di negara tersebut. Perdagangan bebas, sebagaimana diketahui bahwa AFTA telah berlaku tahun 2003 dan APEC akan dimulai pada tahun 2020 yang berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah agar dapat bersaing (Jafar, 2004). Lebih lanjut, secara umum kondisi IKM di Indonesia masih mengalami beberapa kendala, yaitu kesulitan pemasaran, kesulitan pengadaan bahan, kekurangan modal, kesulitan membayar pekerja, dan kekurangan energi (Tambunan, 2002). Sutopo (2005) menyatakan bahwa dampak kekurangan modal di IKM menjadi semakin signifikan karena rendahnya kinerja lembaga keuangan mikro (LKM) yang menjadi peranta akses modal IKM dengan bank. Konsultansi manajemen mutu adalah salah satu layanan yang dibutuhkan oleh IKM akan tetapi terbatasnya dana untuk investasi penguatan organisasi menjadikan IKM tidak menggunkan jasa tersebut (RED-GTZ, 2003). Masalah penerapan sistem manajemen mutu yang lain adalah rendahnya tingkat pemahaman dan kepedulian Pemilik IKM mengenai sistem manajemen mutu, terbatasnya institusi dan rendahnya kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki IKM di bidang perancangan dokumen dan sertifikasi sistem manajemen mutu. Untuk itu, kegiatan ini dimaksudkan sebagai partisipasi nyata dalam memberikan
2
pelayanan masyarakat khususnya IKM furniture, dalam memperbaiki sistem manajemen mutunya. Kegiatan ini sebagai upaya nyata dalam meningkatkan daya saing IKM dalam menghadapi persaingan global.
2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan gambaran masalah yang telah diuraikan diatas, fokus masalah yang diangkat pada kegiatan ini adalah memberikan usulan untuk mengimplementasikan sistem manajemen mutu yang efektif untuk mendorong IKM dalam rangka memperbaiki kualitas produk dan proses secara berkelanjutan untuk meningkatkan daya saing IKM menghadapi persaingan global.
3. TUJUAN PROGRAM Program PKMM ini bertujuan untuk : 1. Membantu pengusaha IKM furniture memahami pentingnya “Sistem Manajemen Kualitas “ dalam jangka pendek dan jangka panjang. 2. Membangun model implementasi perbaikan proses dan kualitas produk pada industri kecil menengah furniture berdasarkan prinsip ISO 9001:2000 yang efektif dan efisien. 3. Membantu IKM furniture untuk mempersiapkan dokumen Mutu Standar ISO 9001:2000 untuk perbaikan “Sistem Manajemen Kualitas “ secara berkelanjutan. 4. LUARAN YANG DIHARAPKAN Adapun luaran yang diharapkan dari program ini adalah : 1. Dengan implementasi Sistem Manajemen Kualitas IKM dapat menghasilkan produk yang dapat memenuhi kepuasan pelanggan sehingga dapat meningkatkan pangsa pasar, bahkan untuk pasar ekspor. 2. Efisiensi dan efektivitas IKM meningkat dengan adanya Sistem Manajemen Kualitas. 3. Peningkatan kemampuan SDM dari para pengusaha dan karyawan IKM sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku dalam memahami akan pentingnya kualitas produk.
3
5. KEGUNAAN PROGRAM Dengan adanya program ini maka diharapkan dapat berguna untuk : 1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas IKM dengan adanya sistem proses bisnis dan kualitas produk yang dijalankan secara berkelanjutan. 2. Meningkatkan kemampuan SDM sehingga mendorong terjadinya perubahan sikap dan perilaku dari para pengusaha dan karyawan IKM yang berguna untuk meningkatkan daya saingnya II. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN CV. Gion & Rahayu termasuk perusahaan menengah yang bergerak dibidang furniture produk kayu dan rotan. Usaha yang diawali pada tahun 1995 ini merupakan perusahaan perorangan yang bertujuan untuk memenuhi pesanan (make to order) dari perusahaan lokal yang ada di sekitar Surakarta, Semarang dan Yogyakarta. Tahun 1999 perusahaan mulai membuka peluang pasar internasional karena ketertarikan sebuah perusahaan asal Belanda yang bernama Henkscram Meublen Colonial. Sejak saat itu perusahaan mengalami peningkatan penjualan 11%-12% pada tahun 2003-2005 dikarenakan permintaan dari luar negeri semakin banyak. Sampai dengan tahun 2007, perusahaan telah melakukan ekspor ke beberapa negara diantaranya Belanda, Australia, Amerika Serikat, Philipina, Inggris, Venezuela dan Spanyol. Semakin pesatnya pertumbuhan membuat perusahaan lebih memantapkan usahanya sebagai eksportir dengan menjadi salah satu perusahaan mebel terbesar di daerah Sukoharjo, hal ini ditandai dengan telah diterimanya Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) nomor 198/11.35/PK/2001 dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) nomor 113535100357 dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan pemerintah setempat. Kegiatan proses bisnis CV. Gion & Rahayu tidak melakukan proses produksi dari bahan mentah sampai produk jadi. Selama ini perusahaan bekerjasama dengan pengrajin-pengrajin kayu di daerah Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar dan Klaten. Order yang diterima CV. Gion & Rahayu kemudian di outsourcing ke pengrajin untuk dibuat produk setengah jadi. CV. Gion & Rahayu menugaskan personilnya melakukan pengawasan mulai dari pemilihan bahan baku sampai kegiatan proses produksi dari pengrajin untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Setelah produk setengah jadi lolos inspeksi kemudian di kirim ke CV. Gion & Rahayu untuk dilakukan kegiatan finishing barang setengah jadi menjadi produk jadi sampai kegiatan packing. Sistem kerja yang dijalankan sekarang memiliki beberapa kelemahan berdasarkan observasi awal. Bagian petugas produksi pengawas lapangan harus melakukan dua kali pencatatan terhadap hasil produk setengah jadi dari pengrajin. Pencatatan pertama dilakukan pada buku saku yang dibawa setiap hari dan pencatatan kedua dilakukan pada saat akan melaporkan hasil produksi kepada perusahaan. Hal ini berpotensi
4
besar menimbulkan kesalahan dalam penulisan rekap data dan dapat mengakibatkan pemborosan waktu. Bagian gudang produk jadi tidak memiliki buku pencatatan produk jadi. Selama ini pencatatan produk jadi yang masuk dan keluar gudang dilakukan pada form surat perintah kerja (SPK) sehingga sulit untuk melakukan kontrol terhadap jumlah produk jadi yang berada di gudang karena tidak tercantum kapan produk tersebut masuk dan keluar. Bagian gudang bahan finishing harus melakukan dua kali pencatatan terhadap bahan-bahan yang digunakan untuk proses finishing. Pencatatan pertama dilakukan di buku yang sama untuk seluruh bahan yang keluar dari gudang dan pencatatan kedua merupakan rekapan dari pencatatan pertama untuk setiap jenis bahan yang dipisahkan per buku menurut jenis bahan tersebut. Pencatatan dua kali seperti ini sangat rawan terhadap resiko kesalahan dalam penghitugan maupun penulisan. Pengecekan/inspeksi produk setengah jadi dilakukan 2 kali, yaitu di tempat pengrajin dan di perusahaan sehingga mengakibatkan pemborosan waktu. Selain itu pengecekan produk setengah jadi dilakukan berdasarkan pada kemampuan petugas pengecekan. Hal ini berakibat penilaian kualitas produk setengah jadi antara petugas pengawas satu dengan yang lainnya berbeda. Suardi (2003) menyatakan bahwa keseluruhan proses yang dikerjakan di tiap-tiap bagian perusahan pada akhirnya didapatkan suatu output untuk memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan. Jika perusahaan dalam melaksanakan proses bisnisnya masih terdapat banyak kelemahan maka kepuasan pelanggan sepenuhnya belum dapat terpenuhi.
III. METODE PELAKSANAAN Pada Gambar dibawah disajikan kerangka pemecahan masalah yang terbagi menjadi 3 (tiga) langkah utama, yaitu : 1) pengembangan model implementasi QMS, 2) perbaikan proses bisnis, dan 3) pengembangan model perbaikan QMS dengan prinsip ISO 9001:2000.
5
Pengembangan Model Implementasi Quality Management System Pemetaan Business Process dari IKM Pemilahan Value & Value added activities Business Process Improvement
Improvement In Process & System
Improvement in Product Quality
Model Perbaikan Quality Management System Secara terus menerus dengan Prinsip ISO 9001:2000 Competitive Advantage: keuntungan dari Prinsip ISO 9001:2000 Jangka pendek dan panjang Gambar 1. Kerangka Pemecahan Masalah Tahapan awal dari kerangka pemecahan masalah adalah menyusun model implementasi. Tahap kedua yang harus dilakukan adalah perbaikan proses bisnis yang terdiri dari mengidentifikasikan seluruh proses yang dipetakan dalam diagram alir proses bisnis. Proses bisnis yang dipetakan terdiri dari proses bisnis make to order dan make to stock serta proses bisnis reparasi. Peta tersebut kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi kegiatan yang termasuk value-added dan non-value added. Christopher (1998) menyatakan bahwa proses value added dijelaskan sebagai proses yang menciptakan nilai tambah bagi produk untuk menambah kepuasan konsumen. Sedangkan proses non value added adalah proses yang apabila dihilangkan tidak akan mengurangi nilai tambah yang diberikan pada konsumen. Kedua proses ini akan teridentifikasi setelah dilakukan pemetaan yang menjabarkan keseluruhan proses yang dilewati dan lamanya waktu yang dibutuhkan dalam setiap proses. Pemetaan proses ini dibedakan antara waktu yang dibutuhkan dalam proses yang menambah nilai suatu produk, dan waktu ketika produk tidak mengalami proses penambahan nilai. Selanjutnya, melakukan perbaikan proses dengan konsep Business Process Improvement. Richardus dan Djokopranoto (2002) memberikan garis-garis besar dalam BPI, yaitu: 1. Menghilangkan proses, berarti menghilangkan proses yang tadinya ada menjadi tidak ada karena dianggap tidak perlu, diganti dengan proses lain.
6
2. Menyederhanakan proses, proses yang semula rumit dan memakan waktu lama disederhanakan agar lebih cepat diselesaikan. 3. Menyatukan proses, yakni menggabungkan beberapa proses menjadi satu proses. 4. Melakukan otomatisasi, hal ini dilakukan dengan memanfaatkan komputer atau teknologi informasi dalam proses.
Gambar 2. Peta Proses bisnis Harrington, H.J. (1991) menyatakan bahwa suatu proses bisnis dapat disederhanakan dengan cara-cara sebagai berikut : 1. Mengeliminasi birokrasi dengan menghilangkan kegiatan administratif yang tidak perlu. 2. Mengeliminasi perulangan proses dengan menghilangkan proses yang identik yang dilakukan ditempat berbeda. 3. Identifikasi proses value added dengan mengevaluasi seluruh bagian dari proses bisnis dan menentukan kontribusinya dalam memenuhi keinginan konsumen. 4. Simplifikasi proses yaitu menyederhanakan proses yang rumit. 5. Reduksi waktu proses 6. Error proofing atau pencegahan terjadinya kesalahan proses. 7. Upgrading dengan mengefektifkan penggunaan fasilitas untuk meningkatkan performansi. 8. Simple language yaitu mengurangi kompleksitas dokumen, sehingga mudah dipahami bagi siapapun yang menggunakannya. 9. Standarisasi dengan menetapkan suatu cara khusus penanganan proses dan membiasakan pekerja melakukannya berulang-ulang. 10. Suplier partnership atau meningkatkan hubungan dengan supplier karena output suatu proses sangat tergantung dari kualitas input dari proses sebelumnya. 11. Big picture improvement dilakukan jika kesepuluh cara sebelumnya tidak efektif, sehingga perlu ditemukan suatu ide kreatif untuk melakukan perubahan besar. 12. Automation/mechanization dengan menggunakan tools, peralatan dan komputer untuk membantu proses.
7
Tahap ketiga adalah pengembangan model perbaikan (improvement) QMS dengan prinsip ISO 9001:2000. Definisi kata improvement dalam hal ini adalah merubah suatu proses untuk membuatnya menjadi lebih efektif, efisien dan adaptif. Perancangan ini dibuat berdasarkan hasil usulan perbaikan proses bisnis yang telah dilakukan dan mengacu pada persyaratan klausul-klausul ISO 9001:2000. Pada tahap ini, hasil dari pengolahan data dianalisis kemudian dilakukan perancangan Dokumentasi Mutu Standar ISO 9001:2000. Perancangan tersebut terdiri dari empat level yaitu : Level 1 : Manual Mutu, Level 2 : Prosedur Mutu, Level 3 : Instruksi Kerja , dan Level 4 : Catatan Mutu/Formulir Selanjutnya dalam implementasi harus diperhatikan 3(tiga) komponen utama dalam implementasi ISO adalah kesiapan dokumen, informasi manajemen dan adanya perubahan secara operasional (Advisers, 2007). Pada Gambar 3. dijelaskan metode pelaksanaan kegiatan, yaitu dilaksanakan dalam 4 tahapan terdiri dari: 1) Perancangan sistem dan identifikasi karakteristik IKM, 2) Penyusunan modul pelatihan dan implementasi model perbaikan QMS dengan Prinsip ISO 9001:2000, 3) Pelatihan ( berbentuk seminar ), 4) workshop implementasi HASIL HASIL KEGIATAN IPTEKS Hasil Kegiatan yang telah dirancang adalah hasil perbaikan IKM Gion & Rahayu dan business process tu lain Panduan Mutu ISO 9001 : 2000 dan persyaratan Sistem Manajemen Mu yang diadobsi dan men yaitu : diterapkan di CV. Gion & Rahayu, terdiri 4 level doku 1). Manual Mutu (13 dokumen), 2) Prosedur Mutu (4 dokumen), 3) Instruksi Kerja (4 dokumen) dan 4) catatan Mutu/Formulir (8 dokumen).
PENERAPAN PENERAPAN HASIL HASIL KEGIATAN IPTEKS LANGKAH -01a: Perancangan Sistem Implementasi Hasil kegiatan di CV. Gion & Rahayu
LANGKAH -01b: Identifikasi IKM furniture Sejenis di Surakarta LANGKAH -02: Penyusunan Modul Pelatihan Model Perbaikan QMS dengan Prinsip ISO 9001:2000
LANGKAH -04: QMS untuk Workshopimplementasi IKM sepatu di Surakarta
LANGKAH -03: dengan Prinsip ISO 9001:2000 Pelatihan QMS
SASARAN AKHIR: Kinerja ‘ Kualitas Proses dan Produk ’ IKM Sektor furniture Meningkatnya Sepatu didiWilayah WilayahSurakarta Surakartadan dan sekitarnya
Gambar 3. Metode Penerapan ISO
8
a). Perancangan Sistem Implementasi dan identifikasi karakteristik IKM, Model implementasi perbaikan proses dan kualitas produk pada industri kecil menengah furniture kayu berdasarkan prinsip ISO 9001:2000 mengacu pada kerangka yang dijelaskan ‘Kerangka Pemecahan Masalah’ (Gambar 1). b). Penyusunan modul pelatihan dan implementasi model perbaikan QMS Materi dikembangkan dari hasil IPTEKS yang telah disusun pada penelitian sebelumnya. Secara umum cakupan pekerjaan dalam proyek ini adalah : 1). 2).
3).
Kuesioner Awal untuk mengidentifikasi keadaan awal dari perusahaan sebelum dilakukan Program Penerapan IPTEKS. Modul Pelatihan. Modul yang dikembangkan terdiri dari 3 (tiga) modul, yaitu: modul-1: Permasalahan Manajemen Mutu Pada Industri IKM dan Pendekatan Perbaikan Manajemen Mutu Bagi IKM; modul-2: Perbaikan Manajemen Mutu secara Berkelanjutan Bagi IKM dengan Prinsip-Prinsip ISO, dan modul-3: implementasi Manajemen Mutu ISO 9001:2000 pada IKM Pegolahan Kayu. Formulir dan Lembar Kerja untuk kegiatan workshop, persiapan konsultasi dan implementasi konsultasi Perangkat Pelengkap untuk pelatihan, pendampingan dan workshop (seminar) serta workbook .
IV. PELAKSANAAN PROGRAM A. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN Workshop ini dilaksanakan pada: Hari/Tanggal
: Sabtu, 28 Juni 2008
Jam
: 09.00 – 11.00 WIB
Tempat
: Ruang Seminar Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis
B. TAHAPAN PELAKSANAAN a. Kegiatan ini adalah kelanjutan dari penelitian untuk tugas akhir salah satu anggota kelompok. Penelitian tersebut telah berhasil merumuskan masalah yang sering dihadapi IKM furniture, yaitu belum diterapkannya standar mutu pada proses bisnis secara keseluruhan. Sehingga efisiensi dan efektifitas perusahaan belum tercapai secara optimal. Oleh karena itu penulis mengusulkan suatu penerapan standar Mutu ISO 9001:2000 pada IKM Furniture khususnya CV. Gion & Rahayu sebagai pilot project bagi pengembangan IKM furniture di Surakarta.
9
b. Kegiatan ini dilaksanakan untuk membuka wawasan dan pengetahuan akan pentingnya Standar ISO 9001:2000 bagi perusahaan IKM furniture di Surakarta. Sehingga kegiatan ini berupa sosialisasi kepada IKM furniture. Bentuk kegiatan berupa pelatihan yang diadakan di laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis Jurusan Teknik Industri UNS. c. Seminar pelatihan ini mengundang pelaksana usaha IKM furniture khususnya CV. Gion & Rahayu untuk diberi pelatihan mengenai Standar Mutu ISO 9001:2000 agar dapat diterapkan di perusahaannya. d. Pembicara atau pemateri dalam kegiatan seminar ini adalah anggota kelompok yang telah melakukan penelitian pada IKM tersebut. Selain itu, pembicara juga dibantu dua orang dosen pembimbing untuk memberi pemahaman lebih detail dan jelas mengenai ISO 9001:2000. Salah satu dosen tersebut juga bekerja sebagai konsultan mengenai Standar Mutu ISO untuk perusahaanperusahaan di Surakarta.
C. INSTRUMEN PELAKSANAAN a. Buku panduan ISO 9001: 2000 (berupa modul pelatihan), b. Alat tulis ( berupa map, block note, pensil dan penghapus), c. Souvenir untuk peserta pelatihan berupa tas ( sekaligus untuk wadah seminarkit), d. Konsumsi peserta pelatihan, e. Perlengkapan seminar dan pelatihan : 1. Laptop, 2. Slide presentasi, 3. Layar LCD, 4. LCD, 5. Genset, 6. Printer, 7. Camera digital, 8. Souvenir untuk pembicara.
10
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelatihan mengenai penerapan Standar Mutu ISO 9001:2000 telah dilaksanakan dengan peserta dari IKM furniture CV. Gion & Rahayu dan beberapa mahasiswa yang tertarik untuk melanjutkan dan meneliti mengenai standar mutu. Pelatihan berupa seminar ini diikuti peserta yang antusias terlihat dari banyaknya pertanyaan dari perserta hingga acara berakhir. Output dari pelatihan ini selain meningkatkan efektifitas dan efisiensi pada produktifitas IKM furniture juga untuk menumbuhkan minat mahasiswa untuk melakukan kegiatan penelitian sejenis. Kegiatan positif dan menguntungkan bagi IKM dan Civitas akademi khususnya mahasiswa Tenik Industri Universitas Sebelas Maret diharapkan berlanjut hingga monitoring, konsultasi dan workshop untuk mensosialisasikan Standar mutu ISO 9001:2000 pada IKM Furniture lainnya.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. “Sistem Manajemen Kualitas” yang sangat penting untuk diterapkan agar terbentuknya sistem produksi maupun kualitas yang memenuhi standar yang berlaku dalam pasaran internasional 2. Dengan diterapkannya Standar Mutu ISO 9001:2000 dalam suatu perusahaan meningkatkan daya saing dalam pemasaran produknya. 3. IKM Furniture khususnya CV. Gion & Rahayu terbantu dalam perancangan perbaikan “Sistem Manajemen Mutu” yang diterapkan dalam perusahaannya. B. Saran Diharapkan tindak lanjut semisal sosialisasi Standar Mutu ISO 9001:2000 yang lebih besar lagi lingkupnya agar semakin banyak perusahan industri kecil dan menengah lainnya yang dapat menerapkan standar ini dan bersaing di pasaran internasional.