Halaman Isi 1-5.docx

  • Uploaded by: Chinthia Ramadhanti
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Halaman Isi 1-5.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 15,823
  • Pages: 83
BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Industri semen merupakan industri yang sangat berpengaruh dalam

pembangunan. Semen sebagai produk industri semen, dibutuhkan sebagai bahan utama rancang bangun. Oleh karena itu, kebutuhan akan semen selalu meningkat di era pembangunan seperti saat ini. Kebutuhan akan semen mempengaruhi jumlah produksi semen. Untuk mencapai target produksinya, pabrik semen dipengaruhi oleh kinerja peralatan proses. Adapun peralatan proses utama dalam memproduksi semen dapat dibagi menjadi 3 unit, yaitu: unit penggilingan bahan baku (raw mill), unit pembakaran bahan baku (kiln), serta unit penggilingan semen (cement mill). Untuk mengetahui kinerja unit peralatan proses, perlu dilakukan evaluasi kinerja unit tersebut. Langkah evaluasi yang dapat dilakukan antara lain mempelajari kualitas dan kuantitas material yang terlibat, serta membandingkan data hasil pengamatan tersebut dengan standar internal perusahaan. Dalam laporan kerja praktek ini, khusus dipelajari mengenai kinerja unit Crossbar Cooler di PT Semen Padang. 1.2

Tujuan Kerja Praktek Kerja praktek di PT. Semen Padang dilaksanakan dengan tujuan: 1. Memahami proses pembuatan semen 2. Memahami proses dan langkah kerja unit crossbar cooler 3. Meningkatkan kinerja unit crossbar cooler untuk produksi klinker (terak)

1.2.1

Ruang Lingkup Pelaksanaan Kerja praktek dilaksanakan untuk mencapai tujuan kerja praktek, oleh

karena itu dilakukan pembatasan ruang lingkup pengamatan. Untuk memahami proses produksi semen pada Pabrik Indarung VI PT. Semen Padang khususnya

1

untuk memahami kinerja dan kondisi unit crossbar cooler dilakukan pengamatan lebih mendalam di unit crossbar cooler Pabrik Indarung VI. 1.2.2

Waktu Pelaksanaan Waktu pelaksanaan kerja praktek ini dimulai pada tanggal 04 Februari s/d

15 Maret 2019 di PT. Semen Padang, Jalan Raya Indarung, Padang, Sumatera Barat, Biro Produksi, Pabrik Indarung VI 1.2.3

Metodologi Pengumpulan Data Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan laporan kerja praktek di

PT. Semen Padang ini adalah sebagai berikut: 1.

Studi literatur dan referensi umum.

2.

Memahami proses produksi semen di Pabrik Indarung VI

3.

Pengamatan di unit crossbar cooler Pabrik Indarung VI

4.

Analisa dan diskusi untuk mendapatkan kesimpulan.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Pengertian Semen Semen berasal dari kata ”cementum” yang artinya perekat atau binder

(pengikat). Bahan perekat tersebut diperoleh dari hasil kalsinasi yang terdiri dari batu kapur dan silika yang dicampur tanah liat dan pasir besi (A.A.Philip dkk,2003). Penyebaran sejarah tentang pembuatan semen telah tersebar meluas, dimana pada awalnya pembuatan semen tersebut dilakukan dengan membakar kapur yang dicampur dengan campuran pozzoland alami yang telah dilakukan oleh bangsa yunani dan romawi kuno, salah satu bukti sejarah dari perjalanan perkembangan semen adalah bagunan Rantheon di Roma (A.A.Philip dkk,2003). Pada abad ke-18 campuran semen mulai diteliti secara alamiah dan digunakan secara luas. Pada tahun 1824, Joseph Aspdin memperoleh hak paten atas semen hasil temuannya (A.A.Philip dkk,2003). Aspdin menyatakan bahwa telah melakukan eksperimen untuk menciptakan campuran semen sejak tahun 1811, yang disebut dengan semen portland karena warnanya menyerupai batu portland (Holderbank, 2000) Secara umum, semen merupakan sejumlah bahan dengan sifat adesif. Campuran bahan semen mempunyai kualitas adesif yang kuat jika dicampur dengan air, yang disebut juga sifat hidrolis. Berikut sifat perekat semen: 1.

Dapat mengeras apabila bercampur dengan air

2.

Tidak larut dalam air

3.

Plastis sementara, apabila dicampur air

4.

Melepaskan panas, apabila bercampur air

5.

Dapat melekatkan batuan apabila dicampur air (bersifat sedimentasi) Semen hidrolis diproduksi melalui proses dan perbandingan bahan baku

tertentu. Bahan baku semen digrinding, dicampur, dan dibakar untuk menghasilkan butiran keras yang disebut klinker. Selanjutnya ditambahkan komponen tertentu untuk menghasilkan semen portland. Semen portland

3

umumnya terdiri dari empat komponen penyusun. Dua komponen utama yaitu trikalsium silikat dan dikalsium silikat. Oleh karena itu bahan baku utama semen adalah bahan yang kaya dengan kalsium (seperti batu kapur, gamping, marmalade, atau tiram) dan bahan yang kaya dengan silika (seperti tanah liat atau serpihan silika). Dua komponen penyusun lainnya adalah trikalsium aluminat dan fasa ferrite. Selain itu juga ditambahkan sedikit kalsium sulfat dalam bentuk gypsum pada proses pengeringan untuk mengontrol setting time (waktu pengikatan) dan meningkatkan kekuatan semen. Komponen penyusun semen berubah menjadi senyawa komplek saat melewati sistem kiln yang mengalami perubahan kimia dan fisika. Secara kimia burnability (kemudahan terbakar) bahan baku merupakan aspek yang paling berpengaruh. Burnability ditentukan oleh jumlah free lime (CaO bebas), senyawa besi, dan alumina bahan baku. Sedangkan proses fisika yang terjadi adalah proses pembentukan nodule (butiran) klinker. Reaksi yang terjadi di dalam kiln adalah: 1.

Penguapan air bebas

2.

Pembebasan air yang terikat pada tanah liat

3.

Dekomposisi magnesium karbonat

4.

Dekomposisi kalsium karbonat atau proses kalsinasi

5.

Kombinasi oksida-oksida lime dan tanah liat, besi, dan alumina. Reaksi ini terjadi pada suhu tinggi di akhir kiln.

Klinker (material keluaran kiln) terdiri dari sejumlah komponen yang membentuk fasa solid solution (campuran fasa padat). Fasa yang dapat terbentuk pada klinker semen portland antara lain terlihat dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Fasa Klinker Semen Portland Nama Fasa Free lime Periscale (magnesia) Alite Betite C3A Ferrite

Nama Kimia Calcium Oksida Magnesium Oksida Tricalcium Silikat Dicalcium Silikat Tricalcium Oksida Tetracalcium Aluminoferrite

Notasi C M C3 S C2 S C3 A C4AF

4

Mayenite Geblenit Anhydrite Kalsium sulfoaluminat

Dicalcium Ferrite C2 F 12-Calcium 7-Aluminat C12A7 Dicalcium Aluminno Monosilikat C2AS Calcium Silikat CS Tetracalcium Trialuminat Monosilikat C2A3S (Sumber : Klumpar, 1986)

Karakteristik fasa solid solution pada klinker semen portland terlihat dalam Tabel 2.2 Tabel 2.2 Karakteristik Fasa Solid Solution Klinker Semen Portland Nama Fasa Alite

Betite

C3 A

Ferrite Free lime Magnesia

2.2

Sifat Fisika Semen

2.2.1

Hidrasi Semen

Sistem Kristal Triclinic Monoclinic Triagonal Hexagonal Arthurhombic Monoclinic Orthorhombic Cubic Monoclinic Orthorhombic Orthorhombic Cubic Cubic

Densitas 3.14 – 3.25

3.04 3.4 3.28 2.97 3.04

3.74 – 3.77 3.08 – 3.32 3.58 (Sumber : Klumpar, 1986)

Hidrasi semen terjadi akibat adanya kontak antara mineral semen dengan air. Faktor yang mempengaruhi hidrasi semen antara lain: a.

Jumlah air yang ditambahkan

b.

Temperatur

c.

Kehalusan semen

d.

Bahan aditif

e.

Kandungan senyawa C3S, C2S, C3A dan C4AF

5

Faktor-faktor tersebut mengakibatkan terbentuknya pasta semen yang pada waktu tertentu akan mengalami pengerasan. Hidrasi adalah proses kristalisasi yang dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: a.

Secara kimia, yaitu mineral semen bereaksi dengan air membentuk senyawa hidrat

b.

Secara fisika, yaitu pembentukan kristal karena kejenuhan larutan

c.

Secara mekanis, yaitu pengikatan secara adesi dan kohesi kristal sehingga membentuk struktur yang kokoh.

Hidrasi pada temperatur tinggi menyebabkan rendahnya kekuatan akhir semen dan beton yang rentan retak. Oleh karena itu, semen harus disimpan pada temperatur rendah agar penguapan air tidak berlebihan. 2.2.2

Panas Hidrasi Panas hidrasi merupakan panas yang dihasilkan oleh reaksi hidrasi yang

bersifat eksoterm. Panas hidrasi dipengaruhi oleh: a. Tipe semen b. Komposisi kimia ( Kandungan C3S, C2S, C3A dan C4AF dalam semen) c. Kehalusan semen d. Jumlah air yang ditambahkan Reaksi hidrasi semen adalah sebagai berikut: 2(3CaO.SiO2) + 6H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2 ........................... (2.1) 2(2CaO.SiO2) + 4H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2 ............................ (2.2) 3CaO.Al2O3 + 6H2O  3CaO. Al2O3. 6H2O ................................................ (2.3) 3CaO.Al2O3 + 6H2O + 3CaSO4.2H2O  3CaO.Al2O3.3CaSO4.32H2O....... (2.4) 3CaO.Al2O3.Fe2O3 + xH2O  3CaO.Al2O3.6H2O + 3CaO.Fe2O3.6H2O ..... (2.5) Syarat ini untuk mengontrol agar panas yang dilepaskan / ditimbulkan dari reaksi hydrasi semen tidak terlalu besar. Karena panas hydrasi yang terlalu besar akan menimbulkan keretakan pada beton (Laboratorium Proses Indarung VI,2019).

6

2.2.3

Setting time Setting (pengikatan semen) ditentukan oleh waktu reaksi C3A semen

dengan air. Untuk mengatur setting time ditambahkan bahan penghambat reaksi hidrasi yaitu gypsum, sebagai retarder. Selain itu setting time juga dipengaruhi temperatur dan kelembapan relatif. Setting time menurun (waktu semen untuk mengeras cepat) jika klinker tidak terbakar sempurna, partikel semen yang halus, kadar alumina yang tinggi, terdapatnya alkali dan kandungan senyawa C3A yang tinggi serta penambahan gypsum yang terlalu sedikit. Sebaliknya, setting time akan naik (waktu pengerasan semen lambat ) jika klinker dibakar pada suhu tinggi, partikel semen yang kasar, gypsum yang berlebih, kadar silika terlalu tinggi, kesadahan air dan kandungan C3A yang rendah. Syarat ini untuk mengontrol sifat plastisitas dan burnability dari adonan beton (Laboratorium Proses Indarung VI,2019). 2.2.4

False Set False Set terjadi akibat dehidrasi gypsum yang disebabkan karena

temperatur di bagian proses grinding cement mill terlalu tinggi (> 120 0C), dengan reaksi: CaSO4.2H2O  CaSO4.½H2O ....................................................................... (2.6) False Set adalah pengerasan yang terlalu cepat saat air ditambahkan ke dalam semen. False Set disebabkan adanya CaSO4.½H2O dalam semen. Plastisitas akan kembali jika adonan semen diaduk kembali. Meskipun tidak mengurangi kekuatan semen, False Set akan menimbulkan kesulitan pada pembentukan beton. False Set dapat dihindari dengan mengatur suhu semen saat penggilingan di cement mill, agar gypsum tidak berubah menjadi CaSO4.½H2O. Selain itu juga dilakukan pengaturan jumlah gypsum yang ditambahkan terhadap kandungan C3A dalam semen. 2.2.5

Kuat Tekan Kuat tekan adalah kemampuan suatu material untuk menahan bebannya.

Kuat tekan dipengaruhi oleh kandungan empat oksida penyusun klinker yang

7

terdiri dari C3S, C2S, C3A dan C4AF dalam semen, kadar SO3, dan tingkat kehalusan semen. Oksida C3S berpengaruh terhadap kekuatan awal beton, sementara oksida C2S berpengaruh terhadap kuat tekan akhir atam dalam jangka panjang, dan C3A berpengaruh terhadap kuat tekan hingga umur 28 hari. Sedangkan, C4AF tidak berpengaruh

pada

kuat

tekan,

namun

memberikan

pengaruh

terhadap

pembentukan liquid fase di dalam proses pembakaran di kiln serta warna dari semen yang dihasilkan. 2.2.6

Kelembapan Selama penyimpanan dan pengangkutan, semen mudah menyerap uap air

dan CO2 dari udara sehingga menurunkan kualitas semen, yang ditandai: a.

Bertambahnya LOI (Lost on Ignition)

b.

Terbentuknya gumpalan

c.

Menurunnya spesific grafity

d.

Menurunnya kekuatan semen

e.

Bertambahnya setting time dan hardering

Untuk mengatasi penurunan kualitas semen, maka perlu diperhatikan tempat penyimpanan yang kedap air dan jarak penyimpanan + 30 cm 2.2.7 Penyusutan Drying shrinkage sangat mempengaruhi keretakan pada semen saat pengaplikasianya. Drying shrinkage terjadi karena adanya penguapan air bebas dari pasta semen. Penyusutan dapat diantisipasi dengan menjaga kelembapan. Faktor yang mempengaruhi penyusutan adalah kadar C3A, jumlah air, dan komposisi. Ada tiga jenis penyusutan pada pasta semen, yaitu: a. Hydration shrinkage b. Drying shrinkage c. Carbonation shrinkage

8

2.2.8

Daya Tahan Terhadap Asam dan Sulfat Persyarat ini hanya untuk jenis semen tipe HRSC (high sulfate resistance

cement). Pada umumnya ketahanan semen rendah terhadap asam, sehingga semen mudah terdekomposisi oleh asam kuat, salah satunya apabila membangun bangunan tepi pantai atau kondisi lingkungan yang asam seperti di lahan gambut. Asam dapat merubah senyawa semen yang tidak larut dalam air, menjadi senyawa yang larut dalam air. pH yang dapat merusak beton ketika lingkungan sekitarnya memiliki pH 6. Namun, keasaman air akibat pelarutan CO2, pH di atas 6.5 juga dapat merusak, karena CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dalam semen membentuk CaCO3 yang bereaksi kembali dengan CO2 membentuk Ca(HCO)3 yang larut dalam air, menurut reaksi: Ca(OH)2 + CO2  CaCO3 + H2O ...................................................................... (2.7) CaCO3 + CO2 + H2O  Ca(HCO)3 ................................................................... (2.8) Ca(HCO)3 atau kalsium bikarbonat yang terbentuk akan mengurangi kekuatan semen. 2.2.9

Soundness Syarat ini untuk mengontrol agar pada beton tidak terjadi pemuaian atau

penyusutan yang dapat merusakan konstruksi, karena selama proses hidrasi ketika semen ditambahkan dengan air maka akan terjadi ekspansi yang abnormal yang akan menyebabkan keretakan pada beton. Ekspansi ini terjadi apabila kadar free lime, MgO, Na2O, dan K2O terlalu tinggi atau gypsum yang terlalu banyak (Laboratorium Proses Indarung VI,2019) 2.2.10 Kehalusan Kehalusan semen disyaratkan karena hal ini akan menentukan luas permukaan partikel-partikel semen pada proses hidrasi. Untuk mencapai persyaratan tersebut beberapa standar spesifikasi yang dipakai yaitu sisa ayakan 90 µ, atau sisa ayakan 45 µ dan Blaine (Air permeability test) atau Turbidimeter test (Laboratorium Proses Indarung VI,2019). Semakin halus partikelnya, semakin kuat panas hidrasi, kebutuhan air semakin tinggi, dan hidrasi akan cepat. Namun, jika semen terlalu halus, setting time menjadi turun, menyebabkan Drying

9

shrinkage, dan mengakibatkan keretakan pada semen saat pengaplikasiannya. Selain itu, akan memudahkan penyerapan air dan CO2. Oleh karena itu ukuran partikel dijaga pada nilai blaine 3.200 cm2/gr (Laboratorium Proses Indarung VI,2019) 2.3

Sifat Kimia Semen

2.3.1

Lost of Ignition (Hilang Pijar) Lost of Ignition (LOI) adalah persentase berat CO2 dan H2O yang hilang

pada waktu dipijarkan dengan suhu dan waktu tertentu. G. Jayaraman (2009) merumuskan LOI dengan: LOI = 0,44 CaCO3 + 0,524 MgCO3 +....+ Total H2O + Bahan Organik ......... (2.9) Sementara LOI juga dapat dihitung dengan: LOI =

Beratyanghilang x 100% ..................................................................... (2.10) Berattotal

Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari gypsum serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi kalsinasi. Nilai LOI berkisar antara 0.5 – 0.8% (CCR Indarung VI,2019). 2.3.2

Insoluble Residue (BTL = Bagian Tak Larut) Merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen direaksikan dengan

asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari senyawa clay di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari senyawa organic seperti humus yang kadang masih terbawa di limestone dan batuan lainnya. Namun jumlahnya yang kecil, sehingga tidak mempengaruhi mutu semen. 2.3.3

Parameter Modulus Semen Parameter modulus semen merupakan bilangan yang menyatakan

kemampuan salah satu oksida penyusun semen untuk mengikat oksida lainnya yang dapat diartikan perbandingan kuantitas senyawa CaO, SiO2, Fe2O3, dan Al2O3. Modulus semen sesuai untuk jenis semen yang diproduksi. Modulus ini dapat digunakan untuk perbandingan jumlah masing-masing bahan baku untuk menghasilkan klinker dengan komposisi yang diinginkan. Hasil dari nilai parameter modulus tersebut akan menentukan hasil akhir produk yang dihasilkan

10

dan dapat menentukan besarnya pemakaian energi dalam proses. Parameter modulus tersebut terdiri dari tiga parameter utama, diantaranya:

2.3.3.1 Silica Modulus (SIM) Nilai SIM berkisar antara 1,8 – 2,7 (G. Jayaraman,2009). Dan yang diinginkan antara 2,2 – 2,5 (CCR Indarung VI,2019). G. Jayaraman (2009) merumuskan dengan rumus : SIM =

SiO2 ...................................................................................... (2.11) Al2O3  Fe2O3

Menurut G. Jayaraman (2009) Perubahan nilai SIM menyebabkan perubahan coating pada burning zone dan burnability klinker. Jika nilainya terlalu tinggi (SIM>3) : 1.

Material sulit dibakar, perlu temperatur bakar yang tinggi a. Fasa cair rendah, sehingga beban panasnya tinggi, kadar abu dan CaO bebasnya tinggi b. Sifat coating tidak stabil dan tidak tahan thermal, sehingga dapat merusak batu tahan api

2.

Kuat tekan akhir semen tinggi (C2S banyak)

3.

Memperlambat pengerasan

4.

Klinker mudah digiling

Sementara apabila nilai parameter modulus SIM rendah (SIM<2) maka dapat menyebabkan : 1.

Material mudah dibakar, titak perlu temperatur bakar yang tinggi

2.

Kuat tekan awal tinggi (C3S banyak)

3.

Cenderung membentuk ring coating

(CCR Indarung VI,2019). 2.3.3.2 Alumina Modulus (ALM) Nilai ALM berkisar 1,0 – 2,0 dan yang diinginkan antara 1,4 – 1,8 (CCR Indarung VI,2019). G. Jayaraman (2009) merumuskan dengan rumus :

11

ALM =

Al2 O3 ................................................................................................. (2.12) Fe2 O3

Jika nilai ALM terlalu tinggi (ALM>2,0) maka dapat menyebabkan beberapa permasalahan diantaranya: 1. Raw mix sulit dibakar, kebutuhan bahan bakar tinggi 2. Mengurangi jumlah liquid phase, viskositas fasa cair tinggi 3. Kandungan C3A akan meningkat, C4AF akan berkurang. 4. Semen yang dihasilkan memiliki setting time yang cepat 5. kuat tekan awal tinggi 6. tidak tahan sulfat Sementara apabila nilai ALM rendah (ALM<1) maka dapat menyebabkan beberapa permasalahan diantaranya: 1.

Fasa cair banyak, sehingga coating tidak stabil

2.

Semen yang dihasilkan tahan sulfat, namun kuat tekan awalnya rendah

3.

Mudah dibakar

(CCR Indarung VI,2019). 2.3.3.3 Lime Saturated Factor (LSF) atau Faktor Penjenuhan Kapur LSF adalah jumlah bagian CaO yang diperlukan untuk mengikat satu bagian oksida-oksida yang lain (SiO2, Al2O3, dan Fe2O3). Nilai LSF 92 – 105 (G. Jayaraman,2009). Dan yang diinginkan 91-99 (CCR Indarung VI,2019).

G.

Jayaraman (2009) merumuskan dengan rumus: LSF = 2,8𝑆𝑖𝑂

100 𝐶𝑎𝑂

2 +1,18𝐴𝑙2 𝑂3 +0,65𝐹𝑒2 𝑂3

...................................................................... (2.13)

Kelebihan CaO dari LSF akan membentuk CaO bebas (free lime) di dalam klinker. Akibat LSF yang tinggi (LSF>110) adalah: 1.

CaO bebas semakin tinggi

2.

Burnability semakin tinggi sehingga kuat tekan awal dan panas hidrasi semakin tinggi

3.

Kebutuhan panas dan temperatur kiln akan meningkat karena burnability yang semakin tinggi

4.

Coating sulit terbentuk sehingga panas radiasi meningkat 12

5.

Biasanya digunakan untuk mengantisipasi kadar abu dan komposisi kimia kadar abu batubara yang tinggi

Sementara Akibat LSF yang rendah (LSF<90) adalah: 1.

CaO bebas semakin tinggi

2.

C3S sedikit sehingga kuat tekan awal kecil

(CCR Indarung VI,2019). Dibawah ini memperlihatkan grafik pergerakan kekuatan sifat beton terhadap ke empat komponen oksida pembentuk semen. Dimana grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Grafik Perbandingan Kuat Tekan Oksida Penyusun Semen Terhadap Umur Beton (Sumber: Alsop dkk,2003) Dari gambar diatas memperlihatkan pengaruh oksida penyusun semen terhadap kuat tekan, dimana terlihat bahwa untuk oksida C3S mengalami peningkatan pada umur awal dan mengalami peningkatan yang stabil tetap untuk umur 28 hari berikutnya. Sementara, oksida C2S mengalami peningkatan yang tajam setelah umur beton 28 hari atau dapat dikatakan oksida C2S berperan terhadap final strength sementara C3S berperan terhadap early strength. Untuk oksida C3A dan C4AF tidak berpengaruh terhadap kuat tekan dari semen, ini dapat dilihat dari trane grafik diatas. 2.3.4

Magnesium Oksida Pada umumnya semua standard membatasi besarnya kandungan MgO

untuk Portland cement karena MgO akan menimbulkan expansi terhadap semen, setelah jangka waktu yang lama (beberapa tahun), sehingga hal tersebut tidak

13

dapat dideteksi melalui pengetesan fisika. Senyawa MgO dalam semen berasal dari batu kapur setelah terjadinya proses pembakaran klinker, senyawa MgO terdapat dalam bentuk glassy state. Jika kadar MgO kurang dari 2%, maka MgO akan berikatan dengan senyawa klinker. Jika kadarnya lebih dari 2% maka akan membentuk MgO bebas (periscale) yang akan berikatan dengan air membentuk Mg(OH)2, yang mengakibatkan keretakan pada beton. Akibat jumlah CaO yang tinggi adalah: 1.

Menurunnya viskositas dan tekanan fasa cair

2.

Meningkatnya mobilitas ion

3.

Membantu reaksi pembentukan C3S pada suhu tinggi

4.

Mempermudah pembetukan ball coating yang dapat mengganggu operasi kiln (Laboratorium Proses Indarung VI,2019)

2.3.5

Sulfur Trioksida (SiO3) Senyawa SiO3 berasar dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan

klinker. Fungsi senyawa SiO3 adalah menghambat hidrasi mineral C3A dan pengatur setting time semen. Apabila penambahan gypsum optimal, maka senyawa SiO2 dapat membantu hidrasi C3S, yang bermanfaat untuk: a.

Menambah kekuatan semen

b.

Mengurangi drying shinkage

c.

Meningkatkan kelenturan (soundness) semen Kadar SiO2 klinker sebaiknya 0.6%,

jika lebih maka klinker susah

digiling (Laboratorium Proses Indarung VI,2019) 2.3.6

Alkali (Na2O dan K2O) Kadar alkali berlebih dapat mengakibatkan keretakan pada beton, apabila

digunakan agregat yang mengandung silika reaktif terhadap alkali, sehingga terjadi reaksi: Na2O + SiO2  2NaSiO3 ................................................................................. (2.14) K2O + SiO2  2KSiO3 .................................................................................... (2.15)

14

Na2O dibatasi kadarnya 0.6%, jika berlebih maka jumlah gypsum yang dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan kelebihan K2O menjadikan klinker mudah digiling. 2.3.7

CaO Bebas (free lime) Free lime merupakan senyawa kapur yang tidak ikut bereaksi dalam

pembuatan klinker. Kadar free lime yang baik adalah dibawah 1%. Jika berlebih, klinker akan mudah digiling, namun beton yang dihasilkan kurang kuat. 2.4

Bahan Baku Pembuatan Semen Dalam pembuatan semen bahan baku yang digunakan terdiri dari dua

bahan baku utama dan dua bahan baku koreksi dalam penggilingan tahap awal dan tiga bahan additive tambahan dalam penggilingan tahap akhir pembuatan semen. Kedua jenis bahan tersebut terdiri atas: 2.4.1 Bahan Baku Utama Bahan baku utama dalam pembuatan semen terdiri dari batu kapur (limestone), batu silika (silica stone), tanah liat (clay) dan pasir besi (iron sand). Keempat bahan ini nantinya akan dicampur (mix) sesuai dengan proporsi masing – masing keempat bahan tersebut. 1.

Batu Kapur (Limestone)

Gambar 2.2 Batu Kapur (Limestone) (Sumber: PT Semen Padang Ind. VI, 2019) Batu kapur adalah bahan utama dalam proses pembuatan semen yang berfungsi sebagai sumber kalsium oksida (CaO). Batu kapur murni umumnya merupakan kalsit atau aragonite yang secara kimia keduanya dinamakan CaCO3.

15

Untuk menuhi kebutuhan batu kapur, PT Semen Padang melakukan proses penambangan batu kapur di area kawasan pabrik yaitu di Bukit Karang Putih, dengan penggunaan batu kapur sekitar ± 82% dalam proses pembuatan semen. Tabel 2.3 Sifat Fisika Batu Kapur Parameter Fase Warna Kadar Air Ukuran Material Silica Modulus Alumina Modulus Bulk Density

Sifat Fisika Solid Putih kekuning-kuningan 3,80% > 60mm = 0% 3,21 1,44 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang), 1592 g/l (halus) (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

Tabel 2.4 Komposisi Kimia Batu Kapur Komponen CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO H2O

2.

Persentase (%) 51,07 3,82 0.99 0,53 0,47 3,30 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

Tanah Liat (Clay)

Gambar 2.3 Tanah Liat (Clay) (Sumber: PT Semen Padang Ind. VI, 2019)

16

Tanah liat merupakan sumber utama silikat. Dan sumber senyawa penting lainnya, seperti senyawa besi dan alumina. Namun terkadang didapati sedikit senyawa alkali (natrium dan kalsium), yang dapat merendahkan mutu semen. Tanah liat dengan Rumus kimia SiO2Al2O3.2H2O dalam penggunaannya digunakan sebanyak ± 13,5%. Untuk memenuhi kebutuhan tanah liat awalnya dilakukan penambangan di bukit Ngalau, namun karena jumlah tanah liat di bukit Ngalau semakin sedikit maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut tanah liat dibeli dari pihak ketiga yaitu PT Igasar dan PT Yasiga Andalas di Gunung Sarik dengan kadar Al2O3 minimal 25%, SiO2maksimal 45%. Tabel 2.5 Sifat Fisika Tanah Liat Parameter Fasa Warna Kadar Air Ukuran Material Sifat Fisika Silica Modulus Alumina Modulus Bulk Density

Sifat Fisika Solid Coklat kekuningan 34,8% Tanah Liat 0,912 3,017 750 g/l

Tabel 2.6 Komposisi Kimia Tanah Liat Komponen CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO H2O

Persentase (%) 2,76 46,20 24,20 9,19 0,30 26,93 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

2.4.2 Bahan Baku Koreksi Dalam pembuatan semen, bahan koreksi termasuk kedalam bahan yang paling berperan dalam pembentukan mineral – mineral penyusun klinker, dimana komposisi dari bahan ini menjadi sumber oksida – oksida dalam pembuatan

17

semen. Bahan baku koreksi tersebut meliputi batu silika (silicastone) dan pasir besi (iron sand). 1.

Batu Silika (Silicastone)

Gambar 2.4 Batu Silika (Silicastone) (Sumber: PT Semen Padang Ind. VI, 2019) Unsur yang membentuk senyawa sebagai penyusun dari semen salah satunya adalah silikat (SiO2). Unsur ini membentuk senyawa dalam semen, yaitu dikalsium silikat (2CaO.SiO2) yang dikenal sebagai C2S, dan trikalsium silika (32CaO.SiO2) yang dikenal sebagai C3S. Pembentukan komponen-komponen tersebut terjadi pada proses pembakaran di kiln. Untuk memenuhi kebutuhan akan batu silika, maka dilakukan penambangan di bukit Ngalau dengan penggunaan batu silika sekitar ± 3% dari total kebutuhan dasar semen yang diperlukan dalam pembuatan semen dengan kadar SiO2 minimal 60%, Al2O3 maksimal 15%, H2O maksimal 12%, MgO maksimal 1%, dan mengandung CaO serta Fe2O3 dalam jumlah sedikit. Batu silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%. Tabel 2.7 Sifat Fisika Batu Silika Parameter Fasa Warna Kadar Air Ukuran Material Sifat Fisika Silica Modulus Alumina Modulus

Sifat Fisika Solid Coklat kemerahan 12% > 60mm = 0% Silika 3,64 2,073

18

Bulk Density

1210 g/l (kasar), 1216 g/l (halus) (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Batu Silika Komponen CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO H2O

2.

Persentase (%) 2,50 76.84 8,90 4,09 0,49 13,93 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

Pasir Besi (Iron Sand)

Gambar 2.5 Pasir Besi (Iron Sand) (Sumber: PT Semen Padang Ind. VI, 2019) Pasir besi digunakan sebagai pengoreksi kadar Oksida besi (Fe2O3) atau pengoreksi perbandingan antara oksida alumunium (Al2O3) dengan Fe2O3. Dalam penggunaannya pasir besi digunakan ± 1,5% dan untuk kekerasan dan kekuatan semen, sebagai penyerap panas saat proses pembakaran serta warna dari semen. Untuk memenuhi kebutuhan dari pasir besi maka pasir besi didatangkan dari PT Aneka Tambang, Cilacap. Tabel 2.9 Sifat Fisika Pasir Besi Parameter Fasa Warna Kadar Air

Sifat Fisika Solid Hitam 10%

19

Sifat Fisika Silica Modulus Alumina Modulus Bulk Density

Pasir Besi 1.657 g/l (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

Tabel 2.10 Komposisi Kimia Pasir Besi Komponen CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO H2O

Persentase (%) 3,67 18,59 5,40 66,06 0,63 9,80 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

Saat ini, kebutuhan pasir besi akan sebagai bahan koreksi telah mengalami pengurangan total julmah yang ada dialam dan sangat sulit untuk diperoleh. Sehingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan pasir besi yang tidak selalu ada tersebut maka saat ini digunakan bahan pengganti yang memiliki komposisi yang sama dengan pasir besi dengan kadar Fe2O3 yang mendekati dengan kadar Fe2O3 pada pasir besi. Salah satu bahan pengganti yang dapat digunakan salah satunya Coper Slag dan Laterite. a. Coper Slag Coper Slag merupakan produk samping atau limbah yang dihasilkan dari proses industri tembaga (Sivapriya,2016). Copper slag berbentuk pipih dan runcing (tajam) dengan berat jenis 3,18 gr/cm3dan sebagian besar mengandung oksida besi dan silikat (Karimah,2016). Komposisi dari Copper slag dapat dilihat pada Tabel 2.11. Tabel 2.11 Komposisi Kimia Copper Slag Komponen CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3

Persentase (%) 2-7 30-36 3-6 45-55 (Sumber: Karimah, 2016) 20

Pertimbangan pemakaian copper slag dalam industri semen selain melihat komposisi kadar Fe2O3 cukup besar, pemakaian copper slag mempuyai beberapa keuntungan antara lain meningkatkan kekuatan beton,meningkatkan ketahanan terhadap sulfat dalam air laut,mengurangi panas hidrasi, menurunkan suhu dan memperkecil porositas, mengurangi serangan alkali-silika dan klorida (Karimah,2016). Bebarapa peneliti telah melakukan penelitian antara lain Kartini Wahyu (2009), melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan copper slag sebagai pengganti sebagian semen pada beton mutu tinggi dengan FAS 0,35. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa ada peningkatan kuat tekan sebesar 10,48% pada variasi 20% copper slag. Denny Ervianto (2010) meneliti tentang pembuatan beton dengan mutu super tinggi yang menggunakan konsep High Strength Self Compacting Concrete (HSSCC) dengan FAS 0,2 dan diberi tambahan superplasticizer, copper slag dan silica fume. Dan dalam penelitian ini diberikan penambahan copper slag bubuk dan silica fume pada HS-SCC karena kedua material tersebut memiliki kadar SiO2 yang dapat menambah kuat tekan beton hasil dari penelitian ini didapat bahwa dengan menambahkan bahan tambah copper slag dan silica fume dapat memberi dampak yang positif yaitu terjadi peningkatan kuat tekan beton HS-SCC pada umur 14 hari yaitu sebesar 60 Mpa. b. Batuan Nikel Laterit Bijih Nikel laterit merupakan salah satu sumber daya mineralyang melimpah di Indonesia. Banyak bahan paduan yang dibuat berbasis bahan nikel karena memiliki kekuatan struktur terhadap proses creep, fatigue dan kestabilan. Salah satu cangan terbesar untuk batuan nikel laterit terdapat di Sulawesi Selatan (Sujino dkk,2014). Gambar 2.5 berikut menunjukan batuan dari nikel laterit.

Gambar 2.6 Sampel Batuan Nikel Laterite (Sumber: PT Vale, 2013) 21

Dari penelitian yang dilakukan Adi T. (2009) yang melakukan penelitian tehadap dua lapisan batuan limonit dan saprolit yang mengandung nikel. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa untuk lapisan limonit memiliki kadar ketebalan nikel rata-rata 2,45 meter dengan kandungan unsur lainnya antara lain Fe di atas 35 %, MgO kurang dari 5% dan SiO2 di bawah 10%. Sedangkan untuk lapisan

saprolit memiliki kadar ketebalan nikel rata-rata 7,04 meter dengan

kandungan unsur lainnya antara lain Fe (10 – 35%), MgO (5 – 30%) dan SiO2 (10 – 40%). Widi (2012) juga melakukan analisis komposisi kandungan nikel laterit baik limonit maupun saprolit yang diambil pada wilayah pertambangan Morowali (Sulawesi Tengah). Hasil analisis komposisi nikel laterit untuk lapisan limonit dan Saprolit komposisinya dapat dilihat pada Tabel 2.12 dan Tabel 2.13 dibawah ini. Tabel 2.12 Komposisi Kimia Nikel Laterit Lapisan Limonit Komponen Ni Cr2O3 SiO2 Al2O3 Fe2O3 LOI

Persentase (%) 0,72 1,66 5,2 14,96 61,31 14,42

Tabel 2.13 Komposisi Kimia Nikel Laterit Lapisan Saprolit Komponen Ni Cr2O3 SiO2 Al2O3 Fe2O3 LOI

Persentase (%) 2,53 0,97 36,2 4,1 22,37 10,74 (Sumber: Widi, 2012)

2.4.3 Bahan Additive Bahan additive dalam pembuatan semen digunakan untuk mendapatkan sifat semen yang diinginkan atau dibutuhkan oleh pasar. Bahan tambahan ini akan menentukan sifat dan kualitas dari semen yang dihasilakan, dimana bahan tersebut

22

terdiri dari tiga bahan yaitu pozzoland, gypsum, limestone hi-garde dan tambahan fly ash. 1.

Trass (Pozzoland)

Gambar 2.7 Pozzoland (Sumber: PT Semen Padang Ind. VI, 2019) Trass (Pozzolan) mempunyai fungsi yang sama dengan batu kapur sebagai penambah jumlah produksi, namun tidak mempengaruhi reaksi senyawa pada semen (Simmons, 2005). Tabel 2.14 Komposisi Kimia Pozzolan Komponen SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO CaO

2.

Persentase(%) 69,80 16,46 1,33 0,18 2,97 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

Gypsum

Gambar 2.8 Gypsum (Sumber: PT Semen Padang Ind. VI, 2019) 23

Gypsum merupakan sumber utama oksida belerang (SO3) yang amat penting untuk memperbaiki sifat-sifat fisik semen dalam pemakaiannya tersebut. Gypsum mutlak harus ditambahkan karena digunakan sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen ketika semen ditambahkan dengan sejumlah air. Gypsum dengan rumus CaSO4.nH2O. Gypsum terdiri 2 macam yaitu gypsum alam dan gypsum sintetis. Gypsum alam yang diimpor dari Thailand, sedangkan gypsum sintesis dari PT Petrokimia Gresik. Tabel 2.15 Sifat Fisika Gypsum Parameter Warna Specific gravity Kekerasan Bentuk mineral Kilap Tingkat konduktivitas Sistem kristalin

Sifat Fisika Putih, kuning, abu-abu, hitam (tidak murni) 2,31 – 2, 35 Keras seperti mutiara teruma permukaan Kristalis, serabut dan massif Seperti sutera Rendah Monoklinik (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

Tabel 2.16 Komposisi Kimia Gypsum Komponen CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO H2O

3.

Persentase (%) 30,50 3,67 0,22 0,22 0,21 3,50 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

Lime Stone Hi-Grade Batu kapur digunakan untuk menambah jumlah produksi pada

pembuatan semen namun tidak mempengaruhi reaksi senyawa pada semen. Limestone hi-grade

ini merupakan batu kapur murni atau dengan kata lain

memiliki komposisi kadar CaO yang tinggi. Untuk memenuhi kebutuhannya batu kapur hi-grade di tambang di Bukit Karang Putih di area sekitar pabrik. Limestone hi-grade ini juga berfungsi untuk memperhalus semen pada saat penggilingan.

24

4.

Fly Ash Fly ash merupakan bagian dari sisa pembakaran batubara pada boiler

pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dan tergolongkan kedalam limbah B3 yang berbentuk partikel halus dengan struktur amorf . penggunaan fly ash digunakan kerika komposisi dari oksida silika SiO2 dalam penggilingan tahap akhir (cement mill) mengalami kekurangan atau penggunaan fly ash pada PT Semen Padang terkhusus Indarung VI digunakan ketika fly ash ada pada saat penggilingan. Tabel 2.17 Parameter dan Persyaratan Kandungan Fly Ash Komponen SiO2 Al2O3 Fe2O3 MgO CaO H2O

Persentase(%) 45,20 8,90 21,20 0,70 9,10 0,50 (Sumber: Laboratorium Proses Indarung VI, 2019)

Penggunaan fly ash memiliki beberapa manfaat diantaranya yaitu: 1.

Tahan tehadap korosi, suhu tinggi, dan sebagai limbah yang bermanfaat

2.

Koefisien pemuaian yang rendah

3.

Memiliki sifat pozzolan yang dapat digunakan untuk menghemat penggunaan klinker sehingga biaya produksi semen bisa dikurangi

2.5

Pembuatan Semen Secara Umum

2.5.1 Proses Basah Pada proses basah, penggilingan bahan mentah dilakukan dengan menambahkan sejumlah air ke dalam Raw Mill, sehingga kadar air dalam campuran bahan mentah meningkat dari 6% - 11% menjadi 35% - 40%. Keluaran dari Raw Mill ini disebut slurry yang kemudian mengalami homogenisasi di dalam Mixing basin, tangki koreksi dan slurry basin. Dari slurry basin, slurry diumpankan ke dalam Kiln untuk membentuk klinker pada suhu 1450 0C, setelah itu didinginkan dengan Cooler. Kemudian klinker bersama-sama dengan gypsum digiling di dalam Cement Mill, sehingga diperoleh semen. Saat ini proses basah

25

dinilai sangat tidak menguntungkan bagi pabrik semen, sehingga penggantian proses produksi dari proses basar menjadi proses kering dilakukan untuk mendapatkan margin keuntugan yang lebih besar (Adebeyi dkk,2015). 2.5.2 Proses Semi Basah Untuk umpan Kiln digunakan Moule/Granular (butiran), Pellet (cake) yang dibuat dengan ukuran Filter Press, sehingga kadar airnya menjadi 15% 25%. Konsumsi panas sekitar 1000 - 2000 kcal/kg track. 2.5.3 Proses Semi Kering (Semi Drying Process) Dalam proses ini, umpan masuk ke Kiln berupa tepung kering dan dengan alat Granular (Pelletizer) disemprot dengan air untuk dibentuk menjadi Granular dengan kadar air 10% - 12% dengan ukuran 10 - 12 mm seragam. Petimbangan pemakaian alat ini adalah karena bahan bakar yang digunakan lebih sedikit, yaitu sekitar 1000 kcal/kg. Agar kapasitas produksi meningkat maka Long Rotary Kiln dilengkapi dengan Grate Preheater. 2.5.4 Proses Kering Pada pembuatan semen pada proses kering, bahan mentah digiling dan dikeringkan dalam Raw Mill, sehingga dihasilkan raw mix dan selanjutnya dihomogenisasi di dalam Silo. Kemudian raw mix mengalami reaksi kalsinasi awal di dalam Preheater dan Calciner. Hasil kalsinasi ini diumpankan kedalam Kiln untuk membentuk klinker pada suhu ± 1450 0C dan didinginkan dalam Cooler hingga mencapai suhu ± 100 0C. Setelah itu, klinker dan gypsum digiling di dalam Cement Mill, sehingga menghasilkan semen. PT. Semen Padang menggunakan 2 proses pembuatan, yaitu Wet Process dan Drying Process. Terhitung Oktober 1999, proses basah yang selama ini dilakukan di pabrik Indarung I tidak dioperasikan lagi secara menyeluruh, karena tidak efisien serta menyadari pentingnya dampak terhadap pencemaran. Dengan demikian, keseluruhan pabrik saat ini hanya mempergunakan proses kering. Dari uraian proses diatas, saat ini proses yang paling banyak digunakan dalam industri pembuatan semen yaitu menggunakan proses kering, hal tersebut dilihat dari kecilnya tingkat pemakaian energi yang digunakan. Gambar 2.8 dibawah ini

26

memperlihatkan perbandingan pemakaian energi bahan bakar pada proses basah dan proses kering.

Gambar 2.9 Estimated Emission Factor For Cement Kilns (US EPA, 1994)

27

BAB III DESKRIPSI PROSES 3.1

Tahapan Proses Pembuatan Semen Gambar 3.1 dibawah ini merupakan rangkaian tahapan proses pembuatan

semen secara umum. Proses tersebut merupakan tahapan proses yang digunakan di PT Semen Padang.

Gambar 3.1 Skema Aliran Proses Pembuatan Semen (Sumber: A.A.Philip dkk,2001) Secara umum proses pembuatan semen di PT Semen Padang terbagi atas 5 tahapan, yaitu: 1.

Tahap persiapan bahan baku

2.

Tahap penggilingan awal (pembentukan raw mix)

3.

Tahap Pembakaran (pembentukan klinker)

4.

Tahap penggilingan akhir (pembuatan semen)

5.

Tahap pengantongan semen (packing)

3.1.1 Tahap Persiapan Bahan Baku serta Bahan Bakar 1. Quarry (Penambangan) Bahan baku dalam proses pembuatan semen terdiri 4 yaitu batu kapur (lime stone) sebagai sumber CaCO3, tanah liat (clay) sebagai sumber oksida Al2O3, batu silika (silica stone) sebagai sumber oksida SiO2 dan pasir besi (iron sand)

28

sebagai sumber oksida Fe2O3. Untuk PT Semen Padang sendiri melakukan proses penambangan (Quarry). Penyediaan bahan baku berupa batu kapur dilakukan dengan penambangan di Bukit Karang Putih. Penambangan dilakukan dengan sistem penambangan terbuka dengan sistem berjenjang (Quarry Top Hill Benching System). Tahapan penambangan batu kapur adalah sebagai berikut: a.

Clearing Merupakan kegiatan pembersihan semak belukar maupun bongkahan-

bongkahan batu yang terdapat di atas lokasi yang menghalangi penambangan dengan buldoser tipe D76. b.

Stripping of over burden Pengupasan tanah penutup permukaan penambangan dengan back

hoe UH 20, dan kemudian tanah kupasan tersebut ditimbun dan ditata di tempat lain untuk reklamasi bekas penambangan. c.

Drilling Pembuatan lubang ledak (blast hole) dengan geometri terdiri dari

burden 2,5 meter, kedalaman lubang ledak rata-rata sembilan meter, posisi kemiringan lubang 800 dan spacing tiga meter.

Gambar 3.2 Drilling Process d.

Blasting Lubang yang telah dibor, diisi dengan bahan peledak dan diledakkan

dengan cara Electrical Detonation. Bahan peledak yang digunakan adalah ANFO (Ammonium Nitrat Fuel Oil). Jenis detonator yang digunakan bersifat nonel (non electric). Hulu ledak terdiri dari peledak primer dan sekunder. Bahan peledak primer menggunakan TNT (Tri Nitro Toluena)

29

sedangkan peledak sekunder menggunakan bulk emulsion (dulunya ANFO) yang diperoleh dari PT Dahana. Peledakan batuan setelah dilakukan drilling terhadap beberapa titik sampel. Drilling batuan mencapai kedalaman 9 m dengan jarak antar titik 4 m. Bahan peledak yang dimasukkan ke dalam hole sebanyak 45 dan 70 kg untuk kedalaman 6 dan 9 m. Setelah peledakan batuan ini diangkut menuju crusher. e.

Loading Merupakan proses pengangkatan batu kapur hasil peledakan ke dalam

dump truck dengan menggunakan exchavator dan wheelloader ke dump truck dan diangkut menuju crushing area.

Gambar 3.3 Dump Truck f.

Hauling Merupakan proses pemindahan batu kapur hasil ledakan dari lokasi

tambang ke tempat penggilingan dengan dump truck. g.

Tahap Pengecilan Ukuran (Crushing) Pengecilan ukuran dilakukan menggunakan crusher hingga mencapai

ukuran maksimal 50 mm. Selanjutnya batu kapur dibawa menggunakan belt conveyor menuju storage pabrik.

30

(a)

(b)

Gambar 3.4 Material Crusher (a) Sebelum Re-Sizing (b) Sesudah Re-Sizing Untuk bahan baku lain seperti batu silika diperoleh dari penambangan di Bukit Ngalau tetapi sejak tahun 2012 ditemukan batu silika di Bukit Karang Putih sehingga penambangan di Bukit Ngalau dihentikan sementara. Penambangan dilakukan dengan meruntuhkan deposit menggunakan excavator. Selanjutnya batu silika di angkut menuju mobile crusher untuk pengecilan ukuran. Setelah itu, batu silika di transportasikan menggunakan belt conveyor menuju storage pabrik.

Gambar 3.5 Persiapan Bahan Baku Penambangan tanah liat dilakukan oleh anak perusahaan seperti PT. Igasar dan PT. Yasiga di kawasan Bukit Atas dan Gunung Sariak. Penambangan dilakukan dengan pengerukan menggunakan excavator dari bukit induk.

31

Selanjutnya pengangkutan dilakukan dengan truk menuju storage pabrik. Bahan baku pasir besi didatangkan dari PT. Aneka Tambang Cilacap. Selain itu pasir besi juga dapat disubstitusi dengan Copper Slag yang diperoleh dari industri pengolahan tembaga di Gresik. Selain keempat bahan baku tersebut, pada produksi semen juga ditambahkan bahan aditif diantaranya : 1. Gypsum Gypsum memiliki rumus kimia Ca(SO4).2H2O. Dalam hal ini gypsum digunakan sebagai bahan aditif dalam pembuatan semen yang berfungsi sebagai retarder, yaitu sebagai penghambat pengerasan pada semen. Bahan ini didapat dengan cara diimpor dari Thailand. 2. Pozzolan Pozzolan adalah bahan yang mengandung silika reaktif, yang mempunyai sifat mengikat seperti semen, akan tetapi dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen. Pozzolan disupply dari Lubuk Alung. 3. High grade Limestone Merupakan material ketiga sebagai sumber CaO dengan kualitas tinggi. Material ini langsung ditambahkan pada proses penggilingan di cement mill 2. Penyimpanan Bahan Baku (Storage) Bahan baku dari lokasi penambangan dibawa menuju storage dengan belt conveyor. Penyimpanan bahan baku di storage dilakukan untuk penampungan ke empan bahan baku pembuatan semen seperti batu kapur, tanah liat, batu silika dan pasir besi. Selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara (temporary storage), storage juga berfungsi sebagai tempat pre-homogenisasi komposisi dan ukuran material serta sebagai tempat pengeringan material dengan pengontakan dengan udara terbuka. Setelah dilakukan pre-homogenisasi masing – masing material kemudia ke empat bahan baku di bawa ke hopper masing-masing. Proses penyimpanan dan pre-homogenisasi tidak hanya dilakukan terhadap empat bahan 32

baku utama untuk proses penggilingan awal saja tetapi juga dilakukan terhadap tiga bahan additive pembuatan semen dalam proses penggilingan akhir. Untuk mencapai tingkat keseragaman komposisi dan ukuran dari masing – masing material, maka metode penumpukan dan penarikan menentukan hasil akhir yang diharapkan. Metode penumpukan (stacking) dan penarikan (reclaiming) tiap jenis bahan dan sifat material berbeda. Jenis metode dari penumpukan dan penarikan tersebut dibagi menjadi. a. Metode Penumpukan (Stacking) Bahan Baku Metode penumpukan terbagi kedalam tiga metode, tiap metode dalam penumpukan bergantung kepada jenis dan karakteridtik bahan yang ditumpuk. Metode tersebut diantaranya: 1. Chevron Stacking/Reclaiming Pada Chevron Stacking, lapisan material yang membujur dijatuhkan oleh stacker yang bergerak maju dan mundur di atas tumpukan material sampai tercapainya ketinggian tertentu. Material kemudian diambil dalam irisan melintang oleh front reclaimer.

Gambar 3.6 Chevron Stacking/Reclaiming (Sumber: A.A.Philip dkk,2001) 2. Winrow Stacking/Reclaiming Pada winrow stacking, beberapa lapisan material yang membujur ditumpuk secara paralel selebar tempat yang tersedia dalam cara tertentu sehingga membentuk tumpukan bukit. Stacker jenis ini tidak hanya bergerak secara membujur tetapi juga bergerak melintang sehingga membentuk pola paralel serta

33

barisan membujur yang bertingkat. Penarikan selalu dilakukan oleh front reclaimer .

Gambar 3.7 Winrow stacking/reclaiming 3. Conical Shell Stacking/Reclaiming Pada Conical Shell stacking, stacker bergerak secara bertahap dalam arah

membujur.

Gerakan

stacker

selanjutnya

hanya

dilakukan

setelah

menyelesaikan tumpukan sampai ketinggian maksimal. Penarikan umumnya dilakukan kemudian oleh side reclaimer. Metode Conical Shell stacking sebaiknya tidak diaplikasikan bersamaan dengan front reclaiming karena dengan metode ini hanya beberapa lapisan material yang tercampur sehingga efisiensi homogenisasi yang dicapai rendah.

Gambar 3.8 Conical Shell stacking/reclaiming Untuk metode pengambilan material dapat digunakan metode side reclaiming yang bekerja di bagian samping tumpukan material yang akan diambil. Side reclaimer ini dilengkapi dengan scraper yang bisa dinaik-turunkan. Side

34

reclaimer dapat mengambil material dari bagian depan atau dari samping tumpukan material. b. Peralatan Penarikan (Reclaiming) Bahan Baku Untuk penarikan material untuk bahan baku, terdapat beberapa jenis peralatan reclaimer antara lain yaitu : 1. Side Reclaimer Side reclaimer merupakan salah satu alat penarikan material yang biasa digunakan di pabrik semen. Peralatan ini bergerak di jalur rel yang terletak di sepanjang pile/tumpukan material. Side reclaimer dilengkapi oleh satu scraper chain yang digunakan untuk menarik tumpukan material untuk selanjutnya ditransport oleh belt conveyor yang juga terletak sepanjang tumpukan material tersebut.

Gambar 3.9 Bagian-bagian side reclaimer Ket : 1. Hoist untuk menaikkan/menurunkan scraper chain

4. Roda dan rel

2. Ruangan operator

5. Scraper chain

3. Belt conveyor 2. Bucket Chain Reclaimer Bucket chain reclaimer (BCR) merupakan salah satu alat penarikan material yang dirancang khusus untuk material yang lengket. Sistem bucket chain, disupport oleh scrapper arm yang terpasang dengan sudut yang tetap dari jembatan penopang. Storage tempat pengisian material terdiri dari dua atau lebih stockpile yang ditumpuk mengacu pada metode windrow. Sistem bucket chain mengeluarkan material yang telah ditarik ke belt conveyor sepanjang reclaiming

35

bridge. Belt tersebut kemudian mentransport material ke belt selanjutnya yang berada di sepanjang storage.

Gambar 3.10 Bagian-bagian bucket chain excavator Ket : 1. Jembatan stacking 1

6. Bucket chain hoist

2. Belt conveyor di atas jembatan

7. Jembatan reclaiming

3. Ruang operator

8. Ruang operator

4. Roda kabel

9. Jembatan reclaiming

5. Bucket chain

10. Jembatan stacking 2

3. Bridge Scrapper Reclaimer Bridge screpper reclaimer (BSR) merupakan alat yang digunakan untuk menarik material yang secara karakteristik bersifat keras dengan jumlah 2 buah sisi. BSR memiliki beberapa komponen diantaranya harrow dan screpper blades. Pergerakan arrow pada BSR akan meruntuhkan tumpukan limestone yang ditumpuk dengan komposisi campuran yang berbeda. Penarikan (reclaimer) pada BSR dari arah depan tumpukan dimaksudkan untuk mendapatkan komposisi limestone yang seragam. Material yang telah ditarik oleh bridge scrapper reclaimer akan jatuh kebawah screpper blades. screpper blades ini akan menarik limestone yang terjatuh tadi untuk dibawa ke belt conveyor. Bridge scrapper bekerja dengan dua buah pile. Satu pile ditumpuk pada saat pile yang lainnya ditarik.

36

Keuntungan penggunaan bridge scrapper reclaimer diantaranya yaitu : 1. cocok untuk material yang kering sampai tingkat sticky sedang 2. pengumpanan langsung pada free flowing material penyetelan dapat dilakukan dengan efisiensi untuk bahan mentah yang komposisi kimianya bervariasi dalam rentang waktu yang panjang 3. kapasitas storage dapat dinaikkan.

Gambar 3.11 Alat Penarikan Bridge Scrapper Reclaimer Secara keseluruhan, penyimpanan dan metode penumpukan serta penarikan dari tiap masing – masing bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3.1 dibawah ini. Tabel 3.1 Jenis Storage, Metode Stacking dan Penarikan Bahan Baku No

Material

Storage Tipe

Kapasitas (ton)

Stacking Method

Alat Penarikan

Bridge Scraper Side Reclaimer Bucket Chain Reclaimer Bridge Scraper Reclaimer -

1. 2. 3.

Batu Kapur Batu Silika Tanah Liat

Closed Closed Closed

2𝑥35.000 2𝑥6.500 2𝑥7000

Chevron Cone Shell Winrow

4. 5.

Pasir Besi Batu Bara

Open Closed

7000 2𝑥8.000

Chevron

6. 7.

Gypsum Pozzolan

Closed Closed

-

-

3 Pengadaaan dan Persiapan Bahan Bakar a. Batubara (Fine Coal) Bahan bakar yang digunakan pada PT Semen Padang Pabrik Indarung VI adalah batu bara. Raw Coal disimpan di Buffer hopper. Selanjutnya Batu bara dibawa menuju hopper raw coal. Pada belt conveyor dilengkapi metal detector

37

sehingga raw coal akan terpisah dari logam. Dari hopper raw coal, batu bara diumpankan ke coal mill untuk proses penggilingan dan pengeringan baru bara. proses pengeringan digunakan gas panas yang berasal dari kiln. Coal mill dijaga pada suhu 70-750C. Pada coal mill, fine coal dipisahkan menggunakan separator. Fine coal yang kasar akan dijatuhkan ke coal mill untuk digilingkan kembali sedangkan yang halus akan ditarik menuju BHF, selanjutnya fine coal akan dibawa ke bin coal meal menggunakan screw conveyor. Terdapat dua bin coal meal yaitu fine coal untuk dibawa ke calsiner dan ke burner. Fine coal dari bin coal meal masuk ke coriolis melalui inlet menuju ke agitator dan masuk kedalam multi core. Fine coal kemudian diumpankan menuju kalsiner dan burner menggunakan blower.

Gambar 3.12 Coal Mill b. Pengadaan Solar Solar berguna sebagai bahan bakar untuk pembakaran pada rotary kiln. Fungsi solar adalah sebagai pemantik dalam start up rotary kiln. Sumber solar diperoleh dari Pertamina. 3.1.2 Tahap Penggilingan Awal (Pembentukan Raw Mix) Penggilingan bahan baku dilakukan untuk mendapatkan ukuran marial yang kecil atau halus sehingga ukuran bahan baku yang kecil tersebut akan memperluas luas permukaannya. Tujuan lain adalah untuk mendapatkan campuran bahan baku yang homogen dan untuk mempermudah terjadinya reaksi

38

kimia pada saat klinkerisasi. Bahan baku yang akan digiling terdiri dari batu kapur, batu silika, tanah liat, dan pasir besi. Dari setiap storage bahan baku, material akan dimasukkan kedalam masing-masing hopper bahan baku. Pengangkutan material ke dalam hopper dari dalam storage menggunakan belt conveyor. Untuk pengisian pasir besi dan silika menggunakan belt conveyor yang sama untuk melakukan pengisian ke dalam masing-masing hopper. Sehingga pengisian pasir besi dan silika dilakukan secara bergantian yang diatur dengan menggunakan belt carry. Hopper yang digunakan untuk pengumpanan ke dalam vertical mill berjumlah 4 buah hopper. Satu hopper untuk batu kapur, pasir silika, pasir besi dan satu lagi untuk hopper tanah liat dan pada hopper limestone dan silika ada dosimat feeder, sedangkan pada iron sand menggunakan belt feeder. Pada hopper tanah liat juga dilengkapi dengan appron feeder dan shradder karena sifat tanah liat yang lengket dan menggumpal, pada shradder terdapat dua buah roller untuk menghancurkan gumpalan tersebut, untuk selanjutnya dibawa ke belt feeder.

(a)

(b)

Gambar 3.13 a. Hopper Irond Sand,Limestone, Silica Stone b. Hopper Clay Dosimat feeder dan belt feeder digunakan untuk mengatur jumlah tiap-tiap bahan baku yang akan masuk ke dalam vertical mill. Semakin besar jumlah keluaran hopper yang jatuh ke bagian atas dosimat feeder maka akan semakin cepat gerak dari feeder untuk jahut ke belt conveyor dan di transportasikan

39

menuju raw mill area. Pengaturan kecepatan ini dilakukan dari central control room Indarung VI PT Semen Padang. Material keluaran dari dosimat feeder dijatuhkan dan digabungkan ke dalam belt conveyor 6R1J01 kemudian dibawa ke belt conveyor 6R1J02 dengan laju dan komposisi yang telah diatur. Pada belt conveyor J02 dilengkapi dengan magnetic separator (X02) yang berfungsi memisahkan logam yang terdapat pada material. Selanjutnya, dibawa oleh belt conveyor J03 yang dilengkapi dengan metal detector yang berfungsi untuk mendeteksi logam yang masih tersisa pada material tersebut, Jika tidak terdapat logam, maka material diumpankan ke raw mill menggunakan belt conveyor J04, Tetapi jika material terdeteksi logam maka material akan diumpankan ke reject material dan dibawa menggunakan belt conveyor J05 yang juga dilengkapi metal detector (X05), apabila masih terdeteksi logam, maka material akan dibuang ke truk menggunakan belt conveyor J06, apabila sudah tidak ada logam, maka material akan dibawa oleh belt conveyor J08 menuju bucket elevator J09 dan dibawa kembali menuju belt conveyor J03. Material dibawa menggunakan belt conveyor 6F1J04 diumpankan ke raw mill. Raw mill yang digunakan pada pabrik Indarung VI adalah Vertikal Roller Mill OK 42-4 dengan kapasitas 750 ton/jam. Vertikal raw mill ini memiliki 6 unit roller yang berfungsi untuk memproses raw material menjadi raw mix. Proses yang terjadi didalam verticall raw mill ini yaitu grinding, drying, mixing dan separating. Material akan masuk pada bagian feed gate. Pada bagian ini, terdapat triple gate yang berfungsi agar udara luar tidak masuk ke dalam mill (airlock). Jika udara luar masuk kedalam mill, maka akan mengganggu operasi mill karena bisa menyebabkan udara panas didalam mill menjadi dingin sehingga proses pengeringan didalam mill tidak optimal.

40

Gambar 3.14 Vertical Mill Dan Bagian-Bagiannya Proses yang terjadi didalam vertical mill terdiri dari empat proses yaitu proses pengeringan, penggilingan, pemisahan, transport. Proses-proses yang terjadi dalam vertical mill: 1.

Proses Pengeringan Proses pengeringan terjadi saat terjadinya kontak langsung antara material

dengan gas panas. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam material. 2.

Proses Penggilingan Penggilingan terjadi ketika material masuk melalui slide gate pada bagian

vertical mill dan di giling dengan bantuan roller dalam mil. Pergerakan table pada mill dan adanya ketebalan bed dari material yang masuk akan menciptakan gaya putar pada roller untuk menghaluskan dan menggiling material yang masuk kedalam mill. 3.

Proses Transport Proses transport terjadi ketika terbawa oleh gas panas menuju separator

dan material halus hasil penyaringan separator terbawa bersama gas panas menuju bagian multi cyclone dan gas conditioning tower karena adanya tarikan dari fan. 4. Proses Pemisahan Proses pemisahan terjadi pada bagian separator, dimana material yang kasar akan dipisahkan dari material yang halus. Parameter yang digunakan dalam

41

pemisahan kedua ukuran material tersebut berdasarkan kemampuan kecepatan separator di dalam mill.

Gambar 3.15 Vertical Mill Indarung VI PT Semen Padang (Indarung VI,2019) Vertical mill menggunakan prinsip kerja gaya tekan roller pada grinding table, di mana material jatuh di tengah grinding table yang berputar , perputaran grinding tabel akan memutar material mengikuti pergerakan tabel. Jarak yang tercipta antara tabel dan material (raw mix) disebut bed. Bed diatas tabel yang berputar tersebut akan membuat pergerakan memutar pada roller. Dengan adanya ketebalan bed diatas tabel tersebut akan mencitakan gaya tekan dan gaya gesek pula pada roller, sehingga roller akan menggiling material yang masuk kedalam mill. Di dalam vertical mill tersebut terdapat 6 buah roller yang berfungsi sebagai media penggilingan. Material yang masuk dari slide feeder akan jatuh ke bagian tengah grinding table. Material akan bergerak ke arah tepi karena adanya gaya sentrifugal akibat putaran grinding table. Jarak minimal antara roller dengan grinding table yaitu 12 mm, kondisi ini disebut juga dengan zero position. Tujuan dari kondisi ini adalah untuk meningkatkan efisiensi penggilingan dalam vertical mill. Jarak ketebalan bed mesti dijaga sebab jika bed kecil dari zero posistion maka terjadinya vibrasi pada mill dapat terjadi. Vibrasi tidak diharapkan, sebab jika vibrasi terjadi maka segment pada roller dapat menjadi aus salah satu bentuk fisik dari ausnya roller adalah tidak ratanya permukaan segment pada roller. Bersamaan dengan proses penggilingan di dalam raw mill, maka dialirkan juga

42

gas panas yang berasal dari suspension preheater di mana gas tersebut ditarik oleh sebuah ID fan (industing fan) secara sentrifugal dengan nomekulatur T01 dan T03. Salah satu bagian yang terdapat dalam raw mill adanya louvre ring. Louvre ring memiliki sudu-sudu dengan sudut tertentu, dimana sudu ini berfungsi untuk mengurangi kecepatan aliran gas panas yang masuk kedalam mill sehingga proses pengeringan didalam mill dapat berlangsung lebih lama. Ada tiga perjalanan material (sirkulasi) yang terangkat oleh gas panas, sirkulasi material ini dibedakan berdasarkan jenis densitasnya. Material yang memiliki densitas yang lebih besar akan terangkat dan akan terjatuh langsung ke tabel raw mill tanpa sempat untuk dibawa keatas tabel. Sementara oleh material Pada raw mill, terdapat 6 buah cyclone. Material yang telah tergiling akan terbawa oleh gas panas menuju separator. Pada bagian separator, material yang halus akan dipisahkan dengan material yang masih kasar. Separator ini berputar pada sumbunya dengan bantuan sebuah rotor pada kecepatan tertentu. Material yang kasar akan jatuh berbenturan dengan bagian rotor classifier ke tengah grinding table dan selanjutnya akan digiling bersama fresh feed. Selanjutnya material diumpankan melalui air slide U01 dan air slide U02 menuju air slide U03 untuk diteruskan menuju air slide (6R1U05), dari air slide (6R1U05) material dapat diumpankan ke diverting gate (6R1U05Z1) dan air slide (6R1U06) , dimana dari diverting gate (6R1U05Z1) selanjutnya material diumpankan menuju air slide (6R1U16) untuk selanjutnya diteruskan ke buckhet elevator standby, sedangkan dari air slide (6R1U06) material langsung diumpankan atau diteruskan menuju bucket elevator (6R1U07). Udara panas yang keluar dari cyclone mengandung partikel halus atau debu akan diproses selanjutnya di Gas Conditioning Tower (GCT), dimana GCT digunakan untuk menurunkan temperatur gas panas yang terlalu tinggi dari aliran cyclone

dan

suspension

preheater

dan

mengkondisikan

keadaan

dilingkungan. .Pada GCT Terdiri dari 18 Nozzle air dan udara (9 Panjang, 9 pendek). Pada puncak GCT ada motor vibrating yang berfungsi untuk menghamburkan material- material di sekitar nozzle GCT agar nozzle tersebut dapat berjalan secara prima. Didalam GCT akan terjadi proses spray yg berfungsi

43

untuk mendinginkan gas. Udara panas dari kiln ke GCT ditarik menggunakan fan T01 (string A) dan T03 (string B). Udara yang dikondisikan di GCT (K01) akan diteruskan ke Bag House Filter. Material yang masih mengandung debu diumpankan menuju Bag House Filter yang terdiri dari 12 chamber , pada Bag House Filter udara bersih dan material yang tak terkondisikan menempel di Bag. Bag House Filter ini diberi udara bertekanan dari kompresor secara periodik, ada pneumatic valve yang mengatur kapan ditembakkan udara bertekanan tersebut. Karena adanya udara bertekanan tadi menyebabkan material yang menyangkut pada setiap bag akan jatuh menuju drag chain U01 menuju drag chain U02 untuk diteruskan menuju drag chain U04, dari drag chain U04 material dibagi dua , ada yang dijatuhkan ke truck dan di arahkan menuju bucket elevator Raw mill, bucket elevator stand by atau bucket elevator kiln feed. Udara bersih dari bag house filter dibuang ke udara bebas

melalui

cerobong. Wet bottom GCT memiliki makna bahwa bottom GCT basah sehingga material jelek, hal ini tidak diinginkan karena produk dari GCT nantinya akan dimasukkan ke silo bersama hasil yang berasal dari raw mill , jika material basah maka sulit untuk dicampur dan digiling. Apabila material terindikasi basah dengan suhu kurang dari 110oC maka akan langsung dibuang, sedangkan material dengan suhu diatas 1100C akan dimasukkan kembali ke sistem. Selanjutnya material dari GCT akan dijatuhkan dan dibawa menggunakan screw conveyor yang bersifat reversible (K06), dimana pada screw conveyor ini terdapat dua cabang aliran yaitu material dapat langsung dijatuhkan ke truck dan material lainnya dijatuhkan pada drag chain U03, selanjutnya diteruskan ke drag chain U04, pada drag chain U04 ini material yang jatuh dari bag house filter bergabung dengan material yang jatuh dari GCT tadi yang kemudian di umpankan menuju drag chain U05 untuk dibawa menuju bucket elevator raw mill atau bucket elevator stand by, maupun bucket elevator kiln feed yang nantinya sama – sama dibawa menuju continious flow silo.

44

Gambar 3.16 Control Flow Cilo (CF Silo) (Indarung VI,2019) CF silo merupakan tempat penyimpanan raw mix yang nantinya akan digunakan sebagai umpan kiln. Selain itu CF silo merupakan tempat homogensasi atau blending raw mix hasil keluaran raw mill. Homogenisasi terjadi karena adanya perbedaan waktu tinggal saat penarikan dari ketujuh cone yang berada di dalam CF Silo serta adanya proses aerasi dari setiap segmen dari 7 cone tersebut. Tiap cone mempunyai segmen aerasi yang dibuka secara bergantian. Tujuan dari aerasi adalah agar raw mix tidak terlalu padat sehingga dapat mengalir dan ditarik oleh cone pada CF silo. CF silo memiliki kapasitas 40.000 ton yang dilengkapi dengan 3 blower. Material hasil penarikan cone akan dimasukkan ke dalam DLD tank (6W1A01). DLD tank ini dilengkapi dengan 1 blower, dengan menggunakan air slide selanjutnya dari DLD tank akan diteruskan ke shenk feeder untuk ditimbang melalui diverting gate yang dapat diarahkan menuju 6W1A05 dan 6W1B04 untuk dijatuhkan menuju air slide 6W1A07 diteruskan ke air slide 6W1A08 yang selanjutnya diumpankan ke suspension preheater menggunakan air slide dan bucket elevator.

45

Gambar 3.17 Sistem Penarikan Raw Mix Dalam CF Silo (Holderbank,2000). 3.1.3 Tahap Pembakaran (Pembentukan Klinker) Tahap pembentukan klinker terjadi pada unit kiln yang bertujuan untuk mengubah raw mix menjadi klinker. Pada unit kiln dibagi menjadi tiga tahap proses yaitu proses pemanasan awal (preheater), proses pembakaran dan proses pendinginan (cooler). Sebelum terjadi proses pembakaran raw mix, hal yang perlu dipersiapkan adalah pengadaan bahan bakar yang berupa batubara. 3.1.3.1 Proses Pemanasan Awal (Preheater) Proses preheater terjadi pada suspension preheater yang bertujuan untuk pemanasan awal dan kalsinasi awal raw mix sehingga pemanasan selanjutnya dalam kiln lebih mudah. Suspension preheater yang digunakan di Pabrik Indarung VI PT Semen Padang terdiri dari 4 stage cyclone dan 1 calciner. Dengan adanya peralatan calciner ini, maka proses kalsinasi yang dahulunya terjadi di dalam kiln beralih ke dalam kalsiner sehingga proses kalsinasi yang akan terjadi di klin tinggal sedikit. Proses kalsinasi pada kalsiner terjadi 95% sehingga pada kiln hanya tinggal 5% lagi. Tabel 3.2. Suhu Material Tiap Stage di Suspension Preheater Stage I II III IV

Suhu 310-400 ºC 500-650 ºC 700-820 ºC 850-900 ºC (Sumber: CCR Indarung VI,2019)

46

Gambar 3.18 Suspension Preheater (Indarung VI,2019) Suspension preheater terdiri dari dua string yaitu string A dan string B. Masing-masing string ini terdiri dari 5 buah cyclone separator yang berfungsi untuk memisahkan antara material dengan gas dan 1 buah kalsiner. Selain itu, panas juga dihasilkan dari pembakaran batubara pada kalsiner. Proses perpindahan panas terjadi pada bagian raw mix masuk dari bagian atas (riser duct) secara co-current dan kemudian masuk ke cyclone bersamaan dan terjadi pemisahan material dengan udara pemanas didalam cyclone. Karena menyerap panas maka sebagian material akan terurai & menguap, diantaranya akan melepaskan H2O dan CO2. Material masuk dimulai dari cyclone A51 dan cyclone A61, kemudian menuju cyclone A52 bertemu dengan udara panas dari A53 yang di hisap oleh fan yang menyebabkan udara naik keatas dan material jatuh menuju cyclone A53 bertemu dengan udara panas yang dihisap oleh fan dari cyclone A54 , pada cyclone A53 material ada yang dapat langsung diteruskan ke kiln dan ada material yang diumpankan menuju kalsiner yang selanjutnya diteruskan menuju cyclone A54 untuk diumpankan ke Kiln. Begitu juga dengan material dari cyclone B51 dan cyclone B61 jatuh menuju cyclone B52 bertemu dengan udara panas, selanjutnya menuju cyclone B53 bertemu dengan udara panas yang kemudian diteruskan ke kalsiner cyclone A55 menuju cyclone B54 untuk diumpankan ke Kiln. Dari cyclone pada B53 material juga ada yang langsung diumpankan menuju kiln.

47

Udara panas tadi didapatkan dari sisa pembakaran di kiln yang digunakan untuk pemanasan pada kalsiner. Udara panas yang keluar pada suspension preheater di string A akan ditarik oleh fan T01 menuju GCT dan raw mill, sedangkan pada string B udara panas yang keluar akan ditarik oleh fan T03 menuju GCT dan raw mill. Dengan adanya kalsiner ini, maka proses kalsinasi yang dahulunya terjadi di kiln secara keseluruhan sekarang dibantu oleh kalsiner sehingga proses kalsinasi di kiln tinggal sedikit. 3.1.3.2. Proses Pembakaran (Rotary Kiln) Pada proses pembakaran raw mix (meal) di dalam rotary kiln untuk menjadi klinker, ada beberapa tahapan sesuai temperatur proses, yaitu: Tabel 3.3 Tahap Reaksi Pembentukan Klinker Reaksi

Suhu proses

1. Proses penguapan air

100 0C

2. Tahapan pelepasan air hidrat clay (tanah liat)

500 0C

3. Tahapan penguapan CO2 dari batu kapur dan mulai kalsinasi

805 0C

4. Tahapan pembentukan C2S

800-900 0C

5. Tahapan pembentukan C3A dan C4AF

1095-1205 0C

6. Tahapan pembentukan C3S

1260-1455 0C

Pada suhu proses 100 0C terjadi penguapan air dan pada suhu proses 500 0

C terjadi pelepasan air hidrat tanah liat yang ditunjukkan oleh reaksi berikut:

Al2Si2O7xH2O → Al2O3 + 2SiO2 + x H2O......................................................... (3.1) Pada suhu proses 600-800 0C terjadi tahapan proses kalsinasi. Kalsinasi yang merupakan proses-proses pelepasan gas CO2 dan pembentukan oksida (CaO dan MgO) dari senyawa-senyawa kalsium karbonat (CaCO3) dan magnesium karbonat (MgCO3). Persamaan reaksinya adalah: CaCO3  CaO + CO2 ........................................................................................ (3.2) MgCO3  MgO + CO2 ...................................................................................... (3.3) Pada suhu proses dari 800-900 0C terjadi pembentukan garam kalsium silikat yang sebenarnya sebelum mencapai suhu 800 0C sudah terjadi sebagian

48

kecil pembentukan garam kalsium silikat terutama C2S dengan reaksi sebagai berikut: 2CaO + SiO2 → 2CaO.SiO2 atau C2S ................................................................ (3.4) Pada suhu proses dari 1095-1205 0C terjadi pembentukan garam kalsium aluminat dan ferrit dengan reaksi sebagai berikut: 3CaO + Al2O3 → 3CaO.Al2O3 atau C3A ........................................................... (3.5) 4CaO + Al2O3 + Fe2O3 → 4CaO.Al2O3.Fe2O3 atau C4AF................................. (3.6) Pada suhu proses dari 1260-1455 0C terjadi pembentukan garam silikat terutama C3S dimana persentase C2S mulai menurun karena membentuk C3S dengan reaksi sebagai berikut: 2CaO.SiO2 + CaO → 3CaO.SiO2 atau C3S ....................................................... (3.7) Sementara bagian CaO yang tidak bereaksi dengan oksida-oksida alumina besi dan silika biasanya dalam bentuk CaO bebas atau free lime dan banyaknya persentase CaO bebas dibatasi di bawah 1 %. Terjadinya reaksi-reaksi tersebut membutuhkan: 0.Waktu reaksi (resident time dalam suspention preheater dan kiln) 1. Temperatur/panas reaksi Urutan proses perubahan dari raw meal menjadi klinker serta tempat terjadinya reaksi tersebut adalah sbb: 1. Drying lanjutan: terjadi di SP stage 1 2. Preheating: terjadi di suspention preheater 3. Calcining: terjadi di suspention preheater 3-4, kalsiner dan inlet kiln 4. Sintering: terjadi di burning zone 5. Cooling: terjadi di cooling zone, cooler Pada gambar dibawah ini dapat dilihat senyawa-senyawa yang ada di dalam cyclone dan kiln serta perkiraan jumlah senyawa tersebut pada setiap zona dan kondisi temperatur.

49

Gambar 3.19 Reaksi dan pembentukan senyawa pada berbagai zone dan temperatur (Central Control Room Indarung VI). Reaksi kalsinasi selesai setelah mencapai temperature >900 °C ditandai dengan mengecilnya ukuran bidang CaCO3. Sejalan dengan reaksi kalsinasi, terbentuklah CaO free, pada gambar terlihat mengecilnya bidang CaCO3 menambah besar bidang CaO free. Proses sintering mulai terjadi pada temperatur 1100-1450 °C, hal ini ditandai dengan mulai terbentuknya bidang C2S dan C3S. Sebenarnya terbentuknya C2S sudah mulai terjadi pada temperatur 800 °C, tetapi penbentukannya mulai banyak dan naik secara drastis setelah mencapai temperature 1100 °C. Pada temperatur 1300-1450 °C, C2S bereaksi lagi dengan CaO free untuk membentuk senyawa C3S yang merupakan komponen utama dalam klinker dan yang sangat mempengaruhi nilai kekuatan tekan semen awal. Akibatnya jumlah C2S dan CaO free menjadi berkurang. Clay mulai mengalami deformasi pada temperatur 300 °C dan diharapkan sudah terurai pada temperatur 700 °C. Terbentuknya C3A dan C4AF mulai terjadi pada temperatur 900 °C. Kemudian pada temperatur 1250 °C C3A dan C4AF mengalami pelelehan sehingga terbentuklah liquid phase (fase cair). Adanya liquid phase ini membantu proses perpindahan panas di dalam material, proses penggumpalan klinker, dan proses terbentuknya coating sebagai pelindung brick dan media pertukaran panas.

50

Gambar 3.20 Unit Rotary Kiln (Indarung VI,2019) Bagian-bagian dari kiln yang membantu mekanisme proses pembentukan klinker dari raw mix (meal) diantaranya adalah: 1.

Main driver Penggerak kiln yang menggunakan sistem gear rim dalam konstruksinya

dipasang didekat supporting yang tidak banyak mengalami deformasi agar kontak antara pinion dan gear rim tidak mudah mengalami perubahan. 2.

Kiln shell Kiln shell merupakan bagian utama dari rotary kiln yang terbuat dari

boiler plate dengan ketebalan yang bervariasi. Pada bagian tertentu dipasang tyre (live ring) yang bertumpu pada supporting roller. 3.

Supporting roller Supporting roller merupakan tempat bertumpunya tyre sekaligus sebagai

penumpu dari kiln.Masing-masing tyre ditumpu oleh dua buah supporting roller. Dalam konstruksinya titik sumbu dari supporting roller dan tyre membentuk sudut 60o dan garis sumbunya diatur sejajar dengan sumbu kiln. 4.

Trust roller Trust roller dipasang dengan tujuan sebagai penahan dan indikator naik

turunnya kiln, pemasangan posisi outlet pada live ring dengan menggunakan sistem hidrolik. 5.

Refractory (Batu tahan api) Refractory merupakan material yang tahan terhadap temperatur tinggi dan perubahan yang drastis. Pengolahan semen yang terjadi pada reaktor kiln

dilapisi dengan batu tahan api (refractory) untuk melindungi shell kiln dari panas 51

yang tinggi, bahan kimia, dan abrasi mekanik. Fungsi dari refractory (batu tahan api) dalam pembuatan semen antara lain sebagai proteksi (pengaman operasi) kiln shell terhadap temperatur tinggi, sebagai bahan untuk memperpanjang umur teknis shell kiln atau melindungi bagian metal agar tidak langsung kontak dengan nyala api atau padatan yang sangat panas, dan sebagai isolator panas (peredam panas).

Gambar 3.21 Proses Penggantian Refractory (Indarung VI,2019) 6.

Burner Burner merupakan alat untuk membakar bahan bakar ke dalam area

pembakaran. Jenis burner yang digunakan adalah multi channel burner dimana dapat digunakan bahan bakar yang berbeda secara bersamaan serta bentuk api yang dihasilkan dapat diatur dengan mengatur laju udara radial dan udara axial. 3.1.3.3 Proses Pendinginan (Cross Bar Cooler) Klinker keluaran kiln memiliki temperatur keluaran sekitar 1200oC selanjutnya klinker panas tersebut akan diturunkan sampai suhu klinker sekitar 40–100oC. Proses pendinginan ini sangan cepat atau disebut proses pendinginan secara quenching. Untuk keperluan pendinginan klinker digunakan alat yang disebut cooler.

52

Gambar 3.22 Cross Bar Cooler Di Pabrik Indarung VI PT Semen Padang jenis cooler yang dipakai yaitu cross bar cooler yang terdiri dari 9 line. Cross bar cooler ini merupakan generasi pendinginan terbarukan yang digunakan oleh pabrik semen saat ini, dimana generasi lama dalam proses pendinginan klinker diantaranya rotary cooler, planetary cooler dan grate cooler (Indarung V).

cross bar cooler dapat

menurunkan temperatur klinker hingga mencapai 100oC. Prinsip kerja dari cross bar cooler yaitu klinker panas keluran kiln dengan suhu serkisar 1200oC jatuh ke area inlet cooler atau disebut kiln hood, kemudian klinker didinginkan dengan aliran udara dari bawah mengunakan 11 fan. Udara yang ditarik oleh 11 fan ini didapatkan dari udara sekitar area unit cooler. Bersamaan dengan itu klinker ditransportasikan secara perlahan menuju crusher dengan 9 line pada cross bar. Sistem transport line ini berkerja secara priodik, dimana line akan bergerak secara bersamaan dengan arah pergerakan timur-barat (maju) dan sistem bergantian dengan arah pergerakan barat-timut (mundur).

Gambar 3.23 Arah Pergerakan Line Crossbar Cooler

53

Sistem pergerakan periodik ini diharapkan dapat memperlama luas bidang kontak antara material (klinker) dengan udara dingin yang ditarik oleh fan. Udara dingin tersebut akan melewati celah-celah dari landasan (cross bar) dari klinker.

Gambar 3.24 Arah Pergerakan Kontak antara Udara dan Klinker Setelah melewati landasan material, udara pendingin akan masuk kedalam kiln atau ruang bakar yang mana akan digunakan sebagai udara sekunder untuk proses pembakaran. Selain itu juga akan dialirkan ke cement mill dan coal mill. Yang ditarik menggunakan booster fan T02 dan akan di alitkan ke unit calsiner sebagai tertiary air dust (TAD). Fan dari masing-masing cross bar terletak diluar dari struktur pendingin dan mengantar udara pendingin melalui pipa. Kebutuhan udara yang diperlukan untuk pendinginan pada setiap bagian berbeda sehingga jumlah fan serta besar daya fan yang dibutuhkan juga berbeda. Untuk bagian pertama di mana klinker baru keluar dari rotary kiln akan membutuhkan pendinginan yang lebih besar dibandingkan dengan bagian lain sesudahnya. Oleh karena itu, dibutuhkan suplai udara yang lebih besar sehingga jumlah fan yang digunakan lebih banyak. Klinker yang didinginkan harus mendapatkan pendinginan secara merata pada setiap section agar temperatur akhir yang diinginkan untuk setiap bongkahan klinker dapat tercapai sehingga tidak merusak alat pada roller breaker. Klinker yang telah didinginkan selanjutnya akan bergerak menuju heavy roller breaker yang terdiri dari 4 roller tersusun seri 1 dan 2 roller disebut transport rolls seentara 3 dan 4 disebut crushing rools. Transport rolls selain berfungsi untuk mengecilkan ukuran juga berfungsi sebagai penggerak

54

untuk menggerakan klinker yang dalam proses pembakaran dan pendinginan memiliki ukuran yang besar (> 25-30 mm) (bongkahan) ke crushing rolls untuk di resizing menjadi ukuran yang lebih kecil. Rol1s 1-3 berputar searah jarum jam sementara roll ke 4 bergerak berlawanan arah jarum jam. Material yang telah diperkecil ukurannya jatuh ke pan conveyor untuk menuju silo klinker atau unburn silo. Cross bar cooler memiliki beberapa fungsi antara lain : a.

Memberikan pendinginan yang cepat pada klinker sehingga tidak terjadi penguraian C3S menjadi C2S.

b.

Memperhalus ukuran keluaran klinker dengan menggunakan roller breaker.

c.

Mendinginkan klinker yang keluaran kiln dari temperatur 1200oC menjadi < 200oC keluar cooler system, dengan cara mengalirkan udara dari cooling fan secara proporsional.

d.

Pendinginan klinker secara quenching atau secepat mungkin untuk mendapatkan kualitas klinker yang terbaik (klinker mudah pecah).

e.

Memanfaatkan udara panas hasil pendinginan klinker yang keluar dari kiln dan diperoleh dua jenis udara, yaitu udara secondary untuk pembakaran main burner dan udara tertiery untuk pembakaran di calciner.

Gambar 3.25 Heavy duty Roll Breaker Modular Frame

55

(b)

(b)

Gambar 3.26 (a) Line Crossbar pada Crossbar Cooler (b) Heavy duty Roll Breaker Modular Frame (Indarung VI,2019) Klinker dengan ukuran yang sangat halus akan tertarik oleh fan menuju Electrostatic Precipitator (EP). Udara mengandung klinker masuk melalui inlet EP dan selanjutnya melalui suatu medan listrik yang terbentuk antara discharge electrode dengan collector plate sehingga flue gas bermuatan negatif. Partikel debu (-) selanjutnya menempel pada collector plate (+). Selanjutnya secara periodik collector plate digetarkan (rapping) menggunakan hummer sehingga debu jatuh ke hopper untuk selanjutnya ditransport menuju pan conveyor dengan menggunakan drag chain. Sedangkan udara bersih akan dihembuskan menuju cerobong dan juga dimanfaatkan sebagai udara panas untuk unit cement mill. 3.1.3.4 Penyimpanan Klinker di dalam Silo Penyimpanan klinker hasil keluaran crossbar cooler kemudian disimpan di unit clinker storage menggunakan pan conveyor. clinker storage sebagai tempat penyimpanan klinker yang akan diumpankan ke cement mill untuk digiling menjadi semen dengan kapasitas penyimpanan 80.000 ton, sedangkan unburn silo digunakan untuk penyimpanan klinker yang tidak terbakar sempurna selama proses pembakaran di kiln dan bisa sebagai penyimpanan sementara klinker yang akan diekspor. Pada bagian bawah unburn silo terdapat jalur truk kapsul yang akan membawa klinker, sehingga pada unburn silo lebih mudah dalam transportasi untuk diekspor dan juga mempermudah untuk pengosongannya.

56

Gambar 3.27 Clinker Silo 3.1.4 Tahap Penggilingan Akhir (Pembuatan Semen) Proses penggilingan klinker menjadi semen dilakukan pada unit cement mill. Tahapan proses yang terjadi adalah proses penggilingan awal di roller press, proses penggilingan didalam cement mill, proses pemisahan di separator, dan penyimpanan semen didalam silo semen. Tipe mill yang digunakan di Indarung VI untuk penggilingan semen adalah Vertikal Roller Mill OK 42-4, Pada cement mill, klinker digiling bersama dengan gypsum (CaSO4.2H2O) serta bahan aditif lain seperti limestone high grade dan pozzoland tergantung dari tipe semen yang akan diproduksi (Tipe I atau PCC).

Gambar 3.28 Vertical Roller Mill OK 42-4 3.1.4.1. Penyimpanan Semen Pada pabrik Indarung VI terdapat 2 silo semen dengan kapasitas sebesar 14.000 ton untuk tiap silo nya dan masing-masing silo digunakan untuk penyimpanan semen dengan tipe yang berbeda. Didalam silo terdapat satu cone 57

besar yang akan mengatur keluaran dari semen tersebut. Pada bagian dasar cone diberikan aerasi sehingga tidak terjadi penyumbatan aliran semen dan dapat mengalir lancar kearah tengah silo. Semen ditarik menuju truck, kereta api atau langsung menuju tempat pengantongan semen di PPI. 3.1.5. Tahap Pengantongan Semen (Packing) Proses pengantongan semen dilakukan di PPI (Packing Plant Indarung), Teluk Bayur dan beberapa daerah lainnya diluar Sumatera Barat. Semen dari cement silo dibawa ke elevator melalui air slide menuju PPI. Selanjutnya elevator mengangkut semen ke bagian kontrol semen untuk penyaringan sebelum dimasukkan kedalam hoppernya. Semen kemudian ditransportasikan menuju packer.Packer yang digunakan di PPI ini memiliki kapasitas pengemasan 40 sak/menit dengan jumlah 10 packer. Semen yang telah dipacking didalam kantong zak akan dibersihkan dari debu menggunakan dust filter. Selanjutnya semen akan ditransportasikan menggunakan belt conveyor menuju bowmer truck. Sedangkan untuk pengantongan di Teluk Bayur, semen akan dibawa menggunakan kereta api atau truck untuk nantinya akan dimasukkan kedalam silo dan proses pengantongan akan dilakukan menggunakan packer di Teluk Bayur. Hal yang sama berlaku untuk pengantongan di luar Sumatera Barat. Semen akan dibawa dengan truk ketempat pengantongan disana dan disimpan pada silo yang terdapat disana. Proses

pengantongan

diluar

Sumatera

Barat

dilakukan

untuk

mempermudah pemasaran, sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan bila dikirim dengan jarak jauh. Terkhusus untuk pengiriman yang melalui jalur laut yang dikirim menggunakan kapal, pengiriman berupa klinker, sebab jika mengirim sudah dalam bentuk semen kerugian jauh lebih besar jika terjadi kecelakaan di jalur laut dibandingkan pengiriman berupa klinker. Sehingga klinker – klinker ini nantinya akan dilakukan tahap finishing mill di dermaga – dermaga packing. Salah satu daerah packing plant semen padang antara lain : 1.

Desa Rangai Tri Tunggal Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

58

2.

Kawasan Riau Daratan, kelurahan

Bangsal Aceh, Kecamatan Sei.

Sembilan kota Dumai, Kabupaten Siak, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kabupaten Bengkalis. 3.

Pulau Baai, Kelurahan Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu.

4. 3.2.

Dan lain-lain. Peralatan Penunjang

3.2.1 Peralatan Transportasi 1. Belt Conveyor Belt Conveyor banyak dipakai untuk mengangkut bermacam material padat seperti batu kapur, pasir silika, tanah liat, batu bara, pasir besi, dan sebagainya. Komponen utama belt conveyor adalah kerangka, drive pulley, tail pulley, rubber belt, carrying roolerr idler, return idler, drive unit, loading chute, dan discharge chute.

Gambar 3.29 Belt Conveyor 2. Pan Conveyor Pan Conveyor digunakan sebagai alat transportasi material klinker menuju klinker storage. Sesuai dengan namanya pan Conveyor memiliki bentuk seperti panci yang cocok digunakan untuk mengangkut material panas keluaran klinker yang memiliki suhu antara 40 – 100 oC.

59

Gambar 3.30 Apron Conveyor 3. Air Slide Air slide digunakan sebagai alat transportasi material halus seperti raw mix dan semen. Alat ini tertutup dan memanfaatkan kemiringan dan udara tekan yang keluar dari alat transportasi.

Gambar 3.31 Air Slide 4. Screw Conveyor Screw Conveyor digunakan sebagai alat transportasi material yang berbentuk bubuk seperti semen, arang halus, raw mix, dan debu-debu dari pemisahan pada sistem dust filter.

Gambar 3.32 Screw Conveyor 60

5.

Bucket Elevator Bucket Elevator digunakan untuk menaikkan material berbentuk bubuk,

granular, dan bongkahan. Elevator ini dapat digunakan pada kondisi vertikal ataupun inklinasi dengan menggunakan rantai sebagai tempat untuk memasang tempat menggantungkan bucket.

Gambar 3.33 Bucket Elevator 3.2.2. Peralatan Penangkap Debu Didalam proses pembuatan semen mulai dari bahan baku sampai dengan penggilangan akhir akan selalu menimbulkan polusi debu. Oleh karena itu untuk menghilangkan polusi tersebut dan juga untuk efisiensi, PT Semen Padang menggunakan peralatan penangkap debu yaitu jet pulse filter, electrostatic presipitator dan dedusting cyclone. 1. Jet Pulse Filter Debu disedot oleh fan lalu menempel pada bagian luar bag. Udara yang tersaring oleh bag filter akan keluar melalui outlet. Dalam tempo yang telah diatur, akan ada udara tekan yang dikeluarkan dari plaster, sehingga bag akan terkejut dan merontokkan debu-debu yang menempel pada bag. Debu tersebut jatuh ke dalam aliran outlet material dan dikembalikan lagi kedalam proses.

61

Gambar 3.34 Jet Pulse Filter 2. Electrostatic Presipitator Merupakan alat pengendali debu terbesar dan utama pada pabrik PT Semen Padang. Alat ini selalu ada pada setiap unit proses, seperti raw mill, kiln, dan cement mill. Cara kerja dari Electrostatic Precipitator (ESP) adalah: a. melewatkan gas buang melalui suatu medan listrik yang terbentuk antara discharge electrode dengan collector plate, flue gas yang mengandung butiran debu pada awalnya bermuatan netral dan pada saat melewati medan listrik, partikel debu tersebut akan terionisasi sehingga partikel debu tersebut menjadi bermuatan negatif (-). b. Partikel debu yang sekarang bermuatan negatif (-) kemudian menempel pada pelat-pelat pengumpul (collector plate). Debu yang dikumpulkan di collector plate dipindahkan kembali secara periodik dari collector plate melalui suatu getaran (rapping). Debu ini kemudian jatuh ke bak penampung (ash hopper).

Gambar 3.35 Electrostatic Precipitator 62

3. Bag house filter Bag house filter merupakan alat pemisah debu yang terdiri dari kantongkantong (bag) sebagai media pemisah antara debu dengan udara, yang terbuat dari bahan polyester yang tahan terhadap temperatur dan kelembaban gas. Prinsip kerja bag house filter ialah campuran udara dan partikel debu ditarik memasuki ruangan filter yang berisi bag filter. Udara akan melewati bag, sementara itu debu yang terbawa akan menempel pada bagaian luar bag. Debu yang menempel pada bag dibersihkan secara berkala dengan mengalirkan udara yang berasal dari jet cleaning system. Udara akan memasuki setiap bag pada arah yang berlawanan dengan udara yang mengandung debu, dan menekan setiap bag, sehingga merontokkan debu yang menempel pada dinding bag. Debu akan jatuh ke dalam hopper untuk dibawa dengan alat transpor berikutnya. Pembersihan debu ini dilakukan dalam interval tertentu.

Gambar 3.36 Bag House Filter (Indarung VI,2019)

63

BAB IV UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH 4.1

Penyediaan Air Penyediaan air untuk kebutuhan proses dan keperluan rumah tangga

diperoleh dari sungai di daerah Rasak Bungo. Air dialirkan melalui kanal untuk mengendapkan kotoran. Setelah itu dialirkan melalui saringan mikro strainer hingga menuju bak penampung. Saringan strainer berfungsi untuk menyaring kotoran yang belum terendapkan di kanal. Air ini telah dapat langsung digunakan untuk air proses. Air untuk kebutuhan rumah tangga (domestik) harus di-treatment terlebih dahulu. Air dipompakan menuju mixing chamber. Pada mixing chamber dilakukan penambahan alumunium sulfat, natrium karbonat, dan klorin. Alumunium sulfat dan natrium karbonat berfungsi sebagai flokulator yang membuat partikel tersuspensi menjadi gumpalan yang kemudian mengendap secara gravitasi. Klorin berfungsi sebagai desinfektan (pembunuh bakteri). Selanjutnya air dialirkan menuju flocculation chamber kemudian dilanjutkan ke tangki sedimentasi. Setelah pengendapan sempurna, air dipompakan menuju saringan pasir (sand filter) sehingga air yang keluar diharapkan telah memenuhi syarat sebagai air minum. 4.2

Penyediaan Tenaga Listrik Tenaga listik yang besar sangat dibutuhkan di PT. Semen Padang ini,

hampir seluruh alat produksi dan penerangan membutuhkan energi listrik (kecuali alat pembakaran. Dengan kebutuhan akan energy listrik yang amat tinggi, PT. Semen Padang mendapat supply energy listrik dari beberapa pembangkit listrik. Pembangkit listrik yang berkontribusi antara lain Pembangkit Listrik Mandiri dan PLN (Pembangkit Listrik Negara). 4.2.1

Pembangkit Tenaga Listrik Mandiri

a. PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) PLTA Kuranji, berlokaso 5,2 km dari pabrik. Memiliki tiga unit

64

generator dan juga tiga unit turbin. Media air yang digunakan sebagai pembangkit adalah air sungai padang jernih yang kemudian pada tahun 1929 dibendung dan pada tahun 1994 diperbaharui kembali. Hingga saat ini lisrik yang dihasilkan masih digunakan untuk membantu jalannya produksi. PLTA Rarak Bungo, merupakan PLTA yang dibangun untuk mencukupi kebutuhan listrik indurang I. dibandun sekitar tahun 1970 yang membendung sungai lubuk peraku dan juga sungai Air baling. Lokasi PLTA sekitar 1,7 Km dari pabrik. Sedangkan daya listrik yang dihasilkan oleh pembangkit ini digunakan untuk proses penambangan yang berada di kawasan Bukit Ngalau. b. PLTD (pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Pada kondisi saat ini penggunaan energy listrik yang berasal dari PLTD sangatlah tidak menentu. Dengan naik turunnya harga bbm yang nantinya menyebabkan mahalnya kebutuhan produksi. PLTD yang ada di PT. Semen Padang antara lain PLTD I dan PLTD II. Pembangkit listrik tenaga diesel I memiliki dua buah pembangkit dengan daya yang dihasilkan sebesar 2 x 3000 kVA. Beroperasi sejak tahun 1929 hingga 1974. PLTD II, terletak pada pabrik indarung II yang memiliki dua buah pembangkit dengan daya yang dihasilkan sebesar 3 x 6250 kVA. Pada pembangkit ini energy yang dihasilkan sangatlah besar sehingga dirasa mampu untuk memenuhi kebutuhan produksi dari pabrik indarung I, II, III, IV, V serta VI bahkan untuk perumahan PLTD ini didirikan sejak tahun 1987. c. WHRPG ( Waste Heat Recovery Power Generation) Merupakan pembangkit listrik yang menggunakan panas sisa buangan dari cooler, kiln, serta gas panas dari suspension preheater. Kemudian sisi panas ini dirubah menjadi energy listrik dengan teknologi pembangkit listrik. Pembangunan WHRGP dilakukan pada tahun 2011. Tekbologi ini berasal dari Nedo, Jepang. Maka dari itu dilakukan atas kerja sama antara pihak Indonesia dan jepang. Daya yang dihasilkan oleh unit ini akan mensuplai kebutuhan listrik untuk peralatan yang membutuhkan energy yang cukup rendah, seperti suplai listrik kantor produksi dan beberapa lampu.

65

1.2.2

Pembangkit listrik dari PLN Tenaga yang dihasilkan oleh pembangkit listrik yang dimiliki oleh PT

Semen Padang, tidaklah cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan pabrik, maka untuk memenuhi kebutuhan pabrik dibantu oleh PLN dari PLTA Danau Maninjau, yang kemudian ditransimisi menuju indarung. 4.3 a.

Penyediaan Bahan Bakar Bahan Bakar batu Bara Untuk memudahkan dalam penggunaannya, batu bara digiling mencapai

kehalusan sekitar 15 – 25% residu di atas ayakan 90μ dan dikeringkan sampai kadar airnya sekitar 3 – 5%. Batu bara didatangkan dari ombilin, Bukit Asam, dan Kalimantan. b.

Bahan Bakar Solar Bahan bakar solar dipakai untuk pembakaran pendahuluan pada kiln, dan

selanjutnya diganti dengan batu bara. Bahan bakar solar juga dipakai sebagai bahan bakar PLTD di Semen Padang. Bahan bakar solar diperoleh dari Pertamina. 4.4

Pengolahan Limbah Sebagian limbah debu pabrik semen berasal dari buangan kiln. Gas yang

mengandung debu ini dilewatkan ke dalam electrostatic precipitator (EP). Setelah gas dan debu terpisah, debu dikembalikan ke cement mill dan udara yang sudah bersih dibuang ke atmosfer melalui cerobong asap (chimney). Gas buang yang diperoleh mengandung debu maksimal 80 mg/m3 udara. Alat penangkap debu lainnya yang biasa digunakan pada pabrik semen adalah dust collector (Indarung CCR VI).

66

BAB V ORGANISASI DAN EKONOMI PERUSAHAAN 5.1

Informasi Umum

Nama Perusahaan Visi Perusahaan

: PT. SEMEN PADANG Menjadikan industri semen yang handal, unggul dan berwawasan lingkungan di Indonesia Barat dan Asia Tenggara

Misi Perusahaan

1. Memproduksi dan memperdagangkan semen serta produk terkait lainnya yang berorientasi kepuasan pelanggan. 2 Mengembangkan SDM yang kompeten, profesional dan berintegritas tinggi. 3 Meningkatkan kemampuan rekayasa dan engineering untuk mengembangkan industri semen nasional. 4 Memberdayakan, mengembangkan dan mensinergikan sumber daya perusahaan yang berwawasan lingkungan. 5 Meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan dan

memberikan yang terbaik kepada stakeholder. Alamat

: Kantor Pusat Jl. Raya Indarung, Padang 25237 Sumatera barat Telp. 0751-815250, Fax. 0751-815590 Perwakilan Graha Irama, Lantai XI Jln. H.R. Rasuna Said Blok X-1 Kav. 1&2 Kuningan, Jakarta 12950 Telp. 021 5261272, Fax. 021 5261414

Website

: www.semenpadang.co.id

67

5.2

Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Gambar 5.1. PT. Semen Padang (www.semenpadang.co.id) PT. Semen Padang merupakan salah satu pabrik semen tertua di Indonesia dan merupakan salah satu industri kimia yang terbesar di Sumatera Barat. Berawal dari dua ilmuwan Belanda, Ir. Carl Christoper Lau dan Ir. Koninjberg yang menemukan daerah Karang Putih dan Ngalau. Batuan yang diperoleh dari daerah ini kemudian dikirim ke Belanda untuk diteliti, dan hasilnya setelah diperiksa di Laboratorium Voor Material Landerzoek Belanda, menunjukkan bahwa batuan tersebut merupakan bahan baku semen, yaitu batu kapur (limestone) dan batu silika (silica stone). Penemuan ini kemudian mengundang pihak swasta Belanda untuk mengelolanya, sehingga pada tanggal 18 Maret 1910 mereka mendirikan perusahaan semen yang bernama NV. Nerdelan Indische Portland Cement Maatshappij (NV. NIPCM) Dalam sejarah pengembangannya, PT Semen Padang telah mengalami beberapa periode sebagai beikut: 1.

Periode I (1910 – 1942) Pabrik semen ini berdiri pada tanggal 18 Maret 1910 di bawah kekuasaan

Belanda dengan nama NV Nederlands Indische Portland Cement Maatshappicj (NV NIPCM), berkedudukan di Amsterdam berdasarkan akte No. 358, tanggal 18

68

Maret 1910 yang dibuat di depan notaris yang bernama Johannes Pieter Smith. Akte tersebut diumumkan dalam Bijvoegsel Tot De Nederlands Staat Courant No. 90 tanggal 19 April 1910. Produksi pertama ditandai dengan selesainya pemasangan kiln I, produksi pabrik pada tahun 1911 adalah sebanyak 76.5 ton/hari. Pada tahun 1939, pabrik mencapai angka produksi tertinggi sebesar 170.000 ton/tahun dengan menggunakan empat kiln. 2. Periode II (1942 – 1945) Mendaratnya Jepang di Indonesia pada tanggal 17 Maret 1942 menandakan bahwa Indonesia telah dikuasai Jepang, sehingga pabrik diambil alih oleh manajemen Asano Cement. Saat itu, produksi tidak berjalan dengan lancar, karena sulit untuk mencari bahan penolong, terutama pelumas. Pada tahun 1944 perusahaan ini dibom sekutu yang mengakibatkan tiga buah Kiln hancur dan menewaskan banyak karyawan, sehingga produksi pada tahun itu menjadi terhenti. 3. Periode III (1945 – 1947) Pada

tanggal

17

Agustus

1945

indonesia

memproklamirkan

kemerdekaannya. Hal ini yang dimanfaatkan oleh Doesoen dan Siroen untuk mengambil alih pabrik dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintahan Republik Indonesia lalu namanya diganti menjadi Kilang Semen Indarung. 4. Periode IV (1947 – 1958) Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947 mengakibatkan pabrik dikuasai kembali oleh Belanda dan berganti nama menjadi NV Padang Portland Cement Maatschappicj (NVPPCM) yang lebih dikenal dengan nama PPCM. 5. Periode V (1958-1961) Pada tanggal 5 Juli 1958 berdasarkan PP No.10 mengenai penentuan perusahaan

perindustrian

dan

pertambangan

milik

Belanda

dikenakan

nasionalisasi, maka NV Padang Portland Cement Maatschappicj (NV PPCM) kemudian diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Pada saat itu perusahaan ditangani oleh Badan Pengelola Perusahaan Indonesia dan Tambang (BAPPIT). Pada tahun 1958, produksi semen sebesar 80.828 ton, tahun 1959 sebesar 120.714 ton, tahun 1960 sebesar 107.695 ton.

69

6. Periode VI (1961 – 1971) Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 135 tahun 1961 maka status perusahaan diubah menjadi Perusahaan Negara (PN) yang berlaku mulai tanggal 1 April 1961. Menurut peraturan Pemerintah (PP) No. 7/1971 perusahaan disiapkan untuk berbadan hukum Persero, yang terealisasi pada tanggal 4 Juli 1972 berdasarkan akte notaris No. 5 tahun 1972, seluruh saham dimiliki oleh pemerintah Republik Indonesia (RI). Pada tahun 1971, mencapai produksi tertinggi sebesar 172.071 ton. 7. Periode VII (1971-1995) Setelah resmi bernama PT. Semen Padang, maka pengangkatan direksi ditentukan berdasarkan RUPS sesuai dengan surat keputusan Menkeu No. 304/MK/1972, yang berlaku semenjak perusahaan berstatus PT (Persero). 8. Periode VIII (1995-1998) Berdasarkan surat Menkeu Republik Indonesia (RI) No. 5-326/MK/1995, pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga buah pabrik semen milik pemerintah, yaitu PT. Semen Tonasa, PT. Semen Padang, dan PT. Semen Gresik yang terealisasi pada tanggal 15 September 1995. 5.3

Logo Perusahaan

Gambar 5.2 Perkembangan Logo PT Semen Padang

70

Logo PT Semen Padang (PTSP) pertama kali diciptakan pada 1910, semasih bernama Nederlandsch Indische Portland Cement (Pabrik Semen Hindia Belanda). Logonya berbentuk bulat, terdiri atas dua lingkaran (besar dan kecil) dengan posisi lingkaran kecil berada di dalam lingkaran besar. Di antara kedua lingkaran tersebut terdapat tulisan "Sumatra Portland Cement Works". Di dalam lingkaran kecil terdapat huruf N.I.P.C.M, singkatan Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij, sebuah pabrik semen di Indarung, 15 km di timur kota Padang. Logo itu hanya berumur 3 tahun karena pada 1913 dibuat sebuah logo baru, meski bentuk bulat dengan dua garis lingkaran dan kata-katanya tetap dipertahankan. Hanya saja, NIPCM ditambah dengan NV. Nah, ini yang menarik: ada gambar seekor kerbau jantan dalam lingkaran kecil tampak sedang berdiri menghadap ke arah kiri dengan latar panorama alam Minangkabau. Gambar ini menggantikan posisi huruf NIPCM sebelumnya. Logo itu diubah lagi pada 1928. Kata Nederlandsch Indische diubah menjadi Padang. Jadi, tulisan di antara kedua lingkaran tersebut adalah N.V. Padang Portland Cement Maatschapij. Di bagian bawahnya tertulis Fabrik di Indarung Dekat Padang, Sumatera Tengah, yang ditulis dengan huruf yang lebih kecil. Wah, telah muncul bahasa Melayu, setelah Sumpah Pemuda pada 1928. Dalam lingkaran kecil, selain gambar kerbau, terdapat gambar seorang laki-laki yang sedang berdiri di depan sebelah kanan kerbau sambil memegang tali kerbaunya. Ada pula gambar sebuah rumah adat, kelihatan hanya dua gonjongnya, di belakang sebelah kanan kerbau. Panorama di latar belakang ditambah dengan lukisan Gunung Merapi, lambang sumarak ranah Minang. Gambar kerbau tetap ditampilkan mendominasi di lingkaran kecil tersebut. Jepang kemudian datang membawa perubahan, NV PPCM diganti dengan Semen Indarung. Logo PT SP tidak diubah, kecuali perubahan tulisan dari bahasa Belanda ke bahasa Indonesia. Demikianlah sampai Perang Kemerdekaan (19451949). Ada sedikit perubahan, yaitu digantinya tulisan Semen Indarung dengan Kilang Semen Indarung. Namun, saat Belanda kembali pada 1950, nama NVPPCM muncul kembali.Logo PTSP dimodifikasi lagi, pada 1958, seiring

71

dengan kebijakan pemerintah pusat tentang nasionalisasi perusahaan asing. Logonya yang bulat dipertahankan, tapi tulisan NV PPCM diganti dengan Semen Padang Pabrik Indaroeng. Gambar kerbau tetap ada. Tapi tiada lagi gambar seorang laki-laki, rumah adat, dan gambar panorama Gunung Merapi. Penggantinya adalah gambar atap rumah gadang dengan lima gonjong di atas gambar kerbau. Logo PTSP diperbarui lagi pada 1970. Dua lingkaran dihilangkan, sehingga tulisan Padang Portland Cement Indonesia dibuat melingkar sekaligus menjadi pembatasnya. Gambar kerbau hanya menampilkan kepalanya saja dengan posisi menghadap ke depan. Di atas kepala kerbau dibuat pula gambar atap/gonjong (5 buah) rumah adat. Muncul pula moto PTSP yang berbunyi "Kami Telah Berbuat Sebelum yang Lain Memikirkan". Namun, pada 1972 logo tersebut dimodifikasi dengan memunculkan dua garis lingkaran: besar dan kecil. Perubahan terjadi lagi pada 1991, saat tulisan Padang Portland Cement menjadi Padang Cement Indonesia. Pada 1 Juli 2012, PT SP kembali melakukan perubahan logo. Pada perubahan kali ini, PT Semen Padang tidak melakukan perubahan yang bersifat fundamental karena brand perusahaan tertua di Indonesia ini dinilai sudah kuat. Pergantian ini dilakukan dengan pertimbangan, logo yang dipakai sebelumnya memiliki ciri, tanduk kerbau kecil dan complicated (rumit). Mata kerbau kelihatan old (tua), gonjong dominan, dan telinga terlihat off position. Pada logo baru

disempurnakan

menjadi,

tanduk

kerbau

menjadi

besar

dan

kokoh/melindungi, mata kelihatan tajam/tegas, gonjong menjadi sederhana (crown), dan telinga pada posisi “on” (selalu mendengar). Logo baru ini memiliki kriteria dan karakter yang kokoh (identitas semen), universal (tidak kedaerahan), lebih simpel (mudah diingat/memorable), dan lebih konsisten (aplicable dalam ukuran terkecil). 5.4

Lokasi Perusahaan PT. Semen Padang merupakan perusahaan dalam bentuk Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) di lingkungan Direktorat Jendral Industri Logam, Mesin, dan Kimia. Lokasi pabrik dan kantor pusat PT. Semen Padang terletak di propinsi 72

Sumatera Barat, lebih kurang 15 km dari pusat kota Padang, dengan ketinggian rata-rata 200 meter di atas permukaan laut. Luas area yang dimiliki oleh PT. Semen Padang adalah sekitar 10.906.260 meter per segi dan lokasi PT. Semen Padang merupakan pabrik yang letaknya dekat dengan bahan baku, yaitu hanya sekitar 1-2 km dari pabrik. Pabrik kantong terletak di Bukit Putus, sedangkan pengantongan terletak di Indarung, Teluk Bayur, Batam, Belawan, dan Tj. Priok. 5.5

Perkembangan Kapasitas Perusahaan PT. Semen Padang yang telah dinasionalisasikan oleh Pemerintah

Indonesia terus mengalami perkembangan yang ditandai dengan meningkatkan kapasitas produksinya sebagai berikut : a.

Rehabilitasi Pabrik Indarung I, dimulai tahun 1970 dan selesai tahun 1973. Kapasitas produksi meningkat dari 120.000 ton/tahun menjadi 220.000 ton/tahun. Rehabilitasi Indarung I tahap II pada tahun 1973 – 1976 memberi peningkatan kapasitas produksi dari 220.000 ton/tahun menjadi 330.000 ton/tahun.

b.

Proyek Indarung II dimulai tahun 1977 dengan pembuatan semen proses kering, bekerja sama dengan F.L. Smidth & Co. A/S (Denmark). Proyek selesai tahun 1980 dengan kapasitas 600.000 ton/tahun. Selanjutnya, dilakukan proyek optimalisasi Indarung II, sehingga kapasitas produksi meningkat menjadi 660.000 ton/tahun.

c.

Tahun 1981 dibangun dua pabrik, yaitu proyek Indarung IIIA bekerja sama dengan F. L. Smidth & A/S I (Denmark), selesai tahun 1983 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun dan proyek Indarung IIIB bekerja sama dengan India dan selesai tahun 1987 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun.

d.

Proyek Indarung IIIC (1991 – 1994) dilakukan secara swakelola oleh PT. Semen Padang, dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun. Indarung IIIB dan IIIC, selanjutnya diberi nama Indarung IV. Dengan demikian, kapasitas produksi menjadi 1.620.000 ton/tahun.

73

e.

Peresmian pabrik Indarung V pada tanggal 16 Desember 1998. Dengan didirikannya unit produksi Indarung V ini maka kapasitas produksi semen meningkat menjadi 5.360.000 ton per tahun.

Maka hingga saat ini PT. Semen Padang memiliki kapasitas produksi sebesar 6.000.000 ton/tahun dengan rincian sebagai berikut:

5.6



Pabrik Indarung I

: 120.000 ton/ tahun (sekarang tidak beroperasi lagi)



Pabrik Indarung II

: 660.000 ton/ tahun



Pabrik Indarung III

: 660.000 ton/ tahun



Pabrik Indarung IV

: 1.620.000 ton/ tahun



Pabrik Indarung V

: 2.300.000 ton/ tahun



Optimalisasi pabrik

: 760.000 ton/ tahun

Tenaga Kerja dan Jam Kerja PT. Semen Padang memiliki tenaga kerja dengan latar belakang

pendidikan yang beragam. Jumlah tenaga kerja perusahaan adalah 1.942 dengan latar belakang pendidikan SD 24 orang, 18 orang SMP/setingkat, 828 orang SMA/setingkat, satu orang Diploma 1, 215 orang Diploma 3, satu orang Diploma 4, 368 orang Strata 1, dan 35 orang Strata 2 yang tersebar dalam berbagai unit kerja. Jumlah karyawan wanita 77 orang dan sisanya adalah laki-laki. Selain itu, juga terdapat lima orang tenaga honorer yang merupakan tenaga ahli yang diperbantukan untuk perusahaan. Untuk pekerjaan penunjang kebutuhan pabrik, juga terdapat tenaga kerja kontrak melalui anak perusahaan. Dalam berproduksi, perusahaan menggunakan dua sistem kerja yaitu harian dan shift. Bagi pekerja harian, jam kerja dimulai pukul 07.00 WIB sampai 16.00 dengan jam istirahat 12.00 hingga 13.00 WIB, dan khusus hari jumat istirahat 11.45 hingga 13.45 WIB. Untuk hari sabtu dan minggu merupakan hari libur. Sedangkan pekerja shift dibagi menjadi tiga yaitu, shift 1 pukul 07.00 s/d 15.00 WIB, shift 2 pukul 15.00 s/d 22.00 WIB, dan shift 3 pukul 22.00 s/d 07.00 WIB. Untuk karyawan shift mendapatkan libur 2 hari setelah bekerja 5 hari bekerja.

74

5.7

Pemasaran Daerah pemasaran dari PT. Semen Padang meliputi seluruh wilayah

Indonesia. Apabila suplai dalam negeri sudah mencukupi, maka kelebihannya akan diekspor. PT. Semen Padang telah melakukan ekspor ke berbagai negara seperti Bangladesh, Taiwan, Myanmar, Vietnam, Jepang, Thailand, Hongkong, Papua Neugini, Philipina, dan lainnya. Distribusi dilakukan dengan angkutan darat dan laut. 5.8

Produk PT. Semen Padang PT. Semen Padang saat ini memproduksi beberapa jenis semen

diantaranya adalah sebagai berikut: Semen Portland Merupakan perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara penggilingan material klinker yang mengandung kalsium silika dan digiling dengan material yang mengandung kalsium sulfat. Terdapat beberapa tipe dari jenis semen portland diantaranya adalah: 1.

Semen Portland Tipe I (Ordinary Portland Cement) Semen ini digunakan untuk keperluan konstruksi umum yang tidak

memerlukan ketahanan terhadap sulfat, hidrasi tinggi dan tidak memerlukan ketahanan kekuatan awal yang tinggi. Semen jenis ini memenuhi standar SNI 152049-2004, ASTMC 150-07, BSS 12 - 1996, dan JIS R 520-1981. Digunakan untuk pembangunan gedung, jembatan, jalan raya, rumah pemukiman, landasan pacu pesawat terbang.

Gambar 5.3 Semen Portland Tipe I

75

2.

Sement Portland Tipe II (Moderate Sulfate Resistance) Semen ini digunakan untuk keperluan konstruksi yang memerlukan

persyaratan ketahanan terhadap sulfat dengan batasan maksimal 125 ppm dan tahan terhadap panas hidrasi sedang. Semen ini digunakan untuk konstruksi seperti: dermaga, bendungan, bangunan tanah berawa, bangunan tepi pantai dan bangunan pada tanah bergambut. Semen tipe ini memenuhi standar: SNI 15-20492004 dan ASTM C 150-07

Gambar 5.4 Semen Portland Tipe II

3.

Semen Portland Tipe III (High Early Strength Cement) Semen ini digunakan untuk keperluan konstruksi yang memerlukan

konstruksi yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen tipe ini digunakan untuk pembuatan jalan beton, landasan pacu lapangan terbang, bangunan tingkat tinggi dan bangunan dalam air yang memerlukan ketahanan terhadap sulfat. Semen tipe ini memenuhi standar: SNI 15-2049-2004 dan ASTM C 150-07.

Gambar 5.5 Semen Portland Tipe III

76

4.

Sement Portland Tipe IV (Low Heat of Hydration) Semen ini digunakan untuk konstruksi pada daerah panas dan kelembaban

rendah serta konstruksi berdimensi tebal seperti pondasi bendungan, jembatan dan landasan mesin. Semen ini memenuhi standar: SNI 15-2049-1994 dan ASTM C 150-95 5.

Semen Portland Tipe V (High Sulfate Resistance) Semen ini digunakan untuk konstruksi bangunan yang memerlukan

persyaratan ketahanan terhadap sulfat yang tinggi, air tanah yang mengandung sulfat 0,17-1,67% atau sekitar 125-250 ppm. Semen ini dapat digunakan untuk konstruksi seperti: instalansi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan dan dermaga. Semen ini memenuhi standar: SNI 15-20492004 dan ASTM C 150-07

Gambar 5.6 Semen Portland Tipe V 6.

Portland Composit Cement (PCC) Memenuhi : SNI 15 – 7064 – 2004.. Semen PCC cocok untuk bahan

pengikat dan direkomendasikan untuk penggunaan keperluan konstruksi umum dan bahan bangunan. Semen ini digunakan untuk konstruksi umum untuk semua mutu beton, struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan beton, bahan bangunan, beton pratekan dan pracetak, pasangan bata, plesteran dan acian, panel beton, paving block, hollow brick, batako, genteng, polongan, ubin dll. Keunggulan dari semen ini yaitu lebih mudah dikerjakan, suhu beton lebih rendah sehingga tidak mudah retak,lebih tahan terhadap sulphat,lebih kedap air dan permukaan acian lebih halus.

77

Gambar 5.7 Semen Portland Komposit 7.

Portland Pozzolan Cement (PPC) Semen tipe ini merupakan semen hidrolis yang terdiri dari campuran antar pozzoland dengan portland halus. Semen ini digunakan pada konstruksi yang memerlukan persyaratan khusus sebagai tipe II yaitu panas dengan hidrasi sedang, tahan terhadap sulfat serta memiliki kekuatan tekan seperti semen portland tipe I. Semen ini digunakan untuk konstruksi seperti pemukiman, jembatan, bedungan, irigasi, dam, bangunan tepi pantai dan berawa. Semen ini memenuhi standar: SNI 150302-2004 dan ASTM C 595-08.

Gambar 5.8 Semen Portland Pozzolan 8.

Oil Well Cement (OWC) Semen ini merupakan semen khusus yang diperutukan untuk konstruksi

pembuatan sumur minyak dan gas alam yang konstruksinya berada di bawah permukaan laut dan bumi. Oil Well Cement yang diproduksi adalah Class G-HSR disebut juga sebagai BASIC OWC karena dengan menambahkan material aditif

78

yang dapat digunakan untuk berbagai tingkat kedalaman dan temperatur. Semen ini memenuhi standar: SNI 15-3044-1992 dan API Spec. 10A-2002.

Gambar 5.9 Oil Well Cement 9. Super Mansory Cement (SMC) Semen ini memenuhi standar: SNI 15-3500-2004, ASTM C 91 - 05 Type M. Semen ini cocok digunakan untuk bahan pengikat dan direkomendasikan untuk penggunaan pada konstruksi ringan ( K < 225 kg/cm2 atau fc setinggi - tingginya 20 mpa), pembuatan bahan bangunan ( hollow brick, batako, paving block, genteng, polongan, ubin dll), dan pemasangannya. Keuntungan dari semen ini yaitu mudah pengerjaannya, kedap air, pengerutan / penyusutan kecil (lower shrinkage), panas hidrasi rendah (Indarung CCR VI).

Gambar 5.10 Super Mansory Cement

79

5.9.

Struktur Organisasi

5.9.1 Struktur Organisasi PT Semen Padang Jajaran Direksi (BOD) dalam struktur organisasi perusahaan, terdiri dari 1 (satu) orang Direktur Utama yang membawahi 3 (tiga) orang Direksi, yaitu : Direktur Komersil, Direktur Produksi, dan Direktur Keuangan. Dalam tugastugasnya, direksi dibantu sebanyak 18 pejabat Eselon I yang terdiri dari 16 departemen, dan dua pejabat setingkat departemen (SPI dan Sekper). Dalam menjalankan manajemen perusahaan, Direktur Utama dibantu oleh tiga orang direksi, yaitu: 1.

Direktur Komersial bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan dan juga pengendalian bidang keuangan dan pemasaran. Direktur Komersil membawahi beberapa departemen antara lain: a. Departemen Penjualan b. Departemen Pengadaan c. Departemen Distribusi dan Transportasi

2.

Direktur Produksi bertanggung jawab terhadap kelancaran jalannya pabrik (operasional).Direktur Produksi membawahi:

3.

a.

Departemen Tambang

b.

Departemen Produksi II/III

c.

Departemen Operasi IV

d.

Departemen Operasi V

e.

Departemen Operasi VI

f.

Departemen Teknik Pabrik

g.

Departemen Jaminan Kualitas dan Inovasi

Direktur Keuangan bertanggung jawab terhadap masalah-masalah keuangan dari perusahaan. Direktur Keuangan membawahi: a. Departemen Akuntansi dan Keuangan b. Departemen Sumber Daya Manusia

80

Gambar 5.11 Struktur Organisasi PT Semen Padang (Semen Padang, 2019) Di samping itu, Direktur Utama bersama direktur lainnya yang disebut Dewan Direksi juga membawahi beberapa Anak Perusahaan dan Lembaga Penunjang (APLP) dan Panitia Pelaksana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Anak perusahaan yang ada di kota Padang sekarang PT Igasar, PT Yasiga Sarana Utama, PT Andalas Yasiga Perkasa dan PT Pasoka Sumber Karya. Untuk lebih lengkapnya mengenai letak urutan tiap direksi dapat kita lihat melalui bagan struktur organisasinya. Berikut ini merupakan struktur organisasi departemen produksi VI PT Semen Padang.

81

5.3.1

Struktur Organisasi Departemen Produksi VI

Gambar 5.12 Struktur Departemen Produksi VI (Semen Padang, 2019) 5.4

Anak Perusahaan Dan Rekan Kerja PT Semen Padang PT Semen Padang mendukung berdiri dan berkembangnya anak

perusahaan dan lembaga penunjang perusahaan, hal ini dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 5.1 Anak Perusahaan PT. Semen Padang No.

Nama Perusahaan

Bidang Usaha

1

PT Yasiga Sarana Utama

Perdagangan umum, jasa konstruksi, sewa, angkutan

umum,

pertambangan,

dan

pengadaan jasa lainnya 2

PT Sepatim Batamtama

Pengantongan dan distribusi semen di Kepulauan Riau

82

Tabel 5.2 Rekan Kerja PT Semen Padang No. 1

Nama Perusahaan PT Igasar

Bidang Usaha Distributor semen, kontraktor, real estate, perdagangan umum, dan penyewaan alat berat

2

Yayasan Igasar

Lembaga pendidikan TK hingga SMA

3

Dana Pensiun

Lembaga pengelola pensiunan karyawan Semen Padang

4

Koperasi KBSB

Unit usaha koperasai dan SPBU

5

Yaayasan R.S Semen

Lembaga pelayanan kesehatan terhadap

Padang

karyawan Semen Padang dan masyarakat umum

6

7

PT Sumatera Utara

Pengantongan dan distribusi semen di

Perkasa Semen

Belawan Sumatera Utara

PT Bima Sepaja Abadi

Pengantongan dan distribusi semen di Tanjung Priok, Jakarta

8

PT Andalas Yasiga

Pengadaan tanah liat untuk bahan baku

Perkasa 9

PT Pasoka Sumber Karya

Penyediaan tenaga kerja

10

Pembinaan UMKM

Pembinaan terhadap pengusaha kecil dan koperasi Sumbar

83

Related Documents


More Documents from ""

Uas Perancangan Pabrik.docx
November 2019 6
Tugas Khusus.docx
November 2019 3
Halaman Isi 1-5.docx
November 2019 12
Makalah Fungi.docx
November 2019 25
Refrat Paru Tb.docx
June 2020 1