KEPEDULIAN SOSIAL 1. Membuang Duri di Jalan a. Teks dan Terjemah Hadits
ُ اإل ْي َم َض ُعٌٌ َّو ِست ُّ ْون ْ س ْبعُ ْونَ أ َ ْو ِب ْ ان ِب َ ُصلَّى هللا َ ،ُع ْنه َ ُي هللا ِ ع ْن أ َ ِب ْي ُه َري َْرة َ َر َ َ ض ٌع َّو َ علَ ْي ِه َو َ ي ِ :َسلَّ َم قَال ِِّ ع ِن النَّ ِب َ ض َّ ع ِن َ ضلُ َها قَ ْو ُل آل ِإلـهَ ِإالَّ هللاُ َوأ َ ْدنَاهَا ِإ َما ُ َو ْال َح َيا ُء،ق ) (متفق عليه.ان َ َ طةُ اْألَذَى َ ش ْع َبةً فَأ َ ْف ِ ش ْعبَةٌ ِ ِّمنَ اْ ِإل ْي َم ِ الط ِر ْي ، ص،(محي الدين أبي زكريِّا يحيى بن شرف النواوي " رياض الصالحين" فى باب "كثرة طروق الخير )78-77 Dari Abi Hurairah ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda, ”Iman itu tujuh puluh cabang lebih atau enam puluh cabang lebih; yang paling utama adalah ucapan “lâ ilâha illallâhu” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan (kotoran) dari tengah jalan, sedangkan rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” b. Penjelasan Hadits Dalam hadits di atas, dijelaskan bahwa cabang yang paling utama adalah tauhid, yang wajib bagi setiap orang, yang mana tidak satu pun cabang iman itu menjadi sah kecuali sesudah sahnya tauhid tersebut. Adapun cabang iman yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu kaum muslimin, di antaranya dengan menyingkirkan duri atau batu dari jalan mereka. Hadits di atas menunjukkan bahwa dalam Islam, sekecil apapun perbuatan baik akan mendapat balasan dan memiliki kedudukan sebagai salah satu pendukung akan kesempurnaan keimanan seseorang. Duri dalam konotasi secara sekilas menunjukkan pada sebuah benda yang hina. Akan tetapi, jika dipahami lebih luas, yang dimaksud dengan duri di sini adalah segala sesuatu yang dapat membahayakan pejalan kaki, baik besar maupun kecil. Hal ini semacam ini mendapat perhatian serius dari Nabi saw. sehingga dikategorikan sebagai salah satu cabang daripada iman, karena sikap semacam ini mengandung nilai kepedulian sosial, sedang dalam Islam ibadah itu tidak hanya terbatas kepada ibadah ritual saja, bahkan setiap ibadah ritual, pasti di dalamnya mengandung nilai-nilai sosial. Di samping hal tersebut di atas, menghilangkan duri dari jalan mengandung pengertian bahwa setiap muslim hendangkan jangan mencari kemudlaratan, membuat atau membiarkan kemudlaratan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasul saw. yang dijadikan sebuah kaidah dalam Ushul Fiqh:
ار ِ َار َوال َ َال َ ض َر َ ض َر Janganlah mencari kemudlaratan dan jangan pula membuat kemudlaratan.
Membiarkan duri di jalan atau sejenisnya berarti membiarkan kemudlaratan atau membuat kemudlaratan baru, jika adanya duri tersebut awalnya sengaja disimpan oleh orang lain. 2. Larangan Menganiaya Kucing a. Teks dan Terjemah Hadits
ْ ستْ َها َحتَّى َمات ت ِ َعا فَدَ َخل ِ َع ِذِّب ً َت ُجو ُ : سلَّ َم قَا َل ُ ع ِن اب ِْن ُ ع َم َر أ َ َّن َر َ ُصلَّى هللا َ َ َت ْام َرأَة ٌ فِى ه َِّرةٍ َحب َ علَ ْي ِه َو َ ِس ْو َل هللا ار َ َّالن Dari Ibnu Umar ra bahwa rasulullah saw bersabda,”Seorang wanita dimasukkan ke dalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak diberikan makan bahkan tidak diperkenankan makan binatang-binatang kecil yang ada dilantai.” (HR. Bukhari)
b. Penjelasan Hadits Riwayat tersebut tidak menunjukkan bahwa Rasulullah menynyayangi binatang kucing, tetapi akibat menyia-nyiakan binatang piaraan seperti kucing pun akan mendapatkan adzab di akhirat. Sebenarnya bukan hanya kucing, menyia-nyiakan semua binatang peliharaan seperti burung, ikan dan lain-lain juga bisa menyebabkan datangnya adzab Allah. Demikian juga hadis lain yang menunjukkan bahwa jilatan kucing tidak najis;
َّ َت ِبنَ َج ٍس ِإنَّ َها ِمن ْ س علَ ْي ُك ْم ُ ع ْن أَبِي قَت َادَة َ َقَا َل ِإ َّن َر َ َالط َّوافِين َ ُصلَّى هللا َ َ سلَّ َم َقا َل ِإنَّ َها لَ ْي َ ع َل ْي ِه َو َ ِسو َل هللا َّ َو ت ِ الط َّوا َفا Dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang kucing,”Sesungguhnya (kucing itu) tidaklah najis karena dia termasuk yang berkeliling di antara kamu. (HR. An-Nasa’i, Abu Daud) Bahkan diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah berwudhu dari air yang telah diminum oleh kucing.
َّ ِي ِم ْن ْ س ْ َشةَ َقَال ْعلَ ْي ُك ْم َوقَد َ ِعائ ُ ت ِإ َّن َر َ َالط َّوافِين َ ُصلَّى هللا َ ع ْن َ َ سلَّ َم قَا َل ِإنَّ َها لَ ْي َ علَ ْي ِه َو َ ِس ْو َل هللا َ ت ِبنَ َج ٍس إِنَّ َما ه َّ صلَّى َّ سول ض ِل َها ْ َضأ ُ ِبف َّ سلَّ َم َيت ََو ُ َرأَيْتُ َر َ َُّللا َ ع َل ْي ِه َو َ َِّللا Dari Aisyah ra sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,’(Kucing) itu tidaklah najis, dia termasuk binatang yang berkeliling di antara kalian”. Dan aku (Aisyah) melihat Rasulullah SAW berwudhu dengan air bekas jilatan kucing’. (HR. Abu Daud). Hadis-hadis di atas juga tidak mengindikasikan Rasulullah menyayangi kucing. Rasulullah hanya menyebutkan bahwa kucing adalah binatang jinak yang banyak bergaul (berkeliling) di antara manusia.
Tetapi seandainya ada riwayat yang shahih tentang hal ini, kita perlu ingat bahwa Rasulullah manusia biasa yang diberi wahyu. Sebagai manusia biasa beliau memiliki sifat-sifat kemanusiaan, seperti menyukai sesuatu. Dalam hal yang bukan berada di dalam wilayah syari’ah hal ini bisa ditiru dan bisa pula tidak. Tetapi dalam masalah syari’at, apa yang dialakukan, dikatakan dan ditetapkan oleh Rasulullah harus diikuti. Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Islam tidak saja memberikan aturan kerja (manual) bagi hubungan manusia dengan Penciptanya, atau dengan sesama manusia, namun juga dengan binatang dan tumbuhan. Dalam banyak ayat didalam Al Quran, Allah telah banyak memberikan peringatan kepada manusia agar senantiasa menjaga alam, menyayangi binatang dan merawat tumbuhan, serta melarang untuk berbuat kerusakan dimuka bumi. Ayat keempat puluh satu surat Ar Ruum, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan pada mereka sebagian akibat perbuatannya, agar mereka kembali”, memperingatkan para pemegang HPH yang semenamena merusak hutan, pengusaha pertambangan yang rakus, ataupun eksploitator laut yang melampaui batas. Allah memerintahkan manusia untuk sayang pada hewan-hewan. Banyak nama-nama surat dalam Al Quran yang mengambil tamsil dan pelajaran dari perilaku binatang, mulai dari yang baik hingga yang berbuat kerusakan. Ada al Baqarah (sapi betina), al An’aam (binatang ternak), an Nahl (lebah), an Naml (semut), al Ankabuut (laba-laba), al ‘Aadiyaat (kuda perang) dan juga al Fiil (gajah). Binatang diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan oleh manusia sebagai makanan, pembantu pekerjaan atau perjalanan manusia. Namun demikian, bukan berarti manusia bebas memperlakukan mereka. Diriwayatkan dari Hasan al-Bashri, bahwa pada suatu pagi Rasulullah berjalan melewati seekor unta yang diikat. Setelah beliau menyelesaikan urusannya dan kembali lewat jalan itu, beliau melihat unta itu masih diikat. Kemudian beliau bertanya kepada pemilik unta itu, “Apakah kamu tidak melepas dan tidak memberi makan unta itu sepanjang hari?” Pemilik unta itu menjawab, “Tidak”. Beliau bersabda kepadanya, “Ingatlah, nanti pada hari kiamat unta itu akan mempersalahkan ini kepada Allah”. Lebih jauh lagi Rasulullah memberikan teguran keras pada penyiksa binatang. Said bin Jubair mengatakan bahwa ia pernah melihat bersama Ibnu Umar sekelompok pemuda yang memasang ayam betina untuk dijadikan sasaran latihan memanah. Demi melihat Ibnu Umar mereka bubar dan Ibnu Umar berkata, “Siapakah yang berbuat ini? Sesungguhnya Nabi Saw. mengutuk orang yang berbuat begini”. Sementara itu Abu Hurairah (bapaknya kucing kecil), julukan Rasulullah bagi seorang sahabat perawi hadits yang menyayangi dan senantiasa
membawa kucing kecil kemanapun ia pergi, berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, ”Ada seorang perempuan masuk neraka lantaran kucing yang ia ikat di dalam rumah, dimana ia tidak memberinya makan dan minum dan tidak melepaskannya agar kucing itu bisa makan dari sampah (yang ada diatas) bumi, sehingga kucing itu mati”.
3. Menyantuni Anjing a. Teks dan Terjemah Hadits
َّ بَ ْينَ َما َر ُج ٌل يَ ْم ِش ْي فِى:َسلَّ َم قَال َّق ا ْشتَد ُ ع ْنهُ أ َ َّن َر َ ُصلَّى هللا َ ُي هللا ِ ع ْن أَبِ ْي ُه َري َْرة َ َر َ َ علَ ْي ِه َو َ ِس ْو َل هللا ِ الط ِر ْي َ ض ْ َث الث َّ َرى ِمنَ ْالع ْ َعلَ ْي ِه ْالع ُ ب ث ُ َّم خ ََر َج فَإِذَا َك ْلبٌ يَ ْل َه لَقَ ْد بَلَ َغ:ُالر ُجل َّ ط ِش فَقَا َل ُ ط َ فَنَزَ َل فِ ْي َها فَش َِر،ش فَ َو َجدَ بِئْ ًرا َ ْ ب ِمنَ ْال َع سقَى ُ هذَا ْال َك ْل َ َي ف َ فَنَزَ لَ ْال ِبئْ َر فَ َمأل َ ُخفَّهُ َما ًء ث ُ َّم أ َ ْم، ِي َكانَ قَ ْد بَلَ َغ ِمنِِّ ْي ْ ط ِش ِمثْ َل الَّذ َ ِس َكهُ ِب ِف ْي ِه َحتَّى َرق ْ فِى ُك ِِّل َك ِب ٍد َر:َس ْو َل هللاِ َوإِ َّن لَنَا فِى ْالبَ َهائِ ِم أَجْ ًرا؟ فَقَال متفق.طبَ ٍة أَجْ ًرا َ َب ف ُ ار َ ْال َك ْل َ َ قَالُ ْوا ي.ُش َك َر هللاُ لَهُ فَغَفَ َر لَه ،عليه (محي الدين أبي زكريِّا يحيى بن شرف النواوي " رياض الصالحين" فى باب "كثرة طروق الخير )78 ،ص Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasullah saw. Telah bersada, ”pada suatu saat seorang pejalan kaki yang lagi kehausan menemukan sebuah sumur, yang kemudian ia turun ke dalamnya untuk mengambil air dan meminumnya, kemudian ia naik lagi. Ketika itu, dia menemukan seekor anjing yang kehausan sedang menjilati rerumputan kering saking hausnya. Orang tersebut berkata, ”anjing ini kehausan sebagaimana yang dirasakan olehku”. Kemudian orang tersebut turun lagi ke dalam sumur dan memenuhi sepatunya (dengan air), kemudian dibawanya dengan gigit, lalu ia memberi minum kepada anjing tersebut. Maka Allah menerima perbuatan orang tersebut dan memberikan ampunan kepadanya. Para sahabat berkata, ”Apakah bagi kami dalam (mengasihi) binatang ada pahala?” Beliau menjawab, ”Dalam setiap hewan yang memiliki jantung basah (hidup) terdapat pahala.” (Sepakat ulama hadits).
b. Penjelasan Hadits Dalam QS. Al-Anbiya, Allah swt. berfirman:
)107:س ْلنَاكَ ِإالَّ َرحْ َمةً ِلِّ ْل َعالَ ِميْنَ (األنبياء َ َو َمآ أ َ ْر “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam“ (Q.S. al-Anbiyaa’ 21:107) Ayat ini menjadi salah satu dasar ajaran bagaimana seharusnya seorang muslim berperilaku dalam kehidupan sosialnya di masyarakat. Tak hanya memberikan manfaat yang baik bagi sesama manusia (hablumminannaas), tetapi juga flora dan fauna di alam semesta ini.
Salah satu media untuk melatih sifat rahmatan lil’alamin bagi muslim adalah dengan menyayangi hewan. Hal ini bisa terlihat dari beberapa cuplikan hadits Nabi yang berisi seruan untuk menyayangi hewan dan larangan berbuat dzalim terhadap mahluk-mahluk Tuhan khususnya hewan, seperti halnya pada hadits di atas. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam kitabnya “Silsilah al-Ahadits ashShahihah wa Syaiun min Fiqhiha wa Fawaa’idiha (Silsilah Hadits Shahih)” secara istimewa telah memberikan ruang tersendiri berkenaan bab khusus hadits-hadits Nabi saw. tentang seruan untuk menyayangi hewan. Dalam pengantar bab tersebut, Syaikh Nashiruddin al-Albani mengatakan, “…Hadits-hadits itu menunjukkan betapa besar perhatian orang-orang terdahulu saran-saran Nabi s.a.w. tentang kasih sayang terhadap hewan. Walaupun hakekatnya semua itu (kumpulan hadits-hadits tersebut) masih sedikit sekali porsinya, ibarat setetes air di lautan. Namun hal itu telah memberikan alasan yang cukup kuat bahwa Islam mengajarkan untuk menyayangi hewan, tidak seperti apa yang diduga oleh orang-orang yang sedikit pengetahuannya tentang Islam…” Dalam kelanjutan pengantarnya, Syaikh Nashiruddin al-Albani pun menyindir tentang kesalahpahaman non muslim yang beranggapan Islam tidak pernah mengajarkan kasih sayang kepada hewan, hal ini diakibatkan pula karena realitas sosial dari kalangan muslim yang tidak atau belum mengamalkan seutuhnya seruan Nabi Muhammad saw. dalam memberikan perhatian khusus terhadap dunia hewan. Dalam pandangan Islam, anjing memang dinyatakan najis bahkan ada di jajaran najis mughallazhah, akan tetapi sebagai manusia yang menganut agama rahmat, memandang anjing jangan dilihat dari sisi najisnya, tapi dari sisi manfaat yang dimiliki oleh hewan tersebut. Dan bperlu diketahui pula bahwa menyayangi binatang termasuk salah satu aspek akhlak Islam, yaitu akhlak terhadap lingkungan dan hewan.
REVERENSI Al-Lu’lu wal Marjan 1682, 1683,1447,1448, oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi