POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)
INDUSTRI LOGAM
BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email :
[email protected]
DAFTAR ISI
1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2
a. Latar Belakang ................................................................................................... 2 b. Perkembangan Industri Logam Kecil dan Menengah ......................... 3 c. Kelompok Sasaran Perusahaan Industri Logam ................................... 5 d. Langkah-Langkah Pengembangan Industri Logam ............................. 7 2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ .... 10
a. Organisasi .......................................................................................................... 10 b. Pola Kerjasama ................................................................................................ 12 c. Penyiapan Proyek ............................................................................................ 13 d. Mekanisme Proyek.......................................................................................... 14 e. Perjanjian Kerjasama .................................................................................... 15 3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ....... 17
a. Perkembangan Produksi ............................................................................... 17 b. Evaluasi Aspek Pasar ..................................................................................... 19 4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 24
a. Lokasi Usaha ..................................................................................................... 24 b. Ruangan serta Tata Letak Alat Produksi................................................ 25 c. Proses Produksi ................................................................................................ 27 5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 29
a. Tujuan dari Analisa Keuangan ................................................................... 30 b. Perhitungan Modal Investasi ...................................................................... 30 c. Perhitungan Modal Kerja .............................................................................. 32 d. Analisa Aspek Keuangan .............................................................................. 32
Bank Indonesia – Industri Logam
1
1. Pendahuluan a. Latar Belakang Industri pengolahan di Indonesia di gabungkan dalam 9 golongan. Dua golongan industri membuat produk-produk dari logam, yaitu industri logam dasar dan industri logam mesin dan peralatannya. Perusahaan industri logam dasar, semuanya adalah perusahaan besar. Pada tahun 1995 jumlah perusahaan industri logam dasar mencapai 160 unit. Sedangkan sektor industri barang dari logam, mesin dan peralatannya terdiri dari perusahaan besar, sedang, kecil dan usaha rumah tangga. Pada tahun 1993 jumlah perusahaan industri di golongan tersebut terdiri dari 1.912 unit besar/menengah, 4.521 unit usaha kecil dan 36.086 unit usaha rumah tangga. Sebagian besar dari perusahaan logam dasar maupun perusahaan barang dari logam, mesin dan peralatannya ditempatkan di pulau Jawa. Pada PJP II pembangunan industri terus di tingkatkan dan diarahkan agar sektor industri dapat menjadi penggerak utama ekonomi yang efisien dan berdaya saing tinggi, mempunyai struktur yang kokoh dengan pola produksi yang berkembang dari barang-barang yang mengandalkan pada tenaga kerja yang produktif dan sumber daya alam yang melimpah menjadi barang bermutu dengan nilai tambah tinggi. 1. Industri lebih. 2. Industri orang 3. Industri orang 4. Industri orang.
besar adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 100 orang sedang adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 20 - 99 kecil adalah perusahaan yang mempunyai pekerja 15-19 rumah tangga adalah usaha yang mempunyai pekerja 1 - 4
Perusahaan industri logam dapat dibagi, menjadi tiga kelompok sasaran pasar untuk bank pemberi pinjaman sebagai berikut . 1. Perusahaan menengah yang membutuhkan modal investasi antara Rp. 350 juta sampai 1.500 juta. Jumlah perusahaan industri logam segmen pasar ini, di Indonesia sekitar 1.500 unit usaha. Hampir semua perusahaan sudah mempunyai hubungan dengan bank. Sebagian besar dari perusahaan memerlukan dana untuk memperluas kapasitas produksi maupun modernisasi alat produksinya. 2. Perusahaan kecil sampai menengah yang membutuhkan modal investasi antara Rp 50 juta sampai 350 juta. Jumlah perusahaan industri logam di segmen pasar ini sekitar 4 .500 unit usaha tersebar di seluruh Indonesia, akan tetapi sebagian besar terletak di pulau Jawa. Sebagian dari perusahaan sasaran pasar bank belum menjadi
Bank Indonesia – Industri Logam
2
nasabah bank. Tujuan kredit investasi dari perusahaan logam tersebut antara lain untuk relokasi dari jumlah tinggal ke lingkungan industri, pembelian alat-alat perkakas serta modal kerja permanen. 3. Perusahaan industri logam kecil maupun industri rumah tangga yang membutuhkan modal investasi di bawah Rp 50 juta. Jumlah unit perusahaan industri sekitar 40.000 unit usaha tersebar diseluruh tanah air. Sebagian besar dari perusahaan memproduksi di rumah tinggal para pemilik. Perusahaan industri logam tersebut membutuhkan pembinaan dari staf bank maupun dari para pembina lainnya, yaitu staf perusahaan besar, staf lembaga industri logam, dan lain-lain. Banyak perusahaan industri skala kecil dapat di kembangkan dengan dana bank maupun dana dari perusahaan modal ventura. Upaya peningkatan efisiensi produksi dan mutu produk industri di tempuh melalui program standar nisasi industri, pengembangan jaringan kalibrasi dan sertifikasi mutu produk industri. Pemerintah telah menetapkan standar industri sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) atas lebih dari 2.500 produk industri. Sejalan dengan itu, permasyarakatan sistem manajemen bermutu sesuai dengan standar dari International Standar Organization 9000 series (ISO - 9000) makin di tingkatkan, terutama pada perusahaan exportir. b. Perkembangan Industri Logam Kecil dan Menengah Pengumpulan data perusahaan industri logam besar dan menengah dilakukan setiap tahun dengan cara sensus lengkap. Pengumpulan data industri kecil dan usaha rumah tangga di laksanakan pada tahun 1991 dan 1993 melalui survey industri kecil dan kerajinan oleh BPS Tabel 1. Banyaknya Perusahaan Industri Tahun Besar/Sedang Kecil 1991 1.773 7.824 1993 2.045 4.521 Perubahan 15, 3 % - 42,2 % Sumber : BPS Indonesia 1994
Bank Indonesia – Industri Logam
Logam (Unit Usaha) Rumah Tangga Jumlah Usaha 29.395 38.993 36.086 42.654 22,8 % 10,9 %
3
Direktorat Jendral Industri Logam dan Mesin dan Elektronika Departemen Perindustrian dan Perdagangan membagi perusahaan industri logam dalam 5 kelompok sesuai dengan tingkatan teknologi serta hasil produksi maupun jasanya. Kelompok pertama adalah usaha industri yang membuat barang-barang sederhana termasuk industri pedesaan dan kerajinan rumah tangga yang lokasinya tersebar di seluruh Indonesia. Produk-produk yang dihasilkan berupa alat-alat pertanian, pertukangan, perkakas tangan sederhana dan alat-alat rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Kelompok kedua adalah industri yang sudah mampu membuat produk yang mempunyai nilai teknis lebih tinggi di bandingkan dengan kelompok pertama. Produk-produknya antara lain mesin pembuat mie/bakso dan sebagainya. Kelompok dua ini masih terbatas, populasinya tersebar di pulau Jawa dan sebagian kecil di pulau Sumatera. Kelompok Ketiga adalah industri pembuat komponen, baik komponen untuk kendaraan bermotor, mesin dan peralatan pabrik maupun pembuat komponen lainnya yang memenuhi pesyaratan mutu dan presisi tertentu, kelompok ini masih terfokus di pulau Jawa dan sebagian Sumatera Kelompok Keempat adalah industri pembuat barang-barang perhiasan emas dan perak. Kelompok ini tidak di bahas dalam laporan ini. Kelompok Kelima adalah industri jasa, baik servis dan raparasi untuk kendaraan bermotor, alat listrik, bengkel reparasi alat dan mesin pertanian dan lain-lain. Kelompok kelima tidak dibahas dalam laporan ini.
Bank Indonesia – Industri Logam
4
Pengembangan industri logam kecil dan menengah di tempuh melalui strategis pengembangan sejumlah sentra industri yang kemudian di lanjutkan dengan pembinaan kelembagaan dalam bentuk koperasi industri kecil dan kerajinan (Kopinkra). Untuk lebih menunjang industri kecil, Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) telah mendirikan unit-unit pelayanan teknis (UPT) dengan fungsi memberikan bimbingan teknis produksi, penyediaan informasi teknologi dan pengembangan desain produk. Struktur industri terbentuk melalui keterkaitan antara industri besar, menengah, dan kecil, industri hulu, industri antara dan industri hilir, antara industri dengan sektor ekonomi lainnya. Usaha besar swasta maupun BUMN melaksanakan hubungan kemitraan dengan usaha industri logam kecil dan menengah. Pelaksanaan kemitraan di upayakan ke arah keterkaitan usaha atau keterkaitan bisnis. Pola keterkaitan atau pola kemitraan biasanya meliputi pembinaan teknis produksi maupun manajemen, pembinaan pasar melalui subcontracting, pola vendor atau pola pemasok barang dagangan. Sejalan dengan itu, pemerintah menciptakan iklim usaha yang mendukung usaha kecil dan menengah antara lain melalui UU No 9 1995 Usaha Kecil serta kebijaksanaan dan program yang dilaksanakan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta Departemen Koperasi dan PKK. c. Kelompok Sasaran Perusahaan Industri Logam Perusahaan kecil dan menengah serta industri logam dapat dibagi, menjadi tiga kelompok sasaran pasar untuk bank pemberi pinjaman sebagai berikut : 1. Perusahaan menengah yang membutuhkan modal investasi antara Rp. 350 juta sampai 1.500 juta. Jumlah perusahaan industri logam segmen pasar ini, di Indonesia sekitar 1.500 unit usaha. Hampir semua perusahaan sudah mempunyai hubungan dengan bank. Sebagian besar dari perusahaan memerlukan dana untuk memperluas kapasitas produksi maupun modernisasi alat produksinya. 2. Perusahaan kecil sampai menengah yang membutuhkan modal investasi antara Rp 50 juta sampai 350 juta. Jumlah perusahaan industri logam di segmen pasar ini sekitar 4 .500 unit usaha tersebar di seluruh Indonesia, akan tetapi sebagian besar terletak di pulau Jawa. Sebagian dari perusahaan sasaran pasar bank belum menjadi nasabah bank. Tujuan kredit investasi dari perusahaan logam tersebut antara lain untuk relokasi dari jumlah tinggal ke lingkungan industri, pembelian alat-alat perkakas serta modal kerja permanen. 3. Perusahaan industri logam kecil maupun industri rumah tangga yang membutuhkan modal investasi di bawah Rp 50 juta. Jumlah unit perusahaan industri sekitar 40.000 unit usaha tersebar diseluruh tanah air. Sebagian besar dari perusahaan memproduksi di rumah tinggal para pemilik. Perusahaan industri logam tersebut membutuhkan
Bank Indonesia – Industri Logam
5
pembinaan dari staf bank maupun dari para pembina lainnya, yaitu staf perusahaan besar, staf lembaga industri logam, dan lain-lain. Banyak perusahaan industri skala kecil dapat di kembangkan dengan dana bank maupun dana dari perusahaan modal ventura. Data dan informasi tentang perusahaan industri logam kecil dan menengah yang merupakan sasaran laporan Pola Pinjaman Industri Logam ini dikumpulkan melalui wawancara dengan para pengusaha di Kotamadya Bandung dan Kecamatan Ceper, Kab Klaten. Jumlah responden adalah 34 pengusaha kecil dan menengah. Data tentang pola PKT-RUBI logam di peroleh dari satu produsesn bahan bangunan logam di Jakarta Utara. Informasi tambahan maupun data sekunder di peroleh dari instansi dan lembaga Pemerintah maupun swasta termasuk bank umum. Semua data primer dan sekunder diperoleh pada bulan Januari dan Februari 1997. Responden mempunyai perusahaan industri pengecoran dan perusahaan industri barang logam lainnya. Mesin-mesin dan alat-alat perkakas industri logam biasanya mesin bubut, mesin frais, mesin bor, mesin pons, mesin las dan sebagainya. Produk-produk yang dihasilkan di pasarkan kepada tiga segmen pasar pokok sebagai berikut. 1. Pasar umum melalui toko-toko atau langsung kepada konsumen seperti para petani, rumah tangga dan sebagainya. Barang-barang yang dipasarkan antara lain alat pertanian, kran air, lampu kuningan, suku cadang kendaraan bermotor serta banyak produk lainnya yang dibutuhkan hampir setiap keluarga. 2. Pasar BUMN dan instansi Pemerintah sesuai dengan pesanan atau kontrak pembelian maupun kontrak kerja. Barang-barang adalah pipa dan sambungan pipa air (PDAM) , box meter listrik (PLN), kotak telpon otomat (PT. INTI), bahan bangunan untuk proyek bangunan untuk proyek bangunan, jembatan (Dep. Pekerjaan Umum), dan lain-lain. 3. Pasar Perusahaan industri besar yang dilayani oleh industri kecil sebagai pemasok dagang, vendor maupun sub-contractor. Barangbarang yang dipasarkan terutama berdasarkan job-order antara lain,suku cadang kendaraan bermotor, kotak (casing) untuk barang elektronik dan lain-lain. Sebagian besar dari para responden memasarkan produksinya kepada lebih dari satu segmen pasar. Secara umum perusahaan-perusahaan industri logam kecil dan menengah menjual produknya melalui perantara, khususnya kepada segmen pasar BUMN maupun perusahaan besar. Pada umumnya untuk mendapatkan bahan baku dan bahan penolong lainnya tidak menjadi masalah besar, karena tersedia cukup stabil. Masing-masing responden membeli bahan bahan tersebut dari dua sampai lima pemasok utama, yang telah mempunyai hubungan bisnis cukup lama dengan para responden.
Bank Indonesia – Industri Logam
6
Terbatasnya fasilitas produksi, khususnya di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya maupun Kotamadya lain, merupakan kendala yang menghambat pengembangan perusahaan industri logam skala kecil. Hampir semua perusahaan pada masa pendirian, memproduksi di rumah pemilik, dan sebagian besar dari perusahaan industri logam, skala kecil masih bersifat industri rumah tangga. Para pengusaha industri logam pada awalnya membeli alat dan mesin produksi bekas. Sebagian dari alat produksi di buat oleh pemilik sendiri. Meskipun demikian hasil produksi dan mutu produk cukup tinggi dan memenuhi ketentuan pasar sasaran atau kebutuhan pembeli. Pada umumnya perusahaan industri logam kecil dan menengah adalah perusahaan keluarga, yang dijalankan oleh seluruh anggota keluarga. Pemilik perusahaan berfungsi sebagai manajer produksi, pembeli bahan dan penjual barang. Sistem pembukuan administrasi usaha sangat sederhana. Banyak perusahaan industri logam, meskipun sudah maju tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas dan fungsional. Semua responden yang diwawancarai mengalami masalah atau kesulitan untuk membiayai kebutuhan modal kerja maupun modal investasi perusahaannya. Modal kerja yang sangat bergantung dari pembayaran dari pada pelanggannnya dan perantaranya, sering di tunda cukup lama,sesudah jatuh tempo. Karyawan lembaga pembinaan industri logam sering berpendapat bahwa para pengusaha kecil membiayai usaha besar dan BUMN dengan piutangnya. Pembayaran hutang dagang oleh agen-agen maupun langganan lainnya di pasar umum dengan cek mundur dan slip tabungan mundur. Untuk memenuhi kebutuhan modal kerja para pengusaha kecil sering "menjual" dokumen pembayaran tersebut dengan potongan nilai nominalnya 2 % atau lebih per bulan sampai jatuh tempo. Perusahaan industri logam pada umumnya mengalami kesulitan menjadi nasabah bank, karena kelemahannya secara umum meskipun cukup banyak usaha industri logam memenuhi ketentuan resmi untuk menjadi debitur bank. d. Langkah-Langkah Pengembangan Industri Logam Sesuai dengan program kemitraan maupun pembinaan teknis industri logam kecil dan menengah beberapa kegiatan pembinaan di laksanakan oleh instansi pemerintah, perusahaan BUMN dan perusahaan industri besar milik swasta serta perguruan tinggi dan lembaga lainnya. Pembinaan dari Deperindag Pembinaan teknis instansi Pemerintah kepada aneka industri logam di berikan dan di kordinir oleh Deperindag melalui program bantuan teknis BIPIK yang dilaksanakan oleh Unit Pembinaan Teknik (UPT) maupun oleh kantor dinas-dinas Deperindag.
Bank Indonesia – Industri Logam
7
Secara kuantitatif sasaran Deperindag dalam Pelita VI tentang pembinaan industri, termasuk industri logam sebagai berikut : penumbuhan wirausaha baru 230.000 unit usaha, pengembangan kegiatan industri pedesaan di 2.200 desa, pengembangan sekitar 1.000 sentra industri agar menjadi sentra mandiri, penerapan SNI dan ISO - 9000 oleh 500 perusahaan industri kecil dan pengembangan industri sub-kontrak oleh 500 perusahaan. Bantuan teknik dari instansi Deperindag bersifat seminar, pelatihan teknis produksi maupun manajemen, pelaksanaan program magang, inkubator, sub kontrak bersama BUMN/MUMS pelaksanaan relokasi industri kecil setiap pengembangan sentra industri kecil bersama Pemda setempat. Hambatan terhadap efektivitas bantuan teknis adalah bantuan bersifat birokratis, subyek pelatihan sering di sebut terlalu umum dan kurang sesuai dengan kebutuhan perusahaan industri dan menengah. Pembinaan dari BUMN/BUMS Hubungan Kemitraan antara perusahaan industri besar BUMN/BUMS dengan usaha industri kecil dan menengah, telah di laksanakan oleh ratusan usaha industri logam, kecil menengah maupun besar. Pola kemitraan yang menguntungkan mitra usaha adalah kemitraan komersial (on link) dengan keterkaitan bisnis pada sisi masukan (input) maupun sisi keluaran (output) yang dibentuk untuk memperoleh keuntungan bersama dan kesinambungan bisnis antara kedua belah pihak. Pola kemitraan bisnis meliputi tiga jenis sebagai berikut :
Sub kontrak adalah hubungan kemitraan yang dilaksanakan antara BUMN/BUMS dengan mitra usaha skala besar menengah yang mampu membuat produk dengan kualitas dan presisi tinggi. Perusahaan BUMN/BUMS menentukan spesifikasi teknis maupun kualitas produk yang dibuat oleh para mitra usaha sesuai dengan kontrak tertulis antara kedua pihak. Vendor adalah kegiatan bisnis di mana BUMN/BUMS membeli barang setengah jadi atau barang jadi dari mitra usaha tidak berdasarkan kontrak tertulis, tetapi atas pesanan melalui perantara. Barang yang dibeli tidak memenuhi spesifikasi teknis yang spesifik , akan tetapi perusahaan besar melakukan grading dan membayar sesuai dengan mutu produk yang diserahkan. Pemasok dagang adalah pola kemitraan bisnis yang sering dilaksanakan antara mitra usaha dengan BUMN/BUMS di sektor industri maupun dagang. Kedua pihak melakukan hubungan bisnis pemasok pembeli biasa sesuai dengan persyaratan yang berlaku antara para pemasok dan para pembeli di bidang industri logam tersebut.
Selain kemitraan bisnis tersebut BUMN/BUMS melaksanakan pembinaan teknis produksi melalui program magang, inkubator serta pembinaan langsung di tempat usaha kecil dan menengah. Beberapa usaha besar telah
Bank Indonesia – Industri Logam
8
membentuk Kelompok Usaha Bersama sebagai wadah pemasaran dan temu bisnis untuk anggotanya dengan fungsi antara lain, peningkatan kemampuan teknik, manajemen maupun daya pemasaran produk-produk dari usaha anggotanya. Pembinaan Lembaga Teknis/LSM Kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga maupun LSM berkenaan dengan perusahaan industri aneka logam dapat di kategorikan menjadi beberapa bagian yaitu :
Pelatihan teknik dan manajemen kepada staf maupun pemilik usaha industri Konsultasi teknik, pemasaran maupun manajemen Pengembangan kelembagaan/pengorganisasian seperti asosiasi maupun kopinkra. Penciptaan jaringan sumber daya pendukung usaha kecil dan menengah (akses teknologi, akses dana, akses pasar dan akses informasi).
Semua kegiatan yang dilakukan di atas bersifat dinamis dan luwes misalnya kegiatan pelatihan di lakukan di lokasi lembaga, MIDC maupun Polman-ITB atau ditempat industri kecil sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan kecil. Pelatihan dilaksanakan sebagian melalui teori, tetapi porsi praktek dan memecahkan kasus menjadi bagian terbesar. Kegiatan pelatihan sering ditindak lanjuti dengan monotoring kemajuan dari perusahaan para peserta, LSM yang secara aktif membina perusahaan industri logam skala kecil dan menengah antara lain Yayasan Dharma Bakti Astra, Yayasan Mandiri, Bandung melalui proyek Probengkel dan Wahana Pengembangan usaha. Lembaga penelitian maupun pendidikan dengan tenaga ahli di bidang industri logam yang terkenal di Indonesia adalah Balai Pengembangan Industri Logam dan Mesin (MIDC) dan Politeknik Industri Logam, ITB Bandung (Polman ITB), yang sering melaksanakan pembinaan langsung kepada perusahaan-perusahaan di sentra-sentra industri logam di seluruh Indonesia. Lembaga dan LSM tersebut sering bekerja sama dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan pelatihan dan pembinaan program-program. Peserta lainnya yang sering ikut serta dalam program atau pelatihan sebagai narasumber sumber adalah bank, perguruan tinggi maupun staff dari Deperindag dan Depkop dan PKK.
Bank Indonesia – Industri Logam
9
2. Kemitraan Terpadu a. Organisasi Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien. Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi. Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA. Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra. 1. Petani Plasma Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal. Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.
Bank Indonesia – Industri Logam
10
Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok. 2. Koperasi Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan 3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil. Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti. Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
Bank Indonesia – Industri Logam
11
Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya. 4. Bank Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun. Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar. Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank. b. Pola Kerjasama Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu : a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/ Pengolahan Eksportir.
Bank Indonesia – Industri Logam
12
Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra. b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi. c. Penyiapan Proyek Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, dari :
sebaiknya dan dalam keberhasilan, minimal Kalau PKT ini akan perintisannya dimulai
a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui
Bank Indonesia – Industri Logam
13
pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha; b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya; c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil; d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent); e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda); f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan. d. Mekanisme Proyek Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
Bank Indonesia – Industri Logam
14
Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih. e. Perjanjian Kerjasama Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban
Bank Indonesia – Industri Logam
15
dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut : 1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti) a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil; b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi; d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma. 2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pascapanen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan; d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit; e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit; f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.
Bank Indonesia – Industri Logam
16
3. Aspek Pemasaran Analisa pasar untuk industri logam kecil dan menengah agak rumit, karena data statistik yang disusun BPS baik tentang nilai produksi maupun jumlah produsen industri tersebut tidak tersedia setiap tahun. Permintaan maupun hasil produksi barang-barang industri logam perusahaan kecil dan menengah tidak di proyeksikan dalam laporan ini. Beberapa indikator-indikator data statistik mempunyai informasi tentang keadaan pasar pada periode 19911995, Disamping itu, kebijaksanaan pemerintah tentang sektor industri pada PJP II, memprediksi laju pertumbuhan hasil produksi barang-barang industri logam di masa depan. Data kuantitatif tentang produksi maupun permintaan barang-barang logam dapat di kumpulkan dari data statistik produksi dalam negeri, maupun data tentang ekspor/impor barang logam serta perubahan persediaan barang logam dalam negeri. Data tersebut di kumpulkan oleh BPS dan Bank Indonesia pada tingkat nasional maupun regional, tetapi data ini tidak lengkap untuk industri kecil maupun industri rumah tangga. a. Perkembangan Produksi Tabel 2. Nilai Produksi Produk Logam dalam jutaan rupiah Industri besi dan baja dasar Industri barang-barang Tahun pengecoran dan penggilingan dari logam 1991 5.646.862 14.622.851 1992 6.089.265 17.429.565 1993 7.735.450 22.819.102 1994 9.946.300 29.302.427 Sumber : BPS 1994
Bank Indonesia – Industri Logam
17
Disamping nilai produksi industri logam ada dua indikator ekonomi makro lain, yang cukup panjang berkaitan dengan penilaian permintaan maupun produksi industri logam di masa depan. Indikator tersebut adalah tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia. Jumlah penduduk di Indonesia telah melebihi 200 juta orang. Laju pertumbuhan penduduk saat ini sekitar 1,6% per tahun. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, jumlah rumah tangga bertambah lebih kurang 50 juta rumah tangga saat ini, dengan sekitar 600.000 rumah tangga per tahun. Sesuai dengan sasaran Pemerintah, sektor industri pada akhir PJP II akan memberikan sumbangan sekitar 32,5% kepada produk domestik bruto (PDB) dan akan mampu menyerap sekitar 19 juta tenaga kerja baru atau 27,6% dari keseluruhan tambahan tenaga kerja pada periode PJP II. Selanjutnya industri logam dasar dan industri barang dari logam akan berkembang dengan laju pertumbuhan 12,6% per tahun selama Repelita VI. Sektorsektor industri logam, yang termasuk dalam kelompok industri logam tersebut antara lain industri logam dasar, industri-industri yang menghasilkan mesin dan peralatan, serta industri pembuatan alat transportasi. Strategi pemerintah dalam rangka menciptakan iklim usaha dan investasi yang lebih sehat, serta struktur dunia industri yang lebih kokoh, adalah dengan menggunakan sejumlah instrumen pengendali kebijaksanaan ekonomi, antara lain fasilitas kredit jangka panjang, pengembangan modal ventura, dan mendorong arus dana yang meransang pengembangan industri, prioritas industri yang efisien, khususnya industri kecil dan menengah. Pemerintah telah menempuh kebijaksanaan yang menjamin kepastian usaha, perlindungan industri kecil dan menengah, perlindungan usaha untuk menunjang sistem memberikan sub kontrak dan kemitraan usaha, dan pengaturan yang mencegah praktek pemusatan kekuatan usaha, baik dalam bentuk monopoli maupun monopsoni, dan mencegah praktek perdagangan curang. Tabel 3. Angka Indeks Produksi Industri Besar dan Sedang dari Beberapa Sub-sektor Industri logam Nama Sub sektor Industri 1990 1991 1992 1993 1994 Logam Industri dasar besi dan baja 100 158 165 213 235 Industri alat dapur Industri logam
macam-macam
100
120
139
140
143
wadah 100
125
158
180
202
Bank Indonesia – Industri Logam
18
Industri karoseri kendaraan motor 100
278
289
214
285
Industri kendaraan bermotor
100
106
58
49
65
Industri paku, engsel dan lain-lain 100
108
103
152
155
Industri bahan bangunan Sumber : BPS 1994
85
94
90
51
100
Angka indeks memberikan informasi tentang fluktuasi produksi industri logam dalam negeri untuk perusahaan besar dan menengah. Faktor-faktor yang memberikan dampak besar kepada industri logam, khususnya kepada sub sektor kendaraan bermotor dan bahan bangunan dari logam adalah kebijaksanaan moneter dan fiskal. Pada tahun 1991 dan 1992 kebijaksanaan moneter ketat, yaitu persediaan kredit (credit supplay) dari perbankan menurun, mengakibatkan kemerosotan penjualan kendaraan bermotor maupun barang modal investasi lainnya. Data indeks tersebut memberikan indikasi yang cukup jelas, bahwa beberapa sektor industri logam sangat sensitif terhadap perubahan siklus bisnis serta kebijaksanaan moneter. Industri logam kecil seperti perusahaan industri yang produksi terlalu besar, permintaan dari para konsumen rumah tangga pendapatan menengah ke bawah kepada industri logam, harus selalu memperhatikan keadaan siklus bisnis dan keadaan ekonomi makro, pertumbuhan industri logam cukup kuat secara keseluruhan dan pertumbuhan volume produksi di proyeksikan akan naik sekitar 12% setahun. b. Evaluasi Aspek Pasar Kelompok Perusahaan serta Produk-produk Pokok Perusahaan industri logam kecil dan menengah terdiri dari lima golongan yaitu perusahaan pengecoran, perusahaan permesinan, perusahaan pengolahan pelat, perusahaan las, dan konstruksi serta perusahaan jasa logam, seperti jasa pemanasan (heat-treatmant) maupun pelapisan logam (elektro-plating) Masing-masing kelompok perusahaan tersebut mempunyai ciri-ciri dan produk pokok tersendiri, sekalipun ada hubungan bisnis antara perusahaan yang bergerak di suatu sub sektor dengan perusahaan di sub sektor lainnya. Misalnya, perusahaan pengecoran menjual sebagian dari produksinya sebagai "cast iron" yaitu sebagai bahan baku untuk perusahaan permesinan. Demikian juga ada hubungan bisnis antara perusahaan pengolahan pelat dengan perusahaan elektro-plating maupun perusahaan pemanasan logam.
Bank Indonesia – Industri Logam
19
Produk-produk yang dihasilkan oleh industri logam skala kecil termasuk industri rumah tangga maupun industri menengah sangat banyak macamnya dan dipasarkan oleh para pengusaha tersebut di seluruh tanah air. Pengusaha industri logam pada umumnya bersifat inovatif. Mereka mampu memproduksi hampir segala macam produk yang di minta oleh para konsumen rumah tangga maupun oleh dunia usaha di dalam negeri. Produk-produk utama industri pengecoran adalah komponen-komponen mesin produksi, komponen kendaraan bermotor, sambungan pipa air, pompa air, barang perhiasan rumah tangga di buat dari kuningan maupun loyang logam lainnya. Perusahaan industri permesinan menyelesaikan ("finish") sebagian dari barang setengah jadi (cast iron) yang dibuat oleh industri pengecoran. Disamping itu, produk-produk pokok lainnya adalah matres-matres untuk industri lain, suku cadang mesin produksi maupun suku cadang kendaraan bermotor, termasuk roda gigi, silinder, dan lain-lain. Produk-produk pokok dari perusahaan industri pengolahan pelat logam antara lain kotak-kotak "chasing" untuk industri elektronik, barang invetaris, misalnya lemari arsip, tempat rak serta produk lainnya antara lain kotak truk maupun peti kemas. Bahan bangunan baja maupun aluminium merupakan kelompok produk pokok industri las dan konstruksi. Produk lain dari perusahaan industri tersebut adalah tangki bak truk, kapal, pelengkapan alat konstruksi seperti kran, dan lain-lain. Aspek Pemasaran Menurut Data dari Para Responden A. Kemampuan Produksi Para responden yaitu, 6 cabang bank, 7 lembaga dan instansi pembina industri logam maupun 35 unit perusahaan industri logam yang terdiri dari perusahaan skala kecil dan menengah yang membuat banyak jenis produk yang dipasarkan kepada :
Perusahaan-perusahaan industri lainnya yang bergerak di hampir seluruh sub sektor industri terdiri dari perusahaan swasta dan perusahaan milik negara. Perusahaan-perusahaan pemborong proyek prasarana maupun bangunan Perusahaan agen, grosir maupun eceran yang menjual produk-produk logam di pasaran umum. Para konsumen secara individu yaitu rumah tangga, pemilik kendaraan bermotor dan sebagainya.
Bank Indonesia – Industri Logam
20
Kapasitas produksi masing-masing perusahaan responden lebih besar dari pada hasil produksi yang di jual kepada langganannya. Hampir semua perusahaan bekerja satu regu " shift ". Jika perusahaan responden menerima pesanan (job-orders) besar, perusahaan tersebut meningkatkan produksinya pada tahap penyelesaian pesanan dengan cara memperpanjang jam kerja dan memberikan lembur kepada tenaga kerjanya. Para responden merencanakan akan membeli alat-alat produksi modern dengan presisi maupun kapasitas produksi tinggi, karena produk yang dibuat dengan alat-alat perkakas modern mempunyai nilai tambah tinggi serta peluang pasar lebih luas dari pada produk-produk tradisional. Mesin produksi modern dapat menghemat biaya produksi maupun meningkatkan daya hidup perusahaan melalui diversifikasi kegaiatan usaha. Sebagian dari responden, pengusaha industri logam telah dibina oleh instansi Deperindag, Polyteknik maupun perusahaan besar melalui pola Kemitraan. Para pengusaha sedikit demi sedikit mampu meningkatkan kualitas produksi dengan menerapkan teknologi yang semi modern maupun melalui perbaikan proses produksinya, menjadi lebih tepat guna. Investasi baru yang telah di laksanakan oleh para responden cukup berhasil dan dapat dibuktikan melalui kenaikan hasil produksi dan penjualan dari tahun ke tahun. Hampir semua perusahaan responden maju agak cepat, peluang bisnis di nilai relatif baik. Bank-bank yang telah membiayai perusahaan industri logam menurut informasi karyawan cabang bank di daerah, jarang mengalami kesulitan berkaitan dengan kolektibilitas para nasabah tersebut. B. Permintaan Pasar Perusahaan responden biasanya memasarkan produksinya melalui agen atau "broker" dari pabrik-pabrik atau instansi-instansi yang membutuhkan produk dari industri logam. Tidak ada responden yang menjual langsung kepada pabrik maupun instansi. Sebagai contoh seluruh perusahaan industri logam skala kecil dan menengah (sekitar 200 unit usaha) di Bandung, memasarkan produk-produk suku cadang untuk industri sandang dan kendaraan bermotor melalui sekitar 50 perantara (broker) dan sekitar 35 grosir/pemasok. Para grosir/supplier memasok produk-produk kepada toko-toko dan bengkelbengkel di kota besar maupun di daerah kecamatan. Para pemilik industri logam biasanya tidak mencari pasar maupun langganan sendiri. Mereka bersifat produsen saja, bukan pengusaha yang kuat di bidang pemasaran. Suatu hal yang muncul karena ketergantungan mereka kepada broker dan grosir, harga produknya secara umum kurang menguntungkan karena di atur oleh para broker dan grosir. Persaingan antara produsenkonsumen kecil atau industri rumah tangga, selalu tajam dan harga jualnya yang relatif rendah, sering tidak menutupi biaya tetap tingkat laba kotor
Bank Indonesia – Industri Logam
21
antara 20% sampai 40% atas harga pokok produksinya, karena produkproduk mempunyai kualitas dan presisi lebih tinggi. Menurut informasi dari pada responden pendapatan penjualan bervariasi, ada suatu perusahaan yang mengalami penurunan 20% satu tahun. Sedangkan perusahaan lain mencapai kenaikan sampai 40% pada satu tahun. Jumlah penjualan untuk seluruh responden naik antara 15% sampai 20% per tahun pada periode 1994-1996. Pengembangan pasar maupun peluang pasar baru diciptakan melalui program kemitraan industri kecil dan menengah dengan perusahaan besar seperti anak perusahaan Astra Group, Bakrie Group, Krakatau Stell dan sebagainya. Ada juga lembaga dan yayasan seperti YDBA, Wahana Pengembangan Usaha, Polman-ITB dan MIDC, Bandung yang secara proaktif membantu perusahaan industri logam menciptakan jaringan pasar baik kepada broker, grosir, pabrik maupun konsumen terakhir. C. Daerah Pemasaran, Faktor Saingan serta Syarat Pembayaran Secara umum daerah pasar industri logam skala kecil terbatas di wilayah Kabupaten, Kodya dan daerah Propinsi, dimana masing-masing unit usaha ditempatkan. Meskipun perusahaan industri tersebut menjual produksinya melalui grosir dan broker, para perantara tersebut biasanya mencari langganannya di wilayah Tingkat I. Daerah pasar produksi industri logam menengah memang lebih luas, sebagian dari produksinya di jual kepada produsen nasional, seperti pabrik Indomobil, Globel dan lain-lain sesuai dengan sub kontrak atau melalui sistem vendor. Misalnya perusahaan pengecoran di Ceper yang telah agak berkembang menjadi sambungan pipa air ke proyek-proyek PDAM di seluruh tanah air. Saingan dari perusahaan kecil maupun menengah sejenis selalu tajam. Karena jumlah produsen cukup banyak dengan kapasitas produksi relatif tinggi harga jual cenderung menuru, khususnya untuk produsen kecil, yang sering menjual produksinya dengan harga kurang menguntungkan. Perusahaan Industri logam kecil sering terpukul oleh persaingan dari perusahaan industri logam besar, karena persaingan bebas antara seluruh perusahaan industri logam di Indonesia. Meskipun persaingan dari luar negeri sampai saat ini tidak terlalu dirasakan oleh industri logam, pada saat pasar bebas di ASEAN mulai berlaku, saingan dari negara lainnya akan menjadi lebih kuat. Syarat pembayaran berbeda antara satu kelompok usaha industri logam dengan kelompok lainnya, tergantung daerah dan hubungan bisnis antara para produsen barang logam dengan langganannya. Banyak produsen yang membuat produk atas job-order atau sesuai dengan subkontraknya menerima uang muka sampai 30% pada awal produksinya dan setoran di
Bank Indonesia – Industri Logam
22
bayar pada periode produksi dengan sisa pembayaran antara 10% sampai dengan 20% sesudah produk di serahkan kepada langganan. Perputaran piutang relatif pendek rata-rata sampai satu bulan untuk sebagian besar perusahaan responden. Produsen yang mengalami masalah dengan perputaran piutang adalah produsen yang menjual barang kepada instansi Pemda maupun BUMN. Produsen tersebut sering menunggu pembayaran tiga bulan atau lebih sesudah pengiriman hasil produksinya kepada langganan tersebut.
Bank Indonesia – Industri Logam
23
4. Aspek Produksi Apabila suatu perusahaan industri logam memiliki kesempatan pemasaran hasil produksi yang memadai, pemilik selalu merencanakan investasi modal untuk memperluas perusahaannya. Aspek teknis merupakan analisa berkenaan dengan proses pemilihan serta instalasi mesin-mesin dan alat-alat produksi, membangun ruangan produksi maupun melaksanakan proses produksi setelah periode investasi selesai. Analisa teknis meliputi beberapa alternatif atau pilihan mesin dan alat produksi yang memberikan dampak atas proses produksi. Pilihan teknologi di pengaruhi oleh banyak faktor, misalnya tersedianya dana investasi, peluang pasar pada masa depan, lokasi usaha, peraturan pemerintah, dan lain-lain. Hal-hal yang dibahas dalam analisa aspek teknis adalah :
kebutuhan dan pilihan lokasi skala perluasan produksi dan produk-produk yang akan dihasilkan kriteria pemilihan mesin dan alat produksi maupun fasilitas lainnya. tersedianya bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja, energi dan lain-lain.
Faktor-faktor di atas di bahas secara singkat dalam bab ini. Sebagian dari hal-hal tersebut di jelaskan dalam beberapa lampiran antara lain tentang bahan baku yaitu : jenis-jenis logam ferro maupun non ferro, proses produksi dan alat-alat perkakas yang di pakai oleh anekan industri logam seperti pengecoran, permesinan, bahan bangunan maupun pengerjaan pelat dan konstruksi. a. Lokasi Usaha Lokasi perusahaan industri logam kecil dan menengah pada tahap awal merupakan sebagian dari rumah pemilik usaha. Sesudah perusahaan cukup berkembang usaha tersebut menjadi suatu masalah besar yang menghambat pengembangan perusahaan. Sesuai dengan sejarah industri logam, mayoritas dari perusahaan-perusahaan logam terletak di dalam atau dekat kota-kota besar di seluruh Indonesia, karena peluang pasar atau pasar yang di tuju perusahaan adalah "bobot" faktor atau faktor utama berkenaan dengan pemilihan lokasi. Faktor-faktor lainnya seperti tersedianya bahan baku, tenaga kerja, prasarana seperti listrik, fasilitas transportasi dan lainlain, bukan faktor utama, akan tetapi faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi, bilamana salah satu dari faktor-faktor tersebut menjadi masalah. Berdasarkan hal tersebut sebagian besar dari perusahaan industri logam skala kecil maupun menengah di tempatkan di dalam dan dekat kota-kota di mana peluang pasar cukup cerah. Pemda setempat bekerja sama dengan instansi Deperindag sudah lama mengendalikan lokalisasi perusahaan industri ke kawasan industri maupun ke semua industri yang tersebar di kota-kota besar. Kegiatan relokasi atau
Bank Indonesia – Industri Logam
24
perolehan lokasi permanen di luar kompleks atau daerah permukiman merupakan salah satu kegiatan yang cukup penting bagi para pengusaha. Pemda maupun instansi yang membina perusahaan industri tersebut. Meskipun begitu, para pemilik perusahaan industri logam bertanggung jawab penuh untuk memilih lokasi usahanya yang pada jangka panjang akan mendorong pengembangan usahanya. Penilaian dan pemilihan lokasi baru untuk suatu perusahaan industri logam perlu di lakukan dengan seksama karena pengeluaran dana cukup besar dan lokasi baru harus mendorong kegiatan perusahaan jangka panjang. Sesuai dengan kebijakan kredit yang berlaku, bank tidak dapat memberikan dana untuk biaya investasi keterkaitan dengan pembelian tanah lokasi usaha industri logam. Bantuan dana selain modal sendiri untuk membeli tanah dapat dibiayai oleh perusahaan modal ventura bila proyek perluasan usaha di nilai layak dari segala aspek. b. Ruangan serta Tata Letak Alat Produksi Jenis dan besarnya ruangan produksi atau bangunan pabrik industri logam berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dan juga antara satu subsektor industri logam dengan sub sektor lainnya. Besarnya bangunan produksi ditentukan oleh kebutuhan alat produksi, jenis-jenis produk yang di hasilkan serta kemampuan pelaksanaan investasi secara finansial. Biasanya para pengusaha yang telah cukup berhasil melaksanakan perluasan usahanya dalam tahap berdasarkan rencana jangka panjang. Untuk beberapa jenis industri logam di tentukan standard tentang tinggi ruangan, luas ruangan kerja minimum untuk masing-masing mesin dan alat produksi terhadap isi seluruhnya sehingga dapat dihitung luas lantai. Ruangan maupun para pekerja harus dilengkapi dengan alat pencegah kotoran udara misalnya debu, tetes-tetes logam, zat-zat cair, gas maupun uap kimia. Tata letak atau "layout" merupakan seluruh proses menentukan bentuk dan penempatan aktiva produksi yang dimiliki suatu perusahaan, termasuk tata letak lahan perusahaan, tata letak bangunan atas lahan maupun tata letak mesin dan alat produksi dalam bangunan. Tata letak semua hal tersebut di tentukan sesudah perusahaan mengetahui apakah jenis teknologi dan alatalat produksi yang dipilih untuk investasi baru. Biasanya suatu produk atau lini produk dapat dibuat dengan lebih dari satu jenis teknologi berdasarkan kemampuan finansial pemilik, pengetahuan dan keahlian tenaga kerja dan kualitas produk maupun segmen pasar yang membutuhkan hasil produksinya. Tujuan utama penentuan tata letak ruangan produksi antara lain :
penggunaan ruangan produksi secara optimal pemanfaatan alat produksi secara maksimal
Bank Indonesia – Industri Logam
25
mengusahakan agar aliran bahan dan produk dalam proses produksi lancar, menjaga kesehatan dan keselamatan kerja memaksimalkan hasil produksi kemungkinan untuk penyesuaian tata letak mesin produksi maupun perluasan ruangan produksi.
Para pengusaha industri logam kecil dan menengah tidak selalu memenuhi tujuan tersebut, bila menentukan tata letak mesin maupun alat produksi dalam ruangan produksinya. Proses produksinya sering kurang efisien antara lain karena jarak angkat bahan baku dan barang jadi rumit dan memerlukan tenaga maupun waktu terlalu banyak. Ruangan produksi mereka sering tidak hanya satu tempat. Beberapa perusahaan responden beroperasi di dua atau tiga ruangan dengan jarak cukup jauh antara satu dengan lainnya. Seringkali mobil truk tidak bisa masuk sampai kepada tempat usaha. Karena itu biaya "material handling" menjadi tinggi dan proses produksi terganggu karena sebagian besar tenaga kerjanya mengangkat bahan baku maupun hasil produksinya. Penggunaan ruangan produksi sering kurang efektif, alat dan mesin produksi di tempatkan terlalu padat, karena ruangan sering jauh lebih kecil daripada kebutuhannnya. Ada tiga macam tata letak mesin dan alat produksi dalam industri logam tata letak proses atau fungsional (process or functional layout), tata letak garis atau produk (line or product layout) dan tata letak kelompok (group layout). Tata letak proses atau fungsional menempatkan kelompok mesin dan alat produksi yang mempunyai fungsi yang sama di dalam satu tempat atau bagian ruang. Tata letak ini sering di gunakan oleh industri logam permesinan, pengerjaan pelat dan bahan konstruksi dimana banyak terdapat pesanan-pesanan yang berbeda baik dalam bentuk, kualitas maupun jumlahnya. Pada tata letak ini di mungkinkan terjadinya arus balik. Tata letak garis di pakai oleh industri pengecoran logam dan perusahaan industri logam yang memproduksi produk yang bersifat sama dengan jumlah besar. Pada layout garis, mesin dan peralatan produksi di susun berdasarkan urutan dari proses pembuatan satu macam produk secara terus menerus dengan jumlah yang besar (mass production). Dalam tata letak garis tidak terdapat arus balik satu aliran pembuatan barang telah sampai pada tahapan tertentu. Tata Letak kelompok memisahkan tempat di ruang produksi sesuai dengan jenis produk utama yang dihasilkan. Mesin dan alat produksi yang membuat satu jenis produk ditempatkan dalam satu kelompok dan setiap produk di selesaikan dalam tempat produksi tersebut. Tata Letak kelompok dipakai perusahaan industri logam yang membuat produk khususnya dalam jumlah besar, misalnya box meter PLN serta kotak (casing) radio, dan lain-lain.
Bank Indonesia – Industri Logam
26
Tiga macam tata letak tersebut secara murni tidak di laksanakan oelh setiap perusahaan industri logam. Perusahaan tersebut sering menempatkan tata letak campuran, khususnya perusahaan pengecoran dan permesinan memakai tata letak campuran antara garis dan fungsional. Perencanaan tatal letak di mulai dengan mendaftarkan produk-produk jasa yang akan dihasilkan oleh perusahaan industri logam lengkap dengan spesifikasi fungsi dan kualitasnya. Teknologi yang dipilih tergantung pada bahan baku yang digunakan, proses yang di perlukan dan alat-alat perkakas. Spesialisasi dari perusahaan industri besar maupun lembaga seperti MIIDC maupun Polman-ITB dapat membantu perusahaan industri logam untuk menyusun skema perakitan produk serta memilih mesin dan alat produksi yang sesuai dengan kualitas serta biaya produksi yang ditentukan pengusaha. Pembinaan dari spesialis tersebut dapat menentukan urutan kerja (routing) maupun keseimbangan aliran proses (line balancing) produksi serta menilai faktor-faktor lainnya yang dapat meningkatkan efisiensi maupun menghemat biaya produksi. c. Proses Produksi Arus produksi yang efisien berdasarkan suatu tata letak mesin dan alat produksi yang luwes merupakan awal dari proses produksi. Hal lain yang harus di perhatikan oleh perusahaan industri logam adalah kriteria atau standard tentang kualitas produk kinerja tenaga kerja dan lain-lain. Petunjuk tentang penetapan standar-standar dan kinerja tenaga kerja dan lain-lain. Petunjuk tentang penetapan standar-standar produk dan bantuan pelaksanaan seperti standar ISO 9003, bagi perusahaan secara individu maupun suatu kelompok usaha dapat di terima oleh badan dan konsultan yang komponen di bidang manajemen kualitas (quality management). Perancangan produk, pengendalian maupun pengawasan proses produksi merupakan tugas utama manajer produksi. Tugas tersebut di laksanakan sesuai dengan pesanan produksi atau rencana pembuatan produk untuk pasar bebas. Bagan alur proses adalah grafik yang menunjukkan urutan kegiatan operasi, transportasi, inspeksi penundaan dn penyimpanan dalam suatu proses pembuatan produk diperusahaan industri logam. Dalam bagan alur proses dicantumkan untuk analisa produksi termasuk waktu yang dibutuhkan serta jarak yang ditempuh. Kegunaan alur proses sebagai alat bantu merancang metode dan alat untuk mengerjakan suatu produk. Faktor lingkungan kerja memberikan dampak atas hasil produksi. Penerangan tempat kerja, pengaturan kualitas udara maupun bunyi serta peraturan keselamatan kerja lainnya memerlukan perhatian dalam penilaian proyek yang memohon kredit dari bank. Sistem dan cara pemeliharaan mesin dan alat produksi merupakan faktor yang penting berkenaan dengan penjagaan kelancaran proses produksi. Hal yang perlu perhatian adalah persediaan suku cadang, tersedianya
Bank Indonesia – Industri Logam
27
perusahaan "repair and service" serta kegiatan pemeliharaan secara teratur sebelum terjadi kerusakan mesin dan alat produksi.
Bank Indonesia – Industri Logam
28
5. Aspek Keuangan Bank yang membiayai perusahaan industri logam harus mengetahui masalah-masalah yang menyangkut perusahaan industri tersebut. Informasi tentang hal ini dapat di kumpulkan melalui wawancara dengan beberapa pengusaha serta pemasok maupun pembeli aneka barang logam. Hasil produksi industri logam harus di hitung secara makro berdasarkan data sekunder maupun perhitungan dari data primer (sample data) untuk wilayah kerja cabang bank. Faktor persaingan dari bank lain juga harus di pertimbangkan oleh para analisis kredit bersama pemimpin cabang sebelum menentukan sasaran tentang jumlah kredit dan jumlah nasabah yang di rencanakan akan membiayai sesuai dengan anggaran kredit cabang bank. Pemilihan calon nasabah di bidang industri logam harus dilakukan antara lain berdasarkan rekomendasi dari lembaga pembina maupun atas dasar informasi dari pihak yang mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan industri logam di wilayah cabang bank. Langkah pertama dalam persiapan pemberian kredit adalah analisa kualitatif tentang calon debitur dan perusahaannya, yaitu perolehan informasi tentang riwayat calon debitur antara lain reputasi bisnisnya dan pribadinya (karakternya). Proses penilaian karakter merupakan penilaian kegiatan abstrak seperti moral, kewiraswastaan, itikad baik, dan lain-lain yang kesemuanya sudah dinilai secara obyektif. Penilaian perusahaan calon nasabah, rencana pengembangan usahanya dapat di lakukan setelah tim analisis kredit sudah yakin bahwa calon debiturnya memenuhi ketentuan kuantitatif. Pada intinya proses analisa kredit berdasarkan diri pada kemampuan pelunasan hutang, yaitu memenuhi perjanjian kredit antara debitur dengan bank, dan bukan hanyat atas penilaian karakter nasabah maupun kelayakan proyeknya. Penilaian kemampuan nasabah melunasi kreditnya di lakukan melalui perhitungan aliran kas (cashflow) dari proyeknya maupun berdasarkan penilaian barang agunan yang menjaminkan kreditnya. Sebelum bank menganalisa aspek keuangan, staf bank harus menilai aspek komersial atau peluang bisnis saat ini maupun pada periode yang akan datang. Para analis kredit harus menilai dengan cara benar struktur biaya produksi, kelancaran proses produksi, hubungan dengan para pelanggan dan pemasok serta kemampuan perusahaan logam memasarkan hasil produksinya dengan harga maupun persyaratan penjualan yang menguntungkan. Penilaian keadaan sekarang serta peluang pada masa depan memberikan masukan yang cukup penting kepada komite kredit maupun pemimpin bank tentang hal-hal yang kritis dan memerlukan perhatian dari bank sebelum perusahaan menjadi nasabah bank. Penilaian ini yang dilakukan sebelum pengusaha menjadi nasabah bank memerlukan waktu antara satu sampai tiga bulan, dan nasabah pada periode ini mutlak
Bank Indonesia – Industri Logam
29
membuka rekening giro di cabang bank. Jika nasabah memindahkan dari bank lain, bank baru selalu minta kopi dari seluruh rekening pengusaha di bank lain pada periode beberapa bulan lalu sampai sekarang Bank pemberi kredit biasanya juga meminta keterangan dari Bank Indonesia a. Tujuan dari Analisa Keuangan Analisa keuangan di lakukan oleh pengusaha industri logam di bantu oleh analisa kredit bank bila perusahaan calon nasabah tidak mempunyai sistem pembukaan yang lengkap. Informasi finansial maupun rencana pengembangan usaha dapat di sampaikan kepada bank sebagai berikut : 1. Neraca dan laporan laba/rugi minimum 12 bulan terakhir. Perusahan yang mempunyai sistem pembukuan lengkap menyerahkan laporan keuangan tersebut untuk periode sampai tiga bulan lalu. 2. Usulan proyek dalam bentuk biaya proyek, yaitu rencana biaya investasi serta perhitungan kebutuhan modal kerja. 3. Rencana pembiayaan usulan proyek, terdiri dari jumlah modal sendiri serta kebutuhan pinjaman modal investasi maupun modal kerja. Rencana skala menengah sering di bantu oleh konsultan atau para pembina usaha kecil untuk menyusun usulan proyek dalam bentuk studi kelayakan. Perusahaan kecil maupun industri rumah tangga sering dibantu langsung oleh analis kredit bank dalam penyusunan informasi tersebut. Tujuan dari analisis keuangan adalah untuk mengetahui posisi keuangan calon nasabah sebelum atau sesudah rencana proyek di laksanakan dari segi likuiditas, solvabilitas maupun rentabilitas usahanya. Besarnya biaya proyek untuk modal investasi maupun modal kerja serta prospek usaha usaha pada masa depan dapat di hitung dengan cara memproyeksikan laba/rugi, neraca dan arus kas. Struktur kebutuhan modal bank dalam bentuk kredit investasi maupun kredit modal kerja serta perhitungan kewajibannya, yaitu perhitungan biaya bunga, provisi, maupun angsuran pokok per tahun selama periode proyeksi merupakan sebagian dari analisa keuangan. b. Perhitungan Modal Investasi Perusahaan-perusahaan industri logam membutuhkan modal investasi untuk beberapa tujuan seperti perluasan kapasitas produksi, perolehan izin-izin, lisensi produksi, rehabilitasi sarana produksi yang ada dan seterusnya. Barang investasi atau aktiva tetap dibiayai dengan dana jangka panjang, yaitu dengan modal sendiri, modal ventura maupun pinjaman bank biasanya di setor dalam periode tiga sampai sepuluh tahun sesuai dengan penilaian bank maupun perusahaan ventura. Aktiva tetap maupun biaya investasi untuk industri logam dapat dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut :
Bank Indonesia – Industri Logam
30
1. Biaya tanah untuk perusahaan industri logam. Biaya investasi tanah terdiri dari beberapa unsur misalnya, harga beli tanah sendiri, biaya komisi apabila di beli melalui perantara, biaya notaris akte jual beli, biaya BPN atas SHM, SGU dan lain-lain. 2. Biaya prasarana terdiri dari biaya pengembangan lokasi (tanah) yaitu biaya saluran air, listrik, telekomunikasi maupun jalan dan tempat parkir atas tanah perusahaan industri. 3. Biaya bangunan dan perlengkapannya terdiri dari biaya yang di keluarkan kepada pemborong atau orang yang membangun bangunan produksi, gudang, kantor, pos keamanan, pagar dan lain-lain, termasuk biaya bahan bangunan, biaya membuka tanah usaha serta biaya jasa-jasa konsultan maupun arsitek. 4. Biaya mesin-mesin/alat-alat produksi terdiri dari biaya survai dan konsultasi pemilihan mesin/alat, biaya pengangkutan mesin/alat dari tempat pamasok sampai lokasi industri logam, biaya instalasi mesinmesin/alat-alat produksi, biaya pada periode percobaan sebelum tahap produksi komersial. 5. Biaya alat transportasi terdiri dari biaya atas pembelian alat transportasi yang dipakai dalam ruang produksi, misalnya "sandplaner", traverse crane, fork lift, dan lain-lain, dan alat transportasi yang dipakai untuk mengangkut bahan baku maupun barang jadi, serta kebutuhan transpor staf maupun manajemen usaha, misalnya mobil truk, pick up maupun sedan. Biaya investasi termasuk harga beli serta biaya izin-izin siap pakai. 6. Biaya aktiva tetap lainnya terdiri dari biaya perolehan alat laboratorium, investasi maupun perlengkapan lainnya untuk kantor, mess, pos jaga dan lain-lain. Di samping aktiva tersebut ada aktiva tetap tidak berujud, yaitu biaya studi kelayakan lisensi, patent, engenering fee, biaya pelatihan staf pada periode percobaan, biaya bunga pada masa konstruksi, dan lain-lain. Sebenarnya, biaya investasi atas aktiva tetap tersebut di atas di hitung dengan nilai perolehan (cost of aquistion). Banyak perusahaan industri logam membuat sebagian dari alat produksinya sendiri. Biaya investasi bagi alat buatan sendiri adalah biaya bahan baku, biaya pembelian komponen maupun upah yang di keluarkan untuk pembuatan alat tersebut. Mesin dan alat produksi serta invetaris akan berkurang nilainya pada periode selama di pakai oleh perusahaan industri logam. Dalam perhitungan biaya ini, aktiva tetap di susut dan aktiva tetap tidak terwujud di amortisir selama umur ekonomisnya. Tanah merupakan salah satu jenis aktiva yang tidak di susut karena nilai tahun naik (appreciate) selama periode produksi.
Bank Indonesia – Industri Logam
31
c. Perhitungan Modal Kerja Modal kerja adalah pengeluaran biaya yang habis pada satu siklus usaha. Pengertian siklus usaha meliputi jangka waktu pembuatan dan penjualan sejumlah produk, yaitu jumlah biaya yang keluarkan perusahaan industri pada periode ini, sampai perusahaan menerima pendapatan secara tunai dari penjualan barang tersebut. Modal kerja disebut modal kerja kotor, yaitu seluruh pos-pos aktiva lancar dalam neraca kerja disebut modal kerja kotor, yaitu seluruh pos-pos aktiva lancar dalam neraca perusahaan industri logam (kas, giro, piutang,persedian bahan baku, barang jadi dan 1/2 jadi) di tambah biaya produksi satu siklus usaha, misalnya satu bulan, atau modal kerja bersih, yaitu modal kerja kotor di kurangi pos-pos pasiva lancar (antara lain hutang dangang, kewajiban pajak, biaya bunga, telpon, listrik, dan lainlain yang belum jatuh tempo). Cara menghitung modal kerja berdasarkan asumsi-asumsi tentang siklus usaha (periode perputaran) masing-masing jenis aktiva maupun pasiva lancar di samping proyeksi kenaikan penjualan maupun biaya produksi pada satu tahun sesudah investasi. Banyak perusahaan industri logam mengalami gangguan produksi karena kekurangan modal kerja. Manajemen modal kerja adalah salah satu tugas yang cukup penting bagi para pengusaha maupun bagi para pembina industri logam kecil dan menengah. Disamping bantuan kredit modal kerja dari bank, kebutuhan modal kerja dapat dipenuhi lebih cepat dari sumber modal sendiri, bilamana perusahaan tersebut mempunyai akses ke perusahaan anjak piutang (fakctoring) d. Analisa Aspek Keuangan Perhitungan berkaitan dengan analisa keuangan dalam laporan pola pinjaman dapat dilihat dalam tiga contoh perusahaan pada bab VI. Perhitungan dalam contoh tersebut merupakan petunjuk saja. Jika bankbank pemberi kredit menggunakan metoda analisa keuangan lainnya, sesuai dengan petunjuk direksi bank, metoda analisa keuangan bank tersebut dapat dipakai oleh para analisis kredit dari bank bersangkutan, Penjelasan tentang cara analisa aspek keuangan di dalam dua contoh perusahaan industri logam yang akan memperluas kapasitas produksinya sebagai berikut : 1. Perhitungan struktur biaya produksi maupun hasil penjualan meliputi periode satu tahun sebelum investasi atau periode yang sering disebut " kedaaan sekarang". Data-data berkenaan dengan perhitungan tersebut di terima langsung oleh para analis kredit dari pemilik usaha industri logam secara lisan atau secara tertulis. Kalau perusahaan tidak mempunyai sistem pembukuan, informasi tersebut harus di nilai kembali dengan cara "trade checking" yaitu staf bank harus mengumpulkan informasi tambahan dari usaha sejenis, dari pemasok maupun langganan si pengusaha. Informasi dari pengusaha dapat
Bank Indonesia – Industri Logam
32
dicek pula melalui rekening giro maupun tabungan bila pengusaha telah menjadi nasabah bank. Tidak semua data dan informasi dari pengusaha mengenai semua jenis biaya, maupun hasil penjualan di berikan pada periode sepanjang satu tahun.Staff bank atau pembina usaha harus menyesuaikan data tersebut dengan cara hati-hati atau menilai agak lebih konservatif terhadap informasi dari si pengusaha untuk menyederhanakan presentasi perhitungan, struktur biaya maupun penerimaan di gabung langsung dengan data yang sama pada periode proyeksi di dalam tabel "Proyeksi laba-rugi". Salah satu jenis biaya, yaitu upah dan gaji atas jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah investasi baru, dihitung dalam tabel tersendiri. Informasi ini di nilai cukup penting tentang dampak dari proyek investasi yang dibiayai, sebagian dengan dana bank. 2. Perhitungan aktiva tetap sebelum investasi serta aktiva tetap baru (investasi tahun ini) di hitung dalam dua tabel sesuai dengan format dalam contoh perusahaan. Informasi tentang semua jenis aktiva tetap harus dibuktikan dengan dokumen-dokumen yang ada, misalnya faktur, bukti pembayaran dan sebagainya. Dokumen berkaitan dengan status tanah harus di cek ke instansi BPN maupun Pemda. Mesin maupun alat produksi yang ada sebelum investasi dapat dibiayai dengan pinjaman dari bank lain atau melalui "leasing". Status kepemilikan aktiva tersebut juga harus di kontrol dengan seksama oleh staf bank pemberi kredit. Sebagian dari aktiva lama tidak dapat di buktikan secara tertulis mengenai nilai perolehan maupun tahun perolehan. Staf bank harus menaksir nilai aktiva tersebut, yang merupakan unsur modal sendiri, barupa agunan tambahan atas pinjaman bank. Unsur-unsur informasi yang dihitung dalam tabel tersebut dianggap cukup biasa, dan tidak memerlukan penjelasan khusus. Penyusutan maupun amortisasi aktiva tetap dengan cara garis lurus seperti dilihat dalam contoh tersebut, boleh di pakai dalam proyeksi rugi-laba, neraca maupun aliran kas meskipun metoda saldo menurun sesuai dengan peraturan dari kantor pajak juga di terapkan oleh beberapa bank. 3. Proyeksi Aliran Kas Maupun Perhitungan IRR dan NPV dapat dilihat di dalam tabel 4 dan tabel 5 untuk tiga contoh usaha industri logam. Cara perhitungan aliran kas tersebut adalah sesuai dengan metoda netto, yaitu data yang masuk dalam aliran kas di ambil dari perhitungan biaya proyek maupun laba sebelum penyusutan, biaya bunga dan pajak dari proyeksi laba-rugi. Pada tahun akhir periode proyeksi sisa nilai buku aktiva tetap, yaitu sisa nilai buku biaya investasi di hitung sebagai unsur kas masuk. Internal rate of return (IRR) maupun net present value (NPV) dari investasi baru dihitung secar "incremental" untuk perusahaan lama yang memperluas kapasitas produksinya, yaitu hanya kenaikan (perubahan) penerimaan hasil produksi maupun biaya produksi yang timbul dari biaya investasi baru yang diukur.
Bank Indonesia – Industri Logam
33
Asumsi-asumsi tentang perhitungan aliran kas incremental dari investasi baru adalah sebagai berikut : 1. Semua perubahan penerimaan penjualan maupun biaya produksi pada tahun investasi dan tahun-tahun selanjutnya, berasal dari investasi baru. 2. Angka-angka penjualan maupun biaya produksi sebelum investasi tetap sama pada tahun sebelum investasi pada setiap tahun pada periode proyeksi. 3. Aliran kas incremental adalah selisih antara aliran kas sebelum investasi dengan aliran kas sesudah investasi setiap tahun pada periode proyeksi. 4. Angka-angka yang diproyeksikan adalah angka riil bukan angka nominal yang di pengaruhi oleh dampak inflasi. Asumsi ini cukup aman dan IRR maupun NPV dianggap lebih "konservatif atau aman" bilamana di hitung atas dasar asumsi tersebut. Pengertian nilai residu investasi baru, IRR dan NPV tidak di bahas dalam bab ini. Bank pemberi kredit mempunyai bahan yang menjelaskan teori investasi termasuk kriteria penilaian investasi.
Bank Indonesia – Industri Logam
34