A. Pengertian Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing ( apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa menyebabkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umunya berbahaya ( Nurarif & Kusuma 2015). Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum dari inflamasi akut kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat. Pria lebih banyak terkena daripada wanita, remaja lebih banyak daripada orang dewasa; insiden tertinggi adalah mereka yang berusia 10 sampai 30 tahun (Bhaugman & Hackley, 2016).
B. Anatomi Fisiologi Apendiks a. Anatomi Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Apendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antennal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit dibagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada apendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi apendiks. Gejala klinik apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Posisi apendiks adalah retrocaecal (dibelakang sekum) 2,26%,preileal (didepan usus halus) 1% dan postileal(dibelakang usus halus)0,4%. b. Fisiologi Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah imunoglobulin A(Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah
jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh. C. Klasifikasi Menurut Nurarif & Kusuma (2015), apendisitis dikalsifikasikan menjadi 3,yaitu : a. Apendisitis Akut Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan Jumen apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan life, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit (E. Histolytica). b. Apendisitis Rekurens Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat alergi berulang diperut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis yang akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. c. Apendisitis Kronis Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi. D. Manifestasi Klinis Menurut Baughman dan Hackley (2016), manifestasi klinis apendisitis meliputi : a. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual dan sering kali muntah. b. Pada titik McBurney (terletak pertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan stempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan. c. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare kambuhan. d. Tanda rovsing( dapat diketahui dengan mempalpasi), kuadran kanan bawah, yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah). e. Jika terjadi rupture apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih melebar; terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk. Sedangkan menurut Grace dan Borley(2014), manifestasi klinis apendisitis meliputi :
a. Nyeri abdomen periumbilikal, mual, dan muntah. b. Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan. c. Pereksia ringan. d. Pasien menjadi kemerahan, takikardia, lidah berselaput, halitosis. e. Nyeri tekan (biasanya saat lepas) di sepanjang titik Mc Burney). f.
Nyeri tekan pelvis sisi kanan pada pemeriksaan per rektal.
g. Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi. h. Masa apendiks jika pasien datang terlambat.
E. Patofisiologi Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apedisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Apabila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah , dan bakteri akan menenbus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuraktif akut. Apabila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gengren. Stadium disebut dengan apendisitis gengrenosa. Bila dinding yang rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut ilfiltrasi apendikularis. Oleh karena itu tindakan yang paling tepat adalah apendiktomi. Jika tidak dilakukan tindakan segera mungkin maka peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (Mansjoer,2012). Apendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abodmen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi Pus (Munir, 2011).
F. Pemeriksaan Penunjang Menurut Nurarif dan Kusuma (2015),pemeriksaan penunjang apendiks meliputi : a. Pemeriksaan fisik 1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). 2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut. 3) Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha ditekuk kuat/tungkai diangkat tinggitinggi, maka rasa nyeri diperut semakin parah (proas sign). 4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga. 5) Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu. 6) Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif dan tanda perangsangan peritonium akan lebih menonjol. b. Pemeriksaan laboratorium Kenaikan dari seldarah putih (leukosit) hingga 10.000- 18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah). c. Pemeriksaan Radiologi 1)
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
2)
Ultrasonografi (USG).
3)
CT-scan.
4)
Kausu kronik dapat dilakukan rontgen/ foto abdomen. USG abdomen dan
apendikogram.