Hukum Adat

  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hukum Adat as PDF for free.

More details

  • Words: 4,369
  • Pages: 22
Dalam memulai sesi ini diawali dengan “Meditasi” , “Berita hari ini”, dan Energezer yang dipandu oleh Bapak Jazuli. Selanjutnya Wakil dari Kelompok Sawo untuk memimpin meditasi tersebut. Ferry Tobe : Memimpin Meditasi dengan cara berdiam diri sejenak untuk mengenang apa yang telah kita lakukan sebelum ini dan merenungkan apakah yang kita lakukan sudah sesuai dengan hati nurani kita. Semoga dengan meditasi ini dapat membuat jiwa kita melaksanakan nilai-nilai yang berharga dalam kehidupan sehari-hari dan tidak mengenal adanya perbedaan, hidup bersama dan saling membantu, namun ketika seseorang keluar dari kelompoknya sedikit demi sedikit menghilang rasa kebersamaan karena adanya pengaruh dari luar karena nilai-nilai yang ada pada dirinya tidak mengakar. Kemudian dilanjutkan dengan “Berita hari ini” yang merupakan tugas dari Kelompok Anggur. Yang akan disampaikan oleh Bapak Purwadi. Purwadi : Mengatakan bahwa berita hari ini mengenai acara pemilihan Walikota Lubuk Linggau, dimana sebelum acara para dilaksanakan ada Anggota Dewan yang dikarantina di sebuah Villa yang ada pada sebuah tempat dan kemudian ditangkap oleh petugas dan dimintai keterangan dikarenakan telibat narkoba. Selajutnya acara dilanjutkan dengan penyampaian materi yaitu Demokrasi dan psrtisipasi yang di fasilitatori oleh Bapak Ari Sujito. Sesi 1: Demokrasi dan Partisipasi

Fasilitator : Ari Sujito Pada pagi ini kita memasuki sesi untuk memahami persoalan demokrasi dikaitkan dengan desentralisasi dan berkaitan dengan bagaimana pentingnya pemberdayaan masyarakat adat. Saya kira topik mengenai demokrasi dan desentralisasi dalam beberapa tahun ini menjadi suatu topik yang sangat populer terutama dikalangan politisi, dikalangan DPR, dan kalangan Pemerintah sendiri. Sebetulnya hal-hal penting dalam demokratisasi untuk konteks Negara pasca otoriter seperti di Indonesia itu ada perspektif yang demikian beragam. Saya kira pada pagi hari ini saya tidak begitu detail tentang hal-hal makro apa tentang demokrasi tetapi kami akan coba membuat satu pembahasan yang dianggap relevan dalam pemberdayaan masyarakat adat. Seperti yang telah disebut di depan bahwa sentralisasi yang dijalankan oleh orde baru tidak melahirkan suatu struktur kekuasaan yang demokratis pilihan-pilihan model untuk melakukan desentralisasi menjadi sesuatu yang sangat penting. Sistem demokrasi adalah saya kira kalau kita tahu bukan satu-satunya sistem yang baik didalam mengatur kehidupan tetapi sistem demokrasi itu dianut oleh beberapa Negara karena sistem demokrasi itu meminimalisasi resiko bagi tindak penyelewengan terhadap rakyat. Oleh karena itu jika orang mengatakan bicara tentang masalah demokrasi didalam disiplin ilmu politik seringkali mengatakan apakah benar demokrasi menjadi satu-satunya hubungan dalam mengatur dan mendistribusi kekuasaan, tentu saja tidak, namun disini kita akan membuat suatu bahasan untuk masalah masyarakat adat dalam kehidupan kita sehari hari. Bagaimana demokrasi ini dilakukan dengan menggunakan sistim-sistim yang mengggunakan azas-azas demokrasi yang tepat. Kalau kita mau mengungkap lebih dalam tentang

demokrasi sebetulnya demokrasi hendaknya dipahami bagaimana rakyat, bagaimana konstituen itu adalah pemilik kedaulatan, dalam institusi masyarakat ditingkat elit maupun ditingkat lokal itu bisa saja didefinisikan secara konkrit. Ini yang disebut mengapa masyarakat adat perlu belajar demokrasi karena demokrasipun barangkali sudah diterapkan meskipun dalam batasan yang sangat minimal. Kemudian jika dikatakan bahwa demokrasi itu berasal dari barat, itu kalau dilacak dari akar sejarahnya itu sebetulnya hanya demokrasi yang hanya bebasis model liberal. Sehingga kalau kita katakan bahwa demokrasi itu banyak sekali demokrasi yang model liberal ada juga demokrasi yang model komunalistik atau demokrasi komunitarial. Demokrasi liberal itu pada dasarnya hanya memberikan pengakuan hak individu dalam proses pengambilan keputusan, tapi kalau didalam demokrasi komunitarial hakhak individu dihargai tapi kemampuan untuk melakukan sheering untuk kepentingan bersama itu lebih penting. Dan bahwa sesungguhnya didalam demokrasi, masyarakat adat ada prinsip-prinsip yang harus ada antara lain : 1. Partisipasi Demokrasi itu tidak muncul hanya dikalangan atas saja namun di kalangan bawah juga ada bahkan prinsip politiknya lebih demokratis. Dalam kedaulatan rakyat, hal terpenting adalah partisipasi, partisipasi dipahami dalam tepri-teori yang ada adalah kesadaran orang untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. karena bukan saja mereka terlibat dalam hasil dari pada keputusan tersebut namun mereka juga terlibat dalam pengambilan keputusan dalah hasil dalam suatu keputusan tetapi mereka juga terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut. Dalam partisipasi ini pada prinsipnya dapat dibagi dua yaitu Partisipasi secara langsung.

Perwakilan Dalam menjalankan demokrasi yang berprinsip partisipasi yang ada pada kepemimpinan dahulu sangat jarang sekali dilakukan, karena orang diberi batasan dalam melakukan partisipasi dalam demokrasi. Partisipasi itu penting karena menjadi ukuran didalam proses demokrastisasi kemudian dapat diwujudkan partisipasi itu secara langsung maupun secara perwakilan. 2. Transparansi Transparansi ini sering disebut dengan keterbukaan, dan yang dimaksud dengan keterbukaan adalah keterbukaan dalam hal proses juga pada output. Kalau proses itu transparan maka akan menghasilkan output yang transparan juga. Transparan itu artinya sebuah hasil dari sebuah kebijakan itu berlaku untuk umum, tidak adanya diskriminasi atau perlakuan yang tidak adil atas kebijakan tersebut. Karena proses yang tidak transparan maka jika ada keputusan dalam suatu demokrasi maka akan mendapatkan reaksi keras (protes) dari pada keputusan tersebut. Karena tidak ada keterbukaan yang dapat menyalurkan aspirasi. Misalnya dapat kita contohkan seorang Kepala Desa membuat kebijakan tentang swadaya bagi pem-bangunan karena prosesnya yang tidak transparan dia akan melahirkan sebuah tuduhan-tuduhan, ketidak percayaan, terhadap Kepala Desa tersebut. Mungkin Kepala Desa tersebut tidak korupsi namun tetapi hanya gara-gara transparansi tidak ditempuh kepercayaan orang terasa merosot terhadap seorang pemimpin. Disinilah pentingnya dalam institusi dimanapun baik itu formal maupun non formal transparansi itu merupakan sesuatu yang sangat penting untuk ditempuh. 3.

Kontrol

Partisipasi dan transparansi dalam proses politik itu tidak cukup kalau tidak dilengkapi dengan kontrol, mengapa kontrol ini penting karena, kita mengenal istilah bahwa kekuasaan itu cenderung korup, dan yang bisa menjamin kekuasaan yang tidak cenderung korupsi maka harus dilakukan kontrol. Kontrol dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Seperti LSM dan Media massa itu penting bahwasannya dapat mengontrol adanya korup yang terjadi dalam suatu kepemimpinan. Kontrol ini berfungsi memperkuat partisipasi dan transparansi. Seperti demokrasi yang ada ditingkat Desa itu merupakan contoh demokrasi yang tidak terkontrol karena masyarakat tidak tahu apakah terjadi korup yang dilakukan oleh kepala desa. Karena kita tahu bahwa sering terjadinya penyelewengan dana yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat. Kontrol itu dapat dapat dilakukan secara langsung juga model perwakilan dan kelembagaan. Kontrol ini sebetulnya berfungsi untuk memperkuat partisipasi dan tranparansi, kalau orang yang terlibat dalam proses politik, prosesnya transparan, kontrol terhadap kukasaannya tinggi, maka minimalisasi resiko dalam presos politik akan bisa dilakukan. Kontrol itu ditingkat desa dulu itu hanya ada LKMD. Contohnya sekarang ini sudah dibentuk yang namanya BPD yang berfungsi untuk mengontrol Kepemimpinan dari pada Kepala Desa. 4. Pertanggung Jawaban Partisipasi, transparansi dan kontrol ini merupakan sesuatu yang sangat penting semua ini harus di juga dipenuhi dengan apa yang disebut dengan akuntabilitas/pertanggung jawaban. Kekuasaan itu harus ada yang namanya pertanggung jawaban. Yang penting disini adalah bukan hanya pertanggung jawaban administrasi tetapi melainkan pertanggung jawaban politik dan pertanggung jawaban moral.

Kalau kita berbicara demokrasi ini akan kita ketahui dua ukuran yaitu ukuran Formal, yaitu ukuran yang menggunakan empat prinsip tersebut tetapi hanya merupakan formalitas saja. Sedangkan yang kedua adalah substansif yaitu nilai yang menyangkut langsung dengan aspek politik, nilai yang terkandung dalam subtansif adalah perlunya seorang pemimpin untuk tidak melakukan manipulasi. Kalau kita akan mengukur demokrasi yang ada ditempat kita harus ada keempat elemen yang tersebut diatas untuk dilakukan. Sesungguhnya kalau kita berbicara tentang demokrasi sebetulnya ada dua level, yaitu demokrasi yag bersifat formal dan demokrasi substantitif. Toha Hidayat : Sehubungan dengan yang disampaikan oleh fasilitator sedikit disebut mengenai kelembagaan politik, sehubungan dengan yang nomor tiga yaitu kontrol itu saya belum melihat bagaimana kontrol itu bisa dilembagakan, maksudnya bagaimana ada lembaga oposisi yang begitu kuat tidak sekedar mengandalkan kontrol yang formal, tapi bagaimana kelembagaan oposisi itu memperkuat apa yang disebut dengan demokrasi. Subhan : Menanggapi apa yang disampaikan oleh fasilitator tadi dan juga melihat keadaan atau iklim masyarakat-masyarakat yang ada dibawah dan fenomena yang terjadi saat ini kalau kita lihat dari teori-teori yang dibuat oleh pakar-pakar kita itu kayaknya apalagi yang dikaitkan dengan otonomi daerah, adanya BPD, adanya Badan Pengawas itu kelihatannya teorinya cukup bagus tapi kenyataannya ada penyimpangan-penyimpangan oleh individu yang berkepentingan, bertitik tolak dari yang diungkapkan tadi

maupun kenyataan yang terjadi kalau dilihat dari kacamata saya pribadi atau kita pada umumnya terletak pada satu kelemahan yang paling sosial ini masalah sanksi, kalau kita berbicara masalah sanksi itu kita berbicara hukum sekarang sampai dimana penegakan hukum yang diterapkan kepada pelanggar-pelanggar ini, ini yang perlu kita carikan solusi jalan keluar baik dari pihak Pemerintah atau dari pihak manapun.dari pada persoalan tadi sebenarnya pelaksanaan dalam demokrasi yang ada sekarang ini banyak sekali terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan kemudian karena terlalu banyak masalah yang dikemukakan oleh LSM, oleh pers dll. Tetapi disini kalau sudah masuk ketingkat hukum, kadang-kadang hukum dapat dibeli dengan uang sehingga masalah yang ada hanya timbul tenggelam tanpa adanya penyelesaian. Sanksi yang perlu ditegakkan adalah berimplementasi pada hukum, kalau ini tidak ditegakkan apapun demokrasi yg digunakan tidak akan berjalan dengan baik. Peling Wahyana : Seperti yang diutarakan oleh fasilitator tadi bahwa demokrasi diNegara kita itu demokrasi pancasila, dan mungkin sampai sekarang masih berlaku ini banyak terjadi penyimpangan dalam demokrasi, menurut saya demokrasi kita ini adalah demokrasi ekonomi, dalam kita berpartisipasi dalam demokrasi banyak tuntutan ekonomi, maksudnya ada politik uang, seperti yang kita lihat dalam pemilihan kepala desa kita harus punya modal untuk menjadi seorang calon kepala desa. Seharusnya demokrasi seperti itu tidak perlu terjadi. Tanggapan balik fasilitator Ari Sujito : Tanggapan tersebut menarik sekali, bahwa proses pergantian kekuasaan dinegara ini merupakan menjadi pelajaran bahwasannya orang tidak akan sewenang-wenang

dalam membuat suatu kebijakan, tidak seperti waktu era Orde Baru bahwa disana sini terjadi pembatasan seseorang untuk mengemukakan pendapat. Dalam demokrasi, orang boleh berbicara akan tetapi harus mengingat kepentingan orang lain. Nah itu harus ada aturan main yang harus ditaati. Ada batasan tertentu untuk seorang pemimpin menahan diri dalam mengambil keputusan untuk mengingat kepentingan rakyat. Demokrasi jangan disepelekan sekarang, karena rakyat sudah mengerti tentang demokrasi, jadi demokrasi jangan dimanipulasi. Yang penting sekarang ini adalah melembagakan nilai, tidak hanya sekedar menginginkan nilai kabebasan tetapi harus juga melembagakan kebebasan itu yang bisa diatur. Semua orang boleh berbicara tetapi ingat kebebasan kita dibatasi oleh kepentingan orang banyak. Jadi kita harus mengelola diri dalam menjaga kemajemukan dalam masyarakat. Dalam sistim demokrasi, oposisi itu penting, tetapi jangan lalu bersifat oposisiisme harus taat pada aturan main. Kalau berbicara tentang aturan main kadang kala kita tidak konsisten dengan aturan main tersebut, orang jelas salah, bukti-bukti ada tapi tidak segera diseret kepengadilan, walaupun masuk kepengadilan tetapi kemudian bebas. Tetapi seseorang yang menang dalam politik harus menghargai sebuah oposisi. Dalam sistim demokarsi ada empat komponen yang harus imbang. Yaitu Pemerintah, masyarakat politik, masyarakat Ekonomi dan mayarakat sipil yang harus beriteraksi satu sama lain untuk menyalurkan aspirasi demi kepentingan rakyat agar terjadi keseimbangan. M. Hamam : Menilai apa yang dikatakan oleh fasilitator memang benar terjadi pada masyarakat kita sekarang ini dan itu sudah menjadi rahasia umum jika terjadi politik uang, namun dalam

hal ini bukan berarti tidak adanya kontrol, jadi kalau bisa kami mohon kepada institusi agar harus ada transparansi. Tanggapan balik Ari Sujito : Dalam teori sosial hal yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi sebuah kebudayaan, ketika kekerasan dilakukan berulang ulang maka orang akan melakukan hal itu terus menerus karena sudah menjadi kebudayaan bagi mereka. Jadi ada kebudayaan-kebuidayaan yang baik dan yang buruk dan untuk mengatasi kebudayaan yang buruk harus melalui proses yang panjang. Nah untuk meminimalisasi budaya korupsi maka harus adanya kontrol, dan siapa yang harus mengontrol dan bagaimana caranya, jadi seperti yang sudah saya terangkan tadi yaitu Masyarakat Ekonomi, Masyarakat Sipil, Masyarakat politik harus sama-sama berinteraksi dalam mengontrol kegiatan demokrasi sehingga terjadi keseimbangan dan transparansi. Yang penting tindakan mengontrol itu tidak anarkhis. Jika keempat komponen itu kuat kita yakin bahwa kehidupan berdemokrasi kita akan baik dan penyelewengan dan tindakan yang melanggar akan dapat terminimalisir. Jadi pentingnya keseimbangan kekuasaan harus ada partisipasi yang menuntut harus ada kontrol dan transparansi. Sekarang demokrasi itu jangan disepelekan karena rakyat sekarang sudah mengerti dengan apayang namanya demokrasi. Demokrasi harus ada niatan baik, harus menghargai perbedaan, kalau orang yang nerasa menang harus menghargai yang kalah, orang yang jumlahnya mayoritas juga jangan mengabaikan jumlah yang minoritas. Demikianlah akhir dari pada sesi ini dengan mengambil kesimpulan bahwa didalam demokrasi yang sekarang ini kita jalankan harus diperbanyak kontrol sehingga dapat meminimalisir penyimpangan-penyimpangan yang mungkin saja terjadi.

Sesi 2 : Bentuk dan Dilema Demokrasi dalam Masyarakat Lokal Fasilitator : Emilianus Elip Sebelum sesi ini dimulai anggota peserta memberikan interupsi kepada pembawa acara karena ada salah seorang peserta yang baru hadir, dan memohon untuk memperkenalkan diri, maka peserta yang baru datang memperkenalkan diri. Mereka adalah Hj. Habsorini dan Toha Hidayat. Sesi saya ini tidak cukup makro sebenarnya, tapi kita akan mencoba berbicara apakah benar demokrasi itu ada di Masyarakat adat. Ada asalnya dulu ada demokrasi otoriter yang diterapkan pemimpin bangsa Indonesia ini. Kemudian terjadi revolusi yang dibuat oleh kaum buruh yang bersatu menggulingkan kekuasaan dan kaum buruh menguasai keadaan, pada saat itu muncul dengan perubahan demokrasi kebebasan (liberal) seperti yang telah diceritakan oleh fasilitator tadi. Setelah itu timbul lagi Demokrasi Prosedural yang ada gate antara rakyat dan pemimpin, demokrasi prosedural masih mengmbil prinsip demokrasi liberal, misalnya lembaga kontrol tidak berfungsi, oleh karena tidak efektifnya prosedural yang panjang. Lalu banyak pemimpin yang mencari demokrasi yang lain yaitu demokrasi komunal, yaitu prinsipnya agar demokrasi itu berbasis pada kondisi-kondisi masyarakat kita yang mememiliki keadaan budaya yang berbeda. Oleh karena itu demokrasi komunal itu berbasis pada nilai-nilai, semangat yang pernah ada didalam masyarakat.

Dalam contohnya di NTT ada pemilihan kepala adat disana menggunakan sistim demokrasi komunal dengan masyarakat memberikan asprirasi langsung dengan pemimpin yang mereka pilih. Lalu dinagari ada sistim kepemimpinan bersama mereka membuat penyelesaian antar masalah adat dan agama. Itu berarti masyarakat adat kita sudah mengenal yang namanya pemimpin. Dalam demokrasi liberal itu sangat menghargai keinginan seseorang, sedangkan demokrasi komunal terjadi penghormatan terhadap pada indifidual, akhirnya muncul perdebatan antara LSM dengan akademisi apakah sekarang masih adakah praktek demoktrasi dalam masyarakat adat Indonesia. Ternyata ada beberapa prakteknya, karena yang dibicarakan pada level menengah kebawah misalnya pada sebuah daerah ada demokrasi komunal yang dipakai. Ditingkat Nasional masih menggunakan demokrasi liberal. Kalau kita ingin memberdayakan adat kita perlu menggali apakah dalam masyarakat adat kita itu ada praktek-praktek demokrasi. Apakah dari dahulu ada demokrasi dalam masyarakat adat kita apa kelebihannya dan kekurangannya, apa yang perlu diperbaiki dalam demokrasi tersebut. Artinya kalau kita mampu menggali prinsip-prinsip dasarnya kita dapat membuat suatu kesimpulan tentang demokrasi masyarakat adat kita. Yang lebih penting lagi apakah di Musi Rawas ini apakah masih ada praktek yang namanya demokrasi komunal, dimana letaknya, mana yang dulu ada sekarang hilang, dan apa yang perlu dibangun dalam demokrasi itu, adakah lembaga-lembaga yang berfungsi mengontrol, maka inilah yang perlu kita diskusikan sekarang ini. Fasilitator memberikan kesempatan peserta untuk memberikan

gambaran mengenai adat istiadat dilihat dari konteks demokrasi yang sekarang ini dijalankan. Ferry Yudianto : Seperti yang telah ditanyakan oleh fasilitator tadi bahwa apakah ada nilai-nilai demokrasi secara adat lama. Kalau kita melihat pada masyarakat adat kita pada jaman dahulu ada sudah yang namanya praktek demokrasi yaitu dalam memilih pemimpin adat yang namanya “Pasira”/ “ginde”. Jadi itu yang saya ketahui nilai-nilai demokrasi yang ada di masyarakat adat di Musi Rawas. Habsorini : Kami sangat tertarik untuk masalah adat di Kabupaten Musi Rawas, dan kami terkesan dimana kami menilai adat Musi Rawas ini sudah mengalami kemusnahan seperti pada acara perenikahan sudah banyak sekali ritual adat yang sudah hilang seolah-olah tidak ada pamor bagi Musi Rawas ini sendiri karena terpengaruh oleh adat budaya luar yang masuk dan saya harap dalam lokalatih ini kita dapat menggali kembali komunitas adat seperti pada waktu yang lalu. Tanggapan fasilitator Elip : Sebetulnya disini memang kami ingin menggali dari pada nilai-nilai yang ada pada masyarakat adat,mana yang sesuai dengan praktek-praktek demokrasi, dan mana yang tidak sesuai. Kemudian Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk berdiskusi masalah : 1. Mana demokrasi yang ada pada masyarakat adat kita sekarang yang sejalan dengan praktek demokrasi? 2. Mana yang tidak sejalan dengan praktek demokrasi? Berdasarkan dari pertanyaan tesebut maka peserta segera melakukan diskusi dengan kelompoknya masing-masing dan

lalu mempresentasikan kepada kelompok yang lain. Kemudian Salah satu wakil dari Kelompok Anggur memberikan tanggapan : Bambang : Kami akan mencoba menilai yang masih sesuai adalah musyawarah dan mufakat yang sampai sekarang ini dan praktenya masih tetap berlangsung dikalangan masyarakat adat misalnya dalam pemilihan ketua RT. Kemudian yang tidak sesuai tapi harus dituruti yaitu Lurah karena Lurah itu ada eselon jadi dianggkat oleh Pemerintah. Dalam pengambilan keputusan adalah adanya budaya “tepung tawar” yang dapat menetralisir perpecahan, karena supremasi hukum ditegakkan, kriminalitas memang hukum, tapi jika hanya masalah kecil itu bisa iselesaikan dengan cara kekeluargaan tanpa harus kepada pihak yang berwajib. Kemudian sistim kontrolnya adalah ada dilembaga pemangku adat, dan sekarang kami tidak tahu apakah masih berfungsi atau tidak. Setalah kelompok Anggur memberikan presentasinya dilanjutkan dengan wakil dari kelompok Sawo untuk memberikan presentasinya. Wakil dari kelompok Sawo, Hamam : Kami akan mencoba menggali, jadi kemungkinan yang ada ada tiga hal yaitu bahwa lembaga adat yang ada di MURA ini adat ini berjaln dibawah tahun 1952, bahwa lembaga adat yang ada tadi sudah diubah menjadi Kepala Desa, Camat dan Bupati. Dan salah satu contoh dahulu ada yang namanya “marga” yang mana beberapa marga itu diketuai oleh “Pasira”. Dan juga apa yang dikatakan tadi nampaknya pemangku adat ini belum sepenuhnya mewakili dari suatu komunitas adat. Maksudnya sekarang ini bagaimana pemimpin itu bisa mewakili dari wilayahnya masing-masing.

Secara kesimpulan sekarang yg betul-betul hilang di Musi Rawas ini adalah Hukum adat yang sekarang ini sudah tidak diterapkan di Masyarakat adat yang ada di Musi Rawas ini. Dan inilah yang perlu kita gali tentang hukum adat kita ini. Kemudian masalah marga ini pemilihannya sudah ada nilai demokrasi namun nilai adatnya masih kuat. Yang dikaitkan dengan sekarang nilai demokrasi yang ada di desa-desa adalah dengan adanya pemilihan Kepala Desa. Kemudian bagaimana kita dapat memberdayakan masyarakat adat / meningkatkan harkat kalau ekonomi didesa-desa tidak memadai. Contohnya ada suatu desa yang SDAnya itu cukup memadai tapi perimbangan dari Pemerintah kurang ada realisasi terhadap desa tersebut. Disini kami harapakan peran Pemerintah untuk membuat perimbangan untuk pemerataan pembangunan. Jadi itu yang dapat kami sampaikan kurang lebihnya kami mohon maaf. Wakil dari kelompok Jeruk : Dalam proses pemilihan pemerintahan dalam masyarakat adat itu sebenarnya masih ada, dan sebetulnya kalau kita berniat baik untuk mengangkat sebetulnya bisa. Namun jika kita ingin menggali demokrasi didalam masyarakat adat itu sebenarnya agak sulit sebab pemerintah telah membuat undang-undang untuk pemerintahan dimasyarakat adat yang sudah diubah. Kemudian fungsi kontrol dari kepemimpinan itu karena prosesnya sudah ada maka kontrol dari masyarakat langsung itu sudah berjalan. Sekarang sudah ada peraturan yang dibuat dinas pariwisata untuk kepala pemangku adat untuk memunculkan kembali adat-adat yang ada diMusi Rawas ini. Review sesi dari fasilitator Elip :

Demikian hasil dari presentasi kelompok-kelompok dan saya kira dari presentasi ini ada kesepakatan Bahwa sebetulnya praktek demokrasi ini masih ada di Musi Rawas dan proses pemeilihan kepemimpinan itu secara demokrasi. Kemudian proses hukum adat sekarang ini juga masih ada, dengan demikian masih ada yang perlu kita rembugkan yaitu bagaimana langkah kita kedepan dalam memberdayakan kepemimpinan adat, bagaimana mengembangkan keorganisasiannya. Lalu bagaimana untuk kedepan apa yang akan kita bahas, jika kita ingin mengangkat adat apakah kita tidak terjebak pada lokalisme, lalu bagaimana mengembangkan keorganisasiannya. Nanti akan kita diskusikan pada sesi-sesi berikutnya. Dengan demikian sesi ini cukup sampai disini. Sesi 3 : Bentuk dan Model Kepemimpinan Fasilitator : Joko Hadi Prayogo Dalam memulai sesi ini fasilitator memberikan pengertian apa itu model kepemimpinan sebelum saya merumuskan ini saya meminta peserta untuk dapat memberikan pengertian tentang kepemimpinan. Hamam : Menurut Bapak Hamam pengertian Kepemimpinan itu adalah sifat yang menjujung bagaimana seseorang dalam mengelola sesuatu/ sebuah karakter yang ditranspormasikan dalam bentuk manajemen. Lebih mengacu kepada abstrak. Sedangkan pemimpin menurutnya adalah sosok seseorang/figur. Alamsyahril : Kepemimpinan menurut beliau adalah cara atau gaya seseorang untuk mememimpin susuatu kelompok untuk

mencapai tujuan tertentuyang sudah dirumuskan sebelumnya. Sedangkan pengertian pemimpin itu adalah cenderung kepada orangnya/oknumnya. Review dari fasilitator Joko : Bapak Hamam tadi mengatakan bahwa kepemimpinan itu adalah model sifat atau karakter yang memenejemen atau mengelola sebuah kelompok untuk tujuan tertentu. Jkemudian kalau Pak Alam hampir sama hanya lebih ditekankan pada stile atau gaya seseorang memimpin komunitas pada tujuan tertentu. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa kepemimpinan adalah gaya sesorang yang mengelola dari sebuah komunitas untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan pemimpin itu artinya figur atau sosok dari seseotang yang menjalankan sebuah kepemimpinan. Didalam komunitas masyarakat kita mengenal kepemimpinan yang tradisional maupun yang modern, dan sekarang pada era pemerintahan sekarang ini adalah model kepemimpinan modern. Kemudian dari situ dapat kita ambil kesimpulan bahwa ada beda dari kepemimpinan tradisional dan kepemimpinan modern. Ketika awal-awal Habibie digantikan oleh Aburrahman Wakhid kita melihat model kepemimpinan, kemudian pada era ORBA selama tiga puluh tahun kita juga melihat model kepemimpinan, sebelumnya Sukarno juga menampilkan sebuah sosok kepemimpinan dan sekarang pada era Megawati kita juga melihat model kepemimpinan, sekarang kami ingin menggali kepada peserta mungkin mempunyai pemikiran apa beda dari kepemimpinan tradisional dan modern itu. Nur Ali :

Beda dari kepemimpinan tradsisonal adalah cenderung bersifat adat sedangkan kepemimpinan yang modern itu bersifat lebih demokratisasi. Peling : Kalau menurut beliau dalam kepemimpinan Modern biasanya dipilih dengan cara demokratisasi sedangkan didalam kepemimpinan tradisional lebih bersifat otoriter. Habsorini : Didalam kepemimpinan tradisional adalah lebih bersifat kepada musyawarah. Subhan : kepemimpinan tradisional cenderung adanya musyawarah dan pemilihan pemimpinnya dilihat dari kacamata tokoh dari masyarakat tersebut, sedangkan dalam kepemimpinan modern otoriter didalam memerintah. Hamam : Bedanya kalau kepemimpinan tradisional kebih mengarah pada menejemen tradisi yang sifatnya turun-temurun dan sifatnya lebih otoiriter. Sedangkan modern itu ada dua sifat yaitu yang bersifat otoriter yang kedua lebih demokratis atau dia memutuskan sesuatu dengan cara musyawarah. Masalah konteks kepemimpinan itu adalah mengelola sesorang berdasarkan pola-pola adat tetapi kalau modern berdasarkan pada norma-norma yang sifatnya umum, atau lebih berbudaya. Review dari fasilitator Joko : Disini sudah ada point-point beda dari kepemimpinan, sekarang ada pertanyaan yang perlu kita selesaikan yaitu bentuk dari pada pemerintahan kita sekarang ini. Sebetulnya kepemimpinan itu sekedar figur karakter/gaya seseorang

yang memenejemen sesorang yang mengelola yang didalamnya ada komunitas untuk tujuan tertentu. Toha Hidayat : Seperti kita lihat kepemimpinan yang ada sekarang ini adalah lebih bersifat kepada kharisma seseorang pemimpin, sedangkan masalah demokratisasinya saya kira sudah ada/sudah dilaksanakan. Tetapi seperti pemerintahan yang terdahulu yang memerintah lebih dari 5 periode maka itu bukan merupakan bentuk dari pada demokratisasi. Afrizal : Menurut beliau kepemimpinan yang tradisional itu lebih lebih mengarah kepada musyawarah dalam memilih pemimpin dan bersifat kharismatik. Sedangkan dalam kepemimpinan modern itu lebih mengedepankan masalah statis /lebih kepada otoriter. Review dari fasilitator Joko : Dari pendapat para peserta fasilitator memberikan sebuah gambaran yang umum, kepemimpinan apa yang cocok untuk komunitas masyarakat agar ada kecocokan, apakah diperlukan kharismatik, demokratis, militeristik. Ukuran seperti ini bisa menjadi perdebatan bagi siapa saja dan bagi kita yang disebut kepemimpinan tradisonal yang lebih bersifat norma-norma dan nilai kebangsawanan. Mengapa demikian, karena mereka mengedepankan norma-norma. ada kecenderungan bahwa kepemimpinan itu tidak demokrasi karena tidak ada musyawarah antara rakyat dengan raja kemudian tidak ada kesejajaran tradisional, lebih mengutamakan materi. Ciri-ciri dari sifat kebangsawanan itu memelihara keluhuran sehingga ada ritual-ritual tertentu yang dipelihara. Kecenderungan yang lain adalah tidak adanya kontrol, kemudian munculnya dari sifat keagamaan yaitu melembagakan kepentingan agama,

lalu sifatnya eksklusif (homogen) jadi tidak ada keterbukaan. Sifat keagamaan sulit dimunculkan kontrol, dan biasanya mempunyai pengikut yang jelas. Kepemimpinan yang sifatnya konvensional yang didapat dalam kepemimpinan adat, yang kadang-kadang ia bisa lintas agama, artinya ia bisa memimpin beberapa komunitas agama dalam satu masyarakat adat. Kepemimpinan modern mempunyai kecenderungan diperlukan kecerdasan untuk untuk mengaktualisasi sebuah program dan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dikomunitasnya itu diperlukan intelegensial yang baik, oleh sebab itu dapat bagian prasyarat sebuah kepemimpinan yang modern dibutuhkan sebuah intelijensial yang baik. kemudian ciri-ciri yang lain adalah ia mempunya kemampuan menejerial dalam pengaturan organisasi kepemimpinannya. Ciri-ciri yang lain adalah adanya pergantian pemimpin yang bisa kapan saja dilakukan jika memang itu diperlukan, artinya dalam kepemimpinan itu sudah ada demokratis yang menghindari sentralistik artinya disitu ada periodersasi. Salah satu ciri kepemimpinan modern itu adalah dia punya program jangka panjang, mempunyai komitmen yang jelas terhadap visi pembaharuan. Jadi organisasi itu setiap saat dia buat agar selalu terjadi pembaharuan artinya tidak statis. Kemudian fasilitator memberikan syarat-syarat dari pada model kepemimpinan yang demokratis antara lain : 1. Memenuhi syarat kesehatan yang memadai artinya secara lengkap dia mempunyai kesehatan jasmani dan rohani. 2. memahami tugas pokoknya, tahu apa yang harus dikerjakan.

3. memiki perhatian pada orang lain artinya tidak individualistis, dia mampu mengenal karakteristik bawahannya. 4. mempunyai intelejensi yang baik, yaitu cepat memahami tentang fenomena organisasi. 5. mempunyai integritas yang tinggi, mempunyai kesungguhan dalam memimpin sehingga menimbulkan kewibawaan bagi pemimpin itu. 6. Pemimpin itu harus parsuasif, artinya mampu mempengaruhi komunitas yang dipimpinnya, sehingga mampu menggerakkan orang lain untuk menjalankan organisasi itu. 7. kritis terhadap permasalahan yang terjadi, yaitu harus mengetahui kemampuan dari orang lain yang bekerja dengannya. 8. kesetiaan (dia mampu menunjukkan jika ada yang benar dan yang salah). Kemudian ada lima tipe-tipe kepemimpinan, yakni: 1. Model otokratis Yaitu dia menganggap organisasi itu milik pribadi, yang berarti tujuan pribadi dilakukan melalui tujuan organisasi. Terlalu tergantung pada kekuasaan formilnya maksudnya setelah tidak mendapat kedudukan dia tidak lagi mendapat simpati dai bawahannya. 2. Tipe Militeristik . Artinya kepemimpinan yang dilakukan dengan cara melitristik atau dengan sistim perintah, dan memerintah lebih diutamakan oleh pangkat dan juga adanya disiplin yang kaku. 3. Tipe Karismatik Tipe kepemimpinan ini lebih mengedepankan profil / figur seseorang untuk memimpin dan mempunyai daya tarik dari seseorang itu.

4. Tipe Demokratis Dalam tipe ini pemimpin membuka diri unutk menerima kritik dan sela terbuka dalam mengambil kebijakan. Dia bisa berinteraksi terhadap lingkungan dan mengutamakan kerjasama. 5. Kepemimpinan yang paternalistik. Dia menganggap bawahannya adalah tidak dewasa berada dibawahnya dan selalu menganggap apa yang diperbuatnya sudah benar. Jarang memberikan kesempatan terhadap bawahannya untuk mempunyai gagasan/ide. Kemudian ada tiga teori dimana kepemimpinan itu timbul : 1. Teori Geneteis Teorti ini berpendapat bahwa pemimpin diciptakan melalui keturunan. 2. Teori sosiologis Dalam setiap orang berhak menjadi pemimpin selama dia sanggup dan mendapat dukungan dari Masyarakat. 3. Teori Ekolgis Teori yang menggabungkan dari pada kedua teori diatas. Sebelum sesi ini ditutup fasilitator meminta peserta memberi tanggapan untuk memberikan asumsi tentang model kepemimpinan masyarakat adat di masa yang akan datang. Efrizal : Beliau beranggapan bahwa model kepemimpinan yang diperlukan dalam masyarakat adat kita sekarang ini adalah model kepemimpinan yang menurut aturan demokrasi tetapi tidak mmeninggalkan nilai-nilai tradisional. Sehingga organisasi dimasyarakat adat dapat berkembang dan nilainilainya tidak hilang. Ferry .Y:

Untuk tipe kepemimpinan adat menurut Ferry dia harus menguasai adat dan tradisi dalam lingkungannya, dalam arti kata dia harus mempunyai kemampuan dalam hal adat dan tradisi sehingga dia pantas menjadi ketua adat atau pemangku adat. Yang kedua dia harus bersifat demokratis, artinya harus mau menerima kritik dan masukan dari orang lain. Harus adanya kharismatik yang dapat mempengaruhi masyarakat adat.

Related Documents

Hukum Adat
July 2020 21
Hukum Adat
July 2020 25
Tugas Hukum Adat
June 2020 20
Hukum Adat Bali
July 2020 21
Makalah Hukum Adat
June 2020 27
Makalah Hukum Adat Kami.docx
December 2019 34