GRATIFIKASI Praktik korupsi pada masa sekarang mengalami perkembangan dengan munculnya praktikpraktik baru yang berusaha memanfaatkan celah atau kelemahan berbagai peraturan perundangundangan yang ada. Pemberian hadiah seringkali kita anggap hanyalah sebagai suatu ucapan terima kasih atau ucapan selamat kepada seorang pejabat. Tapi bagaimana jika pemberian itu berasal dari seseorang yang memiliki kepentingan terhadap keputusan atau kebijakan pejabat tersebut?, dan bagaimana jika nilai dari pemberian hadiah tersebut diatas nilai kewajaran? Apakah pemberian hadiah tersebut tidak akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitas dalam pengambilan keputusan atau kebijakan, sehingga dapat menguntungkan pihak lain atau diri sendiri? Pemberian hadiah sebagai suatu perbuatan atau tindakan seseorang yang memberikan sesuatu (uang atau benda) kepada orang lain tentu saja hal tersebut diperbolehkan. Namun jika pemberian tersebut dengan harapan untuk dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan dari pejabat yang diberi hadiah, maka pemberian itu tidak hanya sekedar ucapan selamat atau tanda terima kasih, akan tetapi sebagai suatu usaha untuk memperoleh keuntungan dari pejabat atau pemeriksa yang akan mempengaruhi integritas, independensi dan objektivitasnya, adalah sebagai suatu tindakan yang tidak dibenarkan dan hal ini termasuk dalam pengertian gratifikasi. Berkaitan dengan gratifikasi sebagai pertanyaan mengenai pemberian hadiah atau tanda terima kasih atau cendera mata yang diterima oleh seorang pejabat atau pegawai negeri sipil, misalnya seorang auditor/pemeriksa menerima hadiah sebagai tanda terima kasih ataupun pemberian fasilitas lainnya dari auditee, apakah hal itu dapat dibenarkan? Untuk menjaga kredibilitas seorang auditor/pemeriksa, perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan gratifikasi? Dan apa yang menjadi dasar dari penggolongan suatu pemberian dikategorikan sebagai gratifikasi atau tidak? Pertanyaan-pertanyaan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : Black’s Law Dictionary memberikan pengertian Gratifikasi atau Gratification adalah sebagai “a voluntarily given reward or recompense for a service or benefit” yang dapat diartikan gratifikasi adalah “sebuah pemberian yang diberikan atas diperolehnya suatu bantuan atau keuntungan”. Gratifikasi dapat diartikan positif atau negatif. Gratifikasi positif adalah pemberian hadiah dilakukan dengan niat yang tulus dari seseorang kepada orang lain tanpa pamrih artinya pemberian dalam bentuk "tanda kasih" tanpa mengharapkan balasan apapun. Gratifikasi negatif adalah pemberian hadiah dilakukan dengan tujuan pamrih, pemberian jenis ini yang telah membudaya dikalangan birokrat maupun pengusaha karena adanya interaksi kepentingan. Dengan demikian secara perspektif gratifikasi tidak selalu mempunyai arti jelek, namun harus dilihat dari kepentingan gratifikasi. Akan tetapi dalam praktik seseorang memberikan sesuatu tidak mungkin dapat dihindari tanpa adanya pamrih. Di negara-negara maju, gratifikasi kepada kalangan birokrat dilarang keras dan kepada pelaku diberikan sanksi cukup berat, karena akan mempengaruhi pejabat birokrat dalam menjalankan tugas dan pengambilan keputusan yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam pelayanan publik, bahkan di kalangan privat pun larangan juga diberikan, contoh pimpinan stasiun televisi swasta Sie-Infokum Ditama BinBangKum
-2-
melarang dengan tegas reporter atau wartawannya menerima uang atau barang dalam bentuk apa pun dari siapapun dalam menjalankan tugas pemberitaan. Oleh karena itu gratifikasi harus dilarang bagi birokrat dengan disertai sanksi yang berat (denda uang atau pidana kurungan atau penjara) bagi yang melanggar dan harus dikenakan kepada kedua pihak (pemberi dan penerima). Gratifikasi dalam sistem hukum di Indonesia dapat dilihat dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan penjelasannya mendefinisikan gratifikasi sebagai pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Dalam Pasal 12 B UU No 20 Tahun 2001 menyatakan bahwa “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”. Apabila seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suatu pemberian, maka ia mempunyai kewajiban
untuk melaporkan kepada KPK sebagaimana diatur menurut Pasal 12 C UU No 20 Tahun 2001, yaitu : 1. Ketentuan pada Pasal 12 B ayat (1) mengenai gratifikasi dianggap sebagai pemberian suap dan tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK; 2. Laporan penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima; 3. Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan laporan, KPK wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara; 4. Tata cara penyampaian laporan dan penentuan status gratifikasi diatur menurut Undang-undang tentang KPK. Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain : • Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu; • Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat perkawinan anaknya; • Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma; • Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/pegawai negeri untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan; • Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri; • Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan; • Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat kunjungan kerja; • Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya. Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/pegawai negeri dengan sipemberi. Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang : 1. menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya; Sie-Infokum Ditama BinBangKum
-3-
2. menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; 3. menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; 4. dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; 5. pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; 6. pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; 7. pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau 8. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan,
atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka auditor/pemeriksa pada Pelaksana BPK sebagai Pegawai Negeri Sipil, secara tegas dan jelas tidak dibenarkan menerima pemberian dari auditee dalam bentuk apapun termasuk tiket perjalanan, fasilitas penginapan, dan fasilitas lainnya karena hal tersebut termasuk sebagai pemberian suap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001. Selain itu, secara internal dengan diundangkannya Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 pada tanggal 22 Agustus 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, untuk menjamin integritas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Anggota BPK dan seluruh auditor/pemeriksa BPK dilarang menerima pemberian dalam bentuk apapun baik langsung maupun tidak langsung yang diduga atau patut diduga dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan wewenangnya (Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 7 ayat (2) huruf a Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007). Sumber: 1. Black Law Dictionary; 2. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 3. Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia; 4. Wikipedia Indonesia.
Description: Pelaporan
atas
penerimaan
Gratifikasi
Korupsi Seringkali berasal dari kebiasaan yang tidak disadari oleh Pegawai Negeri dan Pejabat Penyelenggara Negara, misal penerimaan hadiah oleh Pejabat dan Keluarganya dalam suatu acara pribadi , atau menerima pemberian tertentu seperti diskon yang tidak wajar atau fasilitas perjalanan. Hal semacam ini lama kelamaan akan menjadi kebiasaan yang cepat atau lambat akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh Pegawai Negeri atau Pejabat Penyelenggara Negara yang bersangkutan. Banyak orang berpikir dan berpendapat bahwa pemberian itu sekedar tanda terima kasih dan sah-sah saja. Namun perlu disadari , bahwa pemberian tersebut selalu terkait dengan jabatan yang dipangku oleh penerima serta kemungkinan adanya kepentingan –kepentingan dari pemberi, dan pada saatnya Pejabat penerima akan berbuat sesuatu untuk kepentingan pemberi sebagai balas jasa.
Karena itulah UU mengatur tentang Gratifikasi yaitu pemberian dalam arti luas kepada Pegawai Negeri dan Pejabat Penyelenggara Negara.
Ada baiknya kita ketahui dengan benar, apa saja yang termasuk dalam katagori korupsi, agar kita bisa mulai memperbaiki sikapdan perilaku kita dalam rangka memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di negeri tercinta ini.
Dasar
Hukum
Pasal 12B ayat (1) UU No. 31/1999 yo UU No. 20/2001, berbunyi Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap , apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Pasal 12C ayat (1) UU No. 31/1999 yo UU No. 20/2001, berbunyi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Pengertian Menurut UU No.31/1999 yo UU No. 20/2001 Bab penjelasan Pasal 12B ayat (1), gratifikasi adalah : Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang,rabat (diskon), komisi, [pinkaman tanpa bunga, tiket perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas lainnya.
Penyelenggara
Negara
1.
Pejabat
2.
Pejabat
Negara
(PN)
(UU
pada
Lembaga
Negara
pada
No.
28
/1999)
Tertinggi
Negara;
Tinggi
Negara;
Lembaga
3.
Menteri;
4.
Gubernur;
5.
Hakim;
6.
Pejabat
negara
a.
yang
lain
Duta
b.
besar
Wakil
Gubernur
c.
Bupati/Walikota
7.
Pejabat
a.
Komisaris,
b.
lain Direksi
yang dan
memiliki
Pekjabat
Strutural
Pimpinan
fungsi pada
BUMN
strategis dan
BUMD BI
c.
Pimpinan
Perguruan
Tinggi
d. Pejabat Eselon satu dan Pejabat lain yang disamakan pada lingkungan Sipil dan Militer e.
Jaksa
f.
Penyisik
g.
Panitera
h.
Pimpinan
Proyek
Pengadilan atau
Bendaharawan
Pegawai
Proyek Negeri
Sesuai dengan UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah dibubah dengan UU No. 20 tahun 2001
Sejenak kita tanggalkan dulu dunia musik, dan untuk sementara kiranya perlu mengetahui berita-berita yang belakangan ini agak hangat terkait dengan Tindak Pidana Korupsi, utamanya masalah Gratifikasi. Lalu apa yang dimaksud dengan istilah Gratifikasi itu. Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bungan, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik (pasal 12 B ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001) tentang Pemberantasan Tindak Korupsi. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi, harus memenuhi unsurunsur : • • •
Pegawai negeri atau penyelenggara Negara Menerima gratifikasi Yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya
•
Penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi.
Bentuk/jenis tindak pidana korupsi dapat dikelompokkan menjadi 30 (tiga puluh) yaitu : 1. Melawan hukum untuk memperkaya diri dan dapat merugikan keuangan Negara 2. Menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan Negara 3. Menyuap pegawai negeri 4. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya 5. Pegawai negeri menerima suap 6. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya 7. Menyuap hakim 8. Menyuap advokat 9. Hakim dan advokat menerima suap 10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan 11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administras 12. Pegawai negeri merusakkan bukti 13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti 14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti 15. Pegawai negeri memeras 16. Pegawai negeri memeras pegawai yang lain 17. Pemborong berbuat curang 18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang 19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang 20. Pengawas rekanan TNI/Polri membiarkan perbuatan curang 21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang 22. Pegawai negeri menyerobot tanah Negara sehingga merugikan orang lain 23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya 24. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK 25. Merintangi proses pemeriksaan 26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaannya 27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka 28. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu 29. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu 30. Saksi yang membuka identitas pelapor Demikian sekilas info tentang apa itu gratifikasi dan tindak pidana korupsi lainnya yang perlu kita ketahui bersama untuk menjadikan bahan guna mengintropeksi diri kita masing-masing. Barangkali inilah yang menjadi bidikan KPK pada kasus Artalyta (Ayin) yang melibatkan pejabat dilingkungan Kejagung dan kasus lain di gedung bundar akhir-akhir ini
Kalau kita tarik benang merahnya, sebetulnya kembali ke apa yang namanya UANG/DUIT/MONEY/ARTA. Oh manusia, oh titah Gusti sadarlah bahwa kita didunia ini hanyalah sekejab, seperti pepatah jawa mampir ngombe, lupa bahwa setiap perbuatan didunia ini akan dipertanggung jawabkan kelak di akherat . Sumber : buku saku untuk memahami Tindak Pidana Korupsi dari KPK.