Hubungan Tinggi Badan Ibu Bersalin Dan Berat Badan Bayi Baru Lahir Dengan Kejadian Cpd.docx

  • Uploaded by: Sari Darto Mdf
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Hubungan Tinggi Badan Ibu Bersalin Dan Berat Badan Bayi Baru Lahir Dengan Kejadian Cpd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 976
  • Pages: 5
Hubungan Tinggi Badan Ibu Bersalin dan Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan Kejadian CPD BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) melalui pemantauan ibu meninggal di berbagai belahan dunia memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 500.000 ibu meninggal yang disebabkan kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes, 2002). Laporan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir memperkirakan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Bahkan WHO, UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Found), UNFPA (United Nations Found For Population Activities) dan World Bank memperkirakan angka kematian ibu yang lebih tinggi, yaitu 420 per 100.000 kelahiran hidup (Prasetyawati, 2012). Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ada sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup untuk tahun 2009 dan 102 pe kelahiran hidup pada tahun 2015 (SDKI, 2007). Salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan pencapaian pembangunan suatu negara adalah Human Development Index (HDI)/ Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari tiga domain yaitu kesehatan,

pendidikan dan ekonomi. IPM negara Indonesia berada di peringkat 108 dari 177 negara di dunia, lebih rendah dari negara-negara ASEAN (Association of South East Asian Nations) lainnya seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. Dari tahun ke tahun Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai salah satu bagian dari indikator IPM masih menjadi masalah. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan (Prasetyawati, 2012). Proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, di mana suatu benda didorong melalui ruangan oleh suatu tenaga. Benda yang didorong adalah janin, ruangan adalah pelvis dan tenaga adalah his, yang mempunyai dwi fungsi untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Jika tidak ada disproporsi antara pelvis dan janin normal serta letak anak tidak patologik, dapat ditunggu partus spontan. Bila ada disproporsi feto pelvik atau janin letak lintang, maka akan terjadi persalinan patologik (Mochtar, 2012). Pada umumnya 85% persalinan berlangsung spontan dan pertolongannya tidaklah memerlukan keahlian. Suatu proses persalinan yang berlangsung pada wanita hamil sangat dipengaruhi oleh tiga parameter yaitu yang pertama power atau kekuatan his dan kekuatan mengedan dari ibu, yang kedua pelvis atau keadaan jalan lahir dan yang ketiga passenger atau keadaan janin yang dikandung (Akhyar, 2008). Panggul mempunyai bentuk tertentu dan anak mempunyai ukuran kepala yang hampir sama besarnya dengan ukuran panggul, maka harus menyesuaikan

diri dengan bentuk panggul. Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan suatu persalinan tetapi ada hal lain tidak kalah pentingnya yaitu hubungan kepala janin dengan panggul ibu. Besarnya kepala janin dalam perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan apakah terdapat cephalopelvic disproportion (CPD) (Akhyar, 2008). CPD digunakan untuk menunjukan adanya suatu ketimpangan antara kapasitas panggul ibu dan kepala janin yang disebabkan oleh kelainan panggul ibu ( ukuran dan arsitektur tulang panggul maupun kekakuan otot atau seviks) atau kelainan pada kepala janin ( baik ukuran maupun presentasi) atau kombinasi keduanya (Akhyar, 2008). Berdasarkan data American College of Nurse Midwives (ACNM), CPD ditemukan pada 1 dari 250 kehamilan. CPD terjadi jika kepala bayi atau ukuran tubuh bayi lebih besar dari pada luas panggul ibu. Sehingga dalam proses persalinan, bayi tidak mungkin dapat melewati panggul ibu. Jika telah diketahui adanya kondisi CPD, maka jalan paling aman untuk melahirkan adalah melalui bedah cesar (Evariny, 2008). Wanita dengan tinggi kurang dari 145 cm berpotensi lebih tinggi untuk memiliki panggul sempit. Tetapi apabila tinggi badan kurang dari 145 cm, jika ukuran kepala dan tubuh bayi kecil, misalnya seperti pada bayi lahir prematur dengan usia kehamilan 6-7 bulan, maka persalinan normal masih dimungkinkan. Sebaliknya, jika tinggi badan lebih dari 145 cm, jika ada kondisi-kondisi tertentu, bisa saja memiliki kendala untuk melahirkan normal (Evariny, 2008).

Kasus panggul sempit dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu dan bayi sehingga diperlukan salah satu cara alternative lain dengan mengeluarkan hasil konsepsi melalui pembuatan sayatan pada dinding uterus melalui dinding perut yang disebut Sectio Caesarea (SC) (Mochtar, 2012). CPD merupakan 50% penyebab Arrest of descent pada nulipara dan pada multipara hanya 29,7%. Berdasarkan penelitian Friedman dkk 30,4% pasien dengan Arrest of descent memerlukan secsio saesarea, 37.6% dilakukan persalinan dengan midforsep dan 5,1% mengalami forsep gagal. Tanpa adanya intervensi pembedahan maka untuk terjadinya fetal distress sebanyak 12,5% kasus dan sering didapati apgar score yang rendah sebanyak 21,9% dan didapat distosia bahu sebanyak 14,1% (Akhyar, 2008). Berdasarkan penelitian Tutiek Herlina, Leny Kritiana dan Subagyo di Kabupaten Ponorogo tahun 2008 yang diterbitkan oleh Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES), tinggi badan ibu bersalin dengan diagnosa CPD di RSUD dr.Harjono S Ponorogo menunjukkan 34 orang (70,83%) memiliki tinggi badan ≤ 145 cm. Tinggi badan pada ibu bersalin tidak CPD sejumlah 71 orang (88,75%) memiliki tinggi badan > 145 cm. Pada penelitian tersebut, menunjukkan bahwa ada hubungan antara tinggi badan dengan kejadian CPD (Tutiek Herlina, 2011). Dalam

Penelitian

Tutiek

Herlina,

Leny

Kritiana

dan

Subagyo

menyebutkan bahwa di RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 2000-2005, terjadi 215 kasus CPD di antara 4571 persalinan terdaftar. Sedangkan di RS Dr. Pringadi Medan frekuensi panggul sempit 4,4% dan di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 4,6 % (Tutiek Herlina, 2011).

Dari Survey awal yang dilakukan di RSUD Kabupaten Bekasi, tahun 2010 didapatkan 38 kasus CPD dari 838 persalinan dengan prosentase 4,53%. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah kejadian CPD yaitu sebanyak 55 kasus dari 1127 persalinan dengan prosentase 4,88% dan pada tahun 2012 kejadian CPD menjadi 53 kasus dari 1117 persalinan dengan prosentase 4,74%. Jadi kejadian CPD di RSUD Kabupaten Bekasi mengalami penurunan dari tahun 2011, namun jumlah penurunan tidak signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang hubungan dengan kejadian Chepalo Pelvic Disporpotion (CPD) ditinjau dari tinggi badan ibu dan berat badan bayi di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2012.

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian adalah apakah ada hubungan antara tinggi badan ibu bersalin dan berat badan bayi dengan kejadian chepalo pelvic disporpotion (CPD) di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2012 ?

Related Documents


More Documents from ""