LAPORAN PENDAHULUAN PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN TAHUN AKADEMIK 2018/2019
NAMA
: SRI INDAH WULANDARI
NIM
: JNR0180060
KASUS/SISTEM
: HIPERTENSI EMERGENCY / S. KARDIOVASKULER
A. PENGERTIAN Krisis
hipertensi
merupakan
sebuah
kegawatdaruratan
yang
memerlukan penurunan tekanan darah segera (Tanto, 2014). Hipertensi emergency atau krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut ini merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa (Devicaesaria, 2014) B. KLASIFIKASI Krisis hipertensi dibagi menjadi 2 (Tanto, 2014), yaitu : a.
Hipertensi urgensi, apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg tanpa disertai jejas organ target
b.
Hipertensi emergensi, apabila tekanan darah sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg disertai jejas organ target yang progresif. Beberapa organ target pada hipertensi krisis yang harus diwaspadai, antara lain :
Neurologi : ensefalopati hipertensi, stroke iskemik/hemoragik, papil edema, perdarahan intracranial
Jantung, syndrome koroner akut, edema paru, diseksi aorta, gagal jantung akut
Ginjal : proteinuria, hamaturia, gangguan ginjal akut
Preeclampsia/eklampsia, anemia hemolitik, dan lain-lain
C. ETIOLOGI Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi (Devicaesaria, 2014) Faktor Resiko Krisis Hipertensi a.
Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
b.
Kehamilan
c.
Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
d.
Pengguna NAPZA
e.
Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit vaskular/ kolagen)
D. MANIFESTASI KLINIK Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran dan atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi (Devicaesaria, 2014)
E. PATOFISIOLOGI Krisis hipertensi diakibatkan kegagalan fungsi autoregulasi dan peningkatan resistensi vascular sistemik yang mendadak dan cepat. Peningkatan tekanan darah menyebabkan stress mekanik dan jejas endotel sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat. Hal tersebut juga memicu kaskade koagulasi dan deposisi fibrin. Hal tersebut menyebabkan iskemia serta hipoperfusi organ yang menyebabkan gangguan fungsi. Siklus tersebut berlangsung dalam sebuah lingkaran (Tanto, 2014).
F. KOMPLIKASI 1. Iskemia atau Infark Miokard Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada berkurang atau sampai tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat pilihan adalah nitrat yang diberikan secara intravena yang dapat menurunkan resistensi sistemik perifer dan memperbaiki perfusi koroner. Obat lain yang dapat dipakai adalah labetalol. 2. Gagal Jantung Kongestif Peningkatan
resistensi
vaskular
sistemik
yang
mencolok
dapat
menimbulkan gagal jantung kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-sama dengan oksigen, morfin, dan diuretik merupakan obat pilihan karena dapat menurunkan preload dan afterload. Nitrogliserin yang juga dapat menurunkan preload dan afterload merupakan obat pilihan yang lain. 3. Diseksi Aorta Akut Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan darah yang mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut. Untuk menghentikan perluasan diseksi tekanan darah harus segera diturunkan. Tekanan darah diastolik harus segera diturunkan sampai 100 mmHg, atau lebih rendah asal tidak menimbulkan hipoperfusi organ target. Obat pilihan adalah vasodilator seperti nitroprusid yang diberikan bersama penghambat reseptor b. Labetalol adalah obat pilihan yang lain. 4. Insufisiensi Ginjal Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian tekanan darah yang mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan darah dapat disebabkan stenosis arteri pada ginjal cangkok, siklosporin, kortikosteroid, dan sekresi renin yang tinggi oleh ginjal asli. Penatalaksanaan adalah dengan cara menurunkan resistensi vaskular sistemik tanpa mengganggu aliran darah ginjal. Antagonis kalsium seperti nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini.
5. Krisis Katekolamin Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis kokain. Pada intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan infark miokard. Fentolamin adalah obat pilihan klasik pada krisis katekolamin, meski labetalol juga terbukti efektif. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.
Pemeriksaan tekanan darah : tekanan darah sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau diastolic >120 mmHg
2.
Funduskopi : spasme arteri segmental atau difus, edema retina, perdarahan retina, eksudat retina, papil edema, vena membesar
3.
Pemeriksaan neurologis : sakit kepala, bingung, kehilangan penglihatan, deficit fokal neurologis, kejang, koma
4.
Status kardiopulmoner
5.
Pemeriksaan cairan tubuh : oliguria pada gagal ginjal akut
6.
Pemeriksaan denyut nadi perifer
7.
Pemeriksaan darah : hematokrit dan apusan darah
8.
Urinalisis : proteinuria, eritrosit pada urine
9.
Kimia darah : peningkatan kreatinin, azotemia (ureum > 200 mg/dl), glukosa, elektrolit
10. Pemeriksaan EKG : adanya iskemia, hipertropi ventrikel kiri 11. Foto thoraks (jika terdapat kecurigaan gagal jantung atau diseksi aorta (Tanto, 2014) H. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI EMERGENCY Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya masalah baru. Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya,
mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal. Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan
tekanan
darah
yang
terburu-buru
dapat
menyebabkan iskemik pada otak dan ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap. Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi Parameter
Tekanan darah (mmHg) Gejala
Hipertensi Mendesak
Hipertensi Darurat
Biasa > 180/110
> 220/140
Mendesak > 180/110
Sakit kepala, kecemasan; sering kali tanpa gejala Pemeriksaan Tidak ada kerusakan organ target, tidak ada penyakit kardiovaskular Terapi Awasi 1-3 jam; memulai/teruskan obat oral, naikkan dosis
Sakit kepala hebat, sesak napas
Rencana
Periksa ulang dalam 24 jam
Periksa ulang dalam 3 hari
Sesak napas, nyeri dada, nokturia, dysarthria, kelemahan, kesadaran menurun Ensefalopati, edema paru, insufisiensi ginjal, iskemia jantung
Kerusakan organ target; muncul klinis penyakit kardiovaskuler, stabil Awasi 3-6 jam; Pasang jalur IV, periksa obat oral berjangka laboratorium standar, kerja pendek terapi obat IV
Rawat ruangan/ICU
Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency) dapat dilihat :
Obat hipertensi oral Obat Captopril
Dosis 12,5 - 25 mg PO; ulangi per 30 min ; SL, 25 mg Clonidine PO 75 - 150 ug, ulangi per jam Propanolol 10 - 40 mg PO; ulangi setiap 30 min Nifedipine 5 - 10 mg PO; ulangi setiap 15 menit
Efek / Lama Kerja 15-30 min/6-8 jam ; SL 10-20 min/2-6 jam 30-60 min/8-16 jam 15-30 min/3-6 jam
5 -15 min/4-6 jam
Perhatian khusus Hipotensi, gagal ginjal, stenosis arteri renalis Hipotensi, mengantuk, mulut kering Bronkokonstriksi, blok jantung, hipotensi ortostatik Takikardi, hipotensi, gangguan koroner
Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk pemakaian parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat dibawah ini : Obat hipertensi parenteral Obat
Dosis
Sodium nitroprusside
Nitrogliserin
Nicardipine
Efek / Lama Kerja 0,25-10 mg / langsung/2-3 kg / menit menit setelah sebagai infus infuse IV
500-100 mg sebagai infus IV
Perhatian khusus
Mual, muntah, penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan keracunan tiosianat, methemoglobinemia, asidosis, keracunan sianida. Selang infus lapis perak 2-5 min /5-10 Sakit kepala, takikardia, min muntah, , methemoglobinemia; membutuhkan sistem pengiriman khusus karena obat mengikat pipa PVC 1-5 min/15- Takikardi, mual, muntah, sakit 30 min kepala, peningkatan tekanan intrakranial; hipotensi 30-60 min/ Ensepalopati dengan gangguan 24 jam koroner
5-15 mg / jam sebagai infus IV Klonidin 150 ug, 6 amp per 250 cc Glukosa 5% mikrodrip 5-15 1-5 min/ 15- Takikardi, mual, muntah, sakit Diltiazem ug/kg/menit 30 min kepala, peningkatan tekanan sebagi infus IV intrakranial; hipotensi Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan
obat yang tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat sebagai berikut: Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi Komplikasi Diseksi aorta
Obat Pilihan Nitroprusside + esmolol
AMI, iskemia
Nitrogliserin, nitroprusside, nicardipine Nitroprusside, nitrogliserin, labetalol Fenoldopam, nitroprusside, labetalol Phentolamine, labetalol
Edema paru Gangguan Ginjal Kelebihan katekolamin Hipertensi ensefalopati Subarachnoid hemorrhage Stroke Iskemik
Nitroprusside Nitroprusside, nimodipine, nicardipine Nicardipine
Target Tekanan Darah SBP 110-120 sesegera mungkin Sekunder untuk bantuan iskemia 10% -15% dalam 1-2 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 10% -15% dalam 1-2 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 20% -25% dalam 2-3 jam 0% -20% dalam 6-12 jam
Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ). a. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6 ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi. b. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
c. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus. Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll. d. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1 jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume
intravaskular.
Efeksamping
:
refleks
takhikardi,
meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll. e. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 – 60 menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v. f. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 – 20 mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit. g. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action : 1 – 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering. h. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 – 10 menit Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala, bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam,
duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan komplikasi lebih sering dijumpai. i. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60 menit, duration of action kirakira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal. j. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat. I.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Pengkajian dengan pendekatan ABCD. Airway a. yakinkan kepatenan jalan napas b. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal) c. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU Breathing a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%. b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask. c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2 e. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan f. Lakukan pemeriksan system pernapasan g. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti paru Circulation a.
Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b.
Kaji peningkatan JVP
c.
Monitoring tekanan darah
d.
Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan: Sinus tachikardi Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3 right bundle branch block (RBBB) right axis deviation (RAD)
e.
Lakukan IV akses dekstrose 5%
f.
Pasang Kateter
g.
Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h.
Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
i.
Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid
Disability a.
kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b.
penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.
Exposure a.
selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
b.
jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
c.
Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
1) Aktivitas / istirahat Gejala :
Kelemahan
Letih
Napas pendek
Gaya hidup monoton
Tanda :
Frekuensi jantung meningkat
Perubahan irama jantung
Takipnea
2) Sirkulasi Gejala :
Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner / katup, penyakit serebrovaskuler Tanda :
Kenaikan TD
Nadi : denyutan jelas
Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
Bunyi jantung : murmur
Distensi vena jugularis
Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin ( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler mungkin lambat 3) Integritas Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan ) Tanda :
Letupan suasana hati
Gelisah
Penyempitan kontinue perhatian
Tangisan yang meledak
otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
Peningkatan pola bicara
4) Eliminasi Gejala :
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi,
obstruksi, riwayat penyakit ginjal ) 5) Makanan / Cairan. Gejala :
Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol.
Mual
Muntah
Riwayat penggunaan diuretic
Tanda :
BB normal atau obesitas
Edema
Kongesti vena
Peningkatan JVP
Glikosuria
6) Neurosensori Gejala :
Keluhan pusing / pening, sakit kepala
Episode kebas
Kelemahan pada satu sisi tubuh
Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
Episode epistaksis
Tanda :
Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan )
Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
Perubahan retinal optic
7) Nyeri/ketidaknyamanan Gejala :
nyeri hilang timbul pada tungkai
sakit kepala oksipital berat
nyeri abdomen
8) Pernapasan Gejala :
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
Takipnea
Ortopnea
Dispnea nocturnal proksimal
Batuk dengan atau tanpa sputum
Riwayat merokok
Tanda :
Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
Sianosis
9) Keamanan Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan Tanda : Episode parestesia unilateral transien 10) Pembelajaran / Penyuluhan Gejala :
Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
Penggunaan obat / alcohol
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular b. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral c. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah 3. INTERVENSI KEPERAWATAN a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi : 1) Monitor vital sign 2) Observasi tekanan darah 3) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer 4) Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas 5) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler 6) Catat edema umum 7) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung. 8) Berikan posisi semifowler 9) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah 10) Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi 11) Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi b. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
Pasien tampak nyaman
TTV dalam batas normal
Intervensi : 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif 2) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien 3) Kaji tanda-tanda vital 4) Tingkatkan istirahat 5) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan 6) Berikan tindakan nonfarmakologi seperti teknik relaksasi 7) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium ) c. Resiko
perubahan
perfusi
jaringan:
serebral,
ginjal,
jantung
berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam. Kriteria hasil :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit
Tanda-tanda vital stabil
Intervensi : 1) Monitor vital sign 2) Pertahankan tirah baring 3) Tinggikan kepala tempat tidur 4) Observasi tekanan darah 5) Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
6) Amati adanya hipotensi mendadak 7) Monitor intake dan output 8) Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program 9) Kolaborasi pemberian obat dengan dokter d. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Kriteria hasil :
Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari
Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
Intervensi : 1) Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan 2) Instruksikan pasien tentang penghematan energy 3) Kaji respon pasien terhadap aktifitas 4) Monitor adanya diaforesis, pusing 5) Observasi TTV 6) Berikan
jarak
waktu
pengobatan
dan
prosedur
untuk
memungkinkan waktu istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore
DAFTAR PUSTAKA Devicaesaria, A. (2014). Hipertensi Krisis. Leading Jurnal Medicinus , 9-17. DiGiulio, M. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing Herdman, T. H. (2012). NANDA International Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: MediAction. Paramita. (2011). Nursing : Understanding Disease. Jakarta: PT. Indeks.
Tanto, C. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Essensial Of Medicine. Jakarta: Media Aesculapius. Wilkinson, Judith. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakart