Kelas Geologi Batubara Dhandi Maulana Yudhistira NPM. 1706975463
TUGAS MENGULAS JURNAL (Paper Review) Friederich, M. C., Moore, T. A., & Flores, R. M. (2016, June 21). A regional review and new insights into SE Asian Cenozoic coal-bearing sediments: Why does Indonesia have such extensive coal deposits? Elsevier, 2-35.
A. Tujuan Mengetahui kenapa Indonesia memiliki coal-deposit yang besar
B. Isi dan Pembahasan Jurnal ini hanya memfokuskan penelitian kepada deposit batubara berumur Cenozoic. Di mana, pembahasannya terbagi atas beberapa aspek i.e. evolusi tektonik regional, evolusi iklim dan geografi regional, cekungan terdepositnya batubara Pre-Cenozoic, Cekungan terdepostinya batubara Cenozoic, dan hasil diskusi ketiga penulis. 1. Evolusi Tektonik Regional Perkembangan tektonik regional di kawasan Asia Tenggara telah berkembang dengan besar. Hal ini, didorong oleh pengaruh interaksi tektonik lokal, tektonik regional, dan lempeng tektonik eksternal. a. Pre-Cenozoic
Sundaland merujuk kepada Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Semenanjung Malaysia, Thailand, Myanmar bagian Timur, Kamboja, Laos, dan beberapa bagian besar Vietnam. Sundaland merupakan kumpulan blok
Kelas Geologi Batubara Dhandi Maulana Yudhistira NPM. 1706975463 Allochthonous yang dahulu bagian dari Gondwana.
Di Indonesia, sekuen Triassic dekat dengan Kendari, sekuen Permien di Mentarang Provinsi Jambi, bagian timur Papua, dan kemungkinan kejadian Cretaceous di barat Papua tidak menunjukkan kualitas batubara yang ekonomis. b. Cenozoic
Initial event–lempeng India yang bertumbukkan dengan busur intra-samudra, di
Kelas Geologi Batubara Dhandi Maulana Yudhistira NPM. 1706975463 sebelah barat Sumatra, pada Eosen Awal (55 Ma). Lalu, India yang memulai tumbukkan dengan Asia di Eosen Tengah (~45 Ma) menyebabkan perubahan medan tekanan baik dalam arah maupun amplitudo. Second event–Pergerakan lempeng Australia ke utara yang bertemu dengan Sundaland. Setelah ~ 45 Ma (Eosen Tengah), lempeng Australia mulai bergerak jauh lebih cepat ke utara. Hal ini, diperkirakan mulai terjadi subduksi di sepanjang batas selatan Sundaland yang masih berlanjut hingga hari ini di sepanjang Palung Sunda-Jawa di margin selatan Sundaland. Third event–akibat tensional regimes yang bekerja di Sundaland, terbentuklah sejumlah formasi cekungan. Di mana, yang terbesar ditemukan di bagian timur Sumatra dan Kalimantan. Final event–compressional mountain dan inversi cekungan terjadi dimulai saat Miosen (~20 Ma) hingga Pliosen Dalam jurnal ini, tahap utama dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
Syn-rift–Fase rift graben yang dikontrol oleh patahan ekstensional di mana sedimen kontinental sebagai tahap ketika sedimen alluvial graben-fill, fluvial, dan lacustrine yang sedimen diendapkan. Hal ini, terjadi selama Eosen di bagian selatan Sundaland dan Oligosen hingga Miosen di bagian utara Sundaland.
Post-rift–Fase di mana terjadi penurunan muka bumi berkelanjutan. Sehingga, pengendapan sedimen meluas di luas struktur awal. Umumnya, tidak terjadi di Cekungan sebelah utara Sundaland. (Oligosen–Miosen Tengah atau Akhir)
Inversi (syn-tectonic)–hinterland mountain uplift. Sedimen yang besar mengisi cekungan. Sehingga, menghasilkan pembentukan delta dan dataran pantai di cekungan yang lebih besar. (Miosen Tengah atau Akhir–Pliosen)
2. Evolusi Iklim dan Geografi Regional Perubahan iklim dunia diperkirakan memiliki fluktuasi iklim yang signifikan pada Erathem Cenozoic, yang kemudian turun secara stabil. Suhu dunia dianggap rata-rata 58°C lebih tinggi daripada hari ini. Studi paleoclimate menunjukkan bahwa Asia Tenggara
Kelas Geologi Batubara Dhandi Maulana Yudhistira NPM. 1706975463 secara natural berdasarkan jarak dari khatulistiwa, iklim modern Asia Tenggara dipengaruhi oleh posisi lintang. Sehingga, kecenderungan sebagian besar negara di Asia Tenggara yang berada di 5° ekuator mimiliki ekuatorial basah (ever-wet) dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun.
Sehinga, dapat disimpulkan sebagai iklim tropis. Intinya adalah bahwa untuk gambut tropis hanya iklim yang selalu basah yang benar-benar kondusif untuk pembentukan gambut. Karena sebagian besar lahan gambut yang luas mengandalkan curah hujan yang lama secara konsisten. Hal inilah mengapa satu-satunya lahan gambut yang luas terdeposit dengan baik di Asia Tenggara sebagian besar terjadi di dalam 5° utara dan selatan khatulistiwa. Pada Miosen Tengah, iklim di Asia Tenggara telah mencapai optimum yang tercermin oleh kondisi tropis yang jauh lebih luas. Keberadaan lapisan batu bara tebal dari Miosen Tengah, memanjang ke Pliosen menunjukkan bahwa paleoclimate ekuatorial yang selalu basah tetap kondusif untuk pembentukan dan pelestarian palaeomires yang tebal. Namun, pada saat Oligosen, pendinginan yang signifikan diinterpretasikan telah mempengaruhi daerah khatulistiwa, termasuk Asia Tenggara. Karena kondisi iklimnya, gambut lebih terbatas dalam luas dan jenis area dalam distribusinya saat ini daripada melalui sebagian besar Miosen. 3. Cekungan terdepositnya batubara Pre-Cenozoic Ditemukan batubara dengan ketebalan lapisan 1.5 meter pada Formasi Aiduna di Papua yang tersingkap di Irian Jaya Fold Belt. Hasil tes menunjukkan rank batubara tersebut adalah semianthracite, dengan pemantulan vitrinit (rata-rata maksimum) diukur pada 4,94%, konsisten dengan deep burial diikuti oleh Cenozoic Uplift. Hasil abu rendah
Kelas Geologi Batubara Dhandi Maulana Yudhistira NPM. 1706975463 (3,54%, sebagai received basis), dan kandungan sulfur adalah 0,61% (sebagai received basis). Komposisi maseral sampel terutama vitrinit, dengan kandungan vitrinit sebesar 97% (mineral matter free basis).
4. Cekungan terdepostinya batubara Cenozoic (Indonesia–Southern Sundaland)
Ketebalan peta sedimen Cenozoic pada cekungan Kutai Indonesia terletak di bagian selatan Sundaland. Di mana, terdapat tiga belas cekungan sedimen batubara Cenozoikum, empat di antaranya berada di Pulau Sumatra dan sembilan berada di Pulau Kalimantan. Tiga terbesar dimulai dari cekungan Kutai dan Barito yang terletak di Pulau Kalimantan, lalu cekungan Sumatra Selatan di Pulau Sumatra. Sehingga, pada jurnal ini akan hanya dibahas cekungan Kutai, karena ukurannya yang signifikan, urutan coal-bering-nya yang luas, dan pola tektonik, serta sedimentasinya yang terkait erat dengan cekungan di wilayah tersebut. Selain itu, juga penjelasan singkat mengenai cekungan Sumatra Selatan. Cekungan Sumatra Selatan terbentuk dalam back-arc setting. Hal ini dikaitkan dengan proses rifting yang terjadi selama Eosen. Kemudian, terbentuklah graben-graben pada kedua cekungan yang secara umum terkubur di bawah lapisan yang lebih muda. Lalu, inversi cekungan telah membawa sedimen Paleogene ke tengah permukaan daerah barat
Kelas Geologi Batubara Dhandi Maulana Yudhistira NPM. 1706975463 Cekungan Sumatra. Batubara Syn-rift terbentuk pada graben-graben tersebut dengan suhu termal maturity dan deposit batubara menunjukkan asalnya yaitu kedalaman penguburan dilanjut dengan uplift yang tidak konsisten dengan kenaikan rank lokal hasil dari intrusi. Kemudian, cekungan Kutai memiliki luas 165,000 km2 dengan lebih dari 14.000 m sedimen yang terdendapkan. Cekungan ini berkembang dekat dengan margin timur Sundaland. Cekungan Kutai memiliki coal-bearing paling ekonomis dan penting. Hampir semua produksi bersumber dari permukaan dan secara besar thermal coal yang digunakan untuk menghasilkan listrik. Berdasarkan perkembangan tektoniknya, batubara di cekungan Kutai terbagi menjadi Palaeogene Upper Kutai Sub-basin di barat dan Neogene Lower Kutai Sub-basin di timur. Lalu, berdasarkan aspek stratigrafi dan sedimentologinya terdapat variabilitas litostratigrafi yang tinggi dalam sedimen Cenozoic cekungan Kutai. Hal ini, adalah hasil dari evolusi sebagai respon terhadap perubahan iklim dan lingkungan pengendapan tektonik. Terakhir, sifat-sifat batubara pada cekungan ini adalah terbagi menjadi dua interval batubara yang berbeda i.e. Eosen Akhir dan Miosen hingga saat ini. Parameter pembanding masing-masing sifat batubara adalah ketebalan, kualitas, dan thermal maturity (atau rank batubara). Hal ini didasari dari metode yang dilakukan oleh ASTM.
Late Eocene Formasi Batubara Ayau Interval coal-bearing terbentuk di lingkungan dataran pantai yang datar yang mengalami marine transgression yang dekat dengan cekungan Pasir dan cekungan Barito yang berdekatan kondusif untuk pengembangan lapisan batubara yang relatif berkelanjutan.
Late Oligocene–Early Miocene Formasi Batubara Pamaluan Terdapat beberapa lapisan batubara tetapi biasanya memiliki ketebalan lapisan satu meter. Hubungan stratigrafi dan age dating dua fromasi menunjukkan lapisan batubara berumur Early Miocene memiliki kandungan sulfur di antara 3–8% yang konsisten dengan pengaruh laut.
Middle Miocene Formasi Batubara Pulaubalang Lapisannya biasanya kurang sama dengan satu meter dekat dengan pangkal formasi yang bertambah tebal menuju bagian atas formasi. Dengan ketebalan maksimum 3–4m yang dibatasi oleh kombinasi subsidensi dan kedekatan
Kelas Geologi Batubara Dhandi Maulana Yudhistira NPM. 1706975463 kondisi laut.
Middle to Late Miocene Formasi Batubara Balikpapan Ketebalan batubara dalan formasi ini dilaporkan 40–lebih dari 50 meter. Rank batubara di fromasi ini sangat bervariasi sebagai hasil dari various burial. Dengan rank tipikal adalah Subbituminous A hingga C.
Pliocene Formasi Batubara Kampungbaru Lapisan batubara dilaporkan memiliki ketebalan lokal hingga 11 m tetapi memiliki rank rendah i.e. lignit karena penguburan yang rendah.
Estimasi peringkat batubara oleh ASTM pada cekungan Sumatra Selatan dan Tengah. Dapat terlihat bahwa batubara peringkat Bituminous di barat Cekungan Sumatra Tengah adalah dari usia Palaeogen, sedangkan batubara berperingkat rendah adalah dari usia Neogen.
Kelas Geologi Batubara Dhandi Maulana Yudhistira NPM. 1706975463
Stratigrafi umum Cekungan Sumatra Selatan
5. Hasil Diskusi–Signifikansi Batubara di Indonesia Indonesia sebagai salah satu negara di wilayah selatan Sundaland memiliki cadangan batubara terbesar dan paling luas di Asia Tenggara. Badan Geologi Indonesia memperkirakan pada tahun 2014 cekungan di Kalimantan dan Sumatra secara akumulatif terdapat 124 milar ton. Alasan utama mengapa Indonesia memiliki cadangan batubara tersebut adalah urutan kejadian tektonik yang tepat, pengaturan tektonik yang tepat dalam mengembangkan cekungan besar, pengaturan pengendapan yang tepat, paleogeography dan paleoclimate yang tepat. Keempat faktor di atas sangat dipercaya dan tidak diragukan lagi.
C. Kesimpulan Berdasarkan data dan informasi yang telah dijelaskan oleh ketiga penulis, dapat disimpulkan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara di Southeast Asia termasuk tiga dari lima
Kelas Geologi Batubara Dhandi Maulana Yudhistira NPM. 1706975463
The majority of coal beds are located in southern Sundaland near the continental margin because of the fortuitous combination of Cenozoic rift tectonics and a weak lithosphere resulting in formation of large sedimentary basins, which were infilled to a coastal plain environment, and palaeogeographic and palaeoclimatic conditions resulting in equatorial everwet conditions. In other words, southern Sundaland had big basins that were subsiding at the right speed for organic accumulation to occur as peat mires. In addition, the climate was everwet throughout most of the Cenozoic and it is this factor that allowed multiple, continuous and repeated formation of peat (and later coal) to occur over multiple millions of years.
D. Komentar However, a limited amount of information on the tectono-stratigraphic setting of older coal deposits of SE Asia will also be provided, for contextual purposes.