Iklan Dokter.doc

  • Uploaded by: Nia Damayanti
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Iklan Dokter.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 1,389
  • Pages: 6
Sumber: uu praktik kedokteran 2004, kodeki 2012 SASARAN BELAJAR 1. KODE ETIK TENTANG IKLAN DOKTER terdapat beberapa pendapat yang pro dan kontra terhadap iklan yang melibatkan dokter. Di satu sisi, masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi ttg keberadaan kompetensi dokter, serta tentang layanan medis yang sahih dengan mengcounter informasi kesehatan yang menyesatkan atau yang belum memiliki landasan berbasis bukti (evidence based medicine (EBM) ) yg kuat. Selain itu, teman sejawat dan fasilitas layanan kesehatan pun memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang peningkatan kompetensi yang dimiliki oleh sejawatnya. Dalam konteks ini penyebaran informasi memiliki peran penting apabila dilakukan sesuai dengan aturan dan kaidah etika kedokteran. Di sisi lain, walaupun dokter merupakan penyedia jasa layanan kedokteran, namun tujuan utamanya adalah untuk menolong, dan bukan seperti penyedia jasa jenis lainnya (misalnya bid transportasi, komunikasi, dll). Oleh karena itu, atmosfer kerja yang meliputi dunia kedokteran semestinya bukan iklim kompetisi bisnis untuk meraih profit sebesar-besarnya (contohnya dengan menonjolkan diri atau menjatuhkan saingan). Dalam KODEKI tahun 2012 pasal 3 tentang kemandirian profesi pada cakupanpasal 2 poin c yang menyatakan bahwa setiap dokter dilarang melakukan perbuatan “….yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi” yang salah satunya adalah dengan melibatkan diri, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk mempromosikan atau mengiklankan dirinya, barang, dan/jasa guna kepentingan dan keuntung22an pribadinya, sejawat, maupun pihak lain kelompoknya. Larangan pengiklanan ini ditegaskan kembali dalam KODEKI tahun 2012 pasal 4 tentang memuji diri yang berbunyi bahwa “setiap dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.”dokter wajib menjamin bahwa setiap informasi yang disampaikan bersifat factual dan terhindar dari segala niat dan upaya untuk menunjukkan kehebatan diri atau memuji diri melalui media publik spt media massa, media elektronik, dan media komunikasi canggih

lainnya. Tindakan yang tergolong memuji diri adalah mengiklankan kemampuan/kelebihan-kelebihan yang dimiliki seorang dokter baik secara lisan maupun tulisan, dalam berbagai wahana/media publik dalam dan luar negeri. Hal ini dapat berupa tulisan seperti “satu-satunya ahli” atau makna yang serupa dengan pernyataan keunggulan, keunikan, kecanggihan pelayanan pribadi yang cenderung menyesatkan dan bersifat pamer. Oleh karena itu bila ditemukan keberadaan artikel yang memuat nama seorang dokter dengan konten yang bersifat memuji-muji dokter, dokter yang bersangkutan harus segera mengajukan surat keberatan thd konten tsb krna isinya yang bersifat kurang etis. Contoh lainnya adalah pembagian selebaran atau kartu nama yang mengandung informasi yang bersifat komersial. Bila merujuk pada KODEKI, kartu nama yang dibenarkan secara etik hanyalah kartu nama dengan konten terbatas pada identitas tanpa adanya muatan komersial.

HAL-HAL YANG DIANGGAP TIDAK MELANGGAR KODE ETIK Larangan beriklan kemudian dapat dikecualikan pada kasus-kasus dimana dokter yang bersangkutan tidak memiliki STR yang aktif (tidak berpraktik sbg dokter) atau produk yang diiklankan tsb tdk memiliki klaim kesehatan/kebugaran/kecantikan dengan catatan dalam kontennya tdk memunculkan gelar maupun atribut kedokteran sama sekali. Tidak diperbolehkannya penggunaan gelar maupun atribut kedokteran dikarenakan oleh keadaan masyarakat yang krg memahami perihal aktif tidaknya STR dokter shg hal ini diharapkan dpt membantu masyarakat dalam membedakan dokter dengan STR aktif dan STR tidak aktif. Adapun pemasangan iklan yang diperbolehkan sesuai dalam UU praktik kedokteran tahun 2004 pasal 41 disebutkan bahwa dokter yang telah mempunyai SIP dan menyelenggarakan praktik kedokteran wajib memasang papan nama praktik kedokteran pada lokasi praktik. Untuk itu dalam KODEKI tahun 201 2juga dicantumkan bahwa pemasangan plang nama dokter pd lokasi tdk digolongkan dalam tindakan beriklan apabila memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Ketentuan tentang pemasangan plang nama tsb kemudian diatur dalam pasal 42, cakupan pasal butir (2) yakni plang maksimal berukuran 60x90 cm dengan latar belakang putih dan warna huruf hitam. Dalam plang hanya memuat nama, jenis spesialisasi, nomor SIP, waktu praktik, dan nomor

rekomendasi IDI. Dengan penerangan yang wajar, plang dipasang pada dinding bangunan di depan tempat praktik atau di tepi jalan bagi praktik perorangan, dan didepan/dinding lorong masuk ruang praktik pada rumah sakit, puskesmas, klinik bersama, maupun kantor kesehatan. Termasuk dalam hal yang diperbolehkan dalam beriklan adalah pengiklanan melalui fasilitas layanan kesehatan, misalnya rumah sakit dan/ klinik. Batasan berilan dan fasilitas layanan kesehatan secara umum diatur secara tersendiri dan lebih fleksibel dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) no 1787/MENKES/PER/XII/2010. Hanya saja, pengiklanan fasilitas pelayanan kesehatan sangat perlu memperhatikan pembahasan mengenai batasan dokter beriklan spt di atas, terutama jika iklan yang direncanakan memuat figure fokter sebagai bagian dari kontennya.

2. PENETAPAN SANKSI JIKA MELANGGAR KODE ETIK KEDOKTERAN prinsip sanksi hal pertama yang harus diigat bahwa sanksi yang diberikan adalah hasil keputusan manusia dan buka2n semata reaksi sebab akibat dr alam, shg harus ada individu atau institusi yang memiliki kuasa yang lebih dominan disbandingkan pelaku. Sanksi dapat berupa pencabutan atau pembekuan hak pelaku yang bersifat sementara. Berat ringannya sanksi biasanya ditentukan pemilik kuasa berdasarkan kerugian atau beban yang dialami pihak korban. Dalam hal ini syarat pemberian sanksi adalah dianggap bersalah oleh pemilik kuasa, meskipun dapat saja bukan benar-benar bersalah pada kenyataannya. Hal itu menyebabkan sanksi dapat menjadi salah satu buah kekuasaan yang disalahgunakan.

Tujuan pemberian sanksi 1. sebagai hukuman bagi orang yang melakukan pelanggaran. Pelanggaran thd suatu aturan tentunya memiliki konsekuensi tertentu. Bentuk dan

beratnya hukuman harus disesuaikan dengan beratnya pelanggaran yang terjadi dan dampak yang dihasilkan. 2. Sebagai sarana untuk mendidik dan melakukan rehabilitasi. Agar dapat memberikan manfaat dikemudian hari, perlu diberikan umpan balik kepada pihak yang melakukan pelanggran shg pelaku memahami dgn tepat kesalahan yang dilakukannya sekaligus mengetahui cara menghindari terjadinya pengulangan pelanggaran. 3. Untuk melindungi masyarakat. Pemberian sanksi perlu dilakukan utk melindungi masyarakkat thd dampak – pelanggaran aturan. Integritas kelompok yang memiliki aturan tsb juga perlu dilindungi dengan mencegah pelangggaran yang dapat merusak harkat profesi. 4. Sebagai panutan bagi anggota lain dalam kelompok yang sama dan terikat aturan yang sama. Pemberian sanksi diharapkan dapat mencegah pelanggaran berulang oleh anggota lain dalam kelompok, sekaligus mengingatkan tentang norma atau peraturan yang tidak boleh dilanggar.

KETENTUAN PEMBERIAN SANKSI 1. merumuskan tujuan sanksi yang diberikan. Sanksi harus bertujuan mendidik pelaku dengan nilai yang sesuai, mempertimbangkan kondisi pelaku dan masyarakat secara luas. Pemberian sanksi juga harus disertai penjelasan dan penegasan agar pelaku mengerti bahwa terdapat peraturan yang harus ditaati. Sanksi juga harus2 diberikan secara spesifik dan menghindari pertimbangan tidak relevan yang dapat mengalihkan perhatian dari pelanggaran etik itu sendiri. 2. Menentukan berat ringannya sanksi berdasarkan pertimbangan: jenis pelanggaran (jenis pelanggaran yg dimaksud adalah pemberian sanksi dengan penjelasan dan penegasan thd tindakan yg dibuat, contoh:…..) , berat ringanna pelanggaran berdasarkan consensus yg berlaku (misal…..), riw2ayat pelanggaran(berkaitan dgn jumlah pelanggaran sebelumnya yang pernah dilakukan pelaku, baik yg serupa maupun tidak), dan faktor-faktor penyerta lain ( misal niat, keadaan individy pd saat kejadian, dll).

3. Pelaksanaan sanksi yang terawasi. Sanksi yang telah diberikan harus devaluasi bila terdapat pengulangan pelanggaran atau ambatan ketika sanksi sdg dijalankan.

PENEGAKAN ETIK KEDOKTERAN DI IDN Etika kedokteran idn merupakan sekumpulan nilai dan moralitas profesi kedokteran yg tercantum dlm KODEKI., pedoman dan kesepakatane etik lainnya dari IDI. Etika kedokteran scr umum dibuat untuk meningkatkan profesionalisme, pengetahuan, pemahaman, penghayatan, pengalaman kaidah dasar bioetika dan etika kedokteran dalam profesinya sbg seorang dokter. Scr khusus etika kedokteran dirumuskan untuk menjaga keluhuran profesi, meredam konflik etikolegal, penjeraan sekunder perilaku krg etis, dan menjaga hubungan dokter&pasien sbg hubungan kepercayaan.

4. PERAN MKEKG dalam penegakan etika kedokteran di idn Penegakan, pengawasan dan perumusan etik praktik kedokteran dilakukan oleh MKEKG sbg badan otonom PDGI yg dibagi mjd tingkat pusat, wilayah, dan cabang. Majelis ini memiliki hak utk menyampaikan pertimbangan pelaksanaan etika kedokteran dan mengusulkan scr lisan atau tertulis, diminta atau tidak diminta kpd pengurus PDGI mengenai setiap permasalahan etika kedokteran di wilayahnya masing2. Penetapan kategori berat ringannya kesalahan iddasarkan atas criteria akibat yang ditimbulk22an thd pasien, kehormatan profesi, kepentingan umum, serta itikad baik teradu dlm turut menyelesaikan kasus, motivasi yg mendasari timbulnya kasus, serta situasi lingkungan yang mempengaruhi timbulnya kasus. Selain itu pendapat dan pandanga2n Biro Hukum, BHP2A jg mjd salah 1 pertimbangan.

5. mekanisme pemberian sanksi sesuai tata laksana kerja mkek (ORTALA) dalam ortala MKEK, pemberian sanksi thd dokter terhukum/pelanggar etik dpt berupa penasihatan, peringatan lisan, peringatan tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan ulang (reschooling), hingga pemecatan keanggoatan PDGI, baik scr sementara atau permanen. Mekanisme pemberian sanksi oleh MKEKG diawali dari masuknya pengaduan yg sah, dilanjutkan dgn proses2 penelaahan kasus2 yang diadukan2. Pada akhir penelaahan2, 2ketua MKEK menetapkan kelayakan kasus utk disidangkan oleh majelis pemeriksa yg akan melakukan2 sidan2g kemah2kamahan hingga tercapai keputusan MKEKG. Bila terbukti 2terdapat bukti pel22anggaran kode etik,2 maka majelis akan 2menet2ap2k2an2 2sanksi sesuai dengan berat irngannya kesal2ahn dokter yg teradu. Pelaksanaan sanksi dilakukan oleh divisi pembinaan etika profesi MKEK untuk dan atas nama pengurus IDI setingkat.

Related Documents

Iklan
May 2020 34
Iklan
December 2019 50
Iklan
November 2019 49
Iklan
June 2020 42
Iklan
April 2020 32
Iklan
April 2020 32

More Documents from ""