ASPEK LEGAL Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 2001 mengatur tentang pelabuhan dan fungsi serta penyelengaraannya atau Peraturan Menteri Perhubungan Republïk Indonesia Nomor 51 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut
Peraturan Pemerintah Nomor PP. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
KEPMEN NOMOR KP 901 TAHUN 2016 PENGGANTI Kepmenhub No. KP 414 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 190 Tahun 2016 tentang Penetapan Dokumen Pra FS dan FS Pengembangan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang, Provinsi Jabar
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 87 Tahun 2017 tentang Rencana Induk Pelabuhan Patimban
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 Tentang Penentuan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat Sebagai Proyek Strategis Nasional
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
Peraturan Presiden 58/2017 tentang perubahan atas Perpres no. 3/2016 mengenai Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
LATAR BELAKANG Dalam hubungannya dengan fungsi dan peran pelabuhan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 1 nomor 16 mendefinisikan pelabuhan sebagai berikut:
“Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi”.
Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai.
Kriteria Pelabuhan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor PP. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, dalam Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional, Hierarki Peran dan Fungsi Pelabuhan sebagai berikut : 1. Pelabuhan Laut Yang Melayani Angkutan Laut : a) b) c) d)
Pelabuhan Utama Pelabuhan Pengumpul Pelabuhan Pengumpan Regional Pelabuhan Pengumpan Lokal
2. Pelabuhan Laut Yang Melayani Angkutan Penyeberangan : a) Pelabuhan Kelas I b) Pelabuhan Kelas II c) Pelabuhan Kelas III 3. Pelabuhan Sungai dan Danau Menurut Triatmodjo (2009), perencanaan pelabuhan dipengaruhi oleh tiga aspek penting, yaitu: politik, ekonomi, dan teknis. Dalam aspek teknis dibutuhkan tinjauan hidro-oseanografi yang terdiri atas tinjauan pelayaran, sedimentasi, dan gelombang. Rencana pengembangan Pelabuhan Patimban termuat dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, yang menyebutkan salah satu proyek infrastruktur strategis adalah Pelabuhan Jawa Barat (Utara) Propinsi Jawa Barat. Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 190 Tahun 2016 tentang Penetapan Dokumen Pra FS dan FS Pengembangan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang, Provinsi Jabar. Dari hasil studi tersebut, terpilih lokasi di Patimban, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, dengan urgensi sebagai berikut : 1) Menekan biaya logistik dengan mendekatkan pusat produksi (industri manufaktur) dengan outlet pelabuhan; 2) Memperkuat ketahanan perekonomian dengan menyediakan backup outlet pelabuhan yang melayani wilayah yang menghasilkan 70% kargo dalam negeri; 3) Menurunkan tingkat kemacetan di Ibukota Negara dengan memindahkan sebagian trafik angkutan berat ke luar wilayah ibukota; 4) Menekan penggunaan BBM bersubsidi dan meningkatkan utilisasi truk container dengan memperpendek jarak tempuh dari industri manufaktur ke pelabuhan;
5) Menjamin keselamatan pelayaran dan area eksplorasi migas di kawasan lepas pantai Utara Jawa Barat. Dasar hukum rencana pembangunan Pelabuhan Patimban adalah Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2016 tentang Penetapan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat sebagai Proyek Strategis Nasional. Pelabuhan Patimban yang berlokasi di Desa Patimban, Kecamatan Pusakanegara, Kabupaten Subang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional. Penyelenggaraan Pelabuhan Patimban meliputi kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pengusahaan, pembinaan teknis dan pembinaan manajemen pengoperasional pelabuhan serta pembinaan untuk menjamin keselamatan pelayaran dan lingkungan. Pelabuhan Patimban dikembangkan sebagai komplementer Pelabuhan Tanjung Priok, yang dimasa mendatang industri yang berkembang di Jawa Bagian Barat tidak bisa lagi mengandalkan Pelabuhan Tanjung Priok. Kedua pelabuhan dikembangkan, dengan industri di Jabodetabek yang dekat ke Pelabuhan Tanjung Priok, dan untuk industri di Cikarang, Karawang dan sekitarnya, yang akan lebih dekat ke pelabuhan baru Patimban. Pada intinya, pemerintah mendorong terbangunnya pelabuhan utama di pantai Jawa Barat yang mampu melayani industrialisasi yang besar di wilayah Jawa Barat. Dengan uraian tersebut di atas, maka kebijakan pemerintah yang menetapkan fungsi Pelabuhan Tanjung Priok (bersama dengan Pelabuhan Patimbang secara komplementer) sebagai pelabuhan hub internasional petikemas adalah tepat. Karena skenario pengembangan pelabuhan hub internasional diperkirakan akan meningkatkan mode share angkutan laut sebesar 6,42% atau sekitar 0,30% dari pengembangan Tol Laut, terutama dalam menyediakan waktu serta biaya pelayanan yang rendah yang berkontribusi meningkatkan efisiensi biaya logistik nasional. HIERARKI PELABUHAN
Sesuai Kepmenhub Nomor KP 745 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 414 Tahun 2013 (KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KP 901 TAHUN 2016) tentang penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional, Pelabuhan Patimban ditetapkan hierarkinya sebagai Pelabuhan Utama. Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muatan angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar provinsi. Sehingga harus berpedoman pada hal-hal berikut :
Lokasi Pelabuhan Utama berpedoman pada kriteria teknis sebagai berikut (KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KP 901 TAHUN 2016) : 1. Berada dekat dengan jalur pelayaran internasional kurang dari 500 mil dan jalur pelayaran nasional kurang dari 50 mil; 2. Memiliki jarak dengan pelabuhan utama lainnya minimal 200 mil; 3. Kedalaman kolam pelabuhan minimal –9 m-LWS; 4. Memiliki dermaga dengan kapasitas minimal 10.000 DWT;
5. Panjang dermaga minimal 350 m’; 6. Luas lahan pelabuhan minimal 50 Ha; 7. Memiliki peralatan bongkar muat sesuai jenis angkutan barang. Namun pada Kepmenhub 87 Tahun 2017 (sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 745 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 414 Tahun 2013) tentang Rencana Induk Pelabuhan Patimban, Pelabuhan Patimban harus berpedoman pada hal-hal berikut : 1. Kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional 2. Berada dekat dengan jalur pelayaran internasional ± 500 mil dan jalur pelayaran nasional ± 50 mil; 3. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindungi dari gelombang 4. Kedalaman kolam pelabuhan minimal –9 m dari LWS; 5. Berperan sebagai tempat alih muat peti kemas/curh/general cargo/penumpang internasional 6. Melayani angkutan petikemas sekitar 300.000 TEUs/tahun atau angkutan lain yang setara 7. Memiliki dermaga peti kemas/curah/general cargo minimal 1 (satu) tambatan, peralatan bongkar muat petikemas/curah/general cargo serta lapangan penumpukan/gudang penyimpanan yang memadai. 8. Berperan sebagai pusat distribusi petikemas/curah/general cargo/penumpang di tingkat nasional dan pelayanan angkutan peti kemas internasional.
1. Bangunan pelabuhan berdasarkan letaknya a) Di laut a. Alur Pelayaran b. Breakwater/talud c. Dermaga b) Di darat a. Jalan b. Lapangan penumpukan c. Gudang d. Kantor, terminal penumpang e. Bak air, emplasemen dll. 2. Bangunan pelabuhan berdasarkan prioritas penggunaannya a) Infrastruktur (Fasilitas Pokok) a. Jalan b. Alur pelayaran c. Kolam pelabuhan d. Breakwater/talud e. Dermaga b) Suprastruktur (Fasilitas Penunjang) a. Lapangan penumpukan b. Gudang c. Kantor
d. Terminal penumpang, dll
Alur pelayaran 1. Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam pelabuhan 2. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang terhadap pengaruh gelombang dan arus 3. Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan ditentukan oleh kapal terbesar yang akan masuk ke pelabuhan dan kondisi meteorologi dan oseanografi 4. Dalam perjalanan masuk ke pelabuhan melalui alur pelayaran kapal mengurangi kecepatan sampai kemudian berhenti di dermaga 5. Ada beberapa daerah yang dilewati selama perjalanan: o Daerah tempat kapal melempar sauh di luar pelabuhan o Daerah pendekatan di luar alur masuk o Alur masuk di luar pelabuhan dan kemudian di dalam daerah terlindung o Saluran menuju dermaga, apabila pelabuhan berada di dalam daerah daratan o Kolam putar Pemilihan Karakteristik Alur Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan karakteristik alur masuk ke pelabuhan: – – – – – –
Keadaan trafik kapal Keadaan geografi dan meteorologi di daerah alur Sifat-sifat fisik dan variasi dasar saluran Fasilitas-fasilitas atau bantuan-bantuan yang diberikan pada pelayaran Karakteristik maksimum kapal-kapal yang menggunakan pelabuhan Kondisi pasang surut, arus dan gelombang
Suatu alur masuk ke pelabuhan yang lebar dan dalam akan memberikan keuntungan: Jumlah kapal yang dapat bergerak tanpa tergantung pada pasang surut akan lebih besar Berkurangnya batasan gerak dari kapal-kapal yang mempunyai draft besar Dapat menerima kapal yang berukuran besar ke pelabuhan Mengurangi waktu penungguan kapal-kapal yang hanya dapat masuk ke pelabuhan pada waktu
air pasang Mengurangi waktu transito barang-barang Kedalaman Alur Elevasi pengerukan alur ditetapkan dari elevasi dasar laut nominal dengan memperhitungkan: – Jumlah endapan yang terjadi antara dua periode pengerukan – Toleransi pengerukan – Ketelitian pengukuran Draft Kapal: ditentukan oleh karakteristik kapalterbesar yang menggunakan pelabuhan, muatan yang diangkut, dan juga sifat-sifat air, seperti:
– – –
berat jenis, salinitas dan temperature
Squat: pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan oleh kecepatan kapal. Squat diperhitungkan berdasarkan: – Dimensi – Kecepatan kapal – Kedalaman air Gerak Kapal karena Pengaruh Gelombang Parameter dalam menentukan elevasi dasar alur nominal:
Di laut terbuka yang mengalami gelombang besar dan kecepatan kapal masih besar, ruang kebebasan bruto adalah 20% dari draft kapal maksimum Di daerah tempat kapal melempar sauh di mana gelombang besar, ruang kebebasan bruto adalah 15% dari draft kapal Alur di luar kolam pelabuhan dimana gelombang besar, ruang kebebasan bruto adalah 15% dari draft kapal Alur yang tidak terbuka terhadap gelombang, ruang kebebasan bruto adalah 10% dari draft kapal Kolam pelabuhan yang tidak terlindung dari gelombang, ruang kebebasan bruto adalah 1015% dari draft kapal Kolam pelabuhan yang terlindung dari gelombang, ruang kebebasan bruto adalah 7% dari draft kapal
Lebar alur tergantung pada beberapa faktor: – – – – – –
Lebar, kecepatan dan gerakan kapal Trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur Kedalaman alur Apakah alur sempit atau lebar Stabilitas tebing alur Angin, gelombang, arus, dan arus melintang dalam alur
Layout Alur Pelayaran Ketentuan dalam merencanakan trace alur pelayaran:
Sedapat mungkin trase alur harus mengikuti garis lurus Satu garis lengkung akan lebih baik daripada sederetan belokan kecil dengan interval pendek Garis lurus yang menghubungkan dua kurva lengkung harus mempunyai panjang minimum 10 kali panjang kapal terbesar Sedapat mungkin alur tersebut harus mengikuti arah arus dominan, untuk memperkecil alur melintang
Jika mungkin, pada waktu kapal terbesar masuk pada air pasang, arus berlawanan dengan arah kapal yang datang
Layout Alur Pelayaran Ketentuan dalam merencanakan trace alur pelayaran:
Gerakan kapal akan sulit apabila dipengaruhi oleh arus atau angin melintang. Hal ini dapat terjadi ketika kapal bergerak dari daerah terbuka ke perairan terlindung. Untuk itu maka lebar alur dan mulut pelabuhan harus cukup besar. Pada setiap alur terdapat apa yang disebut titik tidak boleh kembali di mana kapal tidak boleh berhenti atau berputar, dan mulai dari titik tersebut kapal-kapal diharuskan melanjutkan sampai ke pelabuhan. Titik tersebut harus terletak sedekat mungkin dengan mulut pelabuhan dengan merencanakan/membuat tempat keluar yang memungkinkan kapal-kapal yang mengalami kecelakaan dapat meninggalkan tempat tersebut, atau dengan membuat suatu lebar tambahan.
Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan merupakan perairan dimana kapal dapat berlabuh untuk melakukan kegiatan bongkar muat barang, pengisian ulang bahan bakar dan air bersih, perbaikan, dan lain-lain. Secara fungsional batas-batas kolam pelabuhan sulit ditentukan dengan tepat. Namun kolam pelabuhan secara teknis dapat dibatasi oleh daratan, pemecah geombang (breakwater), dermaga, dan bata administrasi pelabuhan.
Persyaratan yang dijadikan pertimbangan dalam perencanaan kolam pelabuhan adalah sebagai berikut: 1. Perairan harus cukup tenang, yaitu daerah yang terlindung dari angin, gelombang, dan arus sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan kapal di pelabuhan tidak terganggu. 2. Lebar dan kedalaman perairan disesuaikan dengan fungsi dan kebutuhan. 3. Kapal yang bersandar memiliki kemudahan bergerak (maneuver). 4. Areal harus cukup luas sehingga menampung semua kapal yang datang berlabuh dan kapal masih dapat bergerak dengan bebas. 5. Radius harus cukup besar sehingga kapal dapat melakukan gerakan memutar dengan leluasa dan sebaiknya memiliki lintasan gerakan memutar melingkar yang tidak terputus. 6. Perairan cukup dalam supaya kapal terbesar masih dapat masuk saat kondisi muka air surut terendah. KEDALAMAN KOLAM PELABUHAN Parameter yang digunakan dalam penentuan perencanaan kolam pelabuhan adalah sebagai berikut: 1. Batimetri perairan 2. Elevasi muka air laut rencana berdasarkan pasang surut 3. Kondisi angin di lokasi perairan 4. Arah, kecepatan, dan tnggi gelombang di lokasi perairan
5. Arah dan kecepatan arus 6. Ukuran kapal rencana yang akan masuk ke pelabuhan Adapun syarat kedalaman kolam pelabuhan dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber : http://febrian-tekniksipil.blogspot.com/2012/02/kolam-pelabuhan.html
Persamaan kedalaman kolam pelabuhan: D = d + Vs + C Dimana: D = kedalaman kolam pelabuhan (ditinjau dari muka air surut terendah) d = draft kapal terbesar saat keadaan muat penuh (full load) C = keel clearance (jarak aman kapal) Vs = gerakan vertikal kapal akibat gelombang (V) dan squat (ayunan kapal vertikal) Breakwater/Talud Pemecah gelombang adalah prasanana yang dibangun untuk memecahkan ombak / gelombang, dengan menyerap sebagian energi gelombang. Pemecah gelombang digunakan untuk mengendalikan abrasi yang menggerus garis pantai dan untuk menenangkan gelombang dipelabuhan sehingga kapal dapat merapat dipelabuhan dengan lebih mudah dan cepat. Pemecah gelombang harus didesain sedemikian sehingga arus laut tidak menyebabkan pendangkalan karena pasir yang ikut dalam arus mengendap di kolam pelabuhan. Bila hal ini terjadi maka pelabuhan perlu dikeruk secara reguler.
Dermaga
Dermaga adalah tempat kapal ditambatkan di pelabuhan. Pada dermaga dilakukan berbagai kegiatan bongkar muat barang dan orang dari dan ke atas kapal. Di dermaga juga dilakukan kegiatan untuk mengisi bahan bakar untuk kapal, air minum, air bersih, saluran untuk air kotor/limbah yang akan diproses lebih lanjut di pelabuhan. Jenis demaga 1. Dermaga barang umum, adalah dermaga yang diperuntukkan untuk bongkar muat barang umum/general cargo ke atas kapal. 2. Dermaga peti kemas, dermaga yang khusus diperuntukkan untuk bongkar muat peti kemas. Bongkar muat peti kemas biasanya menggunakan kran (crane) 3. Dermaga curah, adalah dermaga yang kusus digunakan untuk bongkar-muat barang curah yang biasanya menggunakan ban berjalan (conveyor belt) 4. Dermaga khusus, adalah dermaga yang khusus digunakan untuk mengangkut barang khusus, seperti bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan lain sebagainya. 5. Dermaga marina, adalah dermaga yang digunakan untuk kapal pesiar, speed boat. 6. Demaga kapal ikan, adalah dermaga yang digunakan oleh kapal ikan
Alur Pelayaran Rencana untuk jenis kapal peti kemas dengan nilai DWT (Dead Weight Tonnage) maksimum 10000 membutuhkan kedalaman minimal 10,3 m (Yuwono dan Sidad ., 2015). Berdasarkan Permenhub Nomor 51 Tahun 2015 Unit Penyelenggaraan Pelabuhan sebagaimana dalam melaksanakan fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, mempunyai tugas dan tanggung jawab: a) b) c) d) e)
menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur- pelayaran; menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran; menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan; menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan; menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan; f) menjamin kelancaran arus barang; dan g) menyediakan fasiîitas pelabuhan. Izin pembangunan pelabuhan diberikan untuk kegiatan yang sifatnya kompleks dan sensitif meliputi:
a) pekerjaan dengan anggaran di atas Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau b) pembangunan dermaga, trestîe, causeway, talud penahan abrasi/sedimen, breakwater (penahan gelombang), dan reklamasi/timbunan Izin pembangunan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (2) huruf a diberikan setelah memenuhi persyaratan: a) administrasi; b) teknis kepelabuhanan; dan c) kelestarian lingkungan berupa AMDAL atau UKL/UPL. Persyaratan teknis kepelabuhanan sebagaimana meliputi: a) studi kelayakan teknis yang memuat antara lain: 1. hasil survei hidrooceanografi skala 1:1000 dan topografï skala 1:1000 pada lokasi rencana pembangunan fasilitas pelabuhan, kondisi hidrooceanografi dan bathimetric meliputi pasang surut arus, angin, dan gelombang; dan 2. lay~out fasilitas pelabuhan yang akan dibangun. b) desain teknis paling sedikit memuat hal-hal sebagai berikut: 1. kondisi tanah (borlog/ stratigrafi) dan kondisi wilayah gempa; dan 2. desain kriteria, spesifïkasi teknis (RKS), gambar konstruksi meliputi lay-out/ tata letak fasilitas pelabuhan dan rencana penempatan fasilitas SBNP, tampak, potongan, detail, dan koordinat geografîs minimal pada 2 (dua) ujung dermaga dan 1 (satu) titik di darat. c) kelayakan ekonomis dan finansial. Pembangunan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang meliputi 3 (tiga) area pembangunan, yang tercantum di bawah ini terkait dengan survei Rencana Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali (LARAP) ini yaitu: 1. Area pelabuhan untuk menampung kegiatan utama dan menjadi fasilitas pokok lahan sisi darat yang meliputi : terminal petikemas, terminal kendaraan dan terminal Roro dengan berbagai utilitas yang diperlukan, untuk dapat mengakomodir kapal Ultra - Large Container Ships (ULCS) yang berkapasitas 13.000 TEU’s dengan kedalaman alur pelayaran minimal -17 mLWS. Area ini akan dibangun dengan cara reklamasi lahan seluas 301 Ha.
Gambar 1. Peta Lokasi Pelabuhan Patimban
ASPEK TEKNIS
Alur pelayaran Kolam pelabuhan Breakwater/talud Dermaga Hasil survei hidrooceanografi skala 1:1000 dan topografï skala 1:1000 pada lokasi rencana pembangunan fasilitas pelabuhan Kondisi hidrooceanografi dan bathimetric meliputi pasang surut arus, angin, dan gelombang Kondisi tanah (borlog/ stratigrafi) dan kondisi wilayah gempa Kelestarian lingkungan berupa AMDAL atau UKL/UPL
Berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Patimban (2017), Pelabuhan Patimban akan melayani kapal dengan bobot minimal 2.618 DWT yang berjenis kapal Ro-Ro dan bobot maksimal sebesar 165.000 DWT yang berjenis kapal peti kemas Maersk E Class.
Mengacu pada data ketahanan kapal terhadap gelombang (Kramadibrata, 2002) kapal yang akan beraktivitas di Pelabuhan Patimban memiliki batas maksimal ketahanan kapal terhadap gelombang sebesar 0,6 m untuk kapal yang berbobot 1000 - 3000 DWT dan batas maksimal sebesar 1,2 m untuk kapal yang berbobot >50.000 DWT. Berdasarkan tinggi gelombang di perairan Pelabuhan Patimban yang dapat mencapai ketinggian lebih dari 1,5 m maka berdasarkan kriteria Kramadibrata (2002), maka kondisi perairan pelabuhan dapat membahayakan pelayaran kapal.
DAFTAR PUSTAKA Kramadibrata, S. (2002). Perencanaan Pelabuhan. Penerbit ITB, Bandung.