A. Pendahuluan Kitab suci berisikan kalam Tuhan yang agung yang tak terbatas dan mempunyai pengetahuan absolut, diturunkan kepada manusia yang serba terbatas dan mempunyai pengetahuan yang tak dapat dibandingkan dengan pengetahuan Tuhan. Oleh karena itu, tidak mungkin seseorang ataupun sekelompok orang dari sebuah generasi manapun, mampu memahami teks Tuhan tersebut secara mutlak sebagaimana yang diinginkan oleh Tuhan. Pemikiran inilah yang menjadi dasar bagi tokoh-tokoh hermeneutika untuk meninjau ulang pemahaman terhadap teks karangan Tuhan ini. Pada masa kekinian teks al-Qur’an tidak harus dipahami secara rigid sebagaimana para mufassir klasik memahaminya, karena al-Qur’an bersifat universal dan shalih li kulli zaman wa al-makan, sehingga makna yang terkandung di dalamnya tentu dinamis sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman pembacanya pada zaman mereka masing-masing. Pada masa lalu Islam pernah mengalami kejayaan keilmuan, dengan menghasilkan banyak karya yang menjadi rujukan bagi keilmuan yang muncul pada era berikutnya, namun dari masa kemasa Islam mengalami masa kejumudan yang cukup panjang bahkan dapat dikatakan mati suri, karena tidak ada perkembangan yang signifikan, hal ini juga dikarenakan pemahaman teks alQura’n pada masa itu yang hanya sebatas untuk kebutuhan kekuasaan dan kebutuhan kaum tertentu. Selain itu menurut Hasan Hanafi,kejumudan juga terjadi karena :
(1) Eksklusifisme. Karena adanya pentokohan, bahkan
pensakralan individu, sikap tradisionalistik menggiring terbentuknya sikap-sikap eksklusif yang hanya menghargai dan mengakui kebenaran kelompoknya sendiri
1
dan menolak keberadaan pihak lain. (2) Subjektifisme. Sebagai akibat lanjut dari eksklusifisme, orang-orang kelompok ini menjadi kehilangan sikap objektifitas dalam menilai sebuah persoalan. Benar dan salah tidak lagi didasarkan atas persoalannya melainkan lebih pada asalnya, dari dan oleh kelompok mana atau tokoh siapa. (3) Determinisme. Sebagai akibat lebih lanjut dari dua konsekuensi diatas, dimana masyarakat telah tersubordinasi dan terkurung dalam satu warna, mereka menjadi terbiasa menerima “sabda” sang panutan dan menganggapnya sebagai sebuah keniscayaan tanpa ada keinginan untuk merubah apalagi menolak. Hal ini bisa dikatakan karena mulai tumpulnya kajian dalam memahami teks al-Qura’n karena hanya bertaqlid pada ulama yang ada pada masa itu. Hermeneutika menjadi sebuah diskursus yang menarik diantara umat Islam ada sebagian yang mendukung adanya hermeneutika dalam mengkaji teks al-Qur’an sementara sebagian yang lain menolaknya. Berbagai faktor yang mendorong masing-masing pihak dalam menyikapi hermeneutika ini sangat beragam.1 Dalam makalah ini penulis akan berusaha menjelaskan hermenutik yang digunakan sebagai metode untuk menginterpretasikan teks al-Qur’an oleh tokoh muslim kontemporer diantarannya sebagiamana yang dilakukan oleh Fazlur Rahman.
11
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Hermeneutik, Paramadina, Jakarta, 1996, hlm. 13-14.
Agama:
Sebuah
Kajian
2
B. Pembahasan 1) Biografi Fazlur Rahman Fazlur Rahman dilahirkan pada tanggal 29 September 1919 di distrik Hazara, India. Dia berasal dari keluarga yang taat dalam menjalankan perintah agamanya. Ayahnya yang bernama maulana shihab al-Din adalah salah satu alumnus dan pengajar di Dar al-Ulum, Doeban yang merupakan madrasah yang sangat terkenal pada awal abad dua puluh.2 Kehidupan keagamaan Rahman3 dapat dilihat dari lingkungan sosialnya yang menganut mazhab Hanafi. Mazhab ini merupakan mazhab
Sunni
yang
lebih
banyak
menggunakan
rasio
(ra’yu)
dibangdingkan dengan mazhab sunni yang lain.4 Sehingga hal ini snagan mempengaruhi terhadap pemikiran Fazlur Rahman dalam keilmuannya. Kemapanan sosial serta semangat dan kemampuannya untuk mempelajari berbagai kajian keislaman mendorong Rahman melanjutkan pendidikannya sampai tingkat magister di Universitas Punjab, Lahore, dalam
bidang
Satra
Arab,
dengan
bermodal
pendidikan
yang
mendasarinya dia melanjutkan doktoralnya ke Universitas Oxford, selain itu dia juga menguasai beberapa bahasa ilmiah diantaranya, Arab,
2
Zuhri, Studi Islam Dalam Tafsir Sosial, (bidang akademik UIN Sunan Kalijaga : Sukses Offset, Yogyakarta), hlm., 93. 3 Rahman yang dimaksud oleh penulis adalah Fazlur Rahman (untuk mempermudah dalam penulisan) 4 M Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, (UII Press, Yogyakarta, 2000) Hlm.,9-10.
3
Jerman, Latin, Prancis, dan Inggris.5 Dia lebih memilih untuk melanjutkan ke Universitas Oxford disebabkan beberapa hal diantaranya karena pada masa itu kajian keislaman kurang diperhatikan secara mendalam olehnya dan oleh para intelektual muslim pada waktu itu dan juga dia mulai mengenal kajian keislaman yang baru. Karya dan karier Rahman dalam kajian keilmuan sangat baik dan sitematis, hal ini dapat kita lihat dalam karya pertamanya Avicenna’s Psycology pada tahun 1949 dan baru diterbitkan tiga tahun kemudian (tahun 1952). Dari karya yang pertama ini lahirlah karya kedua yang berjudul Prophecy in islam : Philosophy ang Ortodoxy
6
dan karya
ketiganya, Avicenna’s De Anima.7 Selain tiga karya tersebut Rahman masih memiliki banyak karya yang lain yang ditulisnya ketika dia masih berada di Inggris sampai dia berada di Pakistan dan beberapa tempat yang lain dengan karya-karya yang fenomenal dalam kajian keislaman. 2) Pemikiran Fazlur Rahman Dalam kajian keilmuan Islam Rahman mengajukan kritik terhadap mufasir klasik abad pertengahan. Para mufasir klasik abad pertengahan menafsirkan al-Qura’n dengan cara mengambil dan menerangkan ayat demi ayat. Menurut Rahman cara ini bersifat tendensius, membela sudut Frederick M. Denny, “The Legacy Of Fazlur Rahman”, dalam yvonne yasbeck Haddad (ed)., the Muslim Of America, (Oxford : Oxford University Press, 1991), hlm., 106. 6 Buku ini berbeda dengan buku yang pertama walau dalam konteks yang sama namun yang paling dikedepankannya adalah komparasi dalam kajian filsafat Islam. Fazlur Rahman, Propecy In Islam : Phylosophy adn Ortodoxy, (London : George Alelen& Unwin Ltd,1985.) 7 Buku ketiga karya Fazlur Rahman ini merupakan buku yang menjelaskan tentang keterpengaruhannya antara Ibnu Sina denagn filsuf Yunani Aristoteles yang menulis de Anima. Heru Prakosa, Fazlur Rahman and His Qura’nic Hermeneutics. (Thesis untuk Studi Agama, Oxford University, 2001.) 5
4
pandang tertentu dan dianggap gagal karena tidak mampu menjelaskan al-Qura’n secara terpadu (Kohesif) tentang alam dan kehidupan. Begitu juga halnya dengan metode tafsir tematik (maudhu’i)8, tidak luput dari kritik Rahman, menurutnya tafsir yang dihasilakn walau menjadi sumber rujukan oleh para ahli, namun masih parsial dan tidak mampu menjelaskan bagi orang yang ingin memahami tuhan, manusia dan masyarakat dari al-Qur’an. Padahal semestinya tema-tema itu bukan ibarat indeks yang tak saling terkait, melainkan lebih merupakan kesatuan integral yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Namun walau Rahman melakukan kritik terhadap mufasir klasik dia tetap sepakat dengan prinsipnya : al-Qur’an yufassiru ba’dhuhum ba’dha, “al-Qur’an menafsirkan bagian-bagiannya yang lain” dalam bahasa Rahman hal itu diungkapkan dengan kata-kata : the Qur’an has been speak for it self, “biarkan al-Qur’an berbicara dengan dirinya sendiri”.9 Sebagai kaum intelektual Rahman tidak hanya memberikan kritik namun juga menawarkan solusi dengan metode yang dinilainya mampu memahami al-Qur’an secara kohesif. Metodenya adalah menafsrikan alQur’an dengan menggunakan teori hermenutik dalam bentuk memahami al-Qur’an secara kontekstual. Dengan cara ini al-Qur’an diharapkan
8 Merupakan metode tafsir yang dilakukan dengan menghimpun seluruh ayat yang ada dalam al-Qur’an yang memiliki tema yang sama atau kajian yang sama walau berbeda tempat dan waktu turunnya. Lihat Dr Ali Hasan al-Ardhi, Sejarah dan Metodologis Tafsir, terj. Oleh Ahmad Akron (Grafika Persada, Jakarta, 1994), Hlm.,78 9 Fazlur Rahman, Major Themes Of The Qur’an, (Chicago : Blibiotheer, 1980), hlm., xi
5
mampu dipahami secara utuh dan sehingga bagian-bagian teologisnya ataupun bagian-bagian etisnya menjadi suatu keseluruhan yang utuh.10 Berikut adalah tiga metode yang dikembangkan oleh Rahman sebagi wujud interpreatasinya dengan metode hermeneutik, sebelum pada akhirnya dengan metode gerakan ganda (double movement). a. Metode Kritik Sejarah (The Critical History Method) William Montgomery Watt menggunkan istilah historico-critico method
yang merupakan pendekatan kesejarahan yang pada
prinsipnya bertujuan menemukan fakta-fakta objektif secara utuh dan mencari nilai-nilai tertentu yang terkandung di dalamnya.11 Dalam metode ini yang ditekankan adalah pengungkapan nilai-nilai yang terkandung dalam sejumlah data sejarah bukan peristiwa sejarah itu sendiri. Apabila data sejarah hanya sebatas kronologisnya, model semacam ini merupakan pendekatan kesejarahan. Metode kritik sejarah bagaimana yang di maksud Rahman telah banyak digunakan dalam penelitian sejarah Islam oleh para orientalis seperti David S, Ignaz Goldziher, Henry Lammen, Joseph Schact W.M Watt dan lain-lain. Hasil peneliitan yang dilakukan oleh para orientalis ini
sangat
menghebohkan,
terutama
bagi
kalangan
muslim
10 Tafsri, Zaenul Arifin, Komarudin, Moralitas al-Qur’an dan Tantangan Modernitas ,”Tela’ah atas Pemikiran Fazlur Rahman, Al-Ghazali, dan Ismail Raji al-Faruqi”(Gama Media Offset;Yogyakarta, 2002), hlm., 78 11 William Montgomery Watt, Islamic Fundamentalism and Modernity, (Routledge: London, 1988), hlm., 86
6
tradisional.12 Hal inilah yang menyebabkan kejumudan keilmuan dikalangan para pemikir muslim hingga pertengahan abad ke-20 M. Sikap para pemikir muslim yang sangat kurang dalam perspektif kesejarahan mengakibatkan minimnya kajian-kajian sejarah Islam, padahal umat Islam pada dasarnya sangat membutuhkan kajian kesejarahan ini agar dapat menimbang lebih lanjut nilai-nilai perkembangan sejarh untuk melakukan rekonstruksi disiplin-disiplin ilmu Islam masa depan. b. Metode Penafsiran Sitematis (The Systematic Interpretation Method) Metode kritik sejarah yang telah diaplikasikan dalam pengkajian keilmuan yang menghasilakn tulisan yang tajam dan kritis kemudian dikembangkan oleh Rahman menjadi metode yang lebih sistematis, yang disebut dengan The Systematic Interpretation Method13. Menurut Rahman jika orang-orang Islam masih berpikir bahwa kelangsungan hidup Islam adalah sebagai sitem doktrin sejati, maka mereka harus mengkaji ulang nalar intelektualnya. Seluruh kandungan Syari’ah harus diarahkan menjadi sasaran pengujian yang segar dalam sinaran bukti al-Qur’an. Suatu penafsiran yang sistematis dan berani terhadap al-Qur’an. Sutrisno, Fazlur Rahman “Kajian Terhadap Metode, Epistimologi dan Sistem Pendidikan”, (Pustaka Pelajar : Yogyakarta , 2006), hlm., 121 13 Dalam metode ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taufik Adnan Amal menemukan metode inti Rahman dalam metode penafsiran yang sitematis dan komprehensif. Metode ini menurut Amal dikembangkan oleh Rahman melalui tiga langkah yaitu : a). Perumusan pandangan dunia al-Qur’an. b) Sitematisasi etika al-Qur’an dan c) penubuhan (kontekstualisasi)metika al-Qur’an dalam konteks masa kini. Lihat Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, Studi ataspemikiran Fazlur Rahman, (Mizan; Bandung, ) hlm., 189220. 12
7
Selanjutnya Rahman menjelaskan metode ini terdiri dari tiga langkah utama yaitu : pertama, pendekatan historis untuk menemukan makna teks al-Qur’an dalam bentangan karier dan perjuangan Nabi. Kedua adalah membedakan antara ketetapan legal dan sasaran serta tujuan al-Qur’an. Ketiga, memahami dan menetapakan sasaran alQur’an
dengan
memperhatikan
secara
penuh
latar
belakang
sosisologisnya.14 c. Metode Suatu Gerakan Ganda (a Double Movement) Metode yang ketiga ini merupakan metode penyempurnaan dari metode
yang
sebelum-seblumnya.
Dalam
artikelnya
“Toword
Reformulating the Methodology of Islamic Law : Shaikh Yamani ON Public Interest in Islamic Law” menyebutkan metode ini dengan the Sitematic Interpretation Method, kemudian dengan the Correct Method of Interpreting the Qur’an.15 dan akhirnya metode ini disempurnakan dalam karyanya “Islam and Modernity : Tranformation of an Intelectual Tradition” dengan teori a double movement. Dalam bukunya Rahman menyebutkan bahwa metode ini merupakan suatu gerakan ganda, gerakan dari situasi sekarang ke masa al-Qur’an diturunkan, kemudian gerakan kembali kemasa sekarang. Selanjutnya Rahman menyarankan, pertama gerakan dari penangananpenaganan kasus kongkrit oleh al-Qur’an dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi sosial yang relevan pada waktu kepada prinsip-prinsip 14
Sutrisno, op.cit, hlm., 132 Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, Studi ataspemikiran Fazlur Rahman, (Mizan; Bandung, ) hlm., 189-220. 15
8
umum keseluruhan ajaran al-Qur’an berpusat. Kedua , dari peringkat umum ini, harus dilakukan gerakan kembali kepada legislasi yang spesifik dengan memperhitungkan kondisi-kondisi sosial yang ada sekarang.16 Lebih lanjut Rahman menawarkan metode brpikir yang terdiri dari dua gerakan, yaitu : Induktif (dari khusus ke umum) dan Deduktif (dari umum ke khusus). Kemudian untuk menaplikasikan metode ini Rahman menerapakn tiga tahapan, yaitu : pertama, merumuskan pandnangan dunia al-Qur’an17, kedua mensitematisasikan etika alQur’an18, ketiga menubuhkan etika al-Qur’an pada konteks masa kini. 3) Aplikasi Metode Fazlur Rahman a. Maslah konsep sunnah yang hidup Dalam hal ini Rahman memberikan contoh tentang kedaulatan negara, menurut Rahman kedaulatan negara terletak di tangan rakyat, karena baik buruk suatu negara tergantung dengan individu rakyatnya masing-masing, padahal menurut sebagian umat Islam kedaulatan negara terletak di tangan tuhan. Pendapat Rahman di atas di dasari dengan dalil bahwa nasib suatu kaum itu tergantung dengan kaum itu sendiri. 16
Ibid, hlm., 20 Menurut Rahman yang dimaksud dunia pandangan al-Qur’an adalah Allah (theologi), alam semesta (cosmologi), dan manusia (antropologi). Dengan pandangan seperti ini maka akan membawa pemahaman bahwa al-Qur’an menghubungkan seluruh proses dan peristiwa alam kepada Allah. 18 Mengenai etika al-Qur’an Rahman menemukan tiga kata kunci yaitu, iman, Islam, dan taqwa. Ketiga kata tersebut memilki makna yang sama yanitu aman atau terlindungi dari bahaya, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa al-Qur’an pada dasarnya ditunjuk untuk melindungi dan mengembangkan integritas individu dan kolektif. Apa saja yang akan kondusif bagi integritas tersebut akan menjadi baik dan begitu sebaliknya. 17
9
b. Masalah riba dan bungan bank Umat Islam dihadapkan dengan masalah serius yaitu tentang haramnya riba yang ada dalam al-Qur’an. pada awalnya al-Qur’an menyebutkan Riba merupakan tambahan (Q.S ar-rum : 39):
َّ َاس فَال َي ْربُو ِع ْند ِ ََّو َما آت َ ْيت ُ ْم ِم ْن ِربًا ِل َي ْربُ َو ِفي أ َ ْم َوا ِل الن َِّللا َّ ََو َما آت َ ْيت ُ ْم ِم ْن زَ َكاةٍ ت ُ ِريدُونَ َو ْجه ْ َّللاِ فَأُولَئِ َك ُه ُم ْال ُم َض ِعفُون )٣٩( Kemudian al-Qur’an menerangkan praktik riba yang dilakuak oleh orang-orang yahudi, dan mereka mendapatkan azab karena mereka memakan harta secara bathil (Q.S : an-Nisa : 161)
اط ِل ِ اس ِب ْال َب ِّ ِ َوأ َ ْخ ِذ ِه ُم ِ َّع ْنهُ َوأ َ ْك ِل ِه ْم أ َ ْم َوا َل الن َ الر َبا َوقَ ْد نُ ُهوا )١٦١( َوأ َ ْعت َ ْدنَا ِل ْل َكافِ ِرينَ ِم ْن ُه ْم َعذَابًا أ َ ِلي ًما Selanjutnya al-Qur’an melarang orang-orang beriman memakan riba dengan berlipat ganda (Q.S )
َّ ضا َعفَةً َواتَّقُوا ْ َ الربَا أ ِّ ِ يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ال تَأ ْ ُكلُوا َ ضعَافًا ُم ََّللا )١٣٠( َلَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون Pada akhirnya al-Qur’an secara tegas melarang riba (Q.S alBaqarah : 275,276,278-280). Dalam kaitannya dengan bunga bank Rahman menyimpulkan bahwa suatu sistem ekonomi dapat
10
disusun dimana bunga bank bisa dihapuskan, namun keadaan saat ini belum mampu untuk mengahpuskannya, selama masyarakat Islam masih belum direkonstruksi berdasarkan pola Islam.19 c. Konsep Pendidikan menurut Rahman Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman bukan sekedar perlengkapan dan peralatan fisik atau kuasai fisik pengajaran seperti buku-buku yang diajarkan ataupun struktur eksternal pendidikan, melainkan sebagai intelektualisme Islam. Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman dapat juga dipahami sebagai proses untuk menghasilkan manusia (ilmuwan) integrative, yang padanya terkumpul sifat-sifat seperti kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur, dan sebagainya. Dengan mendasarkan pada al-Qur’an tujuan pendidikan menurut Fazlur Rahman adalah untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperoleh akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang memungkinkan manusia untuk memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia. Dalam proses rekontrusi Islam ini Fazlur Rahman merumuskan sebuah konsep pendidikan, maka yang perlu di perbaharui adalah; 1). Tujuan pendidikan 19
Fazlur Rahman, Some Islamic Issues in the Ayyub Khan Era, Essays on Islamic Civilization, ed. Donald P.Litle.E.J. Brill, Leiden, 1976, hlm.294.
11
Tujuan adalah suasana ideal yang ingin diwujudkan. Pendidikan Islam bertujuan pada terbentuknya kepribadian muslim, kematangan dan integritas pribadi. Menurut Fazlur Rahman, untuk melakuakan perbahan maka yang harus dilakukan adalah; Pertama, pendidikan islam harus di orientasiakan kepada kehidupan dunia dan akhirat sekaligus bersumber dari al-Qur’an. Fazlur Rahman mengatakan bahwa tujuan pendidikan dalam pandangan al-Qur’an adalah untuk mengembangkan kemampuan inti manusia dengan cara sedemikian rupa sehingga seluruh ilmu pengetahuan yang di perolehnya akan menyatu dengan kepribadian kreatifnya. Kedua, beban psikologis umat Islam dalam menghadapi barat harus segera dihilangkan. Untuk itu Fazlur Rahman mengajukan agar dilakukan kajian Isalam menyeluruh secara historis dan sistematis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam, seperti teologi, hukum, etika, hadis, ilmu sosial dan cabang keilmuan lainnya. Sebab, hal inilah yang memberi kontinuitas kepada wujud intelektualitas dan spiritual masyarakat. 2). Sistem pendidikan Sistem
pendidikan
Islam
yang
dikotomis,
yakni
memisahkan antara ilmu-ilmu agama dengan umum sangat tidak menguntungkan, bahkan berakibat pada kemunduran Islam. Maka, menurut Fazlur Rahman, solusi untuk keluar dari kemelut sistem pendidikan Islam yang dikotomi adalah menghilangkan dikotomi pendidikan Islam dengan cara mengintergrasikan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu secara organis dan menyeluruh, sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan itu terintegrasi dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Dengan demikian, dalam kurikulum maupun silabus pendidikan Islam harus tercangkup baik ilmu-ilmu umum seperti ilmu sosial, ilmu alam, sejarah dan lainnya yang di dalamnya terdapat ilmu agama. C. Kesimpulan
12
1. Fazlur Rahman berasal dari keluarga Sunni yang taat beribadah, dan dalam pendidikannya lebih banyak menonjolkan pandangan ra’yu sehingga memberikan kesempatan untuk berinterpretasi secara tajam. 2. Kesarjanaan dan magister Rahman di dapatkan di Universitas Punjab, Lahore, dalam bidang Satra Arab, dan melanjutkan doktoralnya ke Universitas Oxford. 3. Dalam memberika solusi kritik terhadap para penafsir klasik Rahman membarikan tiga metode interpretasinya yang dikembangakan yaitu : Metode Kritik Sejarah (The Critical History Method), Metode Penafsiran Sitematis (The Systematic Interpretation Method), Metode Suatu Gerakan Ganda (a Double Movement) 4. Implementasi metode yang ditawarkan rahman dalam masa modern diantaranya adalah kajian dalam masalah konsep sunnah yang hidup, masalah bunga bank dan riba, masalah distribusi zakat, masalah perbudakan dalam Islam, masalah pendidikan dalam Islam dan lain sebagainya.
Daftar Pustaka
13
Amal ,Taufik Adnan, Islam dan Tantangan Modernitas, Studi ataspemikiran Fazlur Rahman, Mizan; Bandung. Amiruddin, M Hasbi, Konsep Negara Islam Menurut Fazlur Rahman, UII Press, Yogyakarta, 2000. Al-Ardhi ,Ali Hasan, Sejarah dan Metodologis Tafsir, terj. Oleh Ahmad Akron ,Grafika Persada, Jakarta, 1994. Frederick M. Denny, “The Legacy Of Fazlur Rahman”, dalam yvonne yasbeck Haddad (ed)., the Muslim Of America, Oxford : Oxford University Press, 1991. Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik, Paramadina, Jakarta, 1996. Prakosa, Heru, Fazlur Rahman and His Qura’nic Hermeneutics. Thesis untuk Studi Agama, Oxford University, 2001. Rahman, Fazlur, Propecy In Islam : Phylosophy adn Ortodoxy, London : George Alelen& Unwin Ltd,1985. Rahman ,Fazlur, Major Themes Of The Qur’an, Chicago : Blibiotheer, 1980. Rahman, Fazlur. Some Islamic Issues in the Ayyub Khan Era, Essays on Islamic Civilization, ed. Donald P.Litle.E.J. Brill, Leiden, 1976. Sutrisno, Fazlur Rahman “Kajian Terhadap Metode, Epistimologi dan Sistem Pendidikan”, Pustaka Pelajar : Yogyakarta , 2006. Tafsri, Zaenul Arifin, Komarudin, Moralitas al-Qur’an dan Tantangan Modernitas ,”Tela’ah atas Pemikiran Fazlur Rahman, Al-Ghazali, dan Ismail Raji al-Faruqi”,Gama Media Offset;Yogyakarta, 2002. Watt , William Montgomery, Islamic Fundamentalism and Modernity, Routledge: London, 1988. Zuhri, Studi Islam Dalam Tafsir Sosial, Bidang akademik UIN Sunan Kalijaga : Sukses Offset, Yogyakarta.
14